Winter in Life

By ciratyeha

4.4K 1K 426

Winter Altaira Zaviersha merupakan seorang gadis remaja yang optimis dan ambisius. Jika ia menginginkan sesua... More

1. Awal Mula
2. Rantai Pertemanan
3. Keberhasilan yang Tertunda
4. Syarat dari Summer
5. Menghabiskan Waktu
6. Pemberi Rasa Nyaman
7. Alasan dan Sugesti
8. Annoying Friend
9. Kemungkinan
10. Can't Drag Me Down
11. What's So Wrong?
12. Dekat Lalu Berjarak
13. Juga Bisa Tiada
14. Kausal
15. Berubah
16. Guess Too Fast
17. Senja Bersama Althaf
18. Puisi dan Masa Lalu
19. More Beautiful Than Her
20. Double Date
21. Shocked
22. Pertengkaran
23. My Heartbeat Is Because of You
24. So That's the Cause
25. Satu Masalah Lagi
26. Hati Nurani
28. Dia Kembali
29. Realisasi dari Ekspektasi
30. A Winner in My Heart [ENDING]

27. Telah Pergi

107 18 10
By ciratyeha

Coba sambil dengerin lagu di mulmed:D

Twenty One Pilots - Cancer (My Chemical Romance) 🎶🎶

-Selamat Membaca-

Ketika yang pergi sudah tak menemukan celah untuk kembali. Di saat usia telah mendapati waktunya untuk berhenti. Ia tahu, ini akan segera datang padanya. Di mana dunia tak akan bisa ditatap olehnya. Serta kebersamaan yang belakangan ini ia nikmati, tak akan pernah ia jumpai lagi.

***

Winter menatap perih Aleta yang kini terbaring lemah di brankar rumah sakit. Kondisi tantenya yang awalnya membaik itu saat ini berbanding terbalik. Kesehatan Aleta memburuk. Ditambah efek samping dari kemoterapi yang dijalani oleh Aleta. Wajah cantiknya pucat pasi, makin tirus, bibirnya pecah-pecah dan kering, dilengkapi oleh kedua kantung mata yang menghitam juga layu. Sementara surai panjangnya perlahan-lahan pergi dari kepala. Akan tetapi, itu tak membuat senyum Aleta sirna begitu saja. Ada secercah kebahagian di diri Aleta ketika ia bisa menjalani itu semua dengan keluarganya. Dan tentunya, Shamora.

"Makan, ya, Ta. Beberapa suap aja, yang penting perut kamu terisi," bujuk Shamora yang kembali dibalas gelengan oleh Aleta.

"Mual, Kak Sha. Bakal percuma kalau nanti aku muntahin lagi." Kalimat bantahan bernada pelan yang diucapkan Aleta untuk kesekian kalinya. Salah satu efek samping kemoterapi yang dialami Aleta itu adalah penyebab tubuhnya makin kurus seperti ini.

Bukan hanya Shamora yang sudah berupaya untuk membujuk. May, Ammar, Arayyan, Fawwaz, bahkan Althaf telah melakukannya. Namun, respons yang diberikan oleh Aleta tetap sama. Penolakan.

"Tante?" Satu suara yang menjadi kelemahan Aleta akhirnya muncul juga. Winter, gadis remaja yang sedari tadi hanya diam menjadi saksi mata. "Makan, ya? Please ... Tante harus yakin, makan Tante Aleta kali ini enggak bakal keluar lagi." Sorot netra cokelat terang itu mencoba meyakinkan Aleta. Membuat Aleta akhirnya mengembuskan napas lalu mengangguk lemah.

"Biar Mama yang suapin, ya, Tan?" Gadis berambut keriting panjang itu melirik dan mengulas senyum lebar kepada Shamora yang duduk di sisi kanan brankar Aleta. "Winter akan tetap nemenin Tante di sini."

Winter mengetahui satu hal, mamanya benar-benar ingin mengeratkan kembali tali persaudaraan yang sempat renggang bertahun-tahun lamanya. Bahkan semasa Aleta menjalani kemoterapi, Shamora tak ada sehari pun absen menemani. Wanita itu merelakan pekerjaannya diwakilkan oleh orang lain untuk sementara waktu.

"Aku sungguh-sungguh bahagia bisa menjalani ini semua bersama Kak Sha, Winter, kak Ammar, kak May, kak Arayyan, Fawwaz, dan juga Althaf. Untuk Kak Shamora, terima kasih sudah mau menerima. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk menjagaku. Dan Winter, Tante senang ada kamu di sini," ungkap Aleta usai menuntaskan makannya.

Netra wanita itu menyusuri satu per satu wajah yang ia sebutkan namanya tadi. Seakan hendak menyimpannya erat-erat di memori ingatan Sebab, ia tak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Ia hanya ingin menatap mereka dengan lekat di saat ia masih diberikan kesempatan oleh Pemilik Ketentuan.

"Kamu enggak perlu berterima kasih, Sha. Udah menjadi keharusanku melakukan itu semua, justru seharusnya aku melakukannya sejak awal," tutur Shamora dengan senyuman lembut.

Aleta merasa bahagia dan tenang mendengar hal itu. Kini rasa kantuk seolah menyergap kedua netranya. Seperti ada dorongan kuat untuknya menutup mata. Diikuti dengan lelah yang kini terasa nyata di tubuhnya. "Aku mau istirahat dulu, ya, Kak."

Shamora menganggukkan kepalanya. Tak menunggu lama, Aleta telah larut dalam tidur pulasnya. Ini merupakan kali pertama Shamora mendapati adik bungsunya tertidur nyenyak selama kemoterapi. Karena, efek samping lainnya yang sering Aleta rasakan adalah kesulitan tidur atau insomnia.

"Cepat sembuh, ya, Aleta. Jalan hidupmu harus lebih panjang dari ini. Kak Sha ingin menyaksikanmu bahagia bersama laki-laki pilihanmu. Kak Sha masih ingin menghabiskan waktu bersamamu, mengganti semuanya yang terbuang sia-sia," lirih Shamora pelan sembari menatap Aleta.

"Tante Aleta pasti sembuh, Ma," imbuh Winter mengamini ucapannya dan juga mamanya.

Wanita paruh baya itu mengelus puncak kepala Winter yang duduk di sebelahnya. "Makasih, ya, Sayang. Kamu yang bikin Mama akhirnya bisa menyadari kekeliruan Mama. Maafkan kemarahan Mama selama ini sama kamu, ya, Nak."

Winter tersenyum lebar. Tanpa diperintah, gadis itu meringsek maju memeluk Shamora. Mengangguk dua kali dan enggan untuk melepaskan rengkuhan yang jarang ia rasakan.

Tiba-tiba saja elektrokardiograf yang berada di sisi terdekat Aleta, yang semula berbunyi normal mendadak berdenging panjang. Satu suara yang terasa menyayat indra pendengaran mereka. Dan seakan mendapatkan panggilan darurat, Ammar, Arayyan, May, Fawwaz, dan Althaf yang duduk di sofa panjang segera melangkah cepat menuju brankar Aleta.

Ammar dengan cekatan menekan tombol nurse call di dinding atas kepala brankar Aleta. Raut wajah khawatir dan takut kentara sekali di wajah mereka. Terutama Shamora dan juga Winter yang kedua netra cokelat terangnya telah berkaca-kaca.

Winter mohon, jangan sekarang. Gadis itu menggelengkan kepala dalam diamnya.

Pintu ruang rawat inap Teratai 2 dibuka dengan cepat. Menampilkan seorang dokter yang mengenakan jas putih, disusul beberapa suster yang bergegas memasuki ruangan.

"Silakan Bapak dan Ibu untuk meninggalkan ruangan terlebih dahulu," titah salah satu suster.

"Tolong lakukan yang terbaik untuk adik saya, dokter." Anggukkan tegas dan penuturan yang kemudian dokter itu keluarkan adalah apa yang saat ini menjadi satu-satunya ekspektasi mereka.

Tanpa diperintah dua kali, Shamora, Winter, Ammar, May, Arayyan, Fawwaz, dan Althaf perlahan mengambil langkah berlalu dari sana. Menunggu di luar ruang rawat inap Aleta dengan untaian doa yang mereka panjatkan.

Puluhan menit terlewati hingga akhirnya pintu ruang rawat inap kembali terbuka. Detik-detik di mana mereka akan dihadapkan pada kenyataan, entah itu yang sesuai dengan harapan atau justru sebaliknya.

Satu helaan napas berat terdengar, membuat jantung mereka berkali-kali berpacu dengan cepat. "Maaf, kami sudah berusaha semampu kami ...."

Cukup sampai di situ dan kristal bening yang melingkupi netra cokelat terang Winter telah menerobos keluar dari hunian. Suara panjang elektrokardiograf tadi seakan kembali mengaung di gendang telinganya. Kilasan-kilasan kejadian terputar sempurna di ingatannya. Jika semesta selama ini mengajaknya bercanda, sungguh, ini adalah bahan candaan yang paling tidak ia sukai.

***

Aleta telah pergi dan tak ada celah untuk sosoknya kembali ke dunia ini. Seperti ujaran dokter waktu itu, tubuh Aleta sudah tak sanggup lagi melawan sel kanker yang kian merongrongnya. Membuat Aleta harus tutup usia di saat kanker kolorektal yang dideritanya mencapai stadium akhir.

Alat pernapasan Winter seolah dihimpit batu besar ketika menyaksikan tanah-tanah lembap itu perlahan menimbun peti mati Aleta. Tetes demi tetes air mata kembali keluar dari netranya. Keadaan tak jauh berbeda juga dialami oleh Shamora dan May. Bahkan, Shamora sempat hampir kehilangan kesadaran sesaat Aleta perlahan dimasukkan ke dalam liang lahat. Wanita itu tak mengira bahwa saat itu adalah obrolan terakhirnya dengan Aleta. Mungkin, 'istirahat' yang dimaksud Aleta adalah ini. Ia 'istrirahat' dari segala apa pun yang selama ini membuatnya lelah dan sakit.

Begitu juga dengan Fawwaz, pria yang baru saja menjajaki hubungan serius dengan Aleta itu sedari tadi tak mengeluarkan suara apa-apa, selain berdoa dan membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Winter tak bisa membayangkan, bagaimana rasanya kehilangan sosok yang sangat dicintai. Sosok yang kemudian tak bisa ia jumpai lagi.

Usai jenazah Aleta telah tertimbun tanah dengan sempurna dan beberapa pelayat beringsut meninggalkan pemakaman, Zavier berkata pelan pada Shamora yang berada di dekapan. "Kita pulang, ya, Sha ...."

Shamora tak banyak bercakap, wanita itu memandang dan mengusap batu nisan Aleta sekali lagi sebelum menganggukkan kepalanya.

"Nanti Winter biar sama gue, Kak Sam," tutur Althaf di saat Summer mencoba membujuk Winter. Namun, tak ada sahutan apa-apa dari gadis berambut keriting panjang itu.

"Tolong jaga adek gue, ya, Thaf." Tatapan Summer mengarah kembali pada adik semata wayangnya. "Kak Sam pulang duluan, ya. Jangan terlalu lama di sini, udah mendung, Dek." Summer mengusap puncak kepala Winter pelan lalu beranjak dari sana. Ammar, May, dan Arayyan menyusul kemudian.

Lama menatap batu nisan yang kini bertuliskan nama sosok ibu bayangannya, Winter berucap lirih, "Tante Aleta harus tenang di sana, ya. Tante Aleta udah sembuh, Tante Aleta enggak bakalan kesakitan lagi, pasti sekarang udah bahagia di sana." Kepala Winter tertunduk mencium batu nisan Aleta, gadis itu mencoba menarik kedua sudut bibirnya. "Winter pulang dulu, ya, Tante. Assalamu'alaikum."

Pelan-pelan, Winter menegakkan tubuhnya yang sedari tadi berjongkok. Netra cokelat terang yang tampak sembap itu menolehkan kepalanya pada Fawwaz yang masih setia di posisinya. "Om Fawwaz, jangan terlalu lama di sini, ya. Udah rintik, nanti Om Fawwaz kehujanan. Kalau gitu, Winter pulang dulu, ya, Om."

Fawwaz mengangguk dan memberikan senyum tipisnya. Tak banyak bicara lagi, Winter dan Althaf beringsut meninggalkan Fawwaz seorang diri di sana. Rintik-rintik kecil mulai berguguran dari gumpalan awan hitam yang mengumpul di bagian cakrawala, seiring langkah yang diambil oleh dua remaja itu menjauh dari pemakaman.

•••

To Be Continue
.
.
.

27 Ramadan 1441 H
20 Mei 2020
c i r a t y e h a

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 237K 61
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
7.4K 850 27
❝Saya ingin sekali membahagiakannya disisa waktu terakhir, yang mungkin, akan segera berakhir.❞ Status : completed.
18.1M 1.3M 69
⚠️FOLLOW SEBELUM DIBACA ⚠️ [Bijak dalam berkomentar dan hargai karya penulisnya, follow sebelum di baca] _________________________________________ Ai...
696 141 6
"Uis ora bisa ming ngendi-ngendi. Sing nggone kulo, nggo kulo. Sepisan janji, selawase dadi janji." -Menagih janji Sekuel dari cerita Another Dimens...