Part:42

8.6K 916 68
                                    

Vote and comment juseyo...
....

Devan melirik jam di dinding kamarnya yang ternyata sudah menampilkan pukul 1 malam.

Diapun meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena sudah hampir 3 jam duduk mengerjakan pekerjaannya.

"Akhirnya, semuanya sudah selesai" ujarnya dengan senyuman bangga, karena itu artinya dia bisa sepuasnya bermain bersama anak-anaknya nanti, tanpa dibayangi akan pekerjaan yang menumpuk.

Berbicara tentang anak, dia kembali berkutat dengan laptopnya untuk memantau kegiatan anak-anaknya dari sana.

Lebih tepatnya Erick, karena sekarang Arga sedang tidur dengan nyenyak di kasur yang ada di kamar Devan.

"Anak itu, masih saja lanjut sampai sekarang" ujarnya dengan helaan nafas berat dan akhirnya mulai beranjak dari duduknya, melangkah mendekati putra bungsunya hanya untuk sekedar mengecup singkat dahi Arga.

Kemudian melanjutkan langkahnya menuju ruang Gim di mana Erick berada, sebelum putranya yang satu itu sakit karena kelelahan.

Devan pikir tadinya Erick hanya latihan sebentar di sana, setelah kepulangan teman-temannya tadi. Tapi sepertinya dirinya keliru, terbukti sekarang putranya itu terlihat memukul samsak dihadapannya dengan penuh emosi.

Dan ini sudah hampir 3 jam lamanya.

Dia tidak tau, apa Erick tadi ada beristirahat atau tidak. Tapi yang dia tau, dia harus menghentikan aksi putranya itu saat ini.

Apalagi melihat sudah ada 3 dari samsak tinju itu yang sudah tidak terbentuk dan tidak bisa digunakan lagi.

"Kamu sampai kapan mau memukuli samsak itu?" Ujar Devan dengan suara datar dan dingin, menghampiri Erick dan langsung memegang samsak tersebut.

"Kamu ada masalah apa?" Tanya Devan melihat Erick sedang mengatur nafasnya berkali-kali.

Membiarkan putranya itu sibuk dengan pernafasannya yang tidak teratur akibat kelelahan, Devan menarik tangan Erick untuk duduk di lantai dan secara otomatis Erick langsung meluruskan kedua kakinya.

Sedangkan Devan tanpa berkata apapun, membuka sarung tangan di tangan Erick, membuat Erick menatap dalam diam ayahnya itu. Apalagi ketika Devan menghela nafas pelan, dan mengolesi jari-jari tangannya yang tampak merah dan bahkan melepuh karena kepanasan setelah memukuli beban berat itu beberapa jam lamanya.

"Kamu selalu seperti ini, kalau ada masalah pasti selalu ngelampiasan pakai tenaga dan tanpa sadar malah melukai diri kamu sendiri gini" ujar Devan dengan lembut.

"Dari pada ngelampiasin sama orang yang nggak bersalah" ujar Erick dengan sinis.

Devan yang merasa tersindir, bukannya marah tapi dirinya malah terkekeh pelan, dan mengacak-acak rambut Erick. Sehingga membuat Erick berdengus kesal, dan meminum minuman botol yang ada di dekatnya.

"Ya- ya... itu Ayah yang dulu okay... nggak usah kamu perjelas gitu" ujar Devan kemudian beralih mengobati jari tangan Erick yang satu lagi.

Erick hanya diam, melihat setiap gerakan lembut ayahnya itu mengobati lukanya. Dan tanpa sadar, dia tersenyum kecil.

Tidak pernah terbayangkan olehnya kalau ayahnya akan penuh perhatian seperti ini, mengingat betapa cueknya pria itu dulu padanya.

"Jadi kamu ada masalah apa hmm, apa ada hubungannya sama teman-teman kamu tadi?" Tanya Devan menatap Erick, sehingga membuat Erick yang tadinya tersenyum kembali berubah ekspresi menjadi masam, karena kembali mengingat perlakuan teman-temannya tadi.

"Nggak tau, Erick cuma kesal saja" ujarnya dengan helaan nafas berat dan merilekskan tubuhnya.

"Entah apa yang salah, tapi teman-teman Erick seperti nggak suka dengan kedekatan Arga dan Erick, dan itu membuat posisi Erick jadi serba salah yah" ujarnya dengan jujur menatap Devan.

Who am I?On viuen les histories. Descobreix ara