youth | nct dream ✔

By chyntxa

461K 85.4K 17.6K

❝All we need just, HOME.❞ [ ft. 엔시티 dream local's ] × start : June, 19 × × end : November, 20 × © ch... More

° youth
meet
Hardian - Ayah...
Jovian - Ibu...
Januar - Adara...
Ciko - Tante...
Mark - Adik...
Jian - Kakak...
meet (2)
Raanan - Martabat...
the beginning of Hardian...
the beginning of Jovian...
the beginning of Januar...
The beginning of Ciko...
the beginning of Mark...
the beginning of Jian...
the beginning of Raanan...
second home
protect
escape
another rejection
she will recover
finding
namanya, Anggi
Hardi's celebration
selaras
malam pekan
sisi intuisi diri
strive
titik terendah kami
blood ties
inappropriate
embaran! cek ya
realized
wake up
hangat rengkuh ibu
it's called, pure love
di balik tiga ahad
beautiful pass
✉ dari hardi
teruntuk raanan ✉
📷 galeri enam juni
penutup kisah [end]
selebaran
Hardian Darmawan
bonchap : fatwa bunda
good news! (read please)

coming home

6.8K 1.6K 495
By chyntxa

"AKU UDAH PERCAYA SEPENUHNYA SAMA KAMU SUPAYA JAGAIN CIKO DAN SEKARANG APA? APA?!"

"AKU GAK NYANGKA TERNYATA KELUARGA KAMU MEMPERLAKUKAN CIKO SEPERTI BUDAK, KALIAN SEMUA BRENGSEK!"

Pekikan demi pekikan mengudara, pekat mencekik pita suara sang lawan bicara. Tertunduk, entah mengaku salah atau memang hanya malas bicara.

Genggaman Ciko pada tuas pintu melonggar seiring merasa persendi bak dialiri ribuan volt listrik. Mata tanpa lipatan itu sudah membulat sempurna. Bahkan sendal yang dijinjing sudah luput dari genggaman, menciptakan suara yang mengundang seluruh atensi yang hadir di ruang tamu sang tante.

Perlahan tapi pasti, tremor melanda hebat seluruh indranya. Hingga hanya lirihan samar penuh getar yang terucap dari ranumnya ;

"Mama... Papa...."

Ciko yakin ini delusi. Angan yang melumbung tinggi mencipta reka yang begitu nyata.

Awalnya.

Tapi asumsi buyar merasa genggam Mama disusul rintik air mata di atas punggung tangan.

Hangat. Genggamannya hangat.

"Mama...."

"Iya ini Mama nak, ini Mama."

Ciko masih tercenung mematung saat tubuh direngkuh erat seakan tiada hari esok.

"Aku akan melaporkan kalian pada polisi." Manik sayu Ciko bergulir pada Papa yang masih berdiri tegap di tengah sana. "Atas kasus penganiayaan anak dan pemerasan harta."

"Aku mohon jangan," putus asa Tante yang sudah menangis tersedu-sedu. Mencoba menggenggam tangan Papa yang tentu langsung ditepisnya.

"Aku kasih tempo tujuh hari. Kembalikan seluruh uang yang rutin kukirim tiap bulan untuk Ciko," final Papa tak gentar.

"Nggak bisa dipikirin baik-baik dulu? Aku ini kakak kamu. Masa iya kamu tega?"

"KAMU SAJA TEGA MEMPERBUDAK ANAKKU!"

"Anak om sendiri yang bersedia! Dia bahkan nggak pernah nolak atau membantah!" Bela Xiaojun menunjuk-nunjuk Ciko dari kejauhan.

Dalam hati Ciko berdecih.

Menolak? Membantah? Yang ada dirinya dikunci di gudang dua malam tanpa makan.

"Ayo dong Ciko, jelaskan pada Mama dan Papa kamu. Jangan sampai ada salah paham seperti ini. Tante merawat kamu dengan kasih sayang, kan? Memang kamu seperti ini sebagai balas jasa saja, kan? Bilang pada mereka, Ciko. Bilang!"

Sedangkan raut Papa sudah terperangah. "Sinting," bisiknya. "Keluarga kalian sudah sinting!"

Hardikan kepala keluarga Ciko cukup menjadi penutup malam penuh debat. Keluarga kecil itu beringsut dari kediaman yang sudah runtuh diri beberapa detik lalu, meninggalkan sang Tante yang meraung-raung tak terima harta haramnya ingin ditarik paksa.

Bersama mobil hitam, Ciko meninggalkan masa lalu kelamnya.

Menyambut kisah warni yang siap ia jalani.












Manik redup tak lepas pandang dari pigura hidup di hadapan. Berkacak pinggang ditemani pikiran yang melanglang buana tak tentu arah dan tujuan.

Ciko hanya... masih belum percaya.

Dirinya? Sudah bebas dari jeratan?

Serasa... mimpi.

"Ciko...."

Lirih suara halus yang begitu dirindu tiap malam memaksa jiwa Ciko kembali ke asalnya. Mendapati wanita dengan lekuk wajah familiar namun guratan pertanda usia sebagai penghias yang begitu asing.

"Papa sudah beli banyak makanan. Ayo makan?"

"Iya, Ma."

Kaki putih berbetis sekal hasil tempuhan berpuluh kilometer dibawa menusuri lantai dingin apartemen asing. Terperangah saat disambut jajaran makanan di atas meja ruang tamu.

Merasa dejavu. Seperti di alun-alun tadi.

"Ma... ini banyak sekali...."

Diikuti isak halus tertahan yang akhirnya mengudara. Lantas Ciko merengkuh Mama erat, di hadapan Papa yang menunduk dengan bahu bergetar dan isakan serupa.

"Maafin Mama, Ciko. Maaf...."

Dengan telaten Ciko mengelus punggung Mama yang terasa pas di rengkuhannya. Baru sadar, kini ia sudah lebih tinggi dari Mama. Dulu ia hanya setinggi bahu Mama.

"Maaf...."

Dan hanya kata itu yang menjadi ajeg. Bermenit-menit di posisi seperti itu. Sungguh syahdu nan pilu.

"Maafkan Mama dan Papa. Padahal kami sudah tahu kamu diperlakukan seperti itu tapi Mama tetap egois meninggalkan kamu di sini. Mama mohon maaf sebesar-besarnya Ciko."

Usapan terhenti seketika. Jantung Ciko rasanya berhenti bekerja untuk beberapa sekon. "A-apa?"

"Mama tahu Xiaojun yang mendorong kamu ke kolam renang, bukan Babysitter. Mama tahu kamu disundut rokok sama Tante. Mama tahu, Ciko."

"T-tapi kenapa...."

Napas Ciko menggebu. Amarah dan kecewa seketika membuncah ruah. Ciko merasa ditipu.

"Maafkan Mama, Ciko. Mama mohon maaf sebanyak-banyaknya." Mama sudah beralih berlutut di depan kaki Ciko. "Hanya dia yang bisa Mama percayai. Mama yakin Tante kamu nggak akan berlebihan mencelakakan kamu. Sedangkan kalau saingan bisnis kita tahu, nyawa kamu bisa terancam. Mama hanya takut kehilangan kamu."

"Kamu anak satu-satunya kami. Papa Mama hanya nggak mau kamu kenapa-napa. Memang salah kami nggak berpikir jernih sebelumnya. Maaf...," mohon Papa yang juga sudah bertekuk lutut di hadapan.

Ciko mengulum bibir tak percaya. Berkali-kali menarik napas guna memperlapang dada menerima realitanya. Sesak, jangan ditanya.

"Kami mohon maaf...."

"Nggak apa. Ciko maklum." Menekuk lutut mensejajarkan posisi. "Ciko hanya... kecewa."

"Wajar nak. Wajar sekali kamu kecewa. Maafkan Mama."

Ciko mengangguk kencang di dalam dekapan erat Mama dan Papa. Berbagi tangis haru atas pertemuan yang dinanti-nanti setelah sekian tahun lamanya.

"Kamu sampai kurus begini...," lirih Mama mengelus rahang Ciko yang begitu menonjol. "Yuk, Ciko harus makan."

"Iyaa."

Ciko bersantap dengan lahap. Walau masih agak kenyang karena traktiran Raanan, sebisa mungkin ia menghabiskan pesanan orang tuanya. Mengapresiasi dan mengabadikan makan malam pertama bersama keluarga utuhnya.

Mama dan Papa yang melihatnya hanya bisa mengulas senyum dengan beribu kata maaf dan sesal di dalam hati mereka. Anak semata wayangnya nampak kurus dan tidak terurus.

"Selama di sini, Ciko punya teman," ujarnya memulai kisah. "Biasa disebut Teman Perkumpulan Akhir Pekan. Ada Jian, Kak Jovian, Kak Januar, Kak Hardi, Kak Raanan, sama Kak Mark."

Melirik dua presensi di hadapan, nampak begitu menanti lanjutan ceritanya.

"Jian orangnya kadang ngeselin, tapi gemes. Kagetan. Untung gak latah. Dia itu... orang tersabar yang pernah Ciko temuin selama hampir delapan belas tahun hidup."

"Kak Jovian badannya--ototnya gede. Petinju ulung dia itu. Sering tanding illegal di gedung kosong."

"Ciko berteman sama preman?"

Ciko berdecih. "Mana ada preman. Toh sama kucing aja bersin-bersin terus. Dia itu sama kayak Jian, penyabar dan penyayang. Yang paling penting, dia seseorang yang berusaha selalu menjaga orang tersayangnya."

"Kalau Kak Januar... Hah, males jelasinnya. Nggak bisa diam! Apalagi mulutnya, tuh. Bawaannya bikin emosi terus! Tapi tetap aja, dia orang yang patut dijadikan teladan. Ramah, percaya diri, setia, dan romantis."

"Kak Hardi itu... manis. Definisi semenjana namun hati seluas mayapada. Pintar akting, padahal kita tahu siksa dunianya melintang di sepanjang jalur. Terkadang Ciko iri atas rasa bersyukur yang selalu ia ucap."

"Kalau Kak Raanan sih, lucu. Pintar nyerempet jenius. Cerminan orang beradab yang sesungguhnya. Ia tegas dalam menjalani hidup. Penuh ambisi dan kaya akan nyali."

"Kalau Kak Mark...." Kurva tertarik dengan sendirinya. Terlintas kekehan lucu si tetua yang nampak ringan tiada beban.

"Definisi malaikat terindah tanpa sayap yang diutus ke bumi."

Kedua orang tuanya cukup terkejut atas apa yang ia ucap.

"Penuh wibawa dan bertanggung jawab. Tipikal laki-laki yang akan memimpin kehidupan di waktu mendatang. Dia itu panutan Ciko selain Papa dan Mama."

"Pasti mereka sangat berharga bagi kamu," ujar Papa menggenggam jemari Ciko dan mengelusnya lembut.

"Tentu. Mereka adalah separuh hidup Ciko."

Ketiganya saling lempar senyum kecil. Saling merinci rupa yang sudah lama tak bersua. Terutama kedua orang tua yang tak sangka sudah absen dalam masa remaja anaknya. Tertinggal kisah yang telah berjalan panjang dan penuh kenangan.

"Ciko, ayo ikut Mama dan Papa ke China. Mama nggak mau jauh dari kamu lagi. Sudah cukup," celetuk Mama yang langsung dibalas gelengan.

"Nggak mau."

"Kenapa?"

"Kota ini begitu berarti bagi Ciko dan teman-teman. Semua kisah pahit dan manis sudah menuang tinta di kertas putih kami. Ciko nggak mau ninggalin kota yang dibentuk kala sang pencipta tengah tersenyum ini. Nggak mau, dan nggak akan mau."

"Ciko akan tetap di sini.

















Di Bandung."









panggilan ciko ke keluarganya mami papi tapi sekarang nyebutnya mama papa. astaga...

maaf banget i'm screwed up 🙏

bener bener lagi pusing sama hidup yang ga tau juntrungan ini hngg

btw thank u so freakin much buat kamu kamu yang udah rekomendasiin ini ke orang lain uhuhu 😭❤

sampe pengen mewek nemu ada yang rekomen youth di twt:(

dan makasih banyak banyak banyak atas doa kalian ya. semoga dan semogaaaaaa aja diijabah sama tuhan :)

Continue Reading

You'll Also Like

5.7K 120 3
Mahendra. Seorang ketua geng motor yang mempunyai kehidupan yang rumit. Banyak masalah yang datang menimpa dirinya. Hingga orang terdekat sekaligus...
47.1K 9K 32
At the end, he's never wake up from his nightmare. ©elsanursyafira, 2021
439 49 13
Hidup itu nggak melulu harus berjalan sesuai apa yang kita mau Sesuai dengan namanya kisah ini ku abadikan lewat sastra,sastra kisah cinta Haezar fac...
8.7K 1.2K 51
"Untuk dia yang selalu menganggap bahwa aku adalah warna di setiap lukisannya. Dia yang selalu berusaha baik-baik saja, Huang Renjun." --- HINDARI PL...