Sunset

3.6K 247 1
                                    

🌸🌸🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸🌸🌸

Anna baru tersadar ternyata Anka tinggal sendirian di rumah sebesar itu. Sejak tadi, dia tidak melihat tanda-tanda ada orang lain di rumah itu. Rumah besar itu terasa sangat sepi karena hanya dihuni oleh satu orang.

"Jangan melamun, habiskan sarapannya." Ucap Anka yang menyadari perempuan itu sedari tadi sibuk menatap sekeliling rumah dan tidak menyentuh makanannya. Masih muda, sukses, pintar masak, memang cocok menjadi calon pasangan idaman. Namun, sifatnya yang keras dan dingin selalu sukses membuat Anna gondok dan tidak bisa membayangkan bahwa laki-laki itu adalah tipe idealnya.

"Rencananya hari ini saya akan mengecek pembangunan mall yang ada di luar kota. Jika kamu merasa belum pulih kamu bisa istirahat saja di rumah. Akan saya antar." Mendengar perkataan atasannya itu, rasanya Anna ingin melompat saking senangnya. Gadis itu sudah membayangkan hari liburnya nanti. Namun, niatnya ia urungkan karena selain sifatnya yang menyebalkan, Anka juga tipe orang yang pendendam. Jika dirinya tidak ikut, Anka pasti akan selalu mengumbar-umbar kejadian ini dan akan menyalahkan dirinya karena membuatnya kerepotan dengan bekerja sendirian. Gadis itu mengeluh pelan dan memutuskan untuk ikut.

"Tidak pak, saya sudah mendingan. Saya bisa bekerja kembali." Ujar Anna terpaksa. Tidak apa-apa mengorbankan hari ini, agar dia bisa selamat untuk kedepannya.

Setelah Anka selesai beres-beres, mereka segera pergi ke tempat tinggal Anna untuk mengambil barang-barang gadis itu.

"Anna, kamu baik-baik saja?" Tanya Nadine setibanya Anna di rumah. Ia langsung memeluk sahabatnya itu.

"Aku khawatir mendengar kabar dari Pak Anka, katanya kamu sakit." Nadine memeriksa dahi Anna. Panasnya sudah menurun.

"Aku tidak apa-apa. Anna masuk dulu ya, aku sudah ditunggu oleh Pak Anka. Kita mau mengecek pembangunan mall di luar kota." Ucap Anna sambil melirik atasannya yang sedang berdiri bersandar di mobilnya dan menatapnya datar.

Setelah selesai menyiapkan barang-barang, mereka berangkat. Anka mengatakan bahwa mereka akan menginap sehari disana. Mall yang baru dibangun itu terletak di pinggir pantai. Anka memang memilih tepat itu karena berpikir bahwa daerah tersebut akan ramai dengan pengunjung.

Anna terlihat senang mendengarnya. Karena sejak kecil, gadis itu sangat menyukai pantai. Dia merasa semua beban masalahnya terhempas oleh ombak yang datang dan membuat perasaannya membaik. Dulu dia sering ke pantai untuk menghilangkan beban pikirannya. Gadis itu berencana untuk melihat sunset nanti.

Saat mereka masih sibuk berkeliling, Anna terkejut ketika melihat seorang pria. Dia bertanya-tanya kenapa dia bisa bertemu dengannya lagi. Dia merasa sangat sesak melihat pria itu bergandengan tangan dengan perempuan lain. Tiba-tiba pria itu menoleh ke arahnya dan membuat Anna seketika sembunyi di belakang Anka. Anka yang melihat tingkah Anna yang aneh, menatap gadis itu heran.

Saat rapat pun Anna tidak bisa fokus karena dia memikirkan tentang pria itu. Anka sudah berkali-kali memanggil gadis itu agar memberikan berkasnya. Namun, gadis itu tetap diam tidak bergeming.

"Anna," Anna terkesiap kaget ketika Anka menyentuh pundaknya. Dia baru tersadar kalau dirinya tidak fokus dalam rapat.

"Tolong berikan berkasnya." Anna buru-buru mengambil barang yang diminta dan mencoba untuk kembali fokus ke pekerjaannya.

"Fokus Anna, fokus." Batin gadis itu sambil mengepalkan tangannya erat, menahan perasaannya yang campur aduk saat itu.

Akhirnya rapatnya selesai. Anna langsung kembali ke kamarnya setelah tidak ada kegiatan lagi. Dia hanya ingin sendiri sekarang. Dia sekamar dengan Anka. Mereka memang memilih satu kamar dengan dua kasur untuk memudahkan mereka saat membahas pekerjaan dan saat Anka membutuhkan berkas yang dibawa oleh gadis itu. Namun, pria itu entah sedang dimana. Anna senang dia memiliki waktu sendiri.

Anna meringkuk sambil memeluk guling. Air mata menetes di pipinya. Dia rindu dengan pria itu. Dia rindu kebersamaan mereka dulu. Ketika dia merasa sedih seperti saat ini, selalu ada pria itu disampingnya. Namun, semuanya sudah berubah sekarang. Dia harus bisa melupakan semuanya.

Anna yang mendengar pintu terbuka segera menutup mukanya yang sudah basah oleh air mata dengan selimut. Dia tidak mau ada orang yang melihatnya dalam keadaan menyedihkan seperti itu.

Ia mendengar seseorang duduk disampingnya. Mungkin itu Anka. Setelah beberapa saat, orang itu keluar dari kamar. Anna membuka selimutnya dan melihat ada sepiring roti selai coklat dengan jus jeruk di mejanya. Disampingnya juga ada sebuah sticky notes.

"Dimakan. Saya tidak tahu kenapa kamu tiba-tiba bersikap aneh, tetapi saya harap kamu baik-baik saja." Itu sticky notes berwarna kuning dari Anka.

Kenapa sekarang pria itu peduli dengannya. Namun, gadis itu merasa senang. Ternyata, bos dinginnya punya rasa kemanusiaan juga.

Anna tertidur selama beberapa jam dan saat dia terbangun, ternyata sudah sore. Setelah membasuh mukanya, gadis itu berjalan menuju balkon, ingin mencari udara segar. Sebenarnya dia ingin pergi ke pantai, tetapi sekarang perasaannya sedang buruk dan membuatnya malas untuk keluar.

"Mau lihat? Ayo bareng saya." Anna tidak sadar jika Anka ada di balkon.

"Eh?" Anna belum menjawab, pria itu sudah menariknya pergi keluar.

"Mumpung mendapat waktu bebas, gunakan sebaik-baiknya. Karena besok kita harus bekerja lagi." Ujar Anka yang sudah duduk sembarang di pasir. Ia tidak peduli jika bajunya akan kotor nanti. Anna duduk disamping pria itu. Perasaannya menjadi lebih tenang saat mendengar deburan ombak. Ombak itu seakan membawa pergi semua rasa perihnya.

"Kalau ada masalah, ceritakan saja pada saya. Sepertinya ada hal yang menganggu kamu dari tadi siang." Anka menoleh, menatap gadis itu. Wajahnya terlihat murung. Padahal biasanya wajah Anna terlihat riang.

"Bukannya kita punya batasan yang tidak bisa dilewati ya pak?" Tanya Anna sambil menghela napas. Dia bertanya penuh dengan penekanan.

"Ya sudah kalau kamu tidak mau. Lagian hal itu tidak ada hubungannya dengan saya."

"Ukhh kapan aku pernah menang jika berdebat dengan bos gilanya." Anna mendengus kesal.

"Tadi saya melihat mantan pacar saya. Namanya Leo." Ucap Anna menyerah.

"Bisa dibilang hubungan kita cukup baik. Leo laki-laki yang baik dan perhatian. Namun, suatu hari Leo mengatakan pada saya kalau dia dijodohkan dengan anak sahabat ayahnya. Kami tidak bisa berbuat banyak. Leo juga tidak bisa menolak perjodohan itu. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengalah dan kami putus." Anna mencoba untuk tetap tersenyum. Sedangkan Anka hanya menatap diam gadis itu.

"Selama setengah tahun ini, saya sudah berusaha untuk melupakan Leo. Namun, tiba-tiba semuanya usaha saya hancur tak berguna. Saya kembali teringat masa lalu ketika bertemu dengan Leo siang tadi." Gadis itu menatap jauh.

"Saya sungguh kekanak-kanakan sekali. Iya kan pak?" Ucap Anna sembari menghapus air mata yang mulai turun lagi.

"Kamu tidak salah kalau kamu merasa sedih seperti ini. Saya juga tahu apa artinya kehilangan" Anka juga pernah merasakan kehilangan. Oleh karena itu, sekarang ia tidak memiliki minat sama sekali untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Mendengar perkataan Anka membuat air mata Anna mengalir lebih deras. Dirinya rindu pria itu dan Anna tidak bisa menampiknya.

Anka mengelus pundak gadis itu pelan. Akhirnya Anna tidak jadi untuk melihat sunset yang dia harapkan.

My Perfectionist Boss "Sudah Diterbitkan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang