Nothing Like Us (FINISH)

Oleh feyarms

11K 1.9K 310

Meski tak lagi bersama, semesta nyatanya tak mampu merubah eksistensi nyata seorang Cha Junho dalam hati Lee... Lebih Banyak

[💌] - Lately i've been thinking...
[💌] - Have you been drinking...
[💌] - There's nothing like us...
[💌] - There's nothing like you...
[💌] - I gave you everything...
[💌] - Lost in confusion...
[💌] Tell me, was it worth it?
[💌] - Nothing Like Us

[💌] - You know there's no one...

1K 204 31
Oleh feyarms

You know there’s no one, I can relate to
I know we won’t find a love that’s so true

"Hyung, sampai kapan kau akan menyiksa dirimu sendiri?"

Malam itu, Midam akhirnya kembali menangis. Ia yang biasanya akan tampak baik-baik saja di hadapan orang lain dan menyatakan bahwa semua akan baik-baik saja, nyatanya kembali runtuh malam itu. Ia menangisi keadaan yang sama sekali tidak dapat dirubahnya.

Keadaan bahwa hatinya enggan berpaling dari seseorang yang bahkan lebih dulu berpaling darinya.

Malam itu, ia tidak lagi sendiri. Minkyu menemaninya, memeluknya, dan berusaha menenangkannya. Midam sungguh berterimakasih pada semesta yang masih meninggalkan orang baik untuk menyaksikannya runtuh lagi malam itu.

Hatinya terasa lebih perih malam itu ketika Junho masuk ke ruangan, namun bukan dirinyalah yang dihampiri Junho. Lelaki itu menghampiri pemilik hatinya dan Midam masih belum cukup tegar untuk menerima kenyataan bahwa ia bukanlah lagi pemilik hati Junho.

Rasanya benar-benar masih seperti kemarin ketika Junho masuk ke ruang latihan untuk menghampirinya dan mereka akan berbicara banyak hal hingga mengantuk, tapi hari ini semua keadaan telah berubah. Junho tak lagi mengayunkan kakinya untuk menghampiri dirinya, melainkan orang lain.

"Hyung, dengarkan aku. Daripada terus menangis dan terluka seperti ini, hyung lebih pantas berbahagia. Mungkin memang bukan dengan dia, hyung. Mungkin dengan orang lain."

Dan orang lain itu belum Midam temukan. Ia masih mengarahkan seluruh hidupnya pada Cha Junho, seberapa banyak pun Junho telah menyakitinya. Ia tak pernah memikirkan banyak hal, karena pusatnya adalah Junho.

Apakah Junho makan dengan baik?
Apakah Junho tidur nyenyak?
Apakah Junho tetap sehat?
Apakah Junho merasa bahagia akhir-akhir ini?

Ia memikirkan Junho lebih banyak daripada ia memikirkan dirinya sendiri dan ia membenci kenyataan itu. Ia sungguh tak memahami mengapa ia bisa begitu bodoh untuk belum terbiasa hidup tanpa keberadaan Junho, meski nyatanya Junho telah terbiasa hidup tanpa dirinya.

Bahkan ketika ia memikirkan apakah Junho makan dengan baik, dirinyalah yang tidak makan dengan baik. Nafsu makannya menurun, bahkan sejak ia memasuki ruang makan dan melihat bukan dirinya yang duduk di samping Junho dan sesekali menyuapi lelaki itu makanan penutup.

Ketika ia memikirkan apakah Junho tidur nyenyak, justru dirinyalah yang tidur tidak nyenyak. Mimpi buruk selalu datang menghampirinya. Hangatnya pelukan Junho yang menjadi pengantar tidurnya bahkan masih terasa begitu hangat ketika mereka tak lagi bersama. Dan tidur tanpa pelukan Junho nyatanya membuat Midam merasa tidak lengkap. Ia rindu pelukan itu, ia merindukan Junho.

Ketika ia memikirkan apakah Junho tetap sehat, dirinyalah yang kala itu sedang tidak sehat. Ia demam tinggi malam itu, mengigaukan banyak hal yang bahkan tidak bisa ia kendalikan dari alam bawah sadarnya. Dan mungkin Junho adalah salah satu yang alam bawah sadarnya tak dapat kendalikan.

Dari semua pemikiran bodohnya, yang terbodoh adalah ketika ia memikirkan apakah Junho merasa bahagia akhir-akhir ini, padahal nyatanya Midamlah yang tidak bahagia akhir-akhir ini. Jika ia mau menghitung, seberapa banyak rasa sakit yang terus diterimanya dari seseorang yang terus ia pikirkan tanpa ia meminta balasan. Junho sudah berbahagia, lantas untuk apa sebenarnya ia memikirkan apakah Junho berbahagia akhir-akhir ini?

"Hyung, kau tidak pantas untuk terus menangisi orang yang bahkan memikirkanmu saja tidak. Kau lebih dari berhak untuk berbahagia. Tersenyumlah, seperti Lee Midam yang dulu."

Midam yang dulu hampir tidak pernah tersenyum, tapi Junho merubah nyaris seluruh memoar monokromnya menjadi warna-warna yang membuatnya tersenyum. Tapi kemudian membuat memoar kecilnya hanya memiliki warna hitam.

Malam itu, Midam mencengram dadanya kuat-kuat, sementara rasa sakit di dalam sana terus melebar dan membuatnya merasakan perih lebih dari sebelum-sebelumnya.

Apakah Junho sudah benar-benar berpaling darinya?

Midam berharap tidak, namun apa yang bisa diharapkan dari ketidakrelaannya menghadapi kenyataan?

[[💌🕊]]

"Ternyata masih seperti dulu."

Midam mengangkat kepalanya, keluar dari lamunannya ketika ia mendengar suara seseorang yang begitu melekat dalam benaknya. Ia hampir saja tidak bernapas ketika obsidian indah itu menatapnya.

Cha Junho di depannya. Dan ia tidak bisa untuk tidak rindu akan hadirnya lelaki itu dalam seperempat waktu hidupnya.

"Kau ternyata lebih suka kedinginan daripada duduk di dalam."

Sebuah jaket berwarna abu-abu dengan aroma parfum oceanic menyampir rapi di bahunya. Jaket itu berukuran lebih besar daripada badan Midam yang mungil dan oceanic adalah parfum yang begitu familier untuknya.

Midam butuh 10 detik untuk menyadari bahwa Junholah yang menyampirkan jaket ke bahunya. Junholah yang mengajaknya bicara dengan menatap matanya.

Sudah berapa lama ia tak menerima perlakuan Junho yang seperti ini?

Midam lupa. Baginya, beberapa hari terasa begitu sangat lama sejak ia memutuskan untuk berpisah dengan Cha Junho.

"Junho-yaa..."

Namun ia terlambat. Junho lebih dulu berlalu menghampiri seorang lelaki berwajah manis dengan rambut merah yang berdiri tidak jauh dari sana. Dan Junho tersenyum penuh arti ketika pemilik hatinya tersenyum.

Midam mencengkram kuat ujung jaket yang tersampir manis namun menyakitkan.

Junho terlihat begitu bahagia bersama Eunsang, berbanding terbalik dengan dirinya yang tampak begitu menyedihkan dengan selalu berharap bahwa Junho tak sepenuhnya berpaling dari dirinya. Junho terlihat begitu nyaman bersama Eunsang.

Mengapa kini justru ia yang terlihat begitu kejam dengan menginginkan kebahagiaan orang lain?

Midam menunduk. Setetes air mata kembali jatuh ke pipinya yang dingin. Dadanya terasa sakit lagi. Ia masih belum berdamai dengan kenyataan bahwa ia masih menginginkan Junho kembali ke sisinya.

Ketika Junho menatapnya dan memperlakukannya istimewa meski hanya sejenak, Midam tidak bisa memungkiri bahwa ia merindukan keberadaan Junho di sisinya. Terlepas dari bagaimana lelaki itu berbohong dan berpaling darinya, ia tetap menyimpan seluruh kisah terbaik mereka dalam hatinya.

Tapi mengapa Junho peduli padanya malam ini? Bukankah mereka telah berakhir? Bukankah Junho telah menambatkan hatinya pada yang lain?

Midam tak ingin berbesar harapan dengan menganggap bahwa Junho belum sepenuhnya berpaling, meski nyatanya ia terus berharap bahwa Junho tak sepenuhnya berpaling. Karena seperti apapun lelaki itu, Midam mencintainya.

Bahkan jika Junho berniat menarik ulur hatinya.

.
.
.


Selamat malam🕊

Maaf kalo pendek dan nggak ngefeel, aku lagi "hampir" kehabisan kosa kata dan ide buat work yang ini tapi malah bikin work baru.

Mampir yuk ke Coass Cooperate 2.0, masih bagian dari Coass Cooperate, cuma ini versi ProduceX101 dan BxB ehehe😆

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

AMETHYST BOY Oleh AANS

Fiksi Penggemar

427K 43.9K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
409K 7.7K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.