Part:26

11.6K 1K 32
                                    

Vote and comment juseyo...

...

Erick bersenandung kecil sambil mengemasi baju-baju Arga ke dalam koper. Sedangkan, sang pemilik pakaian hanya diam sambil menggendong Gibran, karena anak kecil itu tadinya menangis di saat Arga bilang kalau dia akan pergi.

Makanya, Arga jadi kesulitan mengemasi barangnya, membuat abangnya harus repot untuk beres-beres seperti ini sendirian.

Sebenarnya yang dibereskan pun tidak banyak, mengingat dia tidak membawa apapun ke partement ini. Bahkan Arga tadinya tidak ingin membawa apapun dari sini, tapi Aland bilang padanya, untuk membawa saja pakaian-pakaian yang sudah dibelikannya untuk Arga, karena katanya dari pada tidak ada seorangpun yang menggunakannya, dan yang pastinya akan terbuang sia-sia.

Karena hal itulah, Arga jadi membawa pakaian-pakaian itu.

"Kamu sudah benar-benar yakin dengan keputusan kamu ini, Arga?" Tanya Aland membuat sang empu beralih menatapnya.

"Arga yakin Om, sekali lagi Arga mau ngucapin terima kasih karena udah menjaga dan ngasih Arga te.pat tinggal selama ini" ucap Arga dengan senyuman kecilnya menatap Aland.

Semalam dirinya dan Erick sudah mendiskusikan tentang hal ini. Rencananya setelah mereka pergi liburan, Erick ingin tinggal berdua dengan adeknya itu di apartementnya.

Bukannya dirinya tak ingin tinggal di apartement Aland ini bersama Arga, tapi menurutnya masalah keluarganya tidak seharusnya orang lain ikut campur.

Yah walaupun Aland tidak bertindak macam-macam selama ini, pria itu bahkan sudah melindungi adeknya, dan Erick tentu saja sangat berterima kasih karena hal itu.

Tapi sekarang, dia ingin berusaha melindungi Arga dengan kemampuannya, dia tidak ingin orang lain terlibat lebih jauh dengan masalah keluarganya.

Sedangkan Arga sendiri, walaupun sebenarnya awalnya ragu, tapi akhirnya dia memilih mencoba untuk berani menghadapi masalahnya. Lagipula, dia juga tidak ingin merepotkan Aland lebih jauh lagi.

Benar kata Erick, tidak seharusnya mereka melibatkan orang lain ke dalam masalah keluarga mereka.

Makanya setelah pertimbangan matang, Arga memilih ikut dengan Erick dan itu artinya dia harus keluar dari apartement Aland ini.

Aland ikut tersenyum kecil dan mengelus rambut Arga.

"Om suka melihat tatapan penuh tekad kamu ini, sepertinya kamu sudah menemukan keberanian kamu, itu bagus"

"Baiklah, kamu boleh pergi"

Arga tersenyum kecil menanggapi ucapan pria matang itu, walaupun dia tidak ekspek dengan perkataan yang dilontarkan Aland itu. Karena tadinya, dia kira Aland akan menahannya di sini, atau terus memastikan keputusannya kembali untuk keluar dari tempat aman ini.

Tapi baguslah, dia malah semakin percaya diri dengan perkataan Aland padanya. Dia semakin yakin, kalau dia bisa menyelesaikan masalahnya, dengan tekad kuat dan dorongan dari orang-orang sekitarnya, Arga yakin kalau dia bisa.

"Tapi, kalau kamu ingin kembali menenangkan diri dan butuh tempat sendirian, tempat ini selalu terbuka untuk kamu" lanjut Aland dengan terus mengelus rambut Arga.

Arga merasa terharu mendengar hal tersebut, dan seketika matanya berkaca-kaca, seperti hendak menangis.

"Makasih om" ucap Arga dan diangguki oleh Aland, kemudian mengambil alih Putra sulungnya yang sudah tertidur di gendongan Arga.

"Udah nih dek" ucap Erick mendorong kopernya mendekati Arga.

"Penerbangannya jam berapa?" Tanya Aland sambil menimbang-nimbang Gibran yang bergerak gelisah digendongannya.

Who am I?Where stories live. Discover now