Selamat membaca. Maaf buat kamu menunggu lama.
****
Demar seperti baterai HP yang sudah seratus persen penuh, pada hari ini dirinya dibangunkan oleh kedua kakaknya dan pada saat dirinya membuka mata seketika membuat dirinya tidak merasakan kantuk lagi, entah mengapa, mungkin kedua kakanya itu adalah moodboster nya Demar.
"Morning, little brother." ucap Diana datang dan duduk di sebelah Demar di meja makan di dekat ruang tamu.
"Morning, Kak, kak Bella kemana?" tanya Demar.
"Disini." muncul Bella tiba-tiba mengejutkan Demar yang berada di samping adiknya itu.
"Ayo-ayo sarapan dulu, Bella, Diana." perintah Linda sudah duduk di kursi, begitu pula dengan Elvano, suaminya.
Pada pagi hari ini untuk pertama kalinya lagi mereka berlima kumpul dan sarapan bersama di meja makan seperti ini, sungguh membuat Demar tidak bisa berhenti tersenyum dan juga diam-diam Bi Lala ikutan tersenyum karena bisa melihat Demar dengan keluarganya yang lengkap karena biasanya yang ada dirumah hanyalah Ayahnya Demar dan juga Demar.
Siapa duga hanya dengan berkumpul seperti ini seakan semua beban-beban Demar terangkat semua meskipun Ayahnya itu tetaplah tidak suka dengan dirinya tapi kalau hanya untuk sekali lagi untuk seumur hidup momen seperti ini tercipta, Demar tidak akan pernah melupakannya sedikitpun.
"Mar, ini dimakan, supaya ntar kamu engga tiduran lagi di sekolah." Bella mengambil sayur-sayuran untuk Demar.
"Mar, ntar kakak antar aja, ya." tawar Bella.
"Tidak usah repot-repot, Bella, adikmu ini kan sudah besar. Harus belajar mandiri." sela Elvano.
"Tapi, Pa, sekali aja... Bella juga pengen lihat SMA nya Demar."
"Engga usah, Bella, adikmu sudah besar." ucap Elvano menatap Demar yang mengangguk ke arah Bella.
"Ya sudah." ucap Bella, Elvano pun menyeruput lagi kopi panasnya yang dibuat istimewa oleh istrinya, Linda.
"Udah, kak engga apa-apa, ntar pulang kita main ke mall yuk." tawar Demar melahap nasi gorengnya itu yang telah dibuat spesial oleh Bi Lala.
"Ayuk." kali ini yang menjawab adalah Diana yang langsung bersemangat memakan nasi gorangnya sampai suapan terakhir.
"Oke, ntar aku kabarin, ya kak."
"Okedeh, Mar, baik-baik di sekolah." bilang Diana.
"Ingat, jangan tidur-tiduran lagi." tambah Bella pada akhirnya membuat api semangat di dalam tubuh Demar berkobar-kobar.
•••
Hari ini kelas 12 IPS 1 sudah selesai mengadakan ulangan harian yang dibuat oleh Bu Siti guru mata pelajaran bahasa Indonesia, seperti biasa Bu Siti sesudah mengumpulkan kertas jawaban ulangan akan mengecek dulu jawaban-jawaban dari murid-muridnya itu.
Sementara itu seluruh murid yang ada di dalam kelas terus saja mengharapkan jawaban-jawaban yang ngaur keluar dari mulutnya Bu Siti.
"Hah? Apa ini? Heri, jawaban kamu ini ada-ada aja." ucap Bu Siti menggelengkan kepalanya sementara Heri sudah di tertawakan oleh semua teman-temannya.
"Ibu cuma suruh kamu sebutkan unsur-unsur dalam novel atau cerpen, kamu malah jawab alay, tokoh nya yang lebay-lebay, dan paling aneh selalu happy ending? Kamu ibu kasih nol telor gosong." seisi kelas tertawa terbahak-bahak, sungguh luar biasa rasanya bagi murid yang lain mendengar jawaban punya Heri tersebut.
"Yah, Bu? Itu kan menurut saya, lain dong kalo menurut yang lain."
"Tapi kan engga sengaur ini juga kali Heri, kamu kira ini becanda apa, ini ulangan lo.. menyangkut nilai kamu ntar."
"Huh, makanya lo nyontek punya gue aja dong, sok-sok engga mau kasih gue lagi." bilang Alan pada Heri yang duduk di sebelahnya.
"Alan kamu juga ngaurnya lebih parah, masa kamu jawab lebih alay, bercucur air mata, anak SMA badboy semua, banyak cewek gatel, pelakor!" tidak perlu dikatakan lagi, murid-murid yang lain sudah mengeluarkan air matanya masing-masing karena perut yang terasa sakit karena tertawa.
"Masa sih, Bu? Perasaan tadi saya nyontek punya orang pintar!"
"Eh, telur puyuh, lo itu mau aja di kadalin." ujar Heri meninju bahu Alan pelan, "Yang lo lihat kertas contekan itu jawaban yang gue buat-buat, keleus."
"Yaelah, pantesan aja gue agak aneh banget ama jawaban di kertas sialan itu."
Otomatis mendengar jawaban Alan itu Bu Siti juga ikutan tertawa, "Yasudah, biar adil dua-duanya di kasih nol deh, biar telor gosong nya bisa di bagi berdua."
"TIDAKKK!!!" teriak Heri dan Alan dramatis.
•••
Demar berlari menuju ruang UKS dengan terburu-buru sampai dirinya tidak sengaja menyenggol bahu murid-murid yang berlalu lalang hingga sampai sudah berada di depan pintu ruang UKS, "Huhh... mati gue! Capek banget gila. Habis boker juga gue."
"Eh, Mar, lo masuk gih, udah ditunggu sama teman lo yang lain tuh." ucap seorang perempuan yang kebetulan juga ingin keluar dari ruang UKS.
"Oke, eh, lo mau kemana?"
"Belikan si ria, air mineral." Demar lalu mengangguk membiarkan perempuan tersebut pergi.
"Lo kemana aja, sih? Lama banget, parah!" ucap Anggi bertanya pada Demar setelah temannya itu masuk ke dalam UKS dengan seragam yang setengahnya sudah basah terkena keringat.
"Boker, gue."
"Anjir, pantasan gue nyium bau toilet pas lo datang, udah keluar gih."
"Ente bahlul." ucap Demar akhirnya lalu duduk diantara temannya itu.
"Jadi ada apa nih manggil gue?"
"Lo engga lihat apa tuh," Anggi menunjuk ke arah siku tangan Anggi dan juga lutut nya yang sudah diperban, ada juga sedikit bercak darah yang terlihat di perban putih itu.
"Lah kok bisa, sih?"
"Biasa, banyak yang jahil di kelasnya Ria." ucap Wira menatap lagi manik mata Ria yang terlihat tenang-tenang saja.
"Siapa yang jahil ama lo, Ri?" tanya Demar.
"Udah engga usah dibahas lagi, gue baik-baik aja kok." ucap Ria tersenyum tipis menatap Demar.
"Tapi lo engga boleh cuma diam gitu aja, dong, butuh di kasih bimbingan ama gue."
"Gue setuju." ucap Anggi.
"Tapi--"
"Sebut nama aja!" ucap Demar dengan nada sedikit tinggi sementara Ria sudah menghela napas pelan siap menyebutkan nama seseorang itu, sementara Wira hanya diam ikut mendengarkan.
•••
Sejak tadi Anggi dan Ronald sudah berdiri tepat di lantai dasar sekolah mereka, keduanya bertengger di tangga menunggu seseorang yang dicari keduanya itu yaitu seorang perempuan yang dulu pernah bertemu dengan teman mereka yaitu Demar sekali di toilet perempuan.
Anggi sudah sangat siap jika nanti bertemu dengan perempuan tersebut akan menjambak rambutnya, sementara Ronald sudah siap dengan spidolnya akan mencorat-coret wajah gadis tersebut.
Setelah menunggu hampir lima belas menit terdengar suara tawa dari sekelompok perempuan yang terlihat sedang menuruni tangga ke lantai dasar yaitu melewati Anggi dan juga Ronald.
"Eh, coba tadi sekalian aja tuh di fotoin."
"Iya tuh, biar tau rasa, si Ria. Emang enak." ucap salah satu perempuan dari lima orang itu.
"Besok deh, kita lanjutin rencana kit--" ucapan perempuan yang lain tertahan saat melihat Anggi dan juga Ronald yang sudah menatap kelompok mereka dengan tatapan siap menerkam seperti layaknya harimau kelaparan.
"LARI!" teriak salah satu perempuan cepat-cepat menaiki tangga namun hampir terjatuh kebelakang jika tidak ditahan oleh teman-temannya yang lain.
Mengapa tidak, pandangan mereka semua tertuju pada Wira dan juga Demar yang sudah berdiri di ujung tangga lantai dua, segera keduanya melangkah turun melewati anak tangga demi anak tangga satu persatu dengan santai, sangat santai.
Kelompok mereka sudah terkepung.
"Sini, lo, turun." pekik Anggi, sudah naik pitam.
"Ampun, gue engga segaja kok."
"Bacot, lo, gue dengar sendiri lo ngomong apa tadi." ucap Wira, kelompok mereka yang sudah dikepung oleh keempat orang itu terpaksa duduk di atas lantai tangga karena tidak tau lagi ingin lari kemana.
"Gue tanya, siapa yang jadi ketuanya disini?" tanya Demar sudah terlihat ingin menerkam sang ketua yang menyebabkan kejadian Ria tadi.
Semuanya pun segera menujuk ke arah seorang perempuan dengan jaket warna pink mudah, rambut yang dikucir dan juga bibir yang kelihatan merah sekali.
Demar pun menghela napas kasar, "Sialan, lo lagi... lo lagi."
Anggi pun menarik rambut perempuan tersebut, "Lo yang namanya Dita, kan?"
"I-iya, emang kenapa?" tanya Dita dengan nada sedikit menantang.
"Masih nanya lagi lo, kadal!"
"Gue bilang ke lo ya, sekali lagi lo buat Ria kayak tadi lagi, selesai hidup lo." setelah itu Anggi melepaskan Dita yang dari tadi terlihat sedang menahan sakit.
Demar lagi-lagi tidak bisa berbuat yang ia mau karena yang ia hadapi adalah seoarang perempuan, ia memang tidak sejahat itu jika yang dihadapinya adalah perempuan.
"Kali ini engga usah gue yang turun tangan, cukup temen gue Anggi yang turun tangan." setelah itu Demar melewati beberapa perempuan yang terlihat menyingkir membuka jalan untuk Demar dan juga Wira untuk lewat.
Setelah keempatnya tidak terlihat lagi dari pandangan mata Dita, Dita yang terlihat ingin segera menangis itu mengambil HP nya dan segera menghubungi seseorang.
•••
"Udah, engga usah kamu pikiran lagi, kamu udah aman sekarang." Wira mengelus pelan pipi wajah Ria saat Ria sedikit terlihat sedang bengong memikirkan sesuatu.
"Kelihatan ya? Iya, makasih ya." ucap Ria pada Wira dengan tersenyum tulus, sementara ketiga teman Wira yang lain hanya hening melihat kejadian itu.
Demar yang menyaksikan itu sedikit merasa tersayat hatinya, lalu menunduk, lalu menarik wajahnya untuk tersenyum.
"Iya sama-sama, meskipun bukan ngucapin ke gue." batin Demar.
Sementara Anggi dan juga Ronald berhasil menangkap reaksi dari Demar barusan.
"Kadang rasa sakit seseorang memang engga bisa kita lihat tapi bisa aja kita ikut rasain, kayak embun pagi." batin Anggi.
•••
*Kritik dan saran dibutuhkan.*
*Komen dan like. Wajib.*
Next?
See you!
Readers. Demar minta
penuhin kolom komentar tuh!
Eh, maksudnya,
Thor yang minta.