My Perfectionist Boss "Sudah...

By pinkymie_

124K 6.3K 46

Jadi sekretaris itu tugasnya tidak mudah. Apalagi ditambah dengan atasan yang punya watak dingin, kaku, dan n... More

First Day
Work
Bos Kulkas
A Boundary
Mbak Lampir
A Day with Him
Sunset
Perbudakan
Bandung
Home
Meet
Choice
Lunch
Relationship
Boyfriend?!
I Want to Know
Cake
What Does It Mean
Contract
Fireworks
Begin
a Bond that Exists
Festival
Change
Flower
Winter
Wedding
Hair Pin
Pemberitahuan

Light Night

1.9K 145 0
By pinkymie_





🌸🌸🌸

"Ah maaf." Ucap Anna sambil membungkukkan badannya. Ia terlalu sibuk membaca laporan hingga tidak sadar kalau dirinya menabrak seseorang saat berjalan menuju ruangannya.

Anna terkejut karena tiba-tiba pria itu memeluknya. Dari aroma tubuhnya, Anna baru tersadar kalau yang ada di depannya adalah Anka.

"Kenapa bapak tidak menghubungi saya kalau bapak pulang?"

"Tetap seperti ini untuk sementara. Saya mohon." Ucap Anka yang tidak menjawab pertanyaan Anna. Gadis itu merasa ada yang tidak beres.

"Apa ada masalah?" Anna menggenggam kedua tangan pria itu. Anka menggeleng.

"Saya hanya rindu kamu." Anna mengerutkan dahinya.

"Bapak tidak menyembunyikan sesuatu dari saya kan?" Anna menatap lekat mata pria itu. Wajah Anka terlihat lebih lelah daripada biasanya. Padahal selama beberapa hari terakhir, sebelum dirinya pergi ke luar kota wajahnya terlihat baik-baik saja.

"Tidak Na." Ucap Anka sambil mengelus puncak kepala pacarnya. Ia berjalan masuk ke ruangannya. Anna merasa ada suatu beban berat dibalik punggung itu.

🌸🌸🌸

Setelah rapat selesai, Anna pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi. Gadis itu melamun hingga tidak sadar kalau dirinya menuangkan terlalu banyak air di cangkirnya.

"Hei, kopinya tumpah." Brian merebut ketel kopi yang dipegang Anna.

"Ah. Astaga." Anna segera membersihkan tumpahan kopi yang memenuhi meja.

"Apa yang kamu pikirkan hingga melamun seperti itu?" Tanya Brian sambil membantu membersihkan meja.

"Tidak. Bukan apa-apa." Anna sebenarnya sedang memikirkan tentang Anka yang sikapnya berubah akhir-akhir ini.

"Bohong. Sebenarnya ada apa?" Brian tahu kalau gadis itu sedang menyembunyikan sesuatu. Anna menghela napas panjang. Dirinya memang tidak pandai berbohong.

"Sebenarnya, selama beberapa hari terakhir setelah Pak Anka pulang dari luar kota, dia terlihat agak berubah. Sepertinya ada yang membebani pikirannya. Namun, saat saya bertanya, Pak Anka tidak mengatakan apapun. Dia selalu bilang kalau dirinya tidak apa-apa." Brian mengacak rambutnya kesal. Temannya itu memang keras kepala. Dia sama sekali tidak berniat untuk mengatakan apa yang terjadi pada Anna.

"Anka meminta saya untuk menyembunyikan hal ini. Namun, sepertinya lebih baik kalau kamu tahu. Anak itu memang sangat keras kepala." Brian mengajak gadis itu menuju ruangannya agar mereka lebih nyaman untuk berbicara.

"Sebenarnya, mama angkat Anka meninggal." Tubuh Anna membeku.

"Saya harap kamu memakluminya. Anka tidak mau membuat kamu cemas. Jadi dia tidak menceritakan hal ini pada kamu." Anna bergegas berlari keluar. Ia tak bisa menahan tangisnya. Dirinya tidak menyangka Anka menanggung semua beban itu sendirian.

"Hei, Anna. Kamu mau kemana?" Brian meraih tangan Anna

"Saya mau menemui Pak Anka." Air mata menetes di pipinya. Anka memang tidak sedang di kantor. Pria itu sedang kembali ke rumah karena dia melupakan flashdisk miliknya.

"Saya antar." Anna mengangguk. Mereka berdua akhirnya pergi ke rumah pria itu.

"Kenapa Pak Anka tidak bisa jujur pada saya? Kenapa dia sangat suka membebani dirinya sendiri?" Air mata Anna mengalir semakin deras. Brian diam tidak menjawab. Dirinya juga belum sepenuhnya paham dengan apa yang dipikirkan sahabatnya itu.

"Anna? Hei hei, kenapa kamu menangis?" Anka berlari mendekati gadis itu dan segera memeluknya. Ia terkejut kenapa gadis itu tiba-tiba bisa ada dirumahnya apalagi dalam kondisi menangis.

"Kenapa bapak menyembunyikannya?" Anna menenggelamkan wajahnya di pelukan Anka.

"Maksud kamu apa?" Tanya Anka tidak paham.

"Bapak kemarin tidak pergi untuk mengurus pekerjaan di luar kota kan?" Anka terdiam.

"Jadi kamu sudah tau." Anka mempererat pelukannya.

"Seharusnya bapak bersandar pada saya. Apa bapak masih belum bisa menceritakan segalanya pada saya?" Anna menghapus air matanya. Anna menarik pria itu untuk duduk dan menceritakan segalanya.

"Saya kehilangan lagi Na dan itu sangat menyakitkan." Air mata yang Anka bendung selama ini, mengalir deras di pipinya. Anna menggigit bibirnya menahan tangis.

"Mama meninggalkan saya. Sesuatu yang saya takutkan terjadi lagi Na. Saya harus bagaimana?" Anna memeluk pria itu. Hatinya merasa sangat sakit melihatnya.

"Saya takut kehilangan lagi. Saya takut kehilangan kamu juga. Kalau kamu meninggalkan saya seperti mama, saya tidak bisa bertahan lagi. Rasanya sulit menghadapi semua ini. Kenapa hanya ada rasa sakit yang saya rasakan? Kenapa semuanya meninggalkan saya? Kenapa saya tidak bisa melindungi mereka?"

"Saya tidak akan pernah meninggalkan bapak. Meskipun bapak meminta saya untuk pergi, saya akan terus ada disamping bapak. Saya janji." Anna mengelus pundak pria itu, mencoba untuk menenangkannya.

🌸🌸🌸

"Saya tidak akan membiarkan bapak terluka lagi." Gumam Anna membenahi rambut pria itu. Anka tertidur di pangkuannya. Anna menyuruhnya beristirahat karena gadis itu tahu, pasti Anka tidak bisa tidur pulas selama ini. Dirinya masih belum tahu seberapa banyak penderitaan yang Anka sembunyikan darinya.

Anna dengan pelan, membandingkan Anka di sofa. Dia berniat untuk membuatkan makanan untuknya. Anka selama ini tidak menjaga pola makannya dengan baik.

Dengan modal resep dari internet, Anna mencoba untuk membuat sesuatu yang simpel. Dia membuatkan omelette seperti yang Anka buatkan untuknya kemarin. Selain itu, Anna juga membuat tumis sayuran dengan bahan yang tersedia di kulkas.

"Tidak buruk juga." Ujar Anna setelah mencicipi masakan buatannya.

"Pak, lebih baik bapak makan terlebih dahulu." Gadis itu membangunkan Anka yang masih tertidur lelap. Dirinya sebenarnya merasa bersalah membangunkannya, tetapi pria itu harus mengisi perutnya terlebih dahulu.

"Kamu membuatkan ini untuk saya? Apa ini bisa dimakan?" Anna mencebik kesal. Kalau Anka sudah bisa menggodanya lagi, berarti keadaan pria itu sudah membaik.

"Cepat makan saja. Jangan banyak berkomentar. Saya sudah mencicipinya kok." Anna menyodorkan teh hangat pada Anka.

"Terima kasih." Ucap Anka.

"Untuk apa?"

"Karena kamu mau berada di sisi saya." Anna tersenyum kecil.

"Tidak perlu berterimakasih. Karena itu adalah keinginan saya sendiri. Walaupun bapak tidak menginginkannya pun, saya akan tetap ada di sisi bapak."

"Sudah sore. Sebaiknya saya segera pulang. Bapak tidak berniat untuk kembali ke kantor kan?" Tanya Anna memastikan. Anna segera membereskan barang-barangnya.

"Anna, tolong temani saya untuk malam ini. Saya tidak ingin sendirian." Anka meraih tangan gadis itu.

"Baiklah." Anna mengangguk setuju.

"Dan satu lagi. Saya ingin memberikan kamu ini." Anka merogoh sakunya dan mengambil cincin peninggalan mamanya.

"Cincin?" Anna bingung karena tiba-tiba pria itu memberikannya sebuah cincin.

"Ini peninggalan mama dan saya harap, kamu mau menyimpannya." Anka memasangkannya di tangan gadis itu.

"Bukankan ini sangat berharga bagi bapak? Kenapa memberikannya pada saya?"

"Karena kamu sama berharganya dengan cincin ini. Saya percaya kamu bisa menyimpannya dengan baik." Anks tersenyum kecil.

"Saya akan menjaganya dengan baik." Anna menggenggam erat cincin itu.

Selesai makan, Anna mengajak pria itu menuju teras lantai atas. Ia ingin memperlihatkan puluhan bintang yang dapat menenangkan perasaan pria itu.

"Kata mama, menatap langit malam bisa mengurangi kesedihan kita. Langit malam menentramkan hati kita. Bintang-bintang bersinar itu terlihat sangat indah."

"Kamu benar. Mulai sekarang saya akan selalu kesini." Anka memandangi gemerlap bintang yang terlihat jelas. Tidak ada satupun awan yang menghalangi cahayanya.

"Saat di Amerika dulu, mama juga sering mengajak saya untuk melihat salju yang berjatuhan. Entah kenapa mama bisa menyukainya." Anka mengingat bagaimana bahagia mamanya saat salju turun. Dengan semangat, mamanya mengajak dirinya untuk melihat salju berjatuhan bersama. Hingga sekarang, itu menjadi memori yang tidak akan pernah bisa dirinya lupakan.

"Mulai sekarang, saya akan selalu menemani bapak, seperti yang mama lakukan." Anna mengelus kepala pria itu.

"Sekarang, bapak bisa berisitirahat dengan tenang karena saya ada disini menemani bapak. Mimpi buruk itu tidak akan berani mendatangi bapak." Anka menggenggam erat tangan gadis itu. Entah kenapa rasa kantuk kembali menyerangnya. Adanya gadis itu disampingnya memberikan perubahan yang besar.

"Sekarang, aku semakin takut untuk ditinggalkan."

🌸🌸🌸

Don't forget to vote and comment guys ♥️
Thanks ♥️♥️♥️

Continue Reading

You'll Also Like

250K 21.6K 65
[TAMAT] [FOLLOW DULU] Sama seperti judulnya, ini kisah kekebalan Kalista menghadapi Ical yang memprioritaskan sahabatnya, Safitri. "Gue cuma narik ra...
63.2K 2.1K 47
[True Story Γ— Teenfiction] Kisah ini menceritakan tentang mereka.Si lelaki sombong yang dipertemukan dengan seorang Perempuan Jutek. Pertemuan mereka...
1.8M 26.8K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.7K 194 51
Start 1 Des 11:29 am Finish 20 Sep 11:22 am - 2022 Complatedβœ”πŸ’― Terkadang diam memang hal yang baik, namun saling diam dan menutupi perasaan satu sam...