BLE MOU ✓

By Si_MiyuKi

268K 23K 711

((COMPLETED)) Werewolf series #2 Tentang kisah Alpha Davion, pada cerita My Heart (cor meum) bagian "Alpha's... More

Ble Mou
INTRODUCTION
THE WOLVES
[1] A Girl With Blue Hair
[2] A Man With His Sway
[3] Leah
[4] Strangeness
[5] White Wolf
[6] Punishment
[7] Run
[8] Resquer
[9] Injury
[10] Celin's Dream
[11] Blood Bond
[12] Afraid
[13] Comfortable
[14] Begin
[15] Hurt
[16] I'm fine
[17] New Members
[18] New Members 2
[19] Dream
[20] The Mysterious Victim
[21] Something
[22] Luna Elle
[23] Saturia Clan and A Forgotten Story
[24] The Mysterious Victim 2
[25] Fullmoon
[26] Fullmoon 2
[27] Alpha's Blood
[28] A Hidden One
[29] Whole Nine Yards
[30] The End and Beginning of Everything
[31] Who is She?
[32] Cross Your Finger
[34] Davion's Wish
[35] Worried
[36] Still Same
[37] To Unbosom
[38] Jealousy
[39] Protective
[40] Racked With Pain
[41] 65 Days Over
[42] A Tiny-Furry Creature
[43] Sunshine
[44] A Little Alpha
[45] A Man With Blue Hair (END)
DREAME/INNOVEL
The Twins
SEQUEL?
Lapak Baru

[33] Bent Out of Shape

3.1K 337 11
By Si_MiyuKi

Maaf, tadi kepencet publish padahal belom selesai 😭 bikin aku panik seketika.

Mungkin ada yang masih kurang sreg sama Elle yang sekarang? Tapi emang sengaja aku ubah sifatnya sedikit 😌 biar punya perbedaan meskipun mereka orang yang sama.

Seqyan,

Langsung cuss!

.

.

.

.

Clarabelle tersentak bangun dari tidurnya saat hari masih gelap. Membuat Davion yang tertidur memeluknya juga ikut terbangun.

"Ada apa?" Suara serak yang terdengar dari sampingnya membuatnya menoleh. Kedua pipinya memerah karena menyadari ada seorang pria yang tidur satu ranjang dengannya.

"Jam berapa ini?" Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

"Yang jelas ini masih terlalu pagi untuk bangun." Tangan besarnya meraih pinggang Clarabelle agar kembali tidur. Namun gadis itu menahan tubuhnya, membuat Davion mengerang pelan.

"Ini terlalu siang untukku bangun." Tiba-tiba gadis itu meloncat turun dari kasur.

"Aku pasti akan dihukum karena tidak ada dirumah!" ucapnya panik.

"Bisakah kau antarkan aku pulang?? Aku harus membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan untuk mereka, atau―"

"Kau tidak akan kembali ke tempat itu lagi." Suara beratnya terdengar tajam.

"Tapi, bagaimana dengan mereka?"

"Kau bilang mereka bahkan tidak pantas disebut orangtua bukan? Kau selalu mendapat kekejaman dari mereka. Lalu untuk apa kau kembali kesana?" Sekarang Davion duduk di atas kasurnya. Menatap pasangannya dengan tajam.

Clarabelle memberikan tatapan memelasnya. Lelaki itu mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Aku mohon, sekali ini saja. Biar bagaimanapun mereka sudah menampungku. Yah, meski kelakuan mereka selalu kejam padaku. Tapi berkat mereka aku masih hidup. Kau, juga bisa bertemu denganku."

Hanya dengusan yang didengarmya dari lelaki tersebut. Dia kelabakan saat melihat Davion kembali merebahkan tubuh dan membelakangi dirinya.

Clarabelle langsung kembali naik ke kasur, berusaha membalik tubuh besar Davion agar menghadap padanya.

"Ayolah, sekali ini saja. Lalu setelah aku bertemu dengan mereka dan berpamitan aku akan ikut denganmu."

"Untuk apa kau berpamitan pada mereka." Pernyataan itu terdengar dengan nada mengejek. Membuat Clarabelle merengut. Lelaki itu sudah telentang, tetapi menutup wajahnya dengan lengannya.

"A-aku, harus mengambil barang-barangku." Gadis itu meringis dalam hati saat mengucapkannya. Memangnya barang apa yang dia punya sih. Batinnya.

"Kumohon Dev, setelah dari sana aku berjanji akan ikut denganmu."

Davion mengangkat lengannya. Menatap Clarabelle yang masih memasang ekspresi memohonnya. Dia menghela napas.

"Baiklah."

"Apa?"

"Siang nanti, setelah aku selesai dengan urusanku aku akan mengantarmu."

"Benarkah?!"

"Hm."

Clarabelle bersorak kegirangan. Dia langsung menerjang tubuh Davion dan memeluknya dengan erat sambil tertawa. Tawa yang menular pada lelaki yang dipeluknya.

"Terimakasih." Davion hanya mengangguk, seraya mengelus surainya dengan lembut.

"Tidurlah lagi."

Setelah mengatakan itu Davion membuai Clarabelle dalam pelukannya. Hingga terdengar napas teratur yang menandakan bahwa gadis itu sudah kembali terlelap. Dia memberikan kecupan singkat di dahi Clarabelle, sebelum dia ikut melanjutkan tidurnya.

***

Seperti yang Davion janjikan dini hari tadi, mereka akan pergi ke kota manusia untuk menemui kedua orangtua yang mengasuh Clarabelle. Dia sedang menunggu di dekat mobil yang sudah disiapkan karena lelaki itu sedang entah melakukan apa karena dia tidak diperbolehkan untuk mengetahuinya. Jari-jari kurusnya memelintir dress yang diberikan oleh Davion pagi tadi. Dia sangat gugup karena sejak tadi banyak orang yang berlalu-lalang seperti penasaran dengan dirinya. Memangnya dia kenapa?

Senyum leganya terkembang saat meihat seseorang yang sejak tadi ditunggunya akhirnya terlihat. Davion segera menghampiri Clarabelle dan meminta maaf karena terlalu lama. Setelahnya mereka berlalu dari mansion tersebut, menuju ke kota. Beberapa jam lamanya keduanya menempuh perjalanan. Hingga sampailah mereka di depan sebuah rumah sederhana yang tampak sepi dari luar. Elle segera keluar dari mobil, dan berjalan dengan cepat ke rumah yang selama ini ditempatinya.

Dengan ragu dia mengetuk pintu, namun hingga ketukan kesekian kalinya tak ada orang yang membukanya. Elle memutuskan untuk masuk karena ternyata pintu tersebut tak terkunci. Keadaan di dalam rumah sangat sepi dan suram. Memang selama ini tempat itu selalu tampak suram baginya. Pikir Elle.

"Akhirnya kau kembali juga!"

Dia terperanjat saat suara keras datang dari salah satu pintu ruangan. Seorang perempuan bersurai merah terang sedang berkacak pinggang menatap marah padanya. Membuat Elle menciut takut seketika.

"AYAH! IBU! ANAK SIALAN INI DATANG KEMARI!" Perempuan itu berteriak nyaring, hingga mendatangkan dua orang yang dipanggilnya tadi.

Elle menjadi panik karenanya. Bahkan dia melupakan Davion yang entah masih diluar atau ikut masuk dengannya.

"Dari mana saja kau hah?!" Pria yang dipanggil ayah itu menghampirinya dengan langkah lebarnya. Namun langkahnya terhenti saat melihat seorang lelaki muncul dari belakang tubuh Elle. Sedangkan gadis itu masih belum menyadari kedatangan Davion.

"A-aku―"

"Dia akan ikut bersamaku." Membuat Elle langsung menoleh ke belakang.

"Apa maksudmu? Siapa kau berani berurusan dengan masalah kami?!"

"Aku? Aku adalah pasangannya, dan kalian tidak akan bisa menghalangiku."

"Dia tidak boleh dan tidak akan pernah ikut denganmu. Dia harus bekerja dan memberikan uang padaku. Lagipula seseorang sudah tertarik padanya dengan harga yang mahal."

Davion menggeram dengan keras setelah mendengarnya. Apalagi melihat tatapan merendah dari lelaki tersebut. Jika saja Elle tidak menahan lengannya, dia pasti sudah menghajar pria itu.

"Dia bukan budak kalian," desisnya.

"Dia harus melakukannya untuk kami, jika bukan karena kami dia pasti sudah mati sejak dulu."

"Dimana kalian menemukannya?"

Pria itu berdecih. "Untuk apa kau tahu itu."

"Di sebuah makam?"

"Tempat dimana tidak seorangpun diperbolehkan masuk. Kecuali Alpha?" lanjutnya.

Suami istri itu menegang tubuhnya setelah mendengar penuturan Davion, sedangkan perempuan berambut merah disana memandang bingung.

"Bagaimana―"

"Aku adalah satu-satunya orang yang diperbolehkan memasuki tempat itu."

"Dan kalian harus menerima hukuman karena melanggarnya." Setelah Davion menyelesaikan kalimatnya, beberapa pria masuk ke dalam rumah dan langsung menahan ketiga orang tersebut.

"Apa-apaan ini?!" Wanita itu berteriak tidak terima dengan perlakuannya.

"Kau tidak bisa melakukan ini pada kami! Aku akan melaporkan kalian ke polisi!"

"Kau bukan Alpha kami!!" Wanita itu sekali lagi berteriak, sebelum mereka dimasukkan ke dalam mobil bersama para warrior yang tadi diperintahkan untuk mengikutinya.

"DASAR GADIS SIALAN!!" Perempuan berambut merah itu juga berteriak padanya.

"Itu adalah wilayahku dan siapapun harus mengikuti perintahku!" Davion membalasnya dengan geraman keras. Instingnya sebagai Alpha tak terima jika seseorang melanggar perintahnya di wilayahnya. Juga karena mendengar hinaan mereka pada pasangannya.

"Dev? Apa yang akan kau lakukan pada mereka??"

Davion menunduk untuk menatap Elle yang hanya setinggi dadanya. Tatapan tajamnya berubah sedikit melembut, namun masih membuat Elle merasa takut.

"Dev, mereka akan baik-baik saja 'kan?" Elle masih terus bertanya meski Davion tetap diam.

Mendengar pertanyaan itu Davion mengerutkan dahinya. "Ya, mereka akan baik-baik saja."

"Tapi tidak setelah ini," lanjutnya dalam hati.

"Kau bilang ingin mengambil barang-barangmu." Davion mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka.

"Katakan kau berjanji tidak akan mencelakai mereka." Elle melayangkan tatapan skeptis padanya. Dia masih ragu jika Davion tidak akan berbuat apa-apa pada ketiga orang tadi.

"Davion?"

Lelaki itu masih terdiam seraya menyelami netra berbeda warna milik pasangannya. Meski dia tahu gadis itu selalu tersiksa dengan perlakuan penghuni rumah ini, namun tak ayal gadis itu juga merasa khawatir jika terjadi sesuatu pada mereka bertiga. Binar kekhawatiran itu terlihat di matanya.

"Aku tidak akan melukai mereka." Akhirnya Davion membuka suara.

"Kau berjanji?"

"Ya."

Meski jawaban itu terdengar terpaksa, itu cukup membuatnya sedikit lega. Dia mengajak Davion menuju loteng dimana selama ini dirinya tidur dan beristirahat. Setelah membuka jendela loteng yang menampakkan cahaya matahari dari luar, Elle mulai mencari barang-barangnya.

Davion yang mengikutinya sedikit kesulitan karena tinggi badannya yang hampir menyentuh atap loteng. Dia bahkan harus menunduk jika tidak ingin rambutnya terkena sarang laba-laba yang menempel di sepanjang atapnya.

"Apa disini kamarmu?"

Elle meringis mendengar pertanyaan itu. "Ya, tapi disini cukup nyaman."

"Nyaman katamu? Ini bahkan lebih buruk dari gudang di salah satu rumah paling buruk di wilayahku."

"Setidaknya disini aku bisa bersembunyi dari mereka," gumamnya. Tangannya masih sibuk menata beberapa pakaian dan barangnya yang tak seberapa itu ke dalam kardus.

Sebenarnya Davion sudah sekali lagi mencegahnya, menawarkan apapun untuknya agar dia tak perlu lagi mengambil barang-barang tak berharga miliknya ini. Namun itu hanya alibinya saja, karena sebenarnya Elle hanya ingin berpamitan pada penghuni rumah ini. Ya, dia mengakuinya jika dirinya bodoh. Dia selalu mengakui itu.

Setelah membereskan barangnya, mereka berdua keluar dari loteng. Davion membawakan dua kardus milik Elle dan meletakkannya di bagasi. Di perjalanan Davion mengajak Elle untuk membeli beberapa setel pakaian. Pakaian milik Elle yang dulu memang masih ada dan selalu tersimpan rapi. Tapi sepertinya tubuh Elle yang sekarang terlihat lebih kecil dan selera mereka agak berbeda, jadilah dia menyuruh agar gadis itu memilih pakaiannya sendiri.

Mereka sampai di mansion saat waktu hampir malam. Davion membersihkan dirinya di kamar mandi yang ada di ruang kerjanya. Sedangkan Elle memakai kamar mandi di kamarnya.

Ketika membuka pintu kamar, Davion terkejut dan segera menghamliri Elle yang sudah terduduk di lantai.

"Elle! Kau tidak apa?!" tanyanya panik.

Gadia itu meremas tangan Davion dengan tangan dinginnya. Ringisan kesakitan terdengar dari bibirnya. Davio mengangkat tubuh Elle ke atas kasur, di pangkuannya. Dia melihat Elle meremas dada kirinya dengan erat, sepeti saat pertamakali dia membawa gadis itu kemari. Namun sekarang Elle tidak sampai pingsan seperti saat itu.

"Sakit." Elle merintih di sela-sela dirinya menahan rasa sakit yang menusuk kepala dan jantungnya.

Davion melihat lagi jika rambut hitam itu berubah menjadi biru. Sekarang warna birunya telah sampai setengahnya. Dia juga melihat iris mata Elle berubah menjadi sewarna dengan iris Elle yang dulu.

"Davion."

"Aku disini." Davion memeluknya. Merasa ikut tersiksa melihat Elle yang kesakitan seperti ini. Jarinya menghapus air mata yang meleleh keluar melewati kedua pipi putih matenya.

"Kau akan baik-baik saja." Yakin Davion dengan semakin mengeratkan rengkuhannya. Membiarkan gadisnya menyalurkan rasa sakit itu pada dirinya. Dia bisa merasakan jantung matenya yang berdetak sangat cepat dan keras.

"Dev, kenapa dengan rambutku?" Davion menunduk saat mendengar suara parau tersebut.

Ia merasa lega saat melihat sepertinya Elle sudah tak merasa kesakitan lagi. Dia mencium pucuk kepala gadisnya berkali-kali.

"Tidak apa. Kau baik-baik saja," gumamnya di sela rambut hitam bercampur biru itu.

"Aku ingin bertemu dengan mama." Tiba-tiba Elle berkata seperti itu. Davion merenggangkan pelukannya.

"Mama? Kau mengingatnya?" Gadis itu mengangguk.

Alpha itu tersenyum senang, "Baiklah. Besok kita akan mengunjunginya."

Setelah percakapan itu selesai Elle langsung jatuh tertidur di pangkuan Davion. Sepertinya karena menahan rasa sakit tadi, energinya banyak terkuras dan membuatnya kelelahan, apalagi mereka baru saja kembali dari kota setelah hampir seharian menghabiskan waktu.

***
TBC.

Part ini dan beberapa part sebelumnya itu fresh from the oven ya, jadi maaf kalau ada typo(s) dan kurang memuaskan readers sekalian, ehe maklum Miyu kan masih amatiran


Mungkin setelah ini aku lebih fokus pada masalah mereka berdua dibandingkan masalah di pack seperti sebelum-sebelumnya. Hihi

Salam sayang,
Miyuki

Continue Reading

You'll Also Like

561K 42K 40
Lalita seorang werewolf tangguh yang di anugrahi serigala putih dalam legenda yang akan menyelamatkan dunia dari kehancuran. Beban berat yang ia paks...
2.1M 141K 74
(SUDAH TERBIT) "Sebagai budak, kau harus lakukan apapun perintahku jadi cepat lepas pakaianmu itu, tentunya kau tidak tuli bukan?" mata gadis itu men...
1.1M 84.6K 58
[Sequel of I'm The Queen of Demon Kingdom] Evander Nicolas Harrison, putra dari Lord Xavier kini telah menjadi penerus kerajaan Demon, King of Demon...
3M 440K 76
Perjodohan Tilly dan Aiden adalah monokrom, bak air tenang hingga Julian datang. Tiba-tiba membuat Aiden mengusulkan proposal perceraian. Tilly dimab...