𝑇𝑅𝐴𝐺𝐸𝐷𝐼 24

6.8K 559 30
                                    

Entah batu kerikil yang keberapa, gunung dadakan yang Amber buat sudah mengalami longsor berkali-kali.

Hela nafas kasar keluar dari bibirnya. Amber paling benci menunggu, apalagi yang tidak pasti. Apakah pesan singkat yang mengatakan; pulang sekolah tunggu dihalte, bukanlah sebuah kepastian.

Nathanjing.

Amber tak pernah merasa se takberdaya ini menyangkut laki-laki.

Kalau dijabarkan, Amber tak bohong bahwa semua perlakuan Nathan mencakup perhatian kecil maupun tidak berhasil menggoyahkan hatinya. Sudah tau hasilnya, kenapa Amber tetap jatuh. Harusnya ia bisa antisipasi perihal ini.

Sebelum terlalu jatuh mari lupakan Nathan.

Anehnya, walaupun air yang menggenang dipelupuk telah tumpah ruah, Amber tetap menunggu disana.

"Cegil"

Amber menundukan kepalanya dalam-dalam. Dia kira sekolah sudah sepi mengingat jam KBM telah berakhir sejak 5 jam yang lalu.

"Cegil, lo nangis" Rainer mengambil tempat disamping Amber. "Bisa nangis juga lo ternyata. Biasanya aja kalem, sok cool, udah mirip patung pancoran, pas bet dah kalau dipertemukan, bedanya pancoran senyum, lo engga" raut wajah Rainer berubah masam. "Gue lagi mode break, kita geludnya pending dulu. Tapi gue masih dendam sama lo, gara-gara lo! si Lion hajar gue kan elo yang salah, jadi gue yang kena huft.... Mood gue anjlok banget liat Yesyakasihku dibawa kabur lakik lo. Pengen nanges tapi tak bisaa" tak ada tanggapan dari lawan bicaranya. "Eh, lo nangis beneran tah?" Rainer melongok dan mendapati gadis disebelahnya menutup wajahnya menggunakan kedua telapaknya disertai tubuh yang bergetar kecil.

"Jangan-jangan lo nangis gegara lakik lo" raut Rainer menjadi skeptis. "Gila sihh seorang Venus yang ga pedulian ternyata nangisin tunangan diatas kertasnya"

Plak!

Amber menggeplak congor cowok itu.

"Bacot! Tau gue kaga peduli masih aja dituduh" isak tangis Amber telah berhenti.

Rainer membelalak terkejut. Perih dibibirnya begitu luar biasa, pertama kali ada yang berani menggeplak mulutnya.

"Lo- lo" ia tak bisa berkata-kata lagi.

Amber pergi darisana. Tak menghiraukan kedramatisan Rainer, lihat saja paling sebentar lagi kumat tantrumnya.

"Heh! Cegil kurang ajar, udah gue baikin gue dengerin curhatan lo! Gini balesan lo kegue! Woyy cegil berhenti gak lo! Tunggu aja pembalasan dari gue"

Nah kan, barusaja bilang.


Amber mengusap kasar sisa air matanya. Tingkat emosionalnya jadi meningkat drastis jika mencampurkan perihal perasaan dan cara pulang.

"Wanna go with me?"

Langkah Amber terhenti. Maniknya menatap lama pada uluran tangan dihadapannya.

Setelah bergulat dengan pikirannya, Amber menerima uluran tangan Ragas. Cowok itu tersenyum puas.

"Pilihan yang tepat" ujarnya seraya menuntun Amber menuju motornya yang terparkir tak jauh darisana.



"Gue beneran jadi tunawisma kalau lo bawa gue tidur dirumah lo"

Ragas tertawa pelan. "Ditolak nih gue? Padahal kita bisa having fun" ia masih sempat melontarkan candaan, padahal wajah Amber sudah sangat tidak bisa diajak bercanda. "Yaudah, main aja sebentar"

"Sure"

Saat Ragas tengah menyiapkan berbagai macam snack dan peralatan ps, Amber lebih memilih menyusuri apartemen milik cowok itu. Kalau disimpulkan, apartemen ini sesuai apart impian Amber.

Untold Story Of CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang