Sketsa Rindu untuk Hujan

By FlorentYuniar

62.3K 1.3K 25

Kisah semusim lalu terajut dalam sebuah kenangan Sesosok malaikat hadir mengantar cerita untukku Di sudut ber... More

PROLOG
SETITIK EMBUN HUJAN
TETES HUJAN TERAKHIR
HUJAN MUSIM LALU
AKHIR SEPENGGAL KENANGAN HUJAN
SKETSA TERAKHIR HUJAN
BUKAN HUJAN YANG PERTAMA
CUKUP SATU KATA BERSAMA HUJAN
KEMATIAN, CINTA, DAN HUJAN
TERHITUNG SEBUAH WAKTU
MEMAGUT SECANGKIR RASA
MENGULANG HUJAN
HUJAN DI MUSIM PANAS
SEGARIS EMBUN HUJAN
BERLINDUNG PADA MALAIKAT
NYANYIAN SUNYI MALAIKAT
PENA DALAM SKETSA
PELANGI DI BAWAH HUJAN
UNTAIAN RINAI HUJAN
SEBELUM HUJAN BERHENTI TURUN
AKHIR DALAM KEHIDUPAN
EPILOG
Thanks To :

HUJAN DI BALIK PAYUNG

1.6K 38 0
By FlorentYuniar

"Tak akan kubiarkan dirinya sendiri dan kesepian. Sendiri menanggung semuanya. Aku akan menemukan sinar hangat musim panas, setelah musim hujan-dalam dirinya aku berhasil menemukan itu." ~ Derryl

Aku kembali duduk di kursi kayu di teras, memandang danau tenang yang memantulkan kehangatan di pagi hari. Membayangkan diriku tenggelam bersama ketenangan yang dibuatnya. Sungguh nikmat tanpa perlu berusaha untuk tetap terapung di atas atau tidak akan tenggelam kemudian. Menikmati diri ini bersama sang surya untuk hanya beberapa saat, hingga dirinya harus pergi-tenggelam di ufuk barat bumi.

Cakrawala membentang luas tanpa batas, seperti harapan semua orang. Tidak untukku, harapanku hanya cukup sedalam atau mungkin sedangkal intensitas hujan yang tercurah ke bumi. Karena hujan sudah menjadi cerita, menjadi bagian terpenting dalam hidupku.

Saat suara dehaman cukup keras, membuyarkan segala lamunanku yang sudah melampaui batas. Aroma kopi hitam pekat menusuk hidungku. Dan rekahan kertas koran yang terbuka membuat aku seakan terhempas begitu saja.

"Melamunkan sesuatu?" suara ayahku menyela keadaan ini.

Aku menoleh untuk memandangnya, membungkam semua jawabanku dan menelan kembali ucapan yang hampir saja terlontar, keluar dari mulutku.

Aku tertoleh pada kopi hitam di atas meja, memandang kepulan uap hangat di atasnya. Namun, kini ayahku segera menaruh perhatiannya padaku.

"Ada sesuatu yang terjadi, Marie?" suaranya mulai terdengar lebih lantang.

Aku kembali menoleh kepadanya. Lalu dengan pelan kugelengkan kepalaku untuk memuaskan jawabannya.

"Bukan itu maksud ayah." pernyataannya yang meminta lebih.

"Aku bertemu seseorang yang memiliki kesalahan sepertiku. Terasa bodoh sekali, jika aku mengakuinya."

"Semua orang bisa melakukan kesalahan, Marie."

"Kesalahan yang akan disesali seumur hidup?" kini balasku ingin lebih menantang.

"Sama seperti ayah. Ayah menyesal memilih meninggalkan ibumu, walau ibumu yang meninggalkan ayah terlebih dahulu. Penyesalan yang tak akan pernah berakhir." suaranya terdengar sangat lirih untuk bisa terdengar.

"Tempat inilah yang cocok untuk kita saat ini. Untuk itu aku ingin menetap untuk sementara."

Sekarang kami kembali terdiam, tenggelam dalam kebisuan dan dunia yang kami buat masing-masing. Tanpa perlu melanjutkan kelanjutan cerita penyesalan ini, kami tahu arah kehidupan kami selanjutnya, yaitu bersama. Kita hanya bisa untuk bersama untuk melupakan penyesalan itu.

Beberapa menit yang lalu ayah sudah pergi meninggalkan rumah untuk bekerja, sementara langkahku saat ini menyeberangi jembatan kayu di atas sungai yang cukup lebar di dekat danau. Mataku menangkap ke arah jembatan batu di sisi lain. Yang kulihat bukanlah jembatan kokoh itu, namun seseorang yang berdiri di sana. Berdiri berlindung di bawah payung kelabunya, menatap ke arahku lalu mengulum senyumnya.

Tak lama diri itu lenyap, hanya halusinasiku. Karena kereta api uap baru saja melintas di atas jembatan itu, entah kapan aku tak mendengar suara kedatangannya. Suara deru mesinnya masih menggema ke segala arah, lalu lenyap seakan angin yang menelan suara itu.

Langkahku terhenti di depan kafe kopi itu. Di benakku terlintas kenangan itu. Seorang ibu yang harus pergi meninggalkan anaknya, sementara anaknya menyesali segala perbuatannya itu.

Kafe itu terlihat sepi di pagi hari, dan di depan pintunya masih terpampang dengan jelas bahwa kafe itu masih tutup. Saat aku masih terus memandangi pintu itu, pintu itu terbuka dan keluar seorang pelayan wanita yang kemarin, sambil membawa kantong plastik hitam.

Dirinya terkejut lalu terpaku sesaat melihatku ada di luar. Lalu dirinya tersenyum sekilas, sambil berlalu menuju tempat sampah di samping kafe dan meninggalkan plastik hitam itu di sana. Seketika dirinya berbalik, aku hendak ingin melangkah. Namun, suaranya menghentikanku.

"5 menit lagi kami akan buka. Kamu bisa menunggu di dalam."

Aku segera berbalik untuk memandangnya.

"Aku akan datang nanti untuk menanyakan payungku, apakah sudah ditemukan?"

"Kamu orang yang keras, setiap hari kau datang ke sini untuk mendapati payung itu. Apa payung itu berharga?" katanya sambil mendekat ke arahku.

Baru kusadari dirinya belum mengenakan seragam kerjanya, celemek yang selalu terlingkar di pinggang masih tersampir di pundaknya.

"Apakah sudah ditemukan?"

Kulihat dirinya terkekeh mendengar pertanyaanku lagi.

"Belum, mungkin juga semua orang belum membaca tulisanmu."

Kulihat bahunya terangkat, menguatkan jawabannya tadi. Lalu kembali masuk ke dalam kafe.

Seorang pria tersungkur dalam tangis malam itu, dan di sisinya tergeletak payung hitam itu.

Aku mengingat dengan jelas kejadian itu, kejadian semalam. Aku segera membuka pintu kafe itu, masuk mencari pelayan pria itu. Suasana di dalam masih terlalu hangat, oleh hangatnya kopi. Pelayan wanita itu keluar dari dapur sambil membawa beberapa botol untuk dibawa ke bar.

"Kenapa kau masuk?" tanyanya sambil memunggungiku.

"Aku mencari Reyn. Apa dia ada?"

Kini dirinya membalikkan tubuhnya dan menatapku serius.

"Sekarang kau berani menanyakannya. Kemarin dia benar-benar meminta resign. Dan entah sekarang kami kekurangan pagawai." suaranya terdengar sangat lantang mengisi seisi ruang dalam kafe sepi ini.

"Ada apa dengannya?" suaraku bergetar melontarkan pertanyaan itu.

"Kau masih bertanya. Itu semua karena wanita yang datang kemarin, yang mengaku sebagai ibunya."

"Tapi sayangnya wanita itu benar ibunya. Sekarang wanita sudah tiada untuk selama-lamanya. Dan apa yang terjadi, anaknya menyesalinya sekarang. Itu semua karena kau yang membantu untuk menyembunyikan dirinya di sini."

Kini rahangnya semakin terkatup dengan rapat dan bergetar menahan luapan emosi. Lalu dirinya memalingkan wajahnya, menjawab dengan lirih yang hampir tak bisa terdengar.

"Aku tak tahu apa yang terjadi. Dia akan datang siang ini, entah pukul berapa. Dia akan mengambil barang-barangnya nanti."

Kini tubuhnya berbalik dan berlalu dari hadapanku, kembali masuk ke dapur. Tanpa bisa membalas perkataannya, aku lebih memilih untuk hanya bisa diam. Penyesalan yang setimpal.

Langkahku terus berjalan untuk mengisi waktuku untuk menyambut siang nanti. Melewati sebuah persimpangan yang padat oleh penyeberang jalan, menyusuri beberapa kafe dan kedai kecil di sepanjang jalan. Aku terhenti untuk menyeberangi jalan, menuju sisi jalan yang lain.

Kepalaku terangkat untuk memandangi lampu lalu lintas untuk pejalan kaki. Merah. Waktuku untuk menunggunya menjadi hijau. Saat kuturunkan pandanganku. Aku terpaku sesaat. Mataku menangkap sosok yang selalu lekat kaitannya dengan payung kelabunya. Kini payung kelabu itu terlipat, dan tangannya menggenggam erat payung itu.

Lalu sekejap, beberapa bahu menabrak dan menyenggolku. Melewati tubuhku yang masih terpaku. Mereka semua mulai menyeberangi jalan. Aku masih terus memandangnya, agar dirinya tak bisa lari. Namun, mobil-mobil mulai melintas di depanku dan sebuah bus menghalangi pandanganku.

Kini dirinya tersenyum, menyadari bahwa aku terus memandangnya. Waktu seakan terhenti untuk berputar memberi waktu sejenak untuk kita saling bicara pada diri kita masing-masing. Lampu lalu lintas kembali menjadi merah, dan mobil-mobil mulai berhenti di belakang garis pembatas memberi ruang gerak untukku menyeberang jalan.

Aku memulai langkahku setelah sekian lama aku terpaku saat terkejut. Dan dirinya pun sama, memulai langkahnya. Jarak di antara kita semakin dekat. Entah apa kami saling mengabaikan. Mungkin hanya sekali rengkuh aku bisa mendekat ke arahnya.

Saat hanya berdiri bersisian, tangan kirinya yang menggantung bebas menggamit tangan kiriku. Menarik dan merengkuh tubuhku bersama tubuhnya, sedang tangan kanannya dengan cepat membuka payung kelabunya. Semua seakan bergerak dalam gerak lambat, yang entah kenapa sulit kupahami.

Sesuai prediksi yang dibuatnya, hujan dibuatnya turun saat ini juga. Aku kembali terpaku melihat dirinya sedekat ini. Entah apa yang kupikirkan semua orang berlarian mengeluhkan hujan tiba-tiba ini. Dirinya mulai menuntun jalan kami di bawah payung bersama.

Aku seakan menemukan potongan indah yang dulu pernah ada. Aku menemukan hujanku di balik payung kelabu bersamanya. Saat langkah kami bersisian, payungnya senantiasa menderukan suara hujan.

"Derryl.." panggilku, menyebut namanya.

Tanpa terasa aku tersenyum mendengar ini semua. Namun ini harus kukatakan.

"Terima kasih."

Kini aku mencoba menghentikan langkahku, untuk membuatnya berhenti. Memberi waktuku untuk berbicara padanya. Benar saja. Derryl menyadari aku berhenti lalu berbalik dan mendekatkan dirinya untuk melindungi tubuhku bersama dirinya di bawah payung juga.

"Apakah mungkin, aku bisa merasakan ini lagi?" tanyaku begitu saja.

"Kapan pun yang kau mau. Aku akan ambil bagian dari semua yang terpecah dan hilang." suaranya bergetar bersama hujan. Menggetarkan hati dan diriku ini.

Langkah kami terhenti bersama di depan kafe itu lagi. Aku berjalan memasuki kafe itu, sementara dirinya menutup payungnya dan berjalan mengikutiku dari belakang.

Kami duduk berhadapan, di kursi yang sering kududuki. Di meja yang bersisian dengan tulisanku di dinding.

Mataku menangkap sesosok yang baru saja keluar dari dapur. Menenteng tasnya dan ingin bergegas keluar. Aku mencoba berdiri dan memanggilnya.

"Reyn.."

Membuat Derryl menatapku heran yang tengah berdiri.

"Aku ada sebuah urusan sebentar."

Aku segera keluar menyusul Reyn. Saat aku keluar dari kafe itu, aku tersentak melihat dirinya masih berdiri di dekat pintu. Lalu dirinya berbalik dan berjalan.

"Tunggu.." teriakku lagi, mencoba menghentikannya.

Kini Reyn berdiri bersisian di sisi jendela kafe, yang dapat kulihat Derryl duduk memandangku yang mengabaikannya tadi.

"Ada yang ingin aku tanyakan."

"Maaf membuatmu menunggu terlalu lama untuk ini."

Tangannya terulur, menyerahkan payung hitam itu ke arahku. Aku segera menyambutnya. Namun, dirinya seakan ingin segera lenyap dari hadapanku.

"Terima kasih."

Derryl terus setia memandangku yang terpaku memandang punggung Reyn yang menjauh. Aku segera membuang pandangan itu, dan kembali berjalan memasuki kafe tanpa peduli akan apa yang terjadi pada Reyn.

Reyn menghentikan langkahnya, mencoba membalikkan tubuhnya memandangku yang kembali berjalan memasuki kafe. Kini kau bersama orang lain?

Derryl menangkap diriku yang terengah-engah kembali duduk di hadapannya.

"Payung hitam itu milikmu?" tanyanya sambil mengangkat cangkir kopinya, mencoba menyesap isinya.

"Ya." jawabku sambil mencoba melihat emosi yang tergambar di wajahnya. Dirinya tetap tenang dan kini tersenyum memandangku.

"Kau pasti kehilangan itu sebelumnya." dirinya mulai terkekeh.

"Emosimu tergambar dalam tulisanmu itu. Kamu takut kehilangan itu." lanjutnya setelah meredam pernyataan sebelumnya.

Aku sontak memandangnya, melihat dirinya tengah memandangi tulisanku di dinding sambil terus tersenyum.

Entah apa maksud pernyataannya tadi. Kurasa dirinya mengetahui lebih tentang payung hitam itu.

"Apa dirinya masih mengunjungimu?" tanyanya tiba-tiba.

Aku terdiam menatap ke kedua bola matanya yang kini tergambar dengan jelas sebuah emosi. Dirinya pun sama, memerangkap diriku dalam tatapannya. Dan kami hanya saling terdiam. Ya, aku tidak mengucapkan atau pun menjawab pertanyaannya setelah itu. Hanya menikmati aroma kopi yang senantiasa menguar kehangatan.

©FYP

Continue Reading

You'll Also Like

STRANGER By yanjah

General Fiction

218K 25K 33
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...
310K 2K 11
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
6.3K 324 97
Step Out,We Are Stray Kids YOU MAKE STRAY KIDS STAY
30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...