Cerewet Couple [E N D]

trifenadeva

13.7K 2.1K 1K

[ Follow dulu sebelum membaca, terima kasih!✨ ] "Aarghhh!" teriak Arkan begitu melihat seorang gadis yang dud... Еще

|Perkenalan Tokoh|
Arkano Aldrey Devandra
Fiona Meila Gresditya
CC•1
CC•2
CC•3
CC•4
CC•5
CC•6
CC•7
CC•8
CC•9
CC•10
CC•11
CC•12
CC•13
CC•14
CC•15
CC•16
CC•17
CC•18
CC•19
CC•20
CC•21
CC•22
CC•23
CC•24
CC•25
CC•26
CC•27
CC•28
CC•29
CC•30
CC•31
CC•32
CC•33
CC•34
CC•35
CC•36
CC•37
CC•38
CC•39
CC•40
CC•41
CC•42
CC•43
CC•44
CC•45
CC•46
CC•47
CC•48
CC•49
CC•END??

E N D I N G

249 15 5
trifenadeva

avv, untung gak nempel🌚

---

Arkan langsung merebahkan diri begitu masuk ke kamarnya. Kini ia dan keluarga, juga Fiona, telah tiba di Jepara. Tempat mereka beristirahat sekarang ini adalah villa milik ayahnya, Alroy.

Tangan dan kaki Arkan bergerak-gerak, membuat kasur yang semula rapi menjadi berantakan. Sebenarnya Arkan sangat lelah saat ini. Bagaimana tidak, Semarang-Jepara yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu dua setengah jam harus mundur hingga empat jam hanya gara-gara macet yang cukup panjang. Hal itu pun memaksa Arkan untuk duduk lebih lama di balik kemudi.

Ya, Arkan lah yang mengemudikan mobil dari awal mereka berangkat hingga mereka tiba di Jepara. Gara-gara macet itulah Arkan cukup lelah. Namun rasa lelahnya itu seakan menguap begitu Arkan teringat tujuan utamanya ke kota yang terkenal dengan kesenian ukirannya ini.

Beberapa menit kemudian setelah merasa cukup beristirahat, Arkan bangkit berdiri. Arkan menyeret kopernya yang sebelumnya masih berdiri manis di dekat pintu memindahkannya di samping lemari. Arkan kemudian berjalan keluar dari kamarnya.

Bisa kalian menebak ke mana tujuan Arkan? Arkan melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya tercinta. Bukan. Bukan untuk menemui adik bungsunya itu, melainkan gadis yang menjadi pujaan hatinya saat ini, Fiona Meila Gresditya.

Begitu Arkan sudah berdiri di depan kamar, Arkan langsung masuk tanpa mengetuk lebih dulu. Namun sayang, orang yang ia cari tidak ada. Sebaliknya, sang adik, Agatha, justru ada dan sedang membereskan isi kopernya.

"Agathaaa...." panggil Arkan seraya berlegak-legok menghampiri adiknya.

Agatha menatap Arkan dengan kening berkerut. "Ish, apaan sih, Kak Arkan? Jijik Agatha lihatnya."

Arkan terkekeh seraya duduk di samping Agatha dan kembali normal seperti sebelumnya. Arkan kemudian mengapit gemas kedua pipi adiknya itu.

Agatha mendengkus. "Kakak cari Kak Fiona, kan, pasti?" tebak Agatha seraya melepaskan apitan tangan Arkan dari kedua pipinya.

Arkan mencengir. "Tau aja kamu."

Agatha tersenyum datar. "Ya tau lah."

"Terus sekarang dia di mana?"

"Di kolam renang belakang." jawab Agatha cepat sembari merapikan lagi baju-bajunya.

Arkan tersenyum lebar seraya bangkit berdiri. "Oke deh, kakak ke sana. Bye, Agatha!" pamit Arkan kemudian membuat Agatha mendengkus.

"Mentang-mentang bentar lagi pacaran, adiknya sering dilupain." keluh Agatha manja.

Mendengar itu Arkan pun langsung duduk kembali dan menguyel-uyel wajah Agatha. "Ulululu... adikku sayang...."

Agatha tergelak saat itu juga. "Agatha cuma bercanda, kak.... Udah sana kakak pacaran aja, daripada ganggu Agatha di sini." usir Agatha kemudian setelah Arkan berhenti menguyel-uyel wajahnya.

Alih-alih segera keluar, Arkan justru mencubit pipi Agatha. "Masih kecil yaa, udah ngomongin pacaran aja. Emang tau apa maksudnya?"

"Ya tau lah." jawab Agatha cepat. "Agatha udah empat belas tahun, udah bisa naksir cowok, jadi udah paham maksud pacaran itu apa."

Arkan berdecak. "Mana ada? Gak mungkin. Palingan juga cinta monyet yang kamu tau."

Agatha mendengkus. "Gitu banget ngeledek adik sendiri? Kalau Agatha cinta monyet, terus kakak apa? Cinta buaya? Buaya darat." ledek Agatha balik.

Sontak Arkan langsung bangkit dan melipat tangannya di depan dada. "Berani ya ngeledek kakak, kakak kelitikin nih...."

Agatha mencengir. Tepat sebelum Arkan menggelitik pinggangnya, Agatha langsung mendorong kakaknya itu ke arah pintu.

"Udah ya, cari Kak Fiona aja dibanding ganggu Agatha di sini. Bye-bye, kakak! Muach!" usir Agatha lagi sembari membukakan pintu untuk sang kakak.

Begitu Arkan sudah berdiri di luar kamar, Agatha langsung menutup pintu tanpa memberi kesempatan Arkan berbicara. Akhirnya Arkan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik bungsunya itu.

Selepas dari Agatha, Arkan kemudian melangkah menuju kolam renang yang terletak di taman belakang villa ayahnya ini.

Begitu kakinya sudah menginjak teras belakang, kedua sudut bibirnya terangkat. Dari tempatnya berdiri, terlihat Fiona yang asik duduk di pinggir kolam sembari menggerakkan kakinya di dalam air. Tanpa berlama-lama lagi Arkan segera menghampiri gadis itu.

"Hai!" sapa Arkan sembari duduk di samping Fiona.

"Eh, anjir, kaget gue!" seru Fiona sedikit latah membuat Arkan tertawa geli.

Melihat Arkan yang tertawa, Fiona mendengkus. "Lo ngapain ke sini?" tanya Fiona kemudian.

Arkan memasukkan kakinya ke dalam air lalu menggoyangkannya sama seperti yang Fiona lakukan. "Nyamperin lo, heheheh...." cengir Arkan.

"Terus nyamperin gue mau ngapain?"

Arkan mendesah. "Lo kayak gak mau gue samperin aja sih?"

Fiona menjulurkan lidahnya lalu melengos dari Arkan. "Salah sendiri ngagetin gue."

Alih-alih menyahut, Arkan hanya memandang Fiona dalam diam. Memperhatikan Fiona dari samping membuat Arkan mengulum senyumnya samar. Tangannya lantas terulur, menyelipkan helaian rambut Fiona yang menutupi pandangannya. Beberapa detik kemudian, Arkan merengkuh pundak Fiona untuk mendekat padanya.

Fiona tidak menolak. Ia justru menyenderkan kepalanya pada dada Arkan dan membiarkan tangan Arkan mengusap puncak kepalanya.

"Pio-pio," panggil Arkan kemudian.

"Hmm?" jawab Fiona.

"Lo ngapain di sini? Tadi gue ke kamar Agatha, nyari lo, katanya lo ke sini."

"Gak ngapa-ngapain, cari angin doang.... Lo sendiri ngapain nyari gue?" tanya Fiona balik.

Mendengar pertanyaan Fiona yang seakan menggodanya, Arkan jadi gemas sendiri. Dengan jahilnya, Arkan kemudian mencubit kedua pipi Fiona.

Sontak Fiona langsung menepiskan tangan Arkan dari kedua pipinya ketika wajahnya mulai terasa panas.

"AR!" Fiona menatap Arkan galak.

Tanpa rasa bersalah Arkan menjulurkan lidahnya. "Salah sendiri, siapa suruh tanya kek gitu?"

"Lah emang pertanyaan gue salah?"

"Lah emang lo gak tau jawabannya kenapa gue nyari lo?" tanya Arkan balik.

"Enggak." jawab Fiona cepat seraya memalingkan wajahnya dari Arkan.

Arkan akhirnya menghela napas, memilih mengalah daripada harus beradu mulut. "Iya udah deh... gue yang salah...." Arkan kemudian menarik Fiona lagi untuk kembali mendekat padanya.

Fiona tidak menolak karena memang ia tidak marah. Tadi itu ia hanya kesal saja. Niat menggoda Arkan lewat pertanyaannya justru berbalik ke arahnya dengan Arkan yang mencubit kedua pipinya.

Bukannya Fiona berlebihan, tapi memang ketika Arkan menarik pipinya ini wajahnya akan memanas. Perih, sakit, benar-benar membuat Fiona tidak nyaman. Maka dari itu, siapa pun yang mencubit pipinya -tidak hanya Arkan- Fiona akan selalu kesal.

"Ar...." panggil Fiona kemudian, membuka topik baru.

"Hmm?" jawab Arkan.

Fiona menarik kakinya keluar dari air lalu menyilangkannya. "Villa ini punya keluarga lo... atau bonyok lo nyewa?" tanya Fiona tetap menyandar pada dada Arkan.

"Punya keluarga gue...." jawab Arkan, "emang kenapa?"

"Ooh...." Fiona mengangguk kecil, "enggak kenapa-napa sih, cuma gue tadi bingung aja."

"Bingung kenapa?"

"Mm, ini villa bagus banget... kalau untuk ukuran nyewa kan, gak mungkin sebagus ini."

"Oohh... tapi kadang ini villa disewain kok ama bokap ke temen-temennya yang liburan ke sini." terang Arkan. "Lo sendiri suka gak di sini, Pio-pio?" tanya Arkan kemudian.

"Suka. Suka banget malah. Suasananya asri, nyaman, bikin betah lama-lama. Sayang kita di sini cuma dua hari kan?" Fiona mengangkat kepalanya, menatap Arkan.

Arkan mengangguk. "Iyaa."

Fiona memanyunkan bibirnya sembari kembali bersandar pada dada bidang Arkan.

Arkan pun mengelus surai panjang Fiona. "Ntar liburan kita ke sini lagi, mau gak?"

Fiona kembali menatap Arkan. "Maksud lo bulan depan?"

"Iyalah, kapan lagi emang?"

Fiona mencengir. "Terus berdua aja gitu?" tanya Fiona dengan alis yang terangkat.

Arkan mengacak rambut Fiona. "Kalau lo maunya berdua, ya gapapa."

"Eh, enggak... bukan gitu maksud gue...."

Arkan terkekeh. "Loh, beneran gapapa kalau lo mau berduaan doang ama gue."

"Ish, apaan sih, enggak. Gue cuma tanya, Ar...." elak Fiona sambil mengulum senyum dan mengalihkan tatapannya dari Arkan.

Arkan terkikik. "Ya udah, dipikir ntar lagi aja, yang penting lo suka di sini."

Fiona mengangguk kecil tersenyum simpul. Fiona lalu kembali memasukkan kakinya ke dalam air dan menggoyangkannya bergantian.

"Pio-pio," panggil Arkan kemudian.

"Hm?" Fiona menoleh ke Arkan.

Arkan meraih tangan Fiona yang ada di sebelah tangannya, menggenggamnya sambil tersenyum. "Ntar makan malam di luar, yuk, ama gue. Mau gak?" ajak Arkan.

"Sama lo?" Fiona mengerutkan keningnya, "berdua doang berarti?"

Arkan mengangguk. "Iyaa."

"Eh?" Fiona menggaruk pelipisnya, "kok cuma berdua?"

"Ya kan, gue mau quality time berdua doang ama lo."

Fiona mendengkus. "Ish. Gue serius, Ar."

"Loh? Gue juga serius, Pio-pio. Mau ya? Ikut ya nanti?"

Fiona menatap Arkan ragu-ragu. "Gak enaklah, Ar, sama nyokap lo nanti. Pasti Tante Audrey udah masak, terus masa kita mau makan di luar."

"Gapapa." tegas Arkan. "Gue udah bilang sama mama kalau kita mau makan di luar. Mau ya, ikut ya?"

Fiona mengembuskan napasnya bimbang. "Terus Tante Audrey beneran gapapa?"

"Ya, gapapa...." Arkan terkikik geli, "kenapa sih? Kayak takut banget ama nyokap gue. Padahal udah sering ketemh loh."

"Bukan takut... gue cuma gak enak aja, Tante Audrey udah masak terus kita malah makan di luar."

"Gapapa, Pio-pio... percaya gue, deh. Jadi gimana, ikut ya?"

Fiona menggigit bibir bawahnya bingung. "Mm... ya udahlah gue ikut." putus Fiona akhirnya.

Mendengar itu Arkan pun langsung tersenyum puas. YES! seru Arkan dalam hatinya.

---

Sekali lagi Fiona memandang pantulan dirinya di dalam cermin, memastikan penampilannya sudah cukup baik untuk makan malam bersama Arkan.

Malam ini Fiona membiarkan rambut hitamnya yang panjang tergerai lurus begitu saja. Lalu wajahnya ia poles dengan flawless make up, dan ia mengenakan kaos tanpa lengan bewarna rosy brown yang dipadukan dengan jeans hitam panjang yang lututnya sobek-sobek.

Setelah yakin menampilannya cukup memuaskan, Fiona melangkah keluar menuju ruang tengah, tempat di mana Arkan dan keluarganya sedang berkumpul.

"Ar...." cicit Fiona memanggil begitu dirinya sudah berdiri di belakang Arkan.

"Eh?" Arkan berbalik badan diikuti oleh seluruh keluarganya yang kini serempak menatap Fiona.

"Sudah siap?" tanya Arkan.

Fiona mengangguk. "Udah."

"Oke! Kuy, pergi." Arkan langsung berdiri sembari meraih kunci mobil yang sebelumnya tergeletak di atas meja.

Fiona kemudian menatap kedua orang tua Arkan. "Om, tante, Fiona pergi dulu, ya." pamit Fiona.

"Iyaa...." jawab Alroy dan Audrey serempak.

"Pa, ma, Arkan pergi...."

"Iyaa, hati-hati nyetirnya." nasihat Audrey.

"Bye, Kak Arkan, Kak Fio!" Agatha melambaikan tangannya.

"Bye...." jawab Arkan dan Fiona serempak.

Setelah berpamitan, Arkan dan Fiona segera berjalan keluar dari villa menuju mobil yang sebelumnya sudah Arkan siapkan.

Arkan membukakan pintu untuk Fiona. Setelah Fiona masuk, barulah Arkan mengitari mobil dan segera duduk di balik kemudi. Arkan menghidupkan mesin lalu menjalankan mobilnya bersatu dengan pengguna jalan lainnya.

"Kita mau langsung makan, Ar?" tanya Fiona di tengah perjalanan.

Tanpa menoleh Arkan mengangguk. "Iya. Kenapa? Mau mampir dulu?"

"Eh, enggak." Fiona menggeleng. "Nama restonya apa?" tanya Fiona lagi.

"Haa?" Arkan menoleh singkat ke Fiona dengan kening yang bergelombang, "kenapa emang?" tanya Arkan balik.

Fiona mencengir. "Mau gue cari di google, liat ulasan-ulasannya gitu, hehehehe...."

Mendengar jawaban Fiona, Arkan terkikik. "Gak usah dicari, udah pasti enak kok."

Fiona memanyunkan bibirnya manja. "Emang lo sering makan di sana?"

Arkan mengangguk. "Lumayan. Kadang kalau pas liburan ke sini, mama gak masak, ya udah makan di situ."

"Oohh...." Fiona manggut-manggut. "Lo sering liburan ke Jepara?" tanya Fiona lagi.

Kali ini Arkan menggeleng. "Enggak. Ke sini kalau pas libur kecepit aja. Lebih sering ke Jakarta, sih."

"Jakarta?"

Arkan mengangguk. "Bonyok gue orang sana."

"Eh? Serius? Om Alroy sama Tante Audrey orang Jakarta?"

"Iyaa. Opa-oma gue orang Jakarta asli, pun dengan bonyok gue. Bahkan gue lahir di Jakarta, sempet tinggal juga di sana, cuma Agatha aja yang lahir di Semarang."

"Oohh...." Fiona baru mengetahui latar belakang keluarga Arkan itu.

"Terus kenapa gitu pindah Semarang? Kalau boleh tau aja, sih, hehehehe...." cengir Fiona.

Arkan menghela napasnya. "Boleh lah, lo kan calon cewek gue, wajar kalau lo pingin tau dan sudah sewajarnya juga kalau gue cerita."

Jawaban Arkan itu sontak membuat Fiona mengulum senyumnya sambil merunduk tersipu.

"Bonyok pindah karena memang mau pindah, terutama nyokap. Jakarta terlalu besar, nyokap pingin suasana baru aja. Kebetulan pas itu opa gue mau nyerahin perusahaan ke bokap. Terus sama bokap akhirnya di pusatin di Semarang, sekalian pindah. Gitu ceritanya...." jelas Arkan bercerita.

"Oohhh...." Fiona hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. "Eh, maaf nih, gue mau tanya. Opa-oma lo masih ada?"

"Masih... kenapa? Lo mau ketemu? Ntar pas balik Jakarta ikut, ya? Gue kenalin."

"Eh? Ish... bukan gitu, hehehe... gue tanya aja, Ar."

Arkan terkekeh seraya mengacak rambut Fiona. "Apa lagi yang mau lo tau?"

"Mmm..." Fiona memutar-mutarkan bola matanya. "Oh iya, itu opa-oma dari pihak bokap atau nyokap?"

"Bokap. Kalau dari pihak nyokap, keduanya udah gak ada."

"Eh, maaf... gue gak tau...." ujar Fiona tak enak hati.

Arkan tersenyum. "Gapapa, Pio-pio. Sebenarnya ada sih, orang tua angkat nyokap gue. Gue manggilnya juga opa-oma."

"Tante Audrey punya orang tua angkat?"

Arkan mengangguk. "Ceritanya panjang, ntar lain kali kalau ada waktu gue ceritain. Intinya sih, orang tua angkat nyokap gue itu, orang tua temen nyokap gue juga. Sahabat dari kecil gitu, sih."

"Ohh, jadi Tante Audrey tinggal bareng sahabatnya?"

Arkan mengangguk lagi. "Makanya pas gue balik Jakarta, lo ikut. Ntar gue kenalin sama semuanya, temen-temen nyokap, temen-temen gue."

"Emang lo punya temen?" gurau Fiona.

Arkan mendengkus. "Gitu amat ngeledeknya."

"Canda, hehehe...." cengir Fiona.

Arkan kemudian hanya tersenyum. "Temen-temen gue itu juga anak dari temen-temen nyokap, loh." Info Arkan kemudian.

"Temen dari kecil dong, berarti?" tanya Fiona.

"Iyaa, tapi setelah bonyok pindah Semarang, gue sama mereka ketemu juga sesekali aja pas gue ke sana. Sebenarnya ada sih sahabat nyokap yang tinggal di Semarang, namanya Om Aldo, tapi gue gak deket sama anaknya."

"Cewek? Cowok? Kenapa gitu kok gak deket?"

"Cowok...." jawab Arkan. "Gak deket karena apa ya? Ya dia tuh gak asik aja orangnya, freak gitulah. Dia seumuran sama Agatha, deket juga. Sekarang dia sekolah di luar. Singapore kayaknya."

"Oh... kenapa kok sekolah di luar, Ar?"

Arkan mengangkat bahunya. "Gak tau jelasnya, cuma gue denger-denger dia pas SD agak nakal, jadi ya gitu, dipindah. Makanya itu loh, gue sebenarnya gak suka liat Agatha deket sama dia."

Fiona mengangguk paham. Meski ia anak tunggal, ia mengerti apa yang Arkan rasakan. Seorang kakak memang pasti tidak ingin adiknya dekat dengan orang yang salah. Apalagi jika adiknya perempuan.

"Ya udah, Ar, jangan lo kekang juga Agathanya. Mereka kan kepisah jarak, biarin aja Agatha deket sebagai temen biasa. Lo nasihatin Agathanya, biar gak lebih dari temen." saran Fiona.

Arkan mengangguk. "Selalu. Gue selalu ngomong ke Agatha, nanggepin dia biasa aja."

Fiona tersenyum. "Bagus. Bisa juga kakak yang baik ternyata." gurau Fiona sembari menepuk-nepuk telapak tangan Arkan yang memegang stir mobil.

Arkan melirik Fiona sekilas sambil mengulum senyum. "Jadi kakak aja gue bisa baik, apalagi jadi cowok buat lo. Gue pasti akan melindungi lo dan membuat lo bahagia." ujar Arkan seraya menaik-turunkan kedua alisnya.

"Ish... apa sih, Ar? Gak jelas, ah." balas Fiona tersipu.

Arkan hanya terkekeh seraya mengusap puncak kepala Fiona.

Tak berselang lama, pembicaraan keduanya itu berhenti ketika mobil yang Arkan kendarai mulai memasuki area restaurant. Setelah berputar-putar mencari parkir dan akhirnya dapat juga, segera Arkan turun membukakan pintu untuk Fiona.

Fiona pun turun. Mereka lalu berjalan beriringan masuk ke restaurant. Arkan meraih tangan Fiona yang sebelumnya berayun bebas, mengaitkan kelima jari mereka menjadi satu, dan membuat Fiona tersenyum simpul bahagia.

Namun sayang, begitu sudah sampai di dalam, tiba-tiba saja Arkan melepas genggaman tangan mereka dan memegangi perutnya.

Fiona langsung menoleh, menatap Arkan kaget. Arkan kini berjongkok sambil memegang perut kuat-kuat, seakan sedang menahan sakit yang amat sangat.

"Ar! Lo kenapa, Ar?" tanya Fiona khawatir.

Arkan menggeleng. "Enggak. Gapapa, Fi, gue gapapa. Lo ke mejanya dulu aja, perut gue sakit. Gue mau ke toilet...." Arkan bangkit berdiri dan langsung berlari meninggalkan Fiona yang bingung melihat Arkan.

Setelah Arkan pergi, Fiona masih mematung di tempatnya. Bagaimana tidak? Fiona sekarang tidak tau apa yang harus ia lakukan. Arkan menyuruhnya untuk ke meja lebih dulu, tapi mejanya di mana? Beruntung beberapa detik kemudian ada seorang pelayan yang menghampirinya.

"Selamat malam, nona, apakah sudah memesan tempat?" tanya si pelayan itu.

Fiona menggosok leher belakangnya canggung. "Mm ... gini, mbak, tadi saya ke sini sama temen saya, tapi dia sedang di toilet. Saya gak tau dia udah reservasi atau belum, tapi dia menyuruh saya untuk ke meja lebih dulu."

Sang pelayan mengangguk paham. "Kalau boleh tau, nama teman nona siapa? Barangkali beliau sudah reservasi. Jika belum, maka akan saya bantu carikan meja sekarang."

"Namanya Arkan, mbak."

"Oh, baik, nona, mari saya antar ke mejanya." ajak si pelayan kemudian.

"Eh?" Fiona memundurkan wajahnya bingung. "Teman saya sudah reservasi, mbak?" tanya Fiona.

Si pelayan itu tersenyum sambil mengangguk. "Sudah, nona, mari saya antar."

Meski masih bingung dan terkejut, Fiona akhirnya mengikuti si pelayan. Pelayan itu membawanya ke tempat yang duduknya lesehan. Fiona semakin dibuat bingung ketika mereka berhenti pada meja yang sudah dihiasi lilin dan bunga-bunga di atasnya, terlebih beberapa makanan sudah dipesan.

"Silahkan, nona. Ini meja yang dipesan Tuan Arkan."

"Haa? Beneran, mbak?" tanya Fiona memastikan.

Si pelayan mengangguk. "Iya, nona. Nona bisa duduk lebih dulu sembari menunggu Tuan Arkan. Saya permisi." pamit si pelayan kemudian.

"Eh... oke, mbak." jawab Fiona kikuk.

Pelayan itu pun pergi meninggalkan Fiona dalam kebingungannya. Alih-alih Fiona duduk, ia justru terus berdiri menunggu Arkan. Fiona hanya tidak percaya jika Arkan sudah reservasi meja dengan dekorasi seperti itu. Bagaimana kalau ia duduk lalu ternyata pelayan tadi salah menunjukkan meja? Kan, bisa gawat.

Beberapa detik kemudian, di saat masih asik melamun, tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menutupi matanya.

---

Alih-alih berlari menuju toilet seperti yang dikatakannya pada Fiona, Arkan justru berdiri di ujung lorong sambil mengamati Fiona yang sedang berbicara dengan seorang pelayan. Ya, ia hanya berakting di depan Fiona seakan dirinya sedang sakit perut. Nyatanya ia sehat dan sengaja melakukan itu untuk membuat Fiona terkesan dengan malam ini.

Arkan tersenyum bahagia ketika melihat kebingungan terpancar jelas dari wajah Fiona. Setelah Fiona mengikuti si pelayan, Arkan semakin melebarkan senyumannya. Arkan lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, sebuah kotak kecil bewarna merah. Arkan mencium kotak itu lalu menyimpannya lagi di dalam saku celana. Lantas Arkan melangkahkan kakinya, mengikuti Fiona dari belakang.

Setelah si pelayan pergi usai mengantar Fiona ke meja yang memang sudah ia reservasi, Arkan mendekatkan jaraknya dengan gadis itu. Sedetik kemudian Arkan sudah berada tepat di belakang Fiona. Tanpa pemberitahuan lebih dulu, Arkan langsung menutup kedua netra Fiona dengan tangan kirinya.

---

Fiona terus meronta karena ia tidak dapat melihat apa pun dengan matanya yang tertutup. Jantungnya berdegup begitu cepat, takut kalau seseorang di belakangnya ini memiliki niat yang buruk.

"Lepas! Lepasin gue atau gue teriak sekarang?!" seru Fiona.

Arkan mengulum senyumnya. "Ini gue Arkan, Pio-pio." bisiknya lembut kemudian.

Setelah mendengar bisikan Arkan itu, Fiona mulai berhenti bergerak. Fiona meraba tangan Arkan yang menutup matanya.

"Ar, ngapain...? Lepasin ah, Ar...."

Arkan terkekeh. "Tutup mata lo dulu baru gue lepas."

Fiona berdecak. "Gak lucu, Ar, sumpah. Lo kagetin gue, terus sekarang minta gue tutup mata, kenapa sih?"

"Tutup mata, Pio-pio...." ulang Arkan.

"Gak mau!"

Arkan menghela napasnya. "Ya udah gue gak bakal lepasin tangan gue dari mata lo."

"Ar, gue gak bisa liat apa-apa. Please, lepasin...."

"Tutup mata lo dulu, Pio-pio... gak lama kok, sampe gue suruh buka baru lo boleh buka mata lo lagi."

Fiona mendengkus sambil menghela napasnya. "Ya udah cepetan, deh... gue merem ini...."

Arkan mengangkat kedua sudut bibirnya puas. "Bener ya, jangan bohong, jangan ngintip."

"Iyaa...."

Setelah memastikan Fiona benar-benar memejamkan mata, Arkan  perlahan berjalan ke samping Fiona. Arkan meraih kedua bahu Fiona, mengarahkannya untuk berhadapan dengan dirinya. Selanjutnya, Arkan mengeluarkan kotak merah kecil dari dalam sakunya, membukanya, lalu ia berlutut di hadapan Fiona.

"Sekarang buka mata lo." pinta Arkan.

Fiona membuka netranya perlahan. Tepat ketika keduanya sudah terbuka sempurna, Fiona terkejut bukan main melihat Arkan yang berlutut di hadapannya sembari mengulurkan sebuah kotak bewarna merah yang berisikan kalung emas dengan cincin sebagai liontinnya.

"Ar... lo ngapain?" tanya Fiona pelan. Perasaan terkejut, senang, bahagia, terharu, bingung, bercampur menjadi satu di dalam hatinya.

Di hadapan Fiona, Arkan tersenyum lebar. "Gue rasa gue gak perlu lagi bilang betapa sukanya gue sama lo, betapa besarnya rasa sayang gue buat lo... hari ini gue mau kita lebih dari sekadar teman. Gue mau lo semakin mengenal gue lebih dalam, begitu juga gue. Gue mau kita punya nama baru untuk hubungan kita, dan pastinya hubungan itu memiliki satu tujuan yang jelas di masa depan. Gue sadar, tujuan itu mungkin memang masih jauh, tapi gak salah kan kalau dimulai dari sekarang?"

Arkan menjeda sejenak, menelisik ke dalam manik hitam Fiona untuk membuat gadis itu yakin dengan ketulusan hatinya.

"So, Fiona... will you be my girl?"

Ada sesuatu dalam hati Fiona yang berjingkrak-jingkrak senang. Fiona tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya itu. Bahkan saking bahagia sampai air mata mulai menggenang di matanya.

"Ar...." Fiona tak kuasa menahan luapan bahagia dalam hatinya.

"The answer is only yes or no. So, what's your answer?"

Fiona tidak bisa berkata-kata lagi. Pelupuk matanya sudah mulai basah. Sekali kedip saja, selaput bening yang mengaburkan pandangannya itu akan pecah menjadi kristal putih yang membasahi wajahnya. Akhirnya sebagai jawaban Fiona hanya mengangguk kuat-kuat sembari menahan senyum bahagianya.

Namun sayang, sepertinya Arkan tidak mengharapkan itu.

"Yes or no, Fi?" ulang Arkan lagi yang tidak puas hanya dijawab dengan gerakan kepala.

Jantung Fiona sudah berdisko di dalam tubuhnya. Fiona menarik napas sebanyak mungkin, lalu mengeluarkannya perlahan agar rasa gugupnya hilang.

"Ar...."

"Iya?"

Fiona mengibas-ibaskan tangannya pada kedua netranya. "The answer is yes. Yes, i want to be your girl."

Arkan tersenyum bahagia mendengar jawaban Fiona. Ia kemudian bangkit berdiri, mengeluarkan kalung dari tempatnya, lalu menatap Fiona dalam.

"Gue pakein ya?" tanya Arkan dan diangguki oleh Fiona.

Arkan pun berjalan ke belakang Fiona, merapikan rambut gadis itu lalu memakaikan kalung dengan liontin cincin bertuliskan namanya. Setelahnya Arkan kembali berjalan ke depan Fiona. Arkan langsung memeluk Fiona erat.

"Makasih. Makasih udah jawab ya."

Fiona membalas pelukan Arkan tak kalah erat. "Sama-sama, Ar...."

Arkan kemudian mengurai pelukan mereka. Arkan menatap Fiona yang tersenyum bahagia. Tangannya lantas terulur, mengusap pelupuk mata Fiona yang akan menetikkan air matanya.

"Kita sudah punya status yang baru,  lo cewek gue, pun gue cowok lo. Kelak jika ada masalah, kita selesaiin bareng-bareng. Bilang ke gue kalau gue salah, sama-sama jujur dan saling percaya. Oke, sayang?"

Fiona mengulum senyumnya mendengar Arkan memanggilnya sayang. "Iya, Ar." jawab Fiona kemudian.

Arkan pun mengangguk senang. Detik berikutnya, Arkan mendekatkan bibirnya pada kening Fiona. Arkan mengecupnya lama penuh rasa sayang.

-THE END-
---------------------------------------------------------

Instagram

fiona.mg

we are official now! love u❤️

1312 likes
12 comments

arkano.aldvn : love u too, sayang!❤️
fiona.mg : @arkano.aldvn ❤️
nad.nad : congrats both of u🔥langgeng terus pokoknya ya!😚
fiona.mg : @nad.nad u too, bby!😚
octavianus_ : woy pj woy @arkano.aldvn
arkano.aldvn : ntar setelah w balik
octavianus_ : w tunggu pokoknya!
fiona.mg : @octavianus_ mana ada heh! ga boleh!!!
octavianus_ : @fiona.mg 😛 w ga denger, w ga liat. cowok lo aja gapapa kok lo yang sewot😝
agatha_calista : congrats!!🔥❤️ @arkano.aldvn @fiona.mg
arkano.alvdn : uwu❤️ makasih adik sayang<3
fiona.mg : thankuu agathaa❤️

Продолжить чтение

Вам также понравится

CARAKHA (selesai) coco

Подростковая литература

1.4M 113K 46
FOLOW SEBELUM MEMBACA! "Saya minta kamu jadi istri saya!" sebuah kalimat yang merubah kehidupan seorang gadis dalam waktu yang sangat singkat. ••• ...
Me and the famous boy US

Любовные романы

360K 13.7K 50
Aku Intan yang sekarang duduk di bangku SMA kelas 12. Aku lebih suka berdiam diri saat ada novel yang aku baca. Aku mempunyai teman satu angkatan yan...
Rabella [Selesai]✓ Aqueen_Va

Любовные романы

909 150 7
TAHAP REVISI!! Rabella Amanda, gadis kelas XII SMA yang dimana sebentar lagi ia akan lulus. Rabella, biasa di panggil Bella. Gadis cantik, manis, ber...
Married?! [COMPLETED] nisnisyah

Подростковая литература

3.2M 161K 104
[WARNING 16++] ~Zhakila Naura~ seorang dokter ahli bedah, yang sangat cantik, sering di panggil Zakila, mempunyai satu kakak laki-laki, harus menikah...