[Todoroki Shouto | Bakugou Ka...

_uglyduck

17.6K 2.9K 349

[Book 1/3 Suffocating Series] COMPLETED: 2020/11/30-2020/12/27 [Baca bab [Disclaimer] dulu buat keterangan d... Еще

[Disclaimer]
Chapter 1. Someone, Girls' Bet, and You-Ei
Chapter 2. Locker and A Cockroach
Chapter 3. Teenager
Chapter 4. Rat
Chapter 5. Uraraka and A Picture
Chapter 6. Sunny Sunday
Chapter 7. Bad Day
Chapter 8. Expectations
Chapter 9. (Another) Bad Day
Chapter 10. Aoyama, A Kiss, and The Rumor
Chapter 11. Stalker and A Secret
Chapter 13. Overcast
[𝐽𝑢𝑠𝑡 𝑓𝑜𝑟 𝐹𝑢𝑛(?)]
Chapter 14. Aizawa's Assignment and A Thunderbolt
Chapter 15. The Informan and Sugar Lil Brother
Chapter 16. Half-Open Pandora Box
Chapter 17. Nightmare
Chapter 18. Mental Breakdown
Chapter 19. Home (Isn't Always) Sweet Home
Chapter 20. Sentimental Trip (1)
Chapter 21. Sentimental Trip (2)
Chapter 22. Lost Feeling, Feeling Lost
Chapter 23. Phonecall
Chapter 24. Crumbles
Chapter 25. Good Person
[Author's Note]

Chapter 12. Special Movie(s)

454 102 3
_uglyduck

⌜𝙎𝙪𝙛𝙛𝙤𝙘𝙖𝙩𝙚𝙙 (adj.) 𝑓𝑒𝑒𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑟𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑎𝑛𝑑 𝑜𝑝𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑒𝑑⌟

─────────────────────


Ayahnya baru pulang sekitar pukul enam sore, menghabiskan waktu lima belas menit untuk mandi dan langsung menghampiri Bakugou di dapur. Ia menyodorkan sekantung telur pesanan Bakugou, lalu kembali ke kamarnya. Saat Bakugou memasukkan satu per satu telur ke dalam kulkas, ekor matanya bisa menangkap sosok ayahnya tengah membawa sekeranjang pakaian untuk dicuci. Bakugou berani bertaruh sebagian besar di dalamnya adalah pakaian ibunya.

"Kenapa Dad kerja hari ini?"

Ayahnya di ruang tengah berhenti menarik taplak meja sebentar, "Darurat, investor memaksa ingin secepatnya rapat pengesahan saham, sedangkan bos perusahaan Dad sedang di luar distrik." ia kembali menarik taplak meja, "Jadi Dad datang sebagai penggantinya."

"Sampe kapan sih Dad mau bertahan di posisi yang sekarang? Kenapa enggak minta naik jabatan?" Bakugou mulai menyalakan kompor, mengupas dua butir telur setelah minyak yang ia siapkan memanas.

Ia mendapati ayahnya sudah berdiri di ambang pintu dapur, "Kalau Dad minta naik jabatan, Dad harus pindah ke kantor pusat di Yokohama. Gimana caranya Dad bisa jauh dari kamu?" ia tertawa kecil sambil segera pergi ke ruang cuci saat Bakugou melemparkan kulit telur ke arahnya.

Bakugou memahami maksudnya, pria di awalan empat puluh itu tidak bisa meninggalkan Bakugou sendiri dengan istrinya. Bakugou juga paham, seberapa sulit Masaru harus menebalkan telinga setiap kali Mitsuki membicarakan pangkatnya yang rendah di kantor. Mengeluh bahwa semua biaya sekolah Bakugou hanya keluar dari kantongnya.

Satu atau dua kali dalam sehari ketika ia tidak disibukkan dengan kegiatan Yuuei, Bakugou akan bertanya pada dirinya sendiri tentang apa yang mesti ia berikan untuk ayahnya sebagai tebusan atas kebaikannya. Waktu kecil, Bakugou pernah berpikir untuk menjodohkan ayahnya dengan ibunya Midoriya, kemudian meninggalkan ibunya sendirian, dan mengecat rambut jadi hitam bersemu hijau seperti milik Midoriya. Tanpa sadar, Bakugou tersenyum-senyum sendiri saat mengingatnya.

"Ibumu enggak pulang sampai hari Rabu," Masaru berseru, "Dad bisa antar kamu kembali ke Yuuei nanti Senin pagi."

"Oh, Mom enggak akan pulang?" Bakugou membalik telur orak-ariknya perlahan ketika ia dengar ayahnya mulai membuka pintu mesin cuci di ruangan sebelah.

"Yes, Katsuki." suara tombol mesin cuci yang dipijit terdengar, "Dad bawa pulang DVD pinjaman mau nonton nanti malam?"

Bakugou mengerjap, "Fuc-sure! Habis makan malem, Dad!" ia bisa mendengar mesin cuci itu mulai berputar.

"Oke, makan apa kita malam ini, Chef Katsuki?" di antara deru mesin cuci ayahnya bertanya.

"Donburi, Oyako Donburi!"

Ayahnya kedengaran tertawa sebentar, "Cocok, Dad lagi lapar banget!"

Bakugou tersenyum kecil. Ia yakin ayahnya sekarang sudah mulai menyetrika pakaian hari kemarin. Bakugou segera mengambil ayam yang sudah ia siapkan, menambahkan bawang bombai dan menumisnya. Bakugou tidak lupa mengecek nasinya di rice cooker, ia tahu ayahnya pasti belum makan siang. Oyako donburi bisa jadi solusi yang tidak begitu berlebihan.

Dua puluh menit setelahnya Bakugou melihat ayahnya berjalan ke arah dapur, mencuci tangan sebelum bergabung dengannya di meja makan. Ia bisa melihat ayahnya makan dengan lahap. Kapan terakhir kali ibunya memasakkan sesuatu untuk pria ini? Bakugou bertanya-tanya dengan sedikit merasa sedih.

"Kalau kamu udah lulus dari Yuuei, Dad mau sewa apartemen untuk kita berdua." di sela-sela makannya Masaru berkata.

"Huh?" Bakugou mengernyit, "Dad mau cerai? Tahun depan?" ayahnya mengangguk.

Bakugou seketika berhenti mengunyah. Tangannya menempel di atas meja dengan sumpit yang masih ia pegang. Bakugou merasa hatinya mendadak lega, ia tidak sadar kalau satu-dua air mata menetesi punggung tangannya. Di depannya Masaru terkejut, ia segera mengambil tisu, mengelap pipi Bakugou dengan hati-hati.

"D-dad, aku oke, aku oke," Bakugou segera mengambil tisu dari tangan ayahnya, mengelap pipinya sendiri, "aku cuma, 'm sorry Dad."

Di balik penglihatannya yang buram, Bakugou bisa melihat ayahnya tersenyum. Tangan lelaki itu sudah ada di kepala Bakugou, jemarinya perlahan turun mengelus kening Bakugou. Masaru mengusap bekas jahitan luka di sana dengan perlahan, sangat pelan seolah kening Bakugou terbuat dari kaca tipis. Permukaan yang sedikit menonjol itu membuat Masaru terlihat kecewa. Bakugou merasakan hal yang sama.

"It's enough, Katsuki." Masaru menyimpan kembali tangannya di atas meja, "Maaf kamu harus menunggu begitu lama, Dad harus mempersiapkan semuanya sampai sempurna. Tahun depan akan jadi tanggal mainnya. Umurmu akan delapan belas tahun dan kamu punya hak untuk memilih dengan siapa mau tinggal."

Bakugou kembali merasa matanya perih, ia ingat betul mengapa ayahnya tidak meninggalkan ibunya sejak dulu dan membawanya pergi. Masaru tidak memungkinkan mendapat hak asuh dahulu, belum mungkin. Setiap anak di bawah delapan belas tahun berhak tinggal bersama ayahnya, dengan catatan ayahnya berkecukupan dan mampu membiayai anak mereka. Namun, saat itu, karir ibunya lebih dulu melejit, penghasilan Masaru jauh di bawah ibunya. Tahun depan Bakugou akan genap delapan belas tahun, ia memiliki haknya sendiri untuk memilih. What a great plan.

"Dad harus minta naik pangkat kalau kita udah tinggal bareng, sepakat?" ayahnya tertawa kecil.

Malam itu Bakugou merasa kembali jadi anak-anak, menyender di bahu ayahnya sambil menonton empat film sekaligus.

❅❅❅

M

inggunya bakugou berencana mengundang Midoriya dan Todoroki menginap. Bukan untuk bersenang-senang atau sekadar pillow talk, tentu. Bakugou sudah menyiapkan komputer dan empat kartu memori yang Kaminari berikan padanya. Ia berencana meminta bantuan Todoroki dan Midoriya untuk mencari tahu siapa yang menyimpan foto-foto itu dalam lokernya. Bakugou merasa perlu meminta bantuan kali ini.

Midoriya sudah lebih dulu datang--rumah mereka hanya terpisah dua rumah--duduk di sofa ruang tengah, sibuk menonton channel National Geographic. Ketika bel rumahnya berdentang, Bakugou segera berlari ke pintu depan. Ia sedikit kaget ketika pintu rumahnya terbuka, Todoroki tengah berdiri dengan kacamata hitam di wajahnya dan rambut yang kembali berwarna silver di balik topi. Mulutnya sudah terbuka, berniat bertanya tetapi Todoroki mendorongnya masuk dan menutup pintu rumah Bakugou dengan cepat.

"Oh God, susah banget keluar dari rumah kalau bokap gue lagi enggak ke kantor!" Todoroki langsung bergabung dengan Midoriya.

"Hee lo ngewarnain lagi rambut?" Midoriya mencomot sedikit rambut Todoroki, membuat pemuda itu menghela napas panjang.

"Kalau enggak gini, bokap gue bakal gampang nemuin gue." Todoroki mengeluarkan ponselnya, "Oke, sekarang gue harus matiin hp."

"Fuck Papi Enji." Bakugou berkomentar, dari posisinya Midoriya ikut mengumpat.

"By the way, jadwal tanding Taekwondo gue di babak penyisihan provinsi udah keluar," Todoroki memasukkan ponselnya pada saku, "perwakilan Yuuei lolos semua, artinya gue bakal lawan Kirishima atau Tetsutetsu."

Bakugou mendecih, "Lo yakin bisa lawan mereka? Badan lo kan kayak triple--fuck, sakit anjir!" ia memukul Todoroki yang menimpuknya dengan topi.

"Woy, berantem terus lo berdua kayak Sus scrofa sama Macaca fascicularis!" acara menonton Midoriya yang terganggu membuat pemuda itu ikut kesal.

Todoroki mendadak diam, "Oh, siapa babinya, siapa monyetnya?"

"Lo mau jadi monyet atau mau jadi babinya?" Midoriya lantas melirik pada Bakugou, "Guess Kacchan celengnya, karena lebih galak."

Bakugou refleks memukul kening Midoriya dengan telapak tangannya, "Bodo amat anjir! Buruan ke kamar gue!" di belakangnya ia mendengar Todoroki dan Midoriya tertawa.

❅❅❅

"Oh, jadi ini special movie-nya?" Midoriya berkomentar sambil fokus pada layar komputer Bakugou.

Video dalam keempat kartu memori itu diambil dari angle yang berbeda. Bakugou bisa melihat orang yang berjaket hitam itu dari arah kanan, kiri, depan, dan belakangnya. Akan tetapi ia tetap tidak bisa menerka siapa orang itu. Perawakannya cukup tinggi, tetapi karena jaketnya tebal, bahkan Midoriya kesulitan menerka bentuk tubuh aslinya. Mereka bertiga sibuk mencatat setiap hal yang digunakan orang itu, mengingat-ingat siapa yang kira-kira memilikinya.

"Gue kayak pernah liat jaket itu," Todoroki menggigit bibirnya, berusaha mengingat tetapi gagal.

"Lo tahu, biasanya Aizawa Sensei yang pake jaket macem gitu." Midoriya memijit keningnya, pusing.

Todoroki di sebelahnya berdehem, "Lo pikir ngapain Aizawa bikin foto gituan? Menghukum salah satu murid jeniusnya karena enggak pernah kena hukuman sejak masuk sekolah?"

"Nonsense lo kayak si Monoma!" Bakugou di sebelahnya protes.

Mereka kembali fokus memperhatikan video itu tetapi sama sekali tidak menemukan clue. Beberapa detik kemudian Bakugou mendengar suara pintu kamarnya dibuka, Masaru sudah di sana dan memanggil mereka bertiga untuk makan malam. Ia mengernyit, berapa lama mereka bolak-balik memutar video itu sampai tidak sadar Masaru sudah pulang dari rapat dadakan part ke-duanya? Ia mengusap tengkuknya, pegal. Todoroki dan Midoriya yang berdiri di belakangnya melakukan hal yang sama. Midoriya memutuskan berjalan lebih dulu dari kamar itu, sedangkan Bakugou di belakangnya menyejajarkan langkah dengan Todoroki, mendiskusikan jaket orang dalam rekaman itu yang rasanya tidak asing juga untuknya.

"Eh, by the way lo dapet dari mana rekaman itu?" Midoriya menghentikan langkahnya saat mereka menuruni tangga.

Bakugou berhenti bicara pada Todoroki, "Kaminari," ia lalu menoleh pada Midoriya, "gue sering bantuin dia ngerjain tugas. Terus gue inget dulu dia pernah bilang mau masang CCTV di lorong loker karena barangnya pernah ada yang ilang. Waktu gue tanya, ternyata dia masih masang CCTV-nya di sana."

Midoriya mengangguk, "Hmm, masuk akal." ia kembali melangkah.

Ketika bakugou hendak melangkah juga, lengannya ditarik Todoroki. Ia melihat Todoroki membuat jeda, membiarkan Midoriya terus menuruni tangga hingga berbelok menuju ruang makan. Bakugou bisa melihat dua bola mata Todoroki yang tidak menggunakan kontak lensa, kentara sekali perbedaan warnanya.

"Lo enggak nyembunyiin apa-apa dari gue sama Midoriya, 'kan?"

Bakugou buru-buru menggeleng, "Enggak, kenapa lo mikir kalau gue nyembunyiin sesuatu dari lo berdua?"

"Nah, just feeling." Todoroki melepas genggamannya dari lengan Bakugou, "Lo harus janji sama gue bakal nyeritain apapun kalau lo ada masalah, oke?"

Bakugou tertawa kecil, "Ada berapa jari gue?" alih-alih menyetujui janji yang Todoroki ajukan, Bakugou malah mengacungkan jarinya beberapa senti dari mata kiri Todoroki.

Todoroki hendak menoleh, tetapi Bakugou melarangnya.

"Tapi tangan lo di luar jangkauan mata kanan gue, gimana caranya gue bisa tahu?" Todoroki menggerutu.

"Tebak, Todoroki, tebak. Kalau tebakan lo bener, gue janji bakal cerita semua masalah gue sama lo." di depannya ia melihat Todoroki menikung alisnya.

"Hngg, empat?" Todoroki menurunkan sebelah alisnya.

Bakugou tersenyum, "Bener, congrats! Mulai besok gue bakal cerita se-mu-a-nya sama lo kalau gue ada masalah." ia menarik tangannya ke jangkauan penglihatan mata kanan Todoroki.

"Oh, thank God. Jangan bikin gue sama Midoriya khawatir, oke?"

Bakugou mendecih sambil kembali menuruni tangga, "Iya, iya, cerewet banget lo kayak ibu-ibu!"

"Tapi nyokap gue waktu masih hidup enggak cerewet." Todoroki menyusulnya.

"Bodo amat anjir! Ibu-ibu yang gue maksud itu yang kayak emaknya si Deku, cerewet!" ia mendengar Todoroki tertawa sambil menyalipnya setelah selesai menuruni tangga, lebih dulu menyambangi Midoriya.

Bakugou sempat diam sebentar sebelum masuk ruang makan, ia menatapi tangannya. Jumlah jarinya tadi tiga, bukan empat.

"Sorry, Todoroki. Gue enggak bisa cerita semuanya sama lo, enggak bisa sekarang."[]

─────────────────────

Catatan:
Sus scrofa: Babi Hutan (Celeng)
Macaca fascicularis (Monyet ekor panjang)

Продолжить чтение

Вам также понравится

39.8K 7.9K 73
Di depan minimarket sore itu, Dongpyo menemukan sosok rapuh seorang Lee Jinwoo. Bxb! Shonen-ai! Lee Jinwoo • Son Dongpyo 2019 © Neko
4.9K 493 11
"Jatuh hati? pahlawan? penjahat? brengsek tugas ku adalah menangkapmu hidup atau mati! " "kejamnya~" OOC!!! . . . . . all photos cr : pinterest...
33.7K 3K 10
Akabane Karma telah mengingat kembali masa lalunya ketika ia masih bersama Ibunya di Tokyo. Namun, masih ada sesuatu yang ganjal di balik masa laluny...
I Love You Dylan.. Zaskia anzaryka

Короткий рассказ

1.6K 79 8
Ryan char / char Hana merupakan anak dari dr.franklin char dan juga merupakan anak pertama , dan kali ini menceritakan kisah Ryan dan perasaan yang i...