𝑇𝑅𝐴𝐺𝐸𝐷𝐼 0.2

32.9K 2.4K 16
                                    

Tarik nafas, buang. Ini kesekian kalinya. Namun sama sekali tak ada perubahan signifikan pada perasaannya. Amber yang berada dalam tubuh Venus itu memandang rumit jajaran gedung elit yang merupakan sekolah para tokoh.

Niatnya untuk masuk semakin gamang, tatkala matanya menangkap segerombolan pria berpenampilan urakan tiba diparkiran.

Tanpa sadar Amber meringis. Salah satu dari mereka menghampirinya. Amber langsung dapat menebak siapa orang ini. Nathaniel Zach Eluard.

Nathan mengetuk dan menggerakan kepalanya kebelakang, mengisyaratkan Amber untuk keluar. Mau tak mau, Amber keluar.

"Hi," itu kata pertama yang keluar. Jujur, Amber sedikit bingung bagaimana sifat Venus asli dalam menghadapi Nathan. Ingatan yang diberikan hanya menjelaskan orang -orang sekitar, bukan perangai Venus.

Nathan tak menggubris. Cowok itu lebih memilih menggandeng tangan Amber dan pergi darisana.

Amber ingat ini. Kebiasaan Nathan yang akan mengantar Amber ke kelasnya. Tentu tidak tulus. Ini hanya pencintraan agar hubungan mereka terlihat harmonis.

Sampai didepan kelas, Amber tak membiarkan Nathan pergi begitu saja. Harus ada perubahan pada tokoh Venus, jika tak ingin berakhir tragis.

"Nathan." Sebelah alis cowok itu terangkat menunggu kelanjutan kalimat. "Lo freak banget," Gadis itu terkekeh. "Istirahat gaperlu jemput, gue muak liat muka lo,"

Ekspreksi Nathan masih datar. Amber jadi susah menebak perasaan Nathan.

"Me too," Nathan mendekap singkat tubuh Amber dan pergi begitu saja.

Rahang Amber jatuh, sejatuhnya. Cowok itu kelewat freak ternyata. Yasudah, Amber juga tak mau kalah. Kita lihat bagaimana nanti.

Fyi. Venus Grivanbeer merupakan pemegang pin golden. Pin yang menunjukan identitas sebagai murid berprestasi sekaligus yang membedakan dengan murid kelas regular. Bisa dibilang Venus ini anak unggulan.

Tak akan susah bagi Amber menjadi Venus. Mereka hanya berbeda pada kepribadian saja, lainnya Amber dapat menyesuaikan.

Tempat duduk sesuai tingkat seberapa banyak poinmu. Karena Venus salah satu pemegang poin terbanyak. Tentu gadis itu duduk didepan.

Sudah cukup lama duduk, keadaan kelas masih senyap. Tepatnya, seluruh murid disini menyibukan diri dengan belajar. Tak ada satupun yang keluyuran atau membuat suara gaduh.


Mengikuti teman-temannya. Amber mulai mengeluarkan buku, walau sudah memahami materi dikehidupan sebelumnya, tak ada salahnya membaca.

***

"Gue bilang gau-

"Nathan,"

Bibir Amber terkatup rapat. Haha, ternyata orang lain. Netranya menatap gadis berbando hijau pastel yang tengah berbicara dengan Nathan. Oh jadi dia Yesya Zalia. Female lead.

"Venus ayo kekantin," Yesya meraih telapaknya.

Amber mengerjab dua kali. Itu kenapa tangan Nathan malah menggandeng tangan Yesya bukan tangan tunangannya, ah iya mereka kan sahabat. Kenapa Amber jadi sebal sendiri.

Amber memaksakan senyum. "Ayo," Bagaimanapun, Venus dikenal sebagai gadis baik. Amber tak akan mengubah image itu.  Mungkin hanya sedikit merubah, agar ketika Amber kembali pada tubuhnya Venus tidak akan dibenci.

"Venus aku dengar kamu suka wasabi kan? Kebetulan kerabatku dari jepang baru pulang, and tadaaa" Senyum manis Yesya terbit. "Sebentar," Gadis itu mulai membuka kemasan wasabi. "Aku taruh diatas beef ya,"

Amber melebarkan senyum paksanya. Ia benci wasabi. Makanan sebangsa kubis kubisan itu punya kesan buruk bagi seorang Amber. Tapi tak mungkin ia menolak, ketika nyaris tatapan seluruh penghuni meja terarah menuntut padanya. Seolah berkata 'harus makan!'. Sangatlah membebani. Namun kalau Amber membuat perubahan sekarang, tindakannya bisa saja menarik tokoh sinting lainnya.

Dengan terpaksa ia menyendokan wasabi itu dan melahapnya. "Thanks," Rasanya ingin muntah.

Pada suapan ketiga Amber berhenti. Betulan tak kuat dengan rasa pedas nyentrik makanan ini, bahkan Amber merasa tenggorokan dan hidungnya begitu mati rasa. Mati-matian Amber menahan mual.

"G-gue mau ketoilet," Tak membuang waktu Amber berlari darisana.

"Hoek hoekk," Ia memuntahkan seluruh isi perutnya.

Setelah lebih baik, ia membasuh seluruh wajahnya. Wasabi itu bagai mimpi buruk. Tanpa sadar Amber bergidik membayangkan rupa makanan tersebut. Ini adalah terakhir kalinya ia mencicipi makanan ini.

"Lo ngga hamil kan Ven?"

Suara itu mengagetkan sang empu.

"Sans, i'm joking" Gadis berambut panjang itu mengambil posisi disebelah Venus. "Nih, muka lo udah mirip mayat btw" Ia menyodorkan lipbalm.

Amber menerimanya. "Lo Belva?"

"No, i'm Avleb. Yakali sih, ini gue lah. Aneh lo," Belva merollkan mata.

Belva Aura Patrice. Sahabat Venus. Sebenarnya masih ada dua lagi, namun mereka berbeda kelas. Belva dan Venus satu kelas, hanya saja, Belva tidak akan bergabung dengan Venus ketika Venus sedang bersama Nathan. Hal sama juga berlaku untuk dua sahabat yang lain. Mereka terkesan no comment dengan hubungan Venus Nathan.

Amber terlihat tak peduli. "Belva, berapa lama kita sahabatan?" Amber mulai mengulik informasi.

Belva tercengang, serius Venus lupa. Namun tak ayal ia tetap menjawab.

"Maybe.. thirteen years?" Dia terlihat ragu.

"Apa lo percaya gue?" Amber bersungguh sungguh dengan ucapannya.

Belva mengangguk.

"Apapun itu, sekalipun ini ngga masuk akal?" Timpal Amber.

Belva mengangguk untuk kedua kalinya.

"Kalau gitu, gue mau mantan lo"

To be contined
.


.
.

Untold Story Of CharacterWhere stories live. Discover now