TAS [4] SHANUM (END)

By cesnutboy

4.7K 371 51

THE ANGEL SERIES || SEQUEL OF SENJA [BUKU KEEMPAT DARI NOVEL THE MONSTER] Mereka dua pasang perasaan yang mas... More

Pembuka
Thankful
1| Satu Langkah
2| Apa Kabar?
3| Rehat
4 | Kejutan
5 | Dipeluk Fajar
6 | Menjauh Dari Garis Orbit
7| Runtuh & Halu
8| Hancur Dalam 360 Detik
9| Kode Etik Semesta
10| Tolong Temani!
11| Yang Sebenarnya
12| Genggam Tangan
13| Senja Kembali
14| Dipeluk Oleh Kau Yang Lain
15| Rasa Terbakar Jadi Abu
16| Berpulang Atau Berpaling?
17| Kopi Dan Legenda
18| Tamu Itu Pamit
20| Kita Tiba Di Seribu Candi
21| Kukorek Rindu Di Bekas Bibirmu
22| Tidak Pernah Jadi Apa-Apa
23| Peluk Untuk 360 Jam Yang Terlewat
24| Kejutan Di Alun-Alun Kota
25| Berakhir Di Jogja Dengan Istimewa
TAMAT

19| Sesuatu Di Jogja

89 9 0
By cesnutboy

NOW PLAYING_SESUATU DI JOGJA_ADHITIA SOFYAN

SELAMAT MEMBACA TAS [4] SHANUM

CHAPTER SEMBILAN BELAS | SESUATU DI JOGJA

Jogja adalah rumah bagi tiap-tiap jiwa. Kota yang tanahnya tercipta dari serbuk rindu saat Tuhan jatuh cinta.

***

Sebuah kota yang masih kental akan tradisi nusantara bernama Yogyakarta. Sebuah daerah istimewa yang terletak di Jawa Tengah. Menyimpan banyak candi-candi megah yang patut untuk ditengok kembali sejarahnya. Orang-orang meromantisasi Yogyakarta dengan sedemikian rupa. Katanya, Jogja itu kota istimewa. Berisi romantisasi yang tidak ada habis-habisnya dikagumi. Setiap orang yang menginjakkan kaki ke Jogja merasa kota itu miliknya. Dan kota itulah tujuan Shanum pulang.


Gadis yang sudah menbawa tas ranselnya itu sudah memikirkan rencana ini selana dua hari. Dia memutuskan untuk menjelajahi Kota yang istimewa untuk seseorang yang istimewa pula. Selembar tiket sedang berada di genggaman tangannya.

Dia masuk ke gerbong lima setelah melewati loket pengecekan. Berdesalan dengan orang-orang mencari temoat duduknya. Dia duduk bersebelahan dengan seorang lelaki berjaket hitam yang keliatannya seorang mahasiswa. Tertera dari baju hitamnya--sebuah tulisan dan logo instansi sebuah Universitas Swasta di Jogja.

Shanum menyandarkan kepalanya ke dinding kaca kereta, memandang hamparan sawah memanjang saat kereta mulai berjalan pukul tujuh pagi. Sesekali dia memejamkan mata mengusir bosan selama perjalanan kurang lebih tujuh jam. Membiarkan sesekali kepalanya terantuk kasar di kaca kereta.

Dua orang petugas kereta melakukan pengecekan tiket di setiap gerbong. Keduanya sampai di tempat duduk gadis itu. Pemuda itu sudah menyerahkan tiketnya dan refleks membuat pemuda itu menepuk lengan gadis itu beberapa kali.

"Mbak, tiketnya?" Tanya petugas dengan kumis tebal saat gadis itu bangun.

"Hmm... "

"Punten mbak. Hanya melakukan pengecekan tiket," jelas petugas itu lagi.

Shanum yang setengah sadar merespon dan menarik lipatan kertas dari tasnya, "Oh, ini, Pak!"

Tiket itu dikembalikan dan selepas petugas itu pergi, pemuda di sampingnya menceletuk, "Mau ke Jogja juga mbaknya?"

"Iyaa, kamu juga?"

"Saya kuliah di Jogja. Pulang cuma buat jenguk orang tua," jawab Pemuda itu memamerkan lesung pipinya.

Mereka berkenalan dan berbincang-bincang selama perjalanan. Shanum seringkali mengangguk atau ber'oh' ria menanggapi pemuda itu.

"Kalau ke Jogja mbaknya jangan lupa coba makanan khasnya, dijamin bikin nagih," tambah pemuda itu terus saja nyerocos tanpa henti.

Sadar atau tidak, cerita tentang Jogja selalu terlihat begitu menarik dan berkesan. Tidak ada bosan untuk diperdengarkan  berkali-kali. Kota magis itu seolah tidak mengijinkan siapapun yang menginjakkan kaki ke sana untuk berdamai dengan ingatan dan kenangan. Seperti setiap kisah yang dia dengarkan dari satu teman perjalanannya.

Apakah hal yang sama juga akan Shanum rasakan untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di kota tersebut?

***

Akhirnya perjalanannya tiba di Stasiun Lempuyang tepat siang hari. Dia keluar dari gerbong membaur jadi satu dengan penumpang lain. Dia merasakan atmosfer kota yang berbeda.

Nyaman dan ramah.

Delman-delman dengan andong terlihat bak kendaraan para sultan, mengangkut orang menuju pasar. Shanum menghubungi Rayna untuk mengabarkan kedatangannya serta mendapatkan tempat menginap. Gadis itu menyaksikan perlahan-lahan kota kaya budaya ini menjelma seperti Jakarta, sesak penuh rutinitas manusianya. Namun tidak pernah kehilangan senyum dalam setiap kesibukannya. Jogja benar-benar ramah.

"Sye, lo beneran jauh-jauh kesini buat ketemu Senja?" tanya Rayna mengajak gadis itu masuk ke kamar kosnya yang sempit tapi cukup untuk dua orang.

"Sekalian lihat bagaimana kota ini menawan seseorang dalam sebuah jeruji ingatan," ujar Shanum merebahkan diri

"Gue kasih saran kasih kejutan saat malam biar kerasa syahdunya,"

Shanum bertanya, "Ikon menarik dimana?"

"Biasanya Senja sering nugas di salah satu dari puluhan cafe yang ada di jalan Kaliurang," ungkap Rayna menghabiskan bakmi-nya.

"Ntar malem anterin gue ya?" Shanum melempar pandang pada Rayna dan gadis itu mengangguk lemah.

Shanum melihat bayangan matahari berangsur-angsur redup dari tepian sungai Code sore hari yang terlihat dari jendela kamar Rayna di lantai dua. Waktu terasa begitu cepat di kota ini sehingga rasanya sehari  tidak akan cukup untuk mengabadikan satu per satu tempat dan memunguti satu demi satu kenangan yang berceceran yang tersebar disepanjang jalan. Tidak ada orang yang siap--pergi.

***

Meskipun sudah kembali lagi pada kata pulang--pada kota ini. Lelaki itu duduk di salah satu kedai bertemankan kenangan yang meliuk-liuk di antara angin malam. Menghadapi perpisahan dengan gadis yang dia cintai di sudut kota yang berbeda. Dia tidak sendirian. Terdapat beberapa manusia seperti dirinya di sini dengan sebatang nikotin yang mengepul. Mungkin dengan kisah bagaimana tragisnya ditinggal kekasih saat masih sayang-sayangnya atau ketika mengikuti kurang ajarnya program kuliah.

Shanum datang dari belakang lelaki itu dan menutup matanya. Wajahnya dia dekatkan ke depan wajah Senja lalu perlahan menarik tangannya dari mata cowok itu.

"Shanum, kok kamu ada di sini?" Nada suara Senja terlihat terkejut dan tidak percaya. Dia pikir ini halusinasinya. Tapi saat dia rengkuh ternyata sosoknya nyata.

"Sengaja dikirim Tuhan buat nemenin kamu di kota orang," Terbit ceria yang lama pudar di wajah Shanum.

"Lalu bagaimana Jakarta setelah kamu tinggalkan?" Alis Senja terangkat sebelah.

"Jakarta pasti muram kala dua orang itu terpisah. Tapi aku yakin Jogja sedang bahagia dengan adanya kita," ujar Shanum mencomot satu kue leker dari piring Senja.

"Sye, meskipun kota ini mengecewakanku sewaktu-waktu tetapi aku tetap bertahan tinggal dalam mencintainya. Sama halnya dengan mencintaimu," balas Senja sama manisnya, menumbuhkan hangat di bilik hati gadis itu.

Senja menyodorkan secangkir wedang pada gadis yang meminta satu hal, "Ajak aku menikmati malam di kotamu."

"Aku takut kamu tidak akan sanggup untuk meninggalkan aku dan kota ini. Karena kamu sudah jatuh cinta pada keduanya," kalimat Senja seakan mencibirnya secara halus.

"Konsep jatuh cinta memang selalu menyebalkan," gumam Shanum pada akhirnya.

Senja terkekeh dengan tingkah manis gadis itu, "Hakikatnya setiap orang yang jatuh cinta memberikan hak istimewa kepada sesuatu yang berpotensi menyakitinya. Begitupun dengan Jogja, kota ini memberi kesempatan untuk menyakitimu berkali-kali dengan caranya sendiri."

Kenangan yang terpatri dari ujung selatan hingga ujung utara, dari ujung timur hingga ujung barat, dan di seluruh lampu merah yang tersebar di sepanjang jalur lingkar Jogja akan membawamu bernostalgia. Kota ini emang ibarat mantan susah untuk dilupakan.

Shanum dan Senja berjalan dengan langkah yang seiring dan tangan yang saling menggenggam, di antara bangku pinghir jalan, di tengah lampu temaram serta beberapa pasang orang yang sedang berkencan. Menikmati syahdunya malam sambil sesekali mencuri pandang di tengah keheningan.

"Ini sebagian keindahan yang ditawarkan Jogja. Besok akan kuajak lagi menyusuri sudut lain kota ini," kata Senja menatap gadis itu dengan simpul senang. Malam ini kota ini sungguh baik hati dan menawan.

"Terima kasih atas waktu luangnya malam ini," balas Shanum memeluk Senja.

Senja mengecup puncak kepala--tepatnya ubun-ubun gadis itu dan menyandarkan dagu sejenak. Dia tahu ini sudah larut malam, beberapa kedai mulai tutup meski kota ini dipenuhi beberapa orang yang rela tidak tidur semalaman. Tapi sudah saatnya membiarkan gadisnya beristirahat.

"Akan kuantarkan kamu pulang," ujar cowok itu menarik gadis itu menuju mormtornya berdiam.

"Rasanya aku tidak ingin pulang, rela saja jika kamu ajak duduk sambil bersandar satu sama lain di kursi itu sepanjang malam," gumam Shanum dalam perjalanan dibalas gelak tawa oleh Senja.

***

Welcome Gengs!

Gimana menurut kalian? Maaf kalau kurang ngena dan typo.

Jujur aja gue lelah dan jenuh. Tapi sekali lagi makasih banyak buat dukungan kalian selama ini ketika kadang dunia nyata terlalu berat dan dunia fiksi yang tidak cukup baik juga.

Gue berharap kalian sudi baca, vote and comment cerita ini.
Dan jangan lupa mampir ke story TAS lainnya.

Love,

@cesnutboy








Continue Reading

You'll Also Like

Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 71.8K 35
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
4.3M 98.1K 48
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1M 32.6K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
164K 131 27
warning! Cerita khusus 21+ bocil dilarang mendekat!! Akun kedua dari vpussyy Sekumpulan tentang one shoot yang langsung tamat! Gak suka skip! Jangan...