My Perfectionist Boss "Sudah...

By pinkymie_

124K 6.3K 46

Jadi sekretaris itu tugasnya tidak mudah. Apalagi ditambah dengan atasan yang punya watak dingin, kaku, dan n... More

First Day
Work
Bos Kulkas
A Boundary
Mbak Lampir
A Day with Him
Sunset
Perbudakan
Bandung
Home
Meet
Choice
Relationship
Boyfriend?!
I Want to Know
Cake
What Does It Mean
Contract
Fireworks
Begin
a Bond that Exists
Festival
Change
Flower
Winter
Light Night
Wedding
Hair Pin
Pemberitahuan

Lunch

3K 212 1
By pinkymie_

🌸🌸🌸

"Kenapa jadi begini?! Kenapa mereka masuk bioskop segala. Aduh. Gimana kalau Bella melihatku. Dulu saja saat dia tahu kalau aku sekretaris Pak Anka, dia memperlakukanku seenak jidat. Aku disuruh untuk membuat kopi, membelinya makanan, akhh pokoknya aku merasa menjadi budak perempuan gila itu."

"Dia juga selalu sok dekat dengan Pak Anka, suka menggandeng Pak Anka dan pamer padaku. Dih, memang apa urusannya  denganku. Dia pikir aku akan kesal dengan hal childish seperti itu."

Anka dan Bella duduk tepat di depan Anna. Gadis itu dibelakang merasa gugup, khawatir kalau mereka berdua menoleh. Lagian, kenapa juga Anka mau diajak pergi oleh Bella yang sudah seperti titisan nenek lampir. Pikir Anna.

"Lo kenapa sih? Katanya mau nonton film. Begitu masuk bioskop malah fokus ke yang lain. Memang mereka siapa sih sampai lo natap mereka segitunya?" Sean penasaran karena Anna sedari tadi tidak melepaskan pandangannya dari mereka berdua. Rasanya dirinya ingin sekali cepat keluar dari bioskop dan segera kabur.

"Err, nggak papa. Ahaha." Anka tiba-tiba menoleh dan gadis itu auto sembunyi dibelakang kursi.

"Lo kenapa lagi?" Tanya Sean yang bingung karena adiknya itu tiba-tiba bersembunyi. Anna hanya menggelengkan kepala sambil cengengesan tidak jelas.

"Kak pulang yuk. Anna capek nih." Ajak Anna. Gadis itu takut terlalu lama disana. Bisa-bisa Bella melihatnya.

"Hah? Dih, apaan sih. Kan lo yang ngajak nonton. Sekarang malah ngajak pulang." Ucap Sean protes.

"Ah, Anna tiba-tiba ngantuk." Jawab gadis itu asal.

"Hah, terserah lo dah." Ujar Sean menyerah dan akhirnya mereka keluar dari bioskop. Namun, mereka mampir dahulu ke toko baju sebentar. Anna nunggu kakaknya itu di depan toko.

"Anna?" Anna yang awalnya menutup matanya langsung terbuka lebar karena terlonjak kaget.

"Eh. Pak Anka."

"Aduh, kenapa sudah keluar saja sih mereka. Tapi, Bella nggak ada. Syukur deh lampir itu nggak ada." Batinnya.

"Kamu sedang apa disini?" Tanya Anka.

"Cuma jalan-jalan dengan kakak saya." Anna yang melihat kakaknya sudah selesai belanja, cepat-cepat menarik pria itu untuk pergi. Tidak baik lama-lama disana. Gadis itu malas bertemu dengan Bella.

"Saya duluan pak." Teriak Anna sambil mendorong Sean untuk berjalan lebih cepat. Sedangkan Anka menatap gadis itu tak paham.

Senyuman kecil terukir di wajah Anka. Entah sejak kapan dirinya merasa terhibur dengan tingkah aneh gadis itu. Melihat kelakuan Anna saja bisa membuatnya menjadi lebih baik lagi setelah seharian harus menemani Bella jalan-jalan. Ia tak bisa menolak permintaan Bella yang meminta untuk menemaninya pergi ke mall. Karena kemarin dia tidak bisa datang di perayaan ulang tahun Bella, dia harus menggantinya dengan menemani gadis itu berkeliling.

"Bagaimana Bella bisa tahu jika aku sedang di Bandung." Batin Anka sambil memijit dahinya yang pening. Dia tidak kuat mendengarkan celotehan gadis itu.

"Aku ingin segera kembali ke hotel." Gumam Anka ketika Bella mulai menariknya kesana kemari.

Anka menjatuhkan dirinya ke kasur. Akhirnya, dirinya bisa kembali ke hotel. Entah kenapa pergi dengan Bella lelahnya berkali-kali lipat dibandingkan saat dia harus lembur bekerja.

Kelopak matanya mulai berat. Rasa kantuk mulai menyerangnya.

Beberapa saat kemudian, keringat dingin mengucur dari dahinya. Tangannya mulai gemetar. Rasanya sangat menyiksa ketika dirinya bernapas.

"Anka!!!"

"Tidak!!!" Anka terbangun dengan napasnya yang tidak beraturan.

"Selalu saja seperti ini." Anka memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia berjalan gontai menuju kopernya. Ia mengambil sebotol pil. Anka meminumnya berharap pil itu dapat mengurangi rasa sakitnya.

Anka merasa menyesal karena tertidur tadi. Baginya, tidur adalah musuh terbesarnya. Mimpi yang sama, mimpi yang begitu menyeramkan tak pernah lelah menghantuinya selama ini. Bahkan hingga bertahun-tahun, tidurnya hanya didatangi oleh mimpi yang sama.

Karena hal itu, Anka memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaannya dibandingkan harus tertidur. Rasanya dia akan gila saat mimpi itu mendatangi dirinya.

"Ma, Anka harus gimana." Ucapnya sambil memandang atap kamarnya.

🌸🌸🌸

Sesampainya di rumah, Sean menginterogasi adiknya tentang apa yang terjadi di mall tadi. Akhirnya, Anna menceritakan semuanya, termasuk kalau Anka itu adalah atasannya dan juga tentang Bella, partner bisnis Anka yang suka menindasnya saat bekerja.

"Oh. Gitu. Bilang dong daritadi." Ucap Sean yang manggut-manggut

"Emang apa manfaatnya Anna mengatakan ini pada kakak?" Tanya Anna kesal.

"Ya, setidaknya gue tahu situasinya bocah. Jadi, lo takut sama cewek aneh itu? Baru tahu lo ternyata ada takutnya juga." Goda Sean.

"Bukannya takut, Anna malas mempunyai urusan dengan perempuan gila itu. Kalau saja pangkatnya tidak lebih tinggi daripada Anna, ingin sekali Anna jambak rambutnya." Ujar Anna yang geram mengingat kelakuan perempuan itu. Sean tertawa melihat muka masam adiknya.

"Eh, btw bos Lo ternyata masih muda ya. Gue kira udah kakek-kakek tua. Jangan-jangan lo suka sama dia lagi." Anna memukul kakaknya itu memakai guling yang ada disampingnya

"Wah, asal jeplak saja Kak Sean."

"Nggak mungkin. Anna saja setiap hari kerja rodi gara-gara atasan gila itu." Teriak Anna sambil memukul Sean.

"Adudu, iya iya ampun. Nggak diragukan, lo itu memang perempuan titisan preman, bar-bar. Woe ah. Gue kasian sama jodoh lo besok nasibnya kaya gimana." Ujar Sean yang lari menghindar dari pukulan Anna.

"Hah, udahlah, mending Anna tidur." Ucap Anna yang menjatuhkan diri ke kasur dan membenarkan selimut. Lelah sendiri dirinya meladeni kakaknya itu yang ucapannya semakin tidak jelas.

"Sleep well bocah." Ucap  Sean sambil mengacak rambut adiknya itu. Sean mematikan lampu dan keluar dari kamar Anna.

"Kakak juga." Sean tersenyum dan menutup pintu.

"Today is really a long day."

🌸🌸🌸

Hari ini, Anna berniat untuk pergi ke tempat Anka kunjungan kerja. Namun, dirinya tidak mengetahui dimana tepatnya perkebunan itu berada. Jadi, gadis itu memilih untuk pergi ke restoran tempat Anka bertemu rekan kerjanya sebelum pergi kesana.

Anna menunggu sampai setengah jam dan akhirnya Anka selesai meeting juga.

"Selamat siang pak." Anka terkejut melihat gadis itu.

"Kamu kenapa bisa disini?" Tanya Anka. Ditangannya penuh dengan tumpukan berkas yang membuat Anna pusing sendiri melihatnya.

"Bapak lupa ya, saya kan sekretaris bapak. Karena itu saya tahu kalo bapak ada disini." Anka baru ingat kalau semua jadwalnya diatur oleh gadis yang ada di depan itu.

"Terus kenapa kamu kesini?"

"Dasar nggak peka emang. Harus dijelasin sedetail-detailnya ya." Batin Anna gemas.

"Saya ingin ikut bapak ke perkebunan milik bapak." Ujar Anna terus terang.

"Mau apa kamu disana?" Kenapa gadis itu mau ikut bersamanya? Memangnya apa yang akan dilakukannya disana. Pikir Anka.

"Ya ampun, cuma ikut aja aku tidak boleh? Dasar pelit."

"Tidak boleh ya?" Anna yakin, pria yang ada di depannya itu tak akan mengijinkannya untuk ikut. Apalagi dia kesana bukan untuk urusan pekerjaan. Pasti pria itu berpikir akan merepotkan jika membawanya.

"Terserah kamu saja." Sebenarnya tidak masalah jika Anna ingin ikut dengannya.

"Yey, terima kasih pak." Ucap Anna senang.

"Kamu belum makan siang kan? Ayo makan dulu." Ucap Anka menarik kursi, menyuruh Anna untuk duduk. Ini sudah siang, pasti gadis itu belum makan

"Sejak kapan bosku punya sisi kemanusiaan seperti ini? Dulu saja selalu korupsi jam istirahatku. Sampai weekend saja aku tetap harus bekerja."  Batin Anna menatap pria itu heran.

"Jangan melamun terus dan cepat habiskan makanan kamu. Saya tidak ingin terlambat." Ujar Anka yang melihat Anna melamun lagi. Gadis itu suka sekali melamun.

"Ok, aku tarik perkataanku tadi. Pak Anka tetep aja bos kulkas." Anna menggeleng cepat.

"Ya sudah, kalau memang takut terlambat saya tidak usah makan." Ucap Anna berdiri.

"Makan, kalau kamu sakit nanti malah merepotkan saya."

"Sabar, sabar. Ingin sekali aku cakar-cakar  orang ini. Maunya apa sih."

"Iya iya." Akhirnya gadis itu makan juga dengan syarat Anka juga ikut makan. Dirinya sangat tidak nyaman ketika saat makan ditatap oleh pria itu.

Anka menolak dengan alasan tadi sudah makan saat meeting. Jelas sekali dia berbohong. Dari dulu, Anka tidak akan pernah menyentuh makanannya sedikit pun kalau masih bekerja. Pikir Anna.

"Sudah ka-" Anna memberikan satu suapan spaghetti yang dia pesan pada Anka. Pria itu terkejut dengan ekspresi wajahnya yang membuat Anna tertawa geli.

"Kamu," ucap Anka kesal.

"Udah, dimakan saja pak. Saya tahu, bapak pasti belum makan. Hahaha." Ucap Anna puas tertawa. Dirinya tidak sadar kalau Anka sudah mengambil sesendok spaghetti dan membalas menyuapinya paksa saat dia tertawa lebar.

"Bapak ternyata pendendam ya." Ujar Anna jengkel sambil mengunyah makanan. Sedangkan Anka tersenyum bangga dapat membalas tingkah jahil gadis itu. Melihat muka cemberut Anna membuat dirinya merasa lebih baik.

"Sudah tahu bos kamu pendendam. Berani-beraninya kamu menjahili saya." Anna manggut-manggut sok paham.

"Ya sudah lah, aku yang waras mengalah." Batinnya.

Setelah selesai makan, mereka berangkat ke perkebunan, sebelum semakin panas. Sudah lama tidak pergi dengan atasannya itu. Biasanya saja Anka selalu mengantarnya pulang setiap malam. Kenapa dirinya merasa nyaman ketika bersama dengan pria itu. Rasa yang sama ketika Anna masih berhubungan baik dengan Leo dulu.

Anka masih seperti biasanya. Jarang tersenyum, muka yang kaku, tanpa ekspresi. Namun, Anna merasa nyaman melihat wajah dingin itu.

"Saya merasa terganggu jika kamu memandangi saya seperti itu." Anna mendecih pelan. Anna suka sekali melamun, melihat wajah pria itu.

"Tahu saja kalo dilihat. Pas urusan gini saja pekanya nggak ketulungan."

"Pak, bapak tuh ganteng loh." Goda Anna. Anka menatap gadis itu ngeri.

"Kenapa lagi dengan gadis ini." Batin Anka mencoba untuk tidak memedulikan ocehan Anna yang mulai tidak jelas.

"Tapi bohong." Ucap Anna sambil tertawa lepas melihat muka Anka yang merah padam.

"Kamu-" ucap Anka yang menahan marah. Kenapa gadis ini suka sekali membuatku jengkel. Pikir Anka.

"Kalau kamu bercanda lagi, saya benar-benar akan menurunkan kamu di jalan." Anna auto diam.

"Ya kali aku diturunkan di tengah jalan tol gini." Anka terlihat puas melihat ekspresi wajah Anna yang berubah. Dia tertawa dalam diam melihat tingkah gadis itu. Pasti Anna sudah menyumpahi dirinya dalam hati.

"Dasar bos gila pendendam!"

🌸🌸🌸

Don't forget to vote and comment guys
Thank you ♥️

Continue Reading

You'll Also Like

5.9M 307K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.8M 26.2K 43
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
63.2K 2.1K 47
[True Story × Teenfiction] Kisah ini menceritakan tentang mereka.Si lelaki sombong yang dipertemukan dengan seorang Perempuan Jutek. Pertemuan mereka...
1.5M 76.1K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...