TAS [4] SHANUM (END)

By cesnutboy

4.7K 371 51

THE ANGEL SERIES || SEQUEL OF SENJA [BUKU KEEMPAT DARI NOVEL THE MONSTER] Mereka dua pasang perasaan yang mas... More

Pembuka
Thankful
1| Satu Langkah
2| Apa Kabar?
3| Rehat
4 | Kejutan
5 | Dipeluk Fajar
6 | Menjauh Dari Garis Orbit
7| Runtuh & Halu
8| Hancur Dalam 360 Detik
9| Kode Etik Semesta
11| Yang Sebenarnya
12| Genggam Tangan
13| Senja Kembali
14| Dipeluk Oleh Kau Yang Lain
15| Rasa Terbakar Jadi Abu
16| Berpulang Atau Berpaling?
17| Kopi Dan Legenda
18| Tamu Itu Pamit
19| Sesuatu Di Jogja
20| Kita Tiba Di Seribu Candi
21| Kukorek Rindu Di Bekas Bibirmu
22| Tidak Pernah Jadi Apa-Apa
23| Peluk Untuk 360 Jam Yang Terlewat
24| Kejutan Di Alun-Alun Kota
25| Berakhir Di Jogja Dengan Istimewa
TAMAT

10| Tolong Temani!

112 10 0
By cesnutboy

NOW PLAYING_APRIL_FIERSA BESARI

SELAMAT MEMBACA TAS [4] SHANUM

CHAPTER SEPULUH| TOLONG TEMANI!

Merapuh kala semua orang acuh, kala duniaku runtuh dalam sepersekian detik. Aku butuh seseorang dan saat ini aku cuma punya kamu. Tolong temani sebentar!

***

Sebelum berangkat netra cowok itu menatap pintu coklat yang bersebrangan dengan kamarnya. Mungkin gadis itu masih tertidur, lagipula dia tidak ada matkul di hari Jumat.  Arlojinya sudah menunjukkan pukul 6.30 dan kelas dimulai pada 7.10. Dia harus segera ke kampus, waktunya mepet juga dan belum lagi jalan yang sering macet.

"Udah, lo berangkat aja sana!" Sosok Ndaru muncul dari belakang.

"Gue titip dia ya? Jagain!" Pesan Bagas dijawab dua acungan jempol oleh Ndaru. Dia segera berlari mengejar sang waktu di kota orang.

Ndaru menunggu gadis itu membuka pintu tapi setelah kurang lebih dua jam gadis itu tidak juga keluar atau bersuara di dalam. Hening. Ndaru mencoba mengetuk pintu tapi nihil--tidak ada respon. Daripada terjadi sesuatu dia memutuskan untuk masuk.

"Sye, gue ijin masuk ya?"

Perlahan pintu itu terbuka dan menampilkan gadis yang masih tertidur dengan keringat di wajah serta pucat. Ada yang tidak beres. Ndaru mendekat ke sisi ranjang.

"Sye, lo pucet banget, lo sakit?" Tanay Ndaru menepuk pipi gadis itu pelan. Tapi gadis itu hanya mengerang.

Mata Shanum terasa berat untuk terbuka tapi samar-samar sosok Ndaru tertangkap olehnya. Dia bergumam lemah, "Ndaru? Gue nggak enak badan,"

"Gue anter ke poliklinik ya?" Usul Ndaru mulai cemas hendak membopong tubuh berat gadis itu.

"Nggak, nggak mau. Bagas kemana?" Shanum menolak dan malah menanyakan keberadaan Bagas. Tangannya meraih tangan Ndaru.

"Dia ada kelas hari ini, paling bentar lagi juga balik," jawab Ndaru, mengelus punggung tangan mungil yang terkulai, "Lo nggak ada kelas hari ini?" tambahnya.

"Ada. tapi gue ijin sakit aja. Gue lagi kabur dari rumah," jelas Shanum memaksa seulas senyum.

"Wah, nih anak kenapa mesti main petak umpet segala. Mana sembunyi di sini." Gumam Ndari dalan hati.

Cowok itu mengompres dahi Shanum dengan kain yang dicelupkan ke air hangat. Panasnya sedikit turun. Gadis itu juga belum makan. Ndaru berniat membelikan bubur dan menelpon Bagas

"Lo istirahat di sini. Gue beliin obat sama sarapan," bisik Ndaru melepas genggaman tangan gadis yang sudah terlelap dalam buaian mimpi.

Ndaru menghubungi Bagas terlebih dulu, "Cuy, ni cewek sakit. Panasnya tinggi banget. Lu pulang deh cepet. Gue masih mau nyari bubur sama obat, "

Setelah mematikan ponselnya Ndaru segera meluncur menuju tukang bubur ayam serta mampir ke apotik dan membeli obat. Kemudian bergegas pulang, Ndaru merasa gadis itu jadi prioritas. Padahal juga bukan siapa-siapa. Mungkin ini yang namanya manusiawi.

Dia membangunkan Shanum hatu-hati. Telapak tangannya mengecek suhu gadis itu, sudah sedikit turun. Saking lemahnya, Ndaru menyuapi Shanum makan.  Tetapi setelah makan lima sendok, gadis itu merasa mual dan berlari ke kamar mandi. Shanum memuntahkan seluruh makanannya.

Ndaru menggaruk ranbutnya, bingung harus bagaimana. Dia menghubungi Bagas lagi. Sementara Shanum terlelap lagi. Gadis pucat itu masuk ke alam mimpi. Awal yang indah hingga waktu berputar dan merubah segala kebahagiaannya. Saat dimana Bagas pulang dan mendapati dia tengah bergumam tidak jelas dengan mata terpejam.

"Sye bangun, lo kenapa?" tanya Bagas menyadarkan gadis itu dari mimpi.

"Ma.. Pa.. jangan.. jangan.. jangaann!" teriaknya membuka mata--syok dan ritme napasnya kacau.

"Syee sadaarr!" Bagas mengguncang tubuh itu. Ibu jarinya mengusap keringat gadis itu kemudian mendekapnya.

"Bagaasss! Gue takut gue takut, jangan kemana-mana. Temenin gue!" balas gadis itu saat sadar dengan nada suara histeris.

"Itu cuma mimpi buruk, Sye. Udah.. sstt!" Bagas mengusap punghung gadis itu.

"Tolong temenin gue, gue takut hal buruk terjadi. Gue takuutt,"

Bagas memutuskan untuk menemani Shanum hingga gadis itu merasa baikan. Dia juga membujuk gadis itu untuk pergi ke klinik tapi sepertinya besok, sebab hari ini dia punya banyak tigas yang harus dirampungkan Bagas stay kurang lebih 24 jam di sisi ranjang sambil mengerjakan laporannya, mata lelahnya melirik gadis yang sudah tertidur pulas.

***

Esok paginya, keadaan gadis itu tidak membaik juga. Bagas berhasil membujuk gadis itu untuk berobat karena gadis itu enggan dipulangkan. Belum juga ketahuan. Tapi Bagas merasa was-was jika keluarga Shanum kebingungan mencari gadis itu.

"Nah, sekarang gue anter berobat ya?" Bujuk Bagas

Shanum memohon, "Tapi jangan telpon orang rumah."

"Lo harus pulang, Sye! Biar dapet perawatan yang lebih baik," kata Bagas melonggarkan genggaman tangan gadis itu.

"Mungkin ini magh gue aja yang kambuh," ujar Shanum ingat ciri-ciri penyakit magh-nya

"Lo punya magh akut? Kenapa minum kopi hitam tadi malam?"

"Magh itu bahaya, Sye!" cecar Bagas heran. Matanya menatap gadis itu tajam. Yang ditwtap menunduk.

"Maaf, gue cuma mau nyoba persis kaya lo."

Tanpa melanjutkan obrolan lebih panjang. Cowok itu memapah Shanum menuju mobil grab. Tujuan mereka klinik Medica Center yang bagus dan cukup terjangkau. Di sana benar saja magh gadis itu kambuh akibat kopi juga stres sebagai pemicunya. Setelah menebus obat, Bagas mampir membelikan bubur lalu keduanya pulang.

"Makan dulu tetus minum obat," ujar Bagas membuka bungkus obat.

"Temenin gue. Jangan pergi!" Shanum merengek seperti anak kecil.

"Makan dulu biar cepet sembuh!" Seru Bagas menyuapkan satu sendok penuh bubur ke mulut gadis itu. Sesekali dia juga melemparkan guyonan receh agar gadis itu tertawa dan makin baik-baik saja.

Setiap perubahan emosi yang terjadi membuat proyek analisis Bagas lebih mudah, apalagi kedekatannya. Dia jadi belajar cara menghadapi jiwa lain. Sampai biji matanya menangkao buku hitam Shanum yang dia simpan.

"Ketika masalah lo menemui titik puncak penyelesaiannya. Gue balikin buku jurnal lo, Sye." Lagi-lagi Bagas membatin.

***

Shanum tidak tahu perihal keluarganya yang tengah kebingungan memikirkan kondisinya di luar sana. Tidur dimana? Baik-baik saja kah? Qia mencoba menghubungi ponsel Shanum tapi tidak aktif sedari kemarin. Jarinya malah menelpon Gama.

"Eh, lu sama Shanum nggak?" Tanya Qia ketus.

"Nggak! Kenapa?" Gama balik bertanya.

"Dia kabur dari dua hari yang lalu. Yaudah kalau gitu!" Gadis itu mendengus kasar lalu mematikan sambungan tersebut.

Hilang

Diantara detik yang meninggalkan detaknya.

Bumi berpacu tanpa diketahui

Mentari nerangkak dari timur ke barat

Terlambat

Ingin kucari hilangmu

Tapi aku tak tahu kamu dimana

Ingin ku kejar sosokmu

Aku tertinggal jauh

Ingin kupeluk tubuhmu

Aku tak mampu merengkuh

Ingin kumiliki kamu

Tapi aku tahu kau tak mau

Untuk apa kucari? Untuk apa susah-susah mencari

Hanya rindu dan secuil khawatir yang tak berarti apa-apa.

Hilangmu ku abai meski hati tak sudi melakukannya.

Bagas, hanya akan ada Bagas kali ini. Dia merawat Shanum selama dua hari. Menelpon Qia kala gadis itu sudah lebih baik. Qia menghela napa lega dan biar Bagas saja yang membujuk Shanum. Masalah keluarga pun masih diselidiki. Disela-sela telpon
Bagas melihat gadis itu duduk di balkon bersama Ndaru dan keduanya menyanyi heboh. Bagas melihat sang sahabat mengacak rambut gadis itu beberapa kali karena gemas.

"Eh, gue bikin kata-,kata lo yang kasih nada,"

"Siap calon istriku,"

Aku tidak baik-baik saja

Tanpamu, tanpanya, tanpa mereka

Semesta, ijinkan aku untuk sembuh

Tak lagi rapuh lalu jatuh

Semesta, ijinkan duniaku baik-baik saja

Jangan kau hancurkan

Karena ku tak tahu hambarnya akan seperti apa

Lekas membaik

Segala yang buruk

Lekas membaik

Segala yang tidak baik-baik

Lekas pulih

Diriku yang rentan luruh

Bagai kertas lusuh (ini lagu gess)

Bagas ikut bergabung tapi dia tidak mengusik dunia milik gadis itu. Tawa sedang menari indah di bibirnya setelah beberapa hari hilang. Jadi dia biarkan sampai akhirnya malam kian tenang. Bagas memberikan nasihat ringan  agar gadis itu pulang.

"Pulang adalah kata paling nyaman."

"Tapi rumahku sudah tidak utuh."

"Kehilangan yang sesungguhnya ketika kamu hanya bisa memeluk mereka dengan doa, bukan raga,"

Raga-raga itu masih utuh dan masih bisa direngkuh. Itu bukan kehilangan yang paling menyakitkan. Shanum berpikir ada kalimat Bagas yang ada benarnya juga.

***

Welcome Gengs!

Gimana menurut kalian? Maaf gue sempet hiatus karena kesibukan kuliah.

Gue berharap kalian sudi baca, vote and comment cerita ini.
Dan jangan lupa mampir ke story TAS lainnya.

Love,

@cesnutboy

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 74.6K 34
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
278K 26.2K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
3.4M 173K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 116K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...