Part 2 - Emosi!

46.2K 2.5K 20
                                    

“ SINTA!! Aku Mohon, kita harus bicara”, Ini hari ketiga dimana Rafki terus menerus mengikuti dan memohon agar aku mendengar penjelasannya. Penjelasan apalagi? Kalau dia tidak sengaja tidur dengan wanita itu? Atau ia tidak bisa lepas dari jebakan wanita itu? Kenapa dia harus bergaul dan kenal dengan wanita macam itu kalau pada akhirnya ia yang dirugikan.

                “ Sinta! Aku mohon, aku benar – benar dijebak, aku masih mencintaimu Sinta!”, Ucapan Rafki membuatku berhenti melangkah, aku menoleh dan menatapnya dengan seksama.

                “ Jangan pernah kamu berani bicara cinta lagi padaku, cintaku pada sudah mati Rafki”, Ujarku dengan nada pedih kepada Rafki,  lalu berjalan meninggalkannya. Aku menyentuh  dadaku yang ternyata sesak bukan main. Kata – kata itu bukan hanya menyakiti Rafki tapi juga menyakitiku.

                Aku terus berjalan hingga tak sadar kalau ternyata aku sudah sampai di Shelter Busway biasa tempat aku menunggu. Aku berdiri bersama beberapa calon penumpang yang lain. Entah mengapa perasaanku sekarang jauh lebih tenang dan tidak berapi – api. Apa karena memang sudah tidak ada cinta untuk Rafki?

                “ Mbak, Bus’nya sudah datang”,

Kulirik petugas Busway yang mengingatkanku. Aku tersenyum dan berjalan masuk kedalam Bus. Memilih salah satu kursi yang kosong dan kembali melamun.

                “Permisi, boleh saya duduk disini?”,

Aku melirik pada sosok yang muncul dihadapanku. Cantik.

                “ Silahkan”,

                “ Terima kasih”,

Gadis yang sangat cantik walau tubuh dan kepalanya ditutupi oleh pakaian tertutup dan jilbab. Tapi pesona yang dikeluarkan dari baju gamis dan jilbab yang ia kenakan sungguh luar biasa.

                “ Kamu turun dimana?”, Tanya gadis disampingku dengan sopan. Aku tersenyum.

                “ Menteng”,Jawabku.

                “ Sebentar lagi ya berarti”, sahutnya sambil mengamati kondisi jalan yang memang sebentar lagi mengarah ke Menteng. Aku mengangguk.

                “ Kamu kuliah dimana?”, tanyaku memberanikan diri. Ia tersenyum.

                “ Aku sudah lulus tahun lalu, sekarang sedang merintis usaha”, jawabnya di iringi senyuman yang membuat pipinya membentuk lesung pipi yang sangat cantik. Aku ber ‘oh’ ria. Dia sama sekali tidak kelihatan berumur dua puluhan, aku kira dia baru akan masuk kuliah.

                “ Kamu tertipu dengan penampilanku, banyak yang mengira aku masih SMA “, Ujarnya seolah bisa membaca fikiranku. Ternyata bukan hanya aku yang tertipu.

                “ Kamu merintis usaha apa?”,

                “ Aku buka butik kecil – kecilan sama saudariku, tapi khusus baju – baju muslim”, Jelasnya. Aku tersenyum kecil.

                “ Kamu merancang sendiri?”, tanyaku penasaran, aku yang kuliah di jurusan desain  sangat tertarik kalau bisa bertemu sesama designer. Ia menggeleng pelan.

                “ Aku minta temenku yang design, tapi dari jahit sampai pemasaran aku dan adikku yang bekerja, kamu designer juga?”, tanyanya membuatku sedikit gelagapan antara mengaku atau tidak. Aku mengangguk canggung. Ya..aku memang lulus dengan titel S.DS ( Sarjana Desain ) tapi masih belum tahu mau dikemankan titel itu.

The Second Chance ( The Wiryawan Series )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang