A MAN BEHIND THE MIRROR

By reijung9

24.5K 3.2K 1.8K

SHADOW SEQUEL More

1
2
3
4
5
5.1
6
7
8
9
10. [REBORN]
11. [ 미로 ] - Milo - Labirin
12. [ 이름 ] - Ileum - Name
13. [ 밤 ] - BAM - NIGHT
14. [숨바꼭질] - SUMBAKKOGJIL - HIDE & SEEK
15. [눈 ] - NUN - EYES
16. [ 구해줘 ] - Guhaejwo - Save Me
18. [ 목소리 ] - Mogsoli - Voice
19. Heart, Mind and Soul
20. [ 비밀 ] - Bimil - The Secret
21.
22. [ 꿈 같은 ] - Kkum Gat-eun - Dreamlike
23.[ 놀자 ] - Nolja - Let's Play
24. [ 악마 ] - Agma - Devil
25.[ 악마 ] - Agma - Devil - 2
26 : [ 악마 ] - Agma - Devil - 3
27. [ 악마 ] - Agma - Devil - 4
28. [ 협력 ] - Hyeoblyeog - Cooperation
29. [ 역습 ] - Yeogseub - Counterattack
30. [되든 안되든] - Hit Or Miss
31. [ 위장 자 ] - Wijang ja - The Disguiser
32. [ 갇힌 ] - Gadhin - Trapped

17. [ 게임 ] - Geim - A Game

615 89 79
By reijung9

"Han Sangjin-ssi, aku lebih suka jika anda mengatakan yang sejujurnya padaku. Daripada aku harus mendengarkan laporan yang sebenarnya dari orang lain." Sangguk berkata.

"Sangguk-ssi, kurasa kau salah paham dengan kerja sama kita." Sangjin menjawab,berusaha untuk terlihat tenang meski di bawah tekanan tatapan mata hijau Sangguk yang seperti ingin menelannya.

"Aku berhak untuk mengetahui semua yang kalian berdua rencanakan. Karena kalian menggunakan anak buahku untuk melakukannya. Kalian orang-orang atas sama sekali tidak tahu arti dari kerjasama. Karena kalian hanya tahu kata dari memanfaatkan. Jika menurutmu aku tidak tahu dengan rencana yang sedang berputar di dalam kepalamu," Sangguk memutarkan jari telunjuknya di samping kepala. "Anda salah besar Sangjin-ssi. Sebagai orang yang ikut terlibat dalam masalah ini, aku sarankan anda untuk berpikir ulang."

Sangguk berpaling pada Younghan yang sedari tadi menyimak pembicaraan. "Saranku ini juga berlaku untuk anda Tuan Im, jika anda masih menginginkan posisi yang aman."

Younghan mendesah dan menatap gelas winenya penuh perhatian. Younghan, Sangjin dan juga Sangguk bertemu setelah acara makan siang. Di restoran yang sama, namun berbeda ruangan. Sementara saudara Younghan yang merupakan mertua Sangjin telah pulang terlebih dahulu bersama Ayeong dan juga Changkyun. Younghan menitipkan Changkun pada saudaranya.

Berita kembalinya Sangguk ke Korea cukup mengejutkan bagi Younghan. Dia sadar undangan makan siang dari Sangguk untuknya dan juga Sangjin memiliki pertanda tidak baik. Tapi di sisi lain, Younghan merasa lega atas kepulangan Sangguk ke Korea.

"Aku sadar, kau merasa marah karena kehilangan banyak anak buahmu dalam waktu yang singkat. Tapi kau harus tahu jika itu terjadi di luar rencana." Younghan angkat bicara setelah menyesap minumannya.

"Kehilangan anak buah bukan hal yang terlalu berarti untukku. Untuk mencapai satu tujuan pasti aka nada pengorbanan yang dibutuhkan." Sangguk melecutkan mata hijaunya kepada Sangjin, menatapnya tajam dan dingin. "Tapi aku tidak menyukai ketidak jujuran."

Sangjin tertawa dengan nada mengejek. Dia balas menatap Sangguk, meletakkan sikunya di atas meja.

"Apa aku tidak salah dengar? Baru saja kau membicarakan soal kejujuran? Orang sepertimu?"

"Anda tidak salah dengar Sangjin-ssi." Sangguk mengangkat gelas winenya, menatap permukaan red wine dalam gelas yang bergoyang ketika dia menggerakkan pergelangan tangannya. "Mungkin dengan semua ketenaran yang telah anda raih dan menjadi malaikat bagi orang-orang bodoh membuat anda jadi lupa dari mana asal anda."

Sangjin menatap tidak suka ke arah Sangguk yang menyinggung masa lalunya sebagai anggota mafia. Namun tatapan Sangjin sama sekali tidak ada artinya bagi Sangguk.

"Tapi," Sangguk melanjutkan setelah menyesap red winenya. "Sejak dulu aku dan anda memiliki prinsip yang berbeda."Lanjutnya.

Sangjin menggertakkan gigi dan menarik nafas dalam-dalam, cuping telinganya memerah karena amarah. Sangguk mengedikkan bahu, menyesap wine-nya. Sangjin berpaling pada Younghan, sengaja melembutkan suara. Sebagai seorang namja kepercayaan Younghan dan juga orang yang membantu Younghan menaikkan pamor, sejak lama dia terbiasa melakukan sesuatu dengan caranya sendiri. Dengan perpaduan antara ketegasaan, kelicikan, bujukan dan logika dia mampu membuat Younghan menyetujui pendapatnya. Kali ini dia pun berniat untuk melakukannya, kedatangan Sangguk yang meminta bertemu langsung dengan Younghan membuat posisinya sebagai orang kepercayaan terancam, termasuk karirnya di bidang politik. dia tidak akan membiarkan Sangguk merobohkan apa yang sudah dia bangun.

"Tuan Im, aku paham akhir-akhir ini rencana kita tidak berjalan sempurna seperti yang kita harapkan. Tapi bukan berarti rencana kita akan gagal. Aku hanya perlu sedikit waktu lagi untuk menyelesaikan persiapan kita."

"Hahaha."

Sangjin dan Younghan meoleh pada Sangguk yang tiba-tiba saja tertawa. Tawanya sedikit mereda ketika dua orang itu menatapnya, tapi tidak menghilangkan tawanya.

"Oh, maafkan atas ketidak sopananku." Sangguk menatap Younghan. "Tuan Im, saat ini anak buahku berada di dalam penjara. Meski aku yakin mereka tidak akan menyebutkan nama anda dan Sangjin karena mereka orang-orang yang loyal padaku. Tapi anda harus berpikir ulang tentang permainan yang sedang anda lakukan. Penangkapan anak buahku adalah hal besar bagi polisi. Mereka tidak akan tinggal diam."

Sangjin tersenyum miring. "Hanya ingin memberitahumu, kalau aku memiliki satu orang yang telah mengurus para polisi itu."

"Komandan kepolisian maksudmu?"

"Dari mana kau tahu?" Tanya Sangjin tanpa dapat menyembunyikan keterkejutannya.

"Aku hanya menebak dan ternyata tebakkanku benar."

"Kau..." Younghan menatap Sangjin dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Campuran antara kaget, tidak percaya dan juga kagum, mungkin.

"Maaf tidak memberitahu anda. Tapi dia berada dipihak kita. aku bisa jamin dia akan melakukan apa saja yang aku minta." Jawab Sangjin meyakinkan.

"Dengan membawa tongkat pemukul, anda tidak akan bisa menaklukkan seekor harimau."

Sangjin menyela sebelum Younghan menjawab. Perhatian Younghan tertuju pada Sangguk, menunggu kalimat selanjutnya dari namja bermata emerald itu.

"Cara yang benar adalah dengan menghilangkan taring-taring dan juga kukunya. Dengan begitu dia tak lebih dari seekor kucing besar." Dia melanjutkan. "Karena kau sudah membawa tongkat pemukul, biarkan aku yang mengayunkan tongkat itu untuk memberi pukulan telak di kepala si harimau. Itu jika anda mau mengikuti cara bermainku."

"Apa itu?" Tanya Younghan cepat.

Masalah yang ditimbulkan karena seorang akuntan dan juga data-data rahasia yang ditemukan olehnya telah membuat Younghan sedikit meragukan kinerja Sangjin. Terlebih sampai sekarang tidak ada tanda-tanda jika Sangjin dapat menyelesaikan masalah yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini. Mereka memiliki data namun bukan jaminan yang dapat membuatnya tenang. Tawaran Sangguk terdengar menjanjikan.

"Tuan Im?"

Younghan mengangkat tangan kanannya, meminta Sangjin untuk tidak menyela.

"Biarkan dia bicara lebih dulu."

Ucapan tegas Younghan membungkam bibir Sangjin. Kedua tangannya yang berada di atas paha mengepal, menahan amarah. Sementara Sangguk tersenyum dengan penuh kemenangan.

"Dalam permainan yang akan aku lakukan aku membutuhakan data yang kalian miliki dan juga eksekutor yang kau pakai."

"Kenapa aku harus memberikan data sepenting itu padamu?" Younghan bertanya.

"Data sepenting apapun tidak akan ada artinya jika anda sendiri tidak dapat memecahkan kodenya. Kurasa aku tidak perlu membeberkan kegagalan yang telah anda lalu hanya untuk memecahkan kode itu. Jika anda merasa aku akan memanfaatkan data itu untuk kepentingan pribadi maka anda salah. aku tidak berniat menambah jumlah kekayaanku."

Mendengar jawaban Sangguk, Sangjin tertawa. mengundang tatapan Sangguk dan Younghan teralih padanya. Menyadari tatapan keduanya, Sangjin kemudian berkata.

"Orang mana yang tidak menginginkan uang dan kekuasaan? Jangan bercanda."

Alih-aih merasa tersinggung atau marah, Sangguk justru tertawa. "Sudah aku katakan aku dan anda adalah dua orang dengan prinsip dan pemikiran berbeda. Aku memang menjalankan bisnis gelap. Duniaku tidak seperti dunia kalian yang berada di bawah spotlight dan aku tidak berniat untuk masuk ke dunia kalian. Aku sedang mencari seseuatu dan instingku berkata kalau aku membantu kalian aku akan menemukannya."

"Kau yakin bisa melakukannya?" Kini Younghan yang bertanya.

"Anda akan lihat setelah aku memiliki datanya." Jawab Sangguk percaya diri.

Younghan menoleh. "Berikan padanya apa yang dia mau."

"Tapi Tuan Im-"

"Berikan padanya." Perintah Younghan. "Aku ingin kau focus pada kampanyemu sebentar lagi. Jangan bebani dirimu dengan urusan yang lain. Aku tidak menerima kekalahan untuk yang kedua kalinya."

"Baik." Jawab Sangjin dengan berat hati.

***

"Go easy on me." Kata Hyunwoo dengan senyumnya yang sedikit memberi efek jengkel pada Eunho.


Eunho tersenyum miring. "Well, depends."


Di pinggir lapangan, tepat di garis putih Jaejoong berdiri, memutar bola matanya ketika melihat dua orang yang dia anggap sebagai beruang saling menembakkan sinar laser dari mata mereka. Well, dia sedikit terkejut bagaimana imajinasinya mempermainkan matanya. Daripada Eunho dan Hyunwoo saat ini Jaejoong melihat beruang hitam Asia dan beruang grizzly sedang berdiri di tengah lapangan bersama dengan empat binatang lainnya. Beruang hitam Hyunwoo menjadi kapten team dengan anggota seekor hamster bernama Kihyun dan kelinci putih berotot, Wonho. Sementara beruang grizzly Eunho menjadi kapten team dengan anggota seekor belalang sembah Hyungwon dan juga seekor anjing hiperaktif bernama Minhyuk. Aneh? Ya, Jaejoong pun merasa aneh dan juga konyol karena imajinasinya.

_15 menit yang lalu_

Entah bagaimana Kihyun merasa sedikit bahagia melihat Eunho datang tak lama setelah namja tan itu menelfonnya. Mungkin dia merasa senang karena dia bukan orang yang sebatangkara tanpa sanak saudara. Mungkin juga dia senang karena Eunho sepertinya menaruh perhatian padanya, meski kesan awal yang dia tangkap dari namja itu menyeramkan dan juga membinggungkan. Tapi dia kemudian mengusir jauh-jauh pikiran itu dan menggantinya dengan mereka membutuhkan waktu untuk saling menerima diri sebagai saudara. Mereka butuh beradaptasi, begitu pikirnya.

Ketika dia melihat Eunho berjalan mendekatinya, Kihyun berdiri dari bangku panjang yang didudukinya. Menunggu di tempat dengan senyuman di wajah, yang kemudian berganti dengan kerutan di kening saat melihat Eunho sedang berdebat sambil jalan bersama seorang namja langsing yang tingginya hampir menyamai Eunho. Kihyun melihat kemarahan dari wajah kakak sepupunya.

"Hai, Hyung." Sapa Kihyun dengan senyum terbaiknya, mengesampingkan rasa penasaran yang dapat menunggu untuk mendapatkan jawaban.

"Oh hai, kau menungguku di sini?" Sapa Eunho ketika jaraknya dan Kihyun sudah dekat.

"Yes. And..."

Kihyun sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat namja yang berdiri si belakang Eunho, tidak bersembunyi di bekalang tubuh Eunho, hanya berhenti satu langkah di belakang Eunho seperti menjaga jarak aman.

Eunho mengibaskan tangannya di depan wajah. "Jangan pedulikan dia. Jadi apa yang kau lakukan di sini?"

Kihyun mengangguk. "Minhyuk memaksa kami untuk ikut dalam permainannya"

"Kami?" Ulang Eunho dengan dua alis bertaut di atas pangkal hidung mancungnya.

"Ya. Aku dan Minhyuk kemari bersama polisi yang menangani kasus Kijong hyung. Hyung pernah bertemu dengan mereka?"

Mendengar pernyataan Kihyun, Eunho dan Hyungwon bertukar pandang. Sangat singkat sampai gerakan mereka tidak terlihat disadari oleh Kihyun.

"Jaejoong? Apa itu kau?" Pikir Eunho.

Setelah dia memutuskan untuk mengakhiri apa yang mengikatnya dengan Jaejoong kenapa sekarang justru dia harus bertemu dengan namja itu lagi. Ada perasaan tercabik yeng membuat Haneul mengeryitkan keningnya. Rasa sakit yang tidak terlihat namun dia dapat merasakan rasa sakitnya dengan sangat nyata.

"Eunho hyung?"

Kihyun memanggilnya dengan suara lirih, penuh kekhawatiran melihat namja tan itu tiba-tiba saja menjadi diam dan menunjukkan raut tidak nyaman di wajahnya yang berkerut seperti menahan kesakitan. Saat Eunho tidak respon, Kihyun bergerak maju satu langkah, menarik ujung baju Haneul.

"Eunho hyung, gwaenchanh ni?"

Tarikan kecil Kihyun di bajunya membuat Haneul tersadar dari lamunan singkatnya.

"What?"

"Wajahmu pucat hyung. Apa kau baik-baik saja, Eunho hyung?"

Haneul menatap Kihyun, wajah namja pendek itu terlihat sangat mengkhawatirkannya. Dia tersenyum simpul.

"Ya benar. Saat ini aku bukan lagi Haneul atau Yunho. Aku adalah Eunho. Yoo Eunho." Katanya dalam hati.

"Aku hanya sedang mengingat-ingat. Rasanya aku pernah bertemu dengan polisi setelah datang ke upacara pemakaman. Apa mereka yang kau maksud?"

Kihyun mengangguk. Eunho meraih pergelanan tangan Kihyun, dengan sangat menyadari tatapan menusuk dari balik punggungnya, tak lain berasal dari Hyungwon. Tapi namja langsing itu tidak mengatakan apapun selain menatap tangan Eunho yang kini melingkar di pergelangan tangan Kihyun yang kurus. Dia mengikuti Eunho hanya untuk memastikan Eunho tidak bertindak macam-macam pada Kihyun. Meski dia sendiri tidak menyadari jika tatapan matanya itu juga mengandung sebuah kesedihan.

"Tunjukkan di mana mereka. Aku rasa aku harus menyapa mereka." Ajak Eunho.

Eunho berjalan bersama Kihyun, sementara Hyungwon satu langkah di belakang mereka. Tatapan matanya tak lagi tertuju pada tangan Eunho dan Kihyun yang kini telah terlepas tautannya, tapi pada sisi wajah Kihyun. Bagaimana namja kecil itu mendongak ketika berbicara pada Eunho. Hidungnya terlihat lebih mancung dan bibirnya seperti biasa terlihat sangat lembut, serta garis rahangnya yang terlihat lebih jelas.


Suatu ironi, Hyungwon paham sekali dengan bentuk wajah Kihyun, mengaguminya. Dia mengenal namja kecil itu tapi namja itu tidak pernah tahu tentang dirinya dan tidak mengingat siapa dirinya. Meski dulu, saat kecil mereka pernah bertemu. Tapi itu semua hanyalah masa lalu dan tidak semua orang mengingat masa lalu mereka, seperti Hyungwon yang mengingat setiap detail masa lalunya.

Jaejoong 95% menyesali keputusannya untuk sepakat pergi bersama Minhyuk. Dia sendiri tidak yakin kenapa dia menyetujui permintaan Minhyuk dengan sangat mudah. Mungkin karena dia memang ingin membantu percintaan Wonho dan Kihyun. Mungkin dia hanya perlu seseuatu untuk menyegarkan otaknya dan Minhyuk menawarkan kesempatan di saat yang tepat tapi dengan kondisi tubuhnya yang tidak baik. Atau mungkin dia hanya ingin mengalihkan pemikirannya sejenak dari smeua hal yang berhubungan dengan Yunho dan Haneul. Banyak kemungkinan yang dia pikirkan saat dia hanya diam di pinggir lapangan memperhatikan Minhyuk, Wonho dan Hyunwoo melakukan pemanasan dengan saling mengoper bola di tengah lapangan. Berpikir apa dia perlu bergabung atau diam saja di tempatnya saat ini.

Dia ingin bergabung tapi dengan resiko dia terlihat aneh saat berlari dan menunjukkan sisi memalukannya pada orang yang belum lama dia kenal. Atau diam saja di pinggir lapangan seperti orang bodoh yang tidak mengerti cara bermain bola. Ketika Jaejoong sedang asyik berdebat dengan pemikirannya sendiri, dia sama sekali tidak menyadai kedatangan Kihyun bersama dua orang lainnya sampai dia mendengar suara yang sangat akrab di telinganya.

"Hai."

Jaejoong memutar bola matanya, berpikir kalau dia sedang berhalusinasi. Tapi pikirannya itu terpatahkan ketika ketiga orang yang berada di lapangan berhenti dan memandang ke arahnya, lebih tepatnya ke tiga orang yang ada di belakang Jaejoong. Dia pun memberanikan diri untuk menoleh.

"Kita bertemu lagi, Tuan Polisi."

Jaejoong membeku di tempat. Wonho, Hyunwoo dan Minhyuk berjalan ke arahnya. Wonho menepuk bahu Jaejoong dan mencoba untuk menenangkan Jaejoong. Sementara Hyunwoo bertukar pandang dengan Hyungwon tanpa diketahui yang lainnya. Hyunwoo mengangkat alisnya dengan kening berkerut ketika menatap Hyungwon seolah bertanya,'Apa yang kalian lakukan di sini?'

Seolah tahu apa yang ada dipikiran Hyunwoo dan maksud dari tatapan Hyunwoo, Hyungwon hanya melirik Eunho melalu ujung matanya, berharap Hyunwoo cukup peka untuk menerima sinyal yang dia berikan.

"Oh, hyung kau datang juga?" Tanya Minhyuk yang memecah kecanggungan di antara mereka.

"Ne. aku berniat menjemput Kihyun tapi dia bilang kalian sedang di sini jadi aku kemari." Jawab Eunho santa dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.

Eunho menunjukkan senyumnya, tidak terlalu lebar seperti senyum Yunho yang ramah tapi juga bukan senyum dingin yang biasa menghiasi wajah Haneul. Sebuah senyum yang membuat Jaejoong mengerutkan kening karena senyum itu sangat asing di matanya. Bukan senyum yang pernah dia kenal.

"Kalian sudah di sini, jadi bagaimana kalau ikut bermain?" Usul Wonho.

"Aku ingin tapi aku kemari hanya untuk menjemput Kihyun." Jawabnya.

"Oh ayolah. Kihyun pasti ingin kau bergabung hyung." Bujuk Minhyuk.

Eunho menoleh pada Kihyun. "Kau ingin bermain?"

Namja kecil itu menunduk, memainkan jemarinya. "Terserah hyung saja." Jawabnya dengan suara lirih.

Eunho kemudian menoleh pada Hyungwon, bahkan sebelum dia sempat bertanya Hyungwon telah menjawab.

"Don't ask me."

Eunho menaikkan alisnya, tidak perduli dengan nada kesal yang teselip di dalam kalimat Hyungwon, atau lebih tepatnya dia tidak perduli sama sekali.

"Well, aku akan bergabung jika mereka mengijinkan." Jawabnya sambil menunjuk ke arah Jaeoong yang mematung dan juga Hyunwoo yang menatapnya dengan pandangan siap membunuh Eunho saat itu juda, di tempat itu.

"Hyung, bagaimana?" Tanya Wonho.

Dia memilih memanggil Jaejoong dnegan sebutan itu agar terdengar lebih santai, menuruti permintaan Jaejoong sebelumnya.

Jaejoong terlihat frustasi untuk ikut ambil andil bagian dalam percakapan. Pikirannya saat ini kacau balau hanya dengan melihat wajah yang sangat familiar di depannya namun terasa asing di saat yang sama. Jadi dia hanya mengangguk sebagai jawaban dan Hyunwoo melanjutkan.

"Aku pikir akan lebih menyenangkan jika lebih banyak orang. Jadi aku tidak ada masalah." Hyunwoo maju mendekat, mengulurkan tangannya pada Eunho. "Aku Son Hyunwoo. Kau?"

Eunho nyaris tertawa dengan sikap Hyunwoo yang seolah tidak mengenalnya, beruntung dia dapat menahan tawanya untuk diri sendiri dan menyambut uluran tangan Hyunwoo.

"Yoo Eunho, sepupu Kihyun." Jawabnya dan dia memanfaatkan kesempatan itu untuk meremas tangan Hyunwoo.

Hyunwoo sedikit terkejut tapi mampu mempertahankan wajah tersenyumnya dan membalas remasan tangan Eunho di tangannya. Sehingga terjadi adu tenaga di antara kedua namja tan itu tanpa sepengetahuan yang lainnya. Setidaknya mereka pikir begitu tapi mata Wonho cukup tajam untuk melihat apa yang terjadi di antara keduanya. Wonho mendesah, memutar bola matanya alas.

"Sepertinya ini akan menjadi permainan yang panas." Gumamnya dengan suara nyaris tidak dapat didengar.

Di sisi lain Minhyuk menjadi Minhyuk yang periang dan ramah, berjalan melewati Jaejoong dan berhenti di depan Hyungwon yang sejak tadi hanya diam. dia memasang senyum terbaiknya.

"Aku Lee Minhyuk." Katanya memperkenalkan diri dengan suara riang.

"Chae Hyungwon."

Hyungwon menjabat tangan Minhyuk yang terulur padanya.

"Jadi kita akan bermain dengan tujuh orang?"

Ucapan Kihyun menyadar mereka semua jika jumlah mereka ganjil untuk di bagi menjadi dua team. 3:4 bukan suatu pertandingan yang adil meski hanya sebuah permainan. Jaejoong kemudian mengangkat tangannya ke udara.

"Aku akan menjadi wasit." Katanya menawarkan diri.

Dia menawarkan diri bukan karena tanpa alasan. Dia memiliki alasan yang sangat valid untuk tidak ikut bermain. Bibir Eunho menarik satu garis senyum, dia cukup tahu alasan dari namja itu untuk tidak ikut bermain. Karena dia adalah penyebab Jaejoong tidak bisa ikut bermain.

"Oh great. Sekarang aku harus memikirkan bagaimana harus membagi team lagi." Timpal Minhyuk dengan putaran bola matanya.

Kening Eunho mengkerut, dia menoleh pada Kihyun. "Kenapa dia yang harus memutuskan?"

Kihyun terkekeh. "Karena dia merasa bertanggung jawab sebagai pembuat acara."

"Weird." Gumam Eunho.

Minhyuk memandang kelima orang lainnya, menyisihkan Jaejoong yang mengambil peran sebagai wasit dan dirinya. Keningnya berkerut dalam ketika dia berusaha untuk membagi kelima orang itu menjadi dua team. Kihyun dan Wonho harus satu team, pikirnya. Dia lalu menatap Hyunwoo

dan Eunho bergantian,


kedua namja itu hampir sama besarnya, Hyunwoo sedikit lebih besar tapi mereka tetap tidak boleh berada di team yang sama. Dia lalu mengamati Hyungwon yang menguap lebar. Dari yang dia lihat Hyungwon sama sekali tidak terlihat seperti orang yang menyukai olahraga hingga membuat Minhyuk kebinggungan karena dia tidak ingin berada di team yang kalah.

"Oke. Team satu, Kihyun, Wonho dan Hyungwo-ssi. Team dua, Eunho hyung, aku dan Hyungwon-ssi. Otte?"

Kihyun bertatapan dengan Wonho selama beberapa detik sebelum akhirnya mereka saling memalingkan pandangan dengan wajah merah.

Sementara Eunho dan Hyungwon mengerang kesal karena mereka harus satu team. Tapi anehnya tidak ada yang memprotes keputusan sepihak Minhyuk dan dengan itu, Hyungwon dan Eunho berjalan ke counter untuk menyewa sepatu.

"Jangan berpikir kalau aku menerimamu menjadi anggota team. Ini hanya acting." Kata Eunho saat mereka berdua berjalan menuju counter.

"Apa aku terlihat senang berada satu team denganmu? Bahkan aku sangat berharap ada di team lawan untuk mempermalukanmu."

"Hahaha." Eunho tertawa sinis. "Keep dreaming bitch."

Sekembalinya mereka berdua dari counter, mata Eunho melebar ketika melihat Jaejoong sedang berbicara dengan Hyunwoo. Bukan hanya karena jarak mereka ang dekat tapi juga karena tangan Hyunwoo berada di bahu Jaejoong, dan Jaejoong sama sekali tidak menolak sentuhan Hyunwoo. Bahkan Eunho dapat melihat Jaejoong tersenyum kemudian memukul dada Hyunwoo setelah Hyunwoo membisikkan sesuatu padanya. Karena jarak mereka yang cukup jauh, dia tidak dapat mendengar apa yang diucapkan Hyunwoo kepada Jaejoong, namun dia tetap tidak menyukai fakta bahwa wajah Jaejoong memerah karena namja lain.

Ya, dia memang telah menyerah sebagai Haneul tapi dia tidak dapat menahan perasaan marah dan cemburu saat ada orang lain yang menyentuh Jaejoong. Cukup menggelikan bahkan untuk dirinya sendiri. Dia membuat keputusan tapi kenyataannya dia tidak benar-benar melepaskan eksistensi Jaejoong yang terlanjur berakar di dalam dirinya.

"Jealous?" Tanya Hyungwon dengan senyum miring mengejek.

"Why do I have to?"

Hyungwon hanya mengangkat bahu dan terus berjalan tanpa berniat mengikuti langkah eunho yang tiba-tiba saja menjadi lebih lebar dan cepat. Sengaja menabrakkan bahunya pada Hyunwoo yang berdiri dekat pintu masuk lapangan dan berlalu begitu saja tanpa perduli tatapan heran Hyunwoo dan juga Jaejoong.

"Kihyun."

Eunho memanggil adik sepupunya, menaruh tangannya di bahu Kihyun yang sedang merapikan rambutnya di sisi lapanganbersama Wonho, di dekat mereka ada Minhyuk yang mencoba untuk men-juggling bola namun beberapa kali bola itu menggelinding di lapangan dan dia terpaksa berlari untuk mengambilnya.

"Ne hyung?"

Kihyun mendongak, menatap Eunho dengan tatapan binggung. Diam-diam Eunho mengarahkan matanya pada satu orang, tidak lain dan tidak bukan pada Jaejoong. Dia mendekatkan wajahnya pada Kihyun dan mendaratkan kecupan singkat di pipi Kihyun. Kihyun membelalak dengan wajah memerah, dia menoleh secara tiba-tiba dengan tangan yang menutupi pipinya yang tadi dicium oleh Eunho. Mungkin mereka memang saudara tapi bahkan Kijong, kakak kandungnya tidak pernah mencium pipinya. Tindakkan Eunho yang sangat-sangat di luar nalarnya itu tentu saja mengundang reaksi kaget dari Kihyun.

"H-Hyung?"

Eunho menjauhkan wajahnya dari Kihyun, tersenyum puas dalam hati ketika dia melihat Jaejoong mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah. Dia lalu memalingkan wajahnya pada Kihyun, meletakkan telapak tangannya di kepala Kihyun.

"Nothing. Good luck." Jawabnya sambil tersenyum seolah ciuman di pipi itu bukan hal yang patut untuk dipertanyakan.

Bola mata Minhyuk membulat sangat lebar, nyaris melompat keluar dari sarangnya, bibirnya terbuka lebar dan bola di tangannya jatuh kemudian menggelinding bebas di atas rumput buatan yang dia pijak.

"What the hell is that!?"

Dia menyeringai mendapati penuh kemenangan mendapati dia dapat menjatuhkan tiga burung sekaligus dengan satu batu.

"I want to kill him right now." Batin Hyungwon.

"Shit!!! Kenapa dia harus mencium Kihyun!? Bahkan aku belum pernah melakukannya! Sialan!" Batin wonho.

"Dia....urg..."

Jaejoong mengepalkan tangannya dengan gigi gemerutuk, kemudian menoleh saat dia merasakan sesuatu yang hangat menyentuh tangannya. Jaejoong menunduk, melihat kepalan tinjunya di genggam oleh tangan Hyunwoo. Tanpa tenaga berlebihan, bahkan dengan kelembutan tangan Hyunwoo mengurai jemarinya yang mengepal membentuk tinju. Dengan pandangan menunduk tertuju ke tangan Jaejoong, Hyunwoo berkata.

"Hwa naeji ma. Nal bwa. Naman. / (Don't be mad. Look at me. Only me.)"

Hyunwoo mengangkat pandangannya, menatap mata Jaejoong yang berkedip cepat. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Hyunwoo mengusap pipi Jaejoong dengan ibu jarinya.

"Sebenarnya aku tidak terlalu ingin menang tapi aku akan memenangkan game ini untukmu."

"O-oh."

Lidah Jaejoong terlalu kelu untuk menjawab. Selain Yunho dia tidak pernah ada yang menatapnya seperti yang Hyunwoo lakukan saat ini. Kedua bola mata coklat yang tengah menatapnya itu terlihat sangat dalam dan sentuhan di pipinya terasa hangat.

DUAK

Jaejoong terkesiap ketika kepala Hyunwoo tiba-tiba saja bergerak maju setelah bunyi benturan. Dia menatap Hyunwoo yang menunduk, terdengar suara erangan dari Hyunwoo sambil mengusap kepala bagian belakangnya.

"Shall we start?" Tanya Eunho dengan senyum main-main setelah membungkuk untuk mengambil bola yang menggelinding di dekat kakinya.

Hyungwon mendongakkan wajahnya, menatap langit-langit sambil menghela nafas. Dia melihat semuanya, sebenarnya mereka semua kecuali Jaejoong dan Hyunwoo. Bagaimana Eunho mengambil bola dari tangan Minhyuk, kemudian melemparkannya ke kepala Hyunwoo dengan tenaga penuh.

"Silly." Gumam Hyungwon.

_Flashback end_

***

Desah putus asa yang panjang berhasil lolos dari bibir Changkyun. Dia menatap kosong di layar komputernya, bertanya pada drinya sendiri kenapa semuanya tidak berjalan sesuai rencananya. Dia harus kembali ke rumah yang tidak bisa dia sebut sebagai rumah lagi dan tinggal bersama seorang ayah yang tidak ingin dia sebut sebagai ayah. Dia melihat Baekho dan seorang asing yang belum pernah di lihatnya, berpikir dia dapat mendapatkan sedikit info tapi harapannya pupus saat ayahnya menyuruh dia untuk pulang bersama Ayeong dan juga pamannya.

Walaupun dia memaksa ingin tinggal dengan alasan ingin bersama sang ayah lebih lama, tapi dia tidakdapat memaksakan kehendaknya karena sang ayah telah mengeluarkan maklumat yang tidak bisa dia bantah. Dia ingin memasang penyadap di badan ayahnya tapi dia tidak memiliki kesempatan untuk melakukannya. Dan jangan bicarakan bagaimana Ayeong memperlakukannya seperti anak kecil. Karena Changkyun sangat tidak menyukai jika ada orang memperlakukannya seperti anak yang tidak berdaya dan butuh perlindungan.

Changkyun menyebutnya sebagai hari yang tidak beruntung.

Matanya kembali focus pada layar komputernya yang memperlihatkan peta dan juga titik-tikik merah dari sinyal yang terpasang di kendaraan Sangjin dan juga ayahnya. Dia memindai layar computer dengan mata tajamnya. Titik merah yang berasal dari sinyal penyadap mobil Sangjin masih berada di tempat semula. Di restoran yang dia tinggalkan setengah jam yang lalu bersama dengan sinyal dari penyadap yang terpasang di mobil ayahnya.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

Suara Joohen bergema di telinganya melalui transmisi yang terpasang di kedua telinganya, bertanya dengan nada monotone, menyadarkan Changkyun dari lamunannya. Dia mengela nafas panjang, merosot di kursi kulit, mengabaikan pertanyaan Jooheon.

"Tidak ada hal yang spesifik. Hanya hal-hal acak." Jawabnya datar.

"Mau berbagi denganku? Kau sepertinya terganggu dengan hal itu."

"Aku hanya berpikir tentang buruknya hari ini. Makan bersama ayahku tapi rasanya aku ingin muntah ketika ingat dari mana uang yang dia gunakan untuk membeli semua makanan mewah, juga tempat tinggal ini dan semua fasilitas yang dia berikan. Semuanya menybalkan. Apa kau bisa melakukan sesuatu tentang ini?"

"Sayangnya tidak. Tapi kita bisa memperbaikinya jika kita menyelesaikan kasus ini." Jawab Jooheon dengan tegas.

Changkyun mengusap rambut hitamnya dan tiba-tiba teringat kalau dia memiliki pesan dari Hyunwoo. lagi-lagi erangan kesal lolos dari bibirnya saat dia berdiri dari kursi kulitnya yang mahal dan berjalan menuju ruangan yang dipergunakan sebagai tempat penyimapanan baju. Ruangan itu memiliki luas setengah dari luas kamar tidurnya.

"Jam berapa Tuan Lee ingin kita berkumpul?" Tanyanya sambil mengamati jajaran pakiannya yang masih terlihat seperti baru.

"Tiga jam lagi. Apa Hyunwoo yang memberitahumu?"

Changyun menarik satu baju kemudian menempelkannya di badan, bergumam 'hmm' sebagai jawaban atas pertanyaan Jooheon.

"Sekedar mengingatkan, jika kau tidak bisa keluar dari rumah sendirian. Biarkan Hyunwoo Hyung yang menjemputmu untuk mengurangi kecurigaan. Meski saat ini kau berada di rumahmu sendiri tapi secara teknis kau berada di sarang musuh."

"Mhm... Thanks mom."

Changkyun memutar bola matanya kendati merasa bersyukur atas peringatan yang sangat berguna.

"Hei, I'm not your mother."

Changkyun terkekeh ketika nada bicara Joohen berubah secara mendadak, dari netral menjadi sedikit tersinggung.

"I was joking, Hyung."

"Okay. Joke accepted."

"Hyung, do you know that you sound like a grandfather?"

"Fokus saja dengan pakaianmu."

Changkyun melebarkan matanya. "Bagaimana kau tahu aku sedang memilih pakaian?"

"Oh, look who's the grandfather here. Kau masih menyalakan kamera dari kacamatamu. Stupid."

"Shit."

"Keep your language, Kid."

"I'm not." Jawab Changkyun memanyunkan bibirnya.

"Hahaha."

Changkyun bergegas keluar dari ruang pakaian dengan pakaian tersampir di lengan kirinya kemudian melemparkannya di atas tempat tidur. Dia kembali duduk di kursi kulit komputernya, kembali memindai sinyal dari alat pelacak yang tampil di layar komputernya.

"Kau bisa mematikan komputermu. Aku mengawasi smeuanya dari sini."

Changkyun mengerang. "Tidak banyak yang dapat aku lakukan di sini. Aku bisa mati bosan karenanya."

"Should I kill you?"

"Yes, please." Jawabnya sarkastik.

"Done."

Changkyun dan Jooheon tertawa bersamaan karena lelucon mengerikan mereka.

"Hyung, apa kau tahu. Terkadang aku merasa kalau kau satu-satunya orang yang mengerti aku."

"Aku tersanjung. Tapi Kyunnie sejujurnya aku masih tidak paham kenapa kau tertarik pada Haneul."

Changkyun menyeringai. Beruntung kamera yang terpasang di kacamatanya hanya menampilkan gambar apa yang dilihatnya jadi Jooheon tidak akan melihat wajahnya yang saat ini pasti sangat kacau. Dia merasakan matanya memanas dan airmata yang menumpuk di pelupuk matanya.

"If you asked me why, it's just because that's him."

Untuk waktu yang cukup lama tidak ada yang bicara lagi di antara mereka berdua. Seolah keduanya jatuh dalam kesunyian mereka masing-masing. Changkyun menghapus airmatanya yang mendadak jatuh.

"Are you okay?"

"Yes." Jawabnya berbohong.

"So hyung, how are things there?" Lanjutnya.

"Hectic." Jawab Jooheon singkat.

"Why?"

"Haneul hyung dan Hyungwon hyung? Mereka berdua seperti anjing dan kucing yang berada dalam satu kandang. Haneul hyung juga memanggil Hyungwon hyung dengan sebutan belalang. aku sekarang merasa team kita adalah team sirkus."

Changkyun terkekeh. Dia dapat membayangkan satu adegan yang pasti membuat Joohoen kesal setengah mati karena keduanya.

"Poor you, Hyung. Aku akan memelukmu saat kita bertemu nanti."

"I will not refuse."

Changkyun tersenyum, matanya menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya di layar computer.

"Mereka bergerak." Katanya sambil menegakkan posisi duduknya.

"Aku dapat melihatnya dari sini."

"Apa ada yang akan mengikutinya?"

"Saat ini tidak ada. Hyungwon hyung sedang membuntuti Haneul hyung dan posisi mereka saat ini ada di sport center milik Hyunwoo hyung."

"What!? Like...Seriously?!" Changkyun mengerutkan kening dan kembali focus ke layar komputernya, melihat salah satu titik merah mulai bergerak menjauh dari lokasi semula.

"Tidak perlu khawatir. Aku sudah meminjam 'mata' dari temanku di X jadi kau tidak perlu khawatir. Mereka masih berada di jangkauan pengawasanku."

Changkyun merosot kembali di kursinya, duduk dengan malas dan mulai kehilangan minatnya untuk melihat layar komputernya.

"Great! Di sini aku seperti dalam penjara sementara mereka berada di sport center."

"Aku ingatkan kau bukan orang yang tertarik pada olahraga."

"Hanya karena aku berada di balik computer terus menerus bukan berarti aku tidak suka olahraga."

"Urgh, katakan saja kalau kau ingin menemui Haneul hyung."

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Kau memakai 'mata' dari X untuk mengawasi. Jadi tidak ada yang dapat aku lakukan saat ini selain menunggu. Secara garis besar aku sama sekali menganggur dan mendengar mereka berada di sport center milik Hyunwoo hyung membuatku semakin merasa buruk."

"Berhenti mengeluh. Jika kau lupa, kau sendiri yang menerima usulan Haneul hyung untuk kembali padahal aku dan Hyungwon hyung sudah mencegahmu."

"Aku akan ke sana."

"Don't."

"Yes."

Changkyun berdiri dari kursinya setelah mematikan komputernya, mengganti pakaiannya dan kemudian keluar dari rumahnya. Di bawah dia memanggil salah satu pelayan dan meminta si pelayan untuk memanggil supir yang akan mengantarkannnya ke sport center milik Hyunwoo. Tidak butuh waktu lama sampai supir bersiap di depan rumahnya dengan mobil yang telah menyala. Di dalam mobil dia, menelfon ayahnya, namun kemudian meninggalkan pesan suara karena ayahnya tidak menjawab telfonnya. Toh Hyunwoo masih memiliki hubungan keluarga dengannya jadi dia tidak mengkhawatirkan pemikiran macam-macam dari ayahnya.

Sementara itu di sisi lain Jooheon nyaris kehilangan kesabarannya ketika Changkyun memutuskan komunikasi dengannya secara sepihak. Dia mengacak rambutnya kesal sampai berantakan seluruhnya.

"Simgaghage, geu aiga nal michige mandeul-oess eo. / (Sungguh, dia membuatku gila.)" Erangnya.

***

Daripada bermain futsal, mereka akhirnya memilih untuk bermain dodgeball 3on3. Team Hyunwoo melawan team Eunho. Dodgeball adalah suatu olahraga team yang dimainkan dengan melemparkan bola karet ke lawan. Mereka mengganti bola karet yang diperlukan dalam permainan dodgeball dengan bola futsal yang memiiki diameter dan berat lebih kecil daripada bola sepak. Ukuran yang pas untuk mengantikan bola karet dodgeball. Dan untuk menentukan pemenang mereka memberlakukan system eleminasi. Team pemenang adalah team pertama yang dapat mengeleminasi semua anggota team lawan. Pemain tidak diperbolehkan menyeberang ke daerah lawan. Team lawan yang terkenal lemparan bola harus keluar, namun bila bola berhasil ditangkap maka si pelempar bola harus keluar lapangan. Tapi karena permainan dodgeball biasa dilakukan dengan 6-10 pemain sementara mereka hanya beranggotakan tiga orang dalam satu team maka mereka memberlakukan system menghidupkan anggoota team. Hal itu bisa terjadi jika anggota team dapat mengeluarkan anggota team lawan maka dia berhak untuk memanggil salah satu anggota mereka yang telah keluar dari permainan agar permainan menjadi lebih menarik.

Alasan kenapa mereka memainkan permainan dodgeball di lapangan futsal adalah karena Eunho yang melempar Hyunwoo menggunakan bola futsal. Hyunwoo mengusulkan permainan itu karena dia ingin membalas Eunho tetu saja. Dan idenya itu disetujui oleh yang lainnya. Awalnya Jaejoong memprotes karena menurutnya permainan itu berbahaya karena bisa saja Eunho atau Hyunwoo yang terlanjur dendam saling melukai satu sama lain. Tapi akhirnya dia setuju setelah mereka meyakinkannya kalau mereka akan baik-baik saja.

DUAK

Bola yang dilemparkan oleh Hyungwon mengenai pembatas lapangan yang terbuat dari pagar kawat setelah Wonho melompat ke samping untuk menghindar, mengelinding masuk kembali ke lapangan yang kemudian di ambil oleh Kihyun. Namja kecil itu melemparkan bola dengan lemparan terbaiknya tapi lemparannya terlalu lemah sehingga Minhyuk dengan mudah menangkap bola yang di lemparkan oleh Kihyun.

PRRIIIITTTTT

Di luar lapangan Jaejoong meniupkan peluit panjang yang dipinjam dari petugas counter.

"Kihyun Out." Serunya.

"Sorry Ki." Ucap Minhyuk.

"No need, Min." Sahutnya.

Kihyun berjalan keluar lapangan, basah kuyup oleh keringat meski mereka baru bermain selama sepuluh menit.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Jaejoong khawatir melihat wajah pucat Kihyun.

"Yeah."

Meski terlihat kelelahan Kihyun tersenyum lebar. "Sudah lama aku tidak bermain sampai berkeringat seperti ini."

Sementara Jaejoong mengalihkan perhatiannya pada Kihyun, lima pemain yang masih berada di lapangan mengatur nafas mereka sambil menunggu peluit dari Jaejoong untuk melanjutkan permainan. Hyunwoo berjalan menghampiri Wonho, menaruh tangannya di bau Wonho.

"Biarkan aku yang melempar bola." Katanya dengan nafas terengah.

"Siapa targetmu?" Tanya Wonho sembari mengusap keringat yang menetes di dagunya dengan kerah kaus yang dia kenakan.

"Dia." Ujarnya seraya mengarahkan matanya pada Eunho yang sedang merenggangkan badannya.

"Target kita sama."

"Good. Itu artinya kita bisa kerjasama."

Wonho tersenyum, membuka telapak tangannya dan Hyunwoo menepuknya dari atas, melakukan toss kerjasama mereka.

"Jangan biarkan dia menangkap bolamu dan jangan biarkan dia mengeluarkanmu dari permainan." Wejang Wonho.

"You too."

PRRRIIIITTT

Wonho dan Hyungwon berdiri bersisihan, membagi daerah mereka menjadi sayap kanan dan juga sayap kiri untuk mengcover posisi Kihyun yang tadinya berada di tengah. Tatapan mereka tertuju pada satu orang yang sama. Satu orang yang berdiri di tengah lapangan dengan posisi di depan, Eunho. Sementara Minhyuk mencover bagian kanan belakang dan Hyungwon di sisi kiri.

Eunho menyeringai pada Hyunwoo, dia dapat melihat kemenangan berpihak padanya.

"Sepertinya aku yang akan menang." Katanya mencemooh.

Hyunwoo mengerakkan kepalanya sedikit. "Oh we will see soon."

"Don't lose." Ucapnya pada Hyunwoo saat dia melemparkan bola pada team Hyunwoo karena team mereka kalah jumlah.

Hyunwoo tersenyum sangat manis pada Jaejoong. "Certainly."

Eunho menyapukan lidahnya di dinding mulutnya, tidak percaya Jaejoong memihak pada Hyunwoo dan bukan dirinya. Hyunwoo mengambil dua langkah mundur sebagai ancang,-ancang. Wonho menatap horror pada Hyunwoo yang saat ini seperti memiliki tatapan ingin membunuh dan bukan bermain.

Hyunwoo mengambil posisi seperti seorang pelempar bola di permainan baseball, menangkup bola sepak dengan kedua tangannya.

"Just catch this if you can jerk." Gumamnya saat melemparkan bola.

Eunho dapat melihat arah bola yang tepat menuju ke arahnya. Karena dia melihat arah bola yang lurus padanya dengan mudah dia menghindar. Bola itu menghantam pagar kawat di belakangnya. Menghasilkan bunyi benturan yang keras. Sebelum Minhyuk sempat menangkap bola yang mengelinding di bawah, bola itu terlanjur melewati garis daerah kekuasaan teamnya, Wonho maju mengambil bola kembali mengarahkan bola pada Eunho.

Sejak awal permainan dia memang telah mengincar Eunho karena namja itu telah dengan sangat tidak sopan mencium Kihyun. Jadi dia tidak sungkan untuk menjadikan Eunho sebagai sasaran. Selain Kihyun, Jaejoong juga menjadi alasannya untuk mengincar Eunho.

Eunho yang telah memprediksi gerakan Wonho selanjutnya, menghindar kembali ke tengah lapangan, menghindari bola. Bola itu nyaris mengenai Jaejoong jika saja Jaejoong bergeser sepuluh centi dari tempatnya. Jaejoong menendang bola yang berada di dekat kakinya dan bola itu masuk di daerah Hyunwoo.

"YYA! Jaejoong hyung, kau tidak memihak mereka 'kan?" Seru Minhyuk memprotes tindakan Jaejoong yang dia rasa terlalu berat sebelah.

Namun Jaejoong hanya mengedikkan bahunya dan menahan senyum, seolah tidak paham maksud Minhyuk dan permainan tetap berjalan meski disertai gerutuan dari Minhyuk. Bola berada di tangan Hyunwoo lagi dan tentu saja Eunho yang menjadi focus utama sasarannya.

"Shit!" Umpat Eunho.

Sementara Hyunwoo menyeringai. Entah bagaimana selama sepuluh menit lamanya bola terus saja berada di tangan team Hyunwoo, dibantu dengan kekuasaan Jaejoong sebagai wasit tentunya. Selama sepuluh menit itu juga Eunho melompat kesana kemari untuk menghindari bola yang selalu tertuju padanya. Dia mulai kelelahan. Minhyuk telah mengajukan protesan yang lain tapi Jaejoong tetap pura-pura tidak mendengar. Sebenarnya dia kasihan melihat Eunho yang kelelahan tapi dia membiarkannya. Seperti Eunho yang memperlakukannya seperti orang asing maka dia melakukan hal yang sama. Pura-pura tidak mengenal dan perduli pada namja tan yang basah kuyup oleh keringat. Mungkin ini caranya membalas dendam. Kihyun yang berdiri tak jauh darinya hanya dapat menyatukan kedua telapak tangan seolah sedang berdoa. Dia menoleh ke kanan kiri, mengikuti arah bola dengan kepala dan pandangannnya. Menahan nafas ketika bola melayang dan hampir mengenai Eunho. Menghela nafas saat Eunho berhasil menghindar. Bersorak ketika bola berada di tangan teamnya. Dia memasuki mode penonton.

Wonho melemparkan bola sekuat tenaga kea rah Eunho. Eunho melompat ke atas untuk menghindari bola yang datang denga arah rendah. Bola itu meluncur di antara sela kakinya yang membuka, mengenai Minhyuk yang berada di belakangnya.

"Ups."

Wonho berhenti di tempat, menutupi bibirnya dengan tangan sambil mengeryit saat mendengar Minhyuk mengerang dengan keras karena bola mengenai pantatnya. MInhyuk melompat-lompat karena rasa nyeri dan panas di pantatnya.

"Mian MIn." Serunya.

Minhyuk menoleh, melemparkan tatapan mematikan ke arah Wonho kemudian mengacungkan jari tengahnya.

"AHh,, hahahaha." Wonho tertawa canggung karena merasa bersalah.

PPPRRRIIITTT

Jaejoong meniup peluit panjang. "MINHYUK OUT. KIHYUN IN." Serunya.

Kihyun yang telah segar kembali masuk ke lapangan sedangkan Minhyuk keluar dari lapangan dengan raut wajah kesakitan sambil menguap pantatnya yang panas.

"Aku tidak percaya jika aku mengorbankan pantatku untuk Kihyun." Erangnya.

"Hahahaha." Jaejoong tertawa mendengar pernyataan Minhyuk.

Permainan berlanjut setelah Jaejoong meniupkan peluit pendek, tanda permainan dilanjutkan. Tim Eunho dan Hyungwon kepayahan karena tidak ada kerjasama di antara mereka berdua. Satu kata yang dapat menggambarkan permainan team Eunho, berantakkan. Bahkan tanpa bantuan Jaejoong kini, team Eunho jelas telah kewalahan, terutama Eunho yang diincar oleh Wonho dan juga Hyunwoo. Sementara Hyungwon terlihat bermain lebih santai setelah tahu jika hanya Eunho yang menjadi target. Bahkan dia tidak repot mengejar bola meski dia dapat menjangkaunya dengan mudah, membiarkan team lawan menguasai bola. Meski dia memegang bola dia tidak akan melemparnya sekuat tenaga, lebih tepat jika dia hanya mengopernya, melemparkannya tanpa arah ke daerah lawan.

"YYA! BELALANG KALAU KAU TIDAK NIAT MAIN KELUAR SAJA!!!" Seru Eunho setelah berhasil lolos dari lemparan

Hyungwon menggedikkan bahunya, berjalan. Ya dia hanya berjalan untuk mengambil bola yang mengelinding setelah membentur pagar kawat. Dia berjongkok, mengambil bola lalu melemparkannya sekuat tenaga. Gerakannya yang cepat, membuat team lawan membeku di tepat.

DUUUAAAKKK

Hening.

Tuk

Tuk

Tuk

Bola mengelinding pelan setelah menabrak pagar kawat.

Jaejoong tercenung di tempat, bibirnya membuka tanpa ada suara yang keluar. Kelopak matanya berkedip cepat lalu menoleh ke tempat di mana bola itu membentur. Dia tidak mempercayai yang dia lihat. Bukan hanya Jaejoong, hampir semua yang berada di dalam lapangan itu terbenggong, berekspresi sama seperti Jaejoong. Karena lemparan Hyungwon membuat pagar kawat yang mengelilingi lapangan membuat cekungan yang sangat dalam. Hyungwon mengampiri Eunho.

"Itu yang terjadi kalau aku serius." Katanya santai.

"M-mwoya?" Gumam Minhyuk, masih dalam kondisi mencerna keadaan.

Beruntung bola itu tidak mengenai salah satu anggota team lawan. Hyungwon memang sengaja tidak mengincar team lawan. Dia hanya ingin membungkam Eunho. Hyunwoo menghela nafas.

"Apa dia sekarang ingin membunuh orang dengan bola?" Pikirnya.

***

Setelah pertemuannya dengan Sangjin dan Younghan dan mendapatkan keinginannya, Sangguk mengajak Baekho ke markas besarnya. Sebuah rumah bergaya modern enam lantai. Jika di lihat dari luar bangunan itu terlihat seperti hunian milik seorang konglomerat biasa. Dari gerbang depan, mobil yang mereka tumpangi melewati jalan selebar, kurang lebih, sepuluh meter dengan jarak tempuh mencapai dua ratus meter untuk mencapai bagian depan hunian.

Pintu depan dijaga oleh empat orang berjas hitam dengan searung senjata yang melingkari pinggang mereka. Dengan sigap salah satu dari mereka menghampiri mobil yang ditumpangi oleh Sangguk, membukakan pintu untuk Sangguk dan juga Baekho.

Baekho mengedarkan pandangannya ke enjuru tempat asing itu. Bangunan itu adalah hunian terbesar yang pernah dia lihat sampai sekrang. Dia merasa kagum juga bertanya-tanya tentang jati diri Sangguk. Dia berjalan di belakang Sangguk menuju ke pintu bangunan dan dua orang yang berjaga di samping pintu menghampirinya. Mereka segera menghalangi pintu, memeriksa Baekho sebelum mengijinkan Baekho untuk lewat. Karena dia harus melalui pemeriksaan dari dua penjaga, dia sedikit tertinggal oleh Sangguk.

Dia mengikuti Sangguk yang telah berada di bagian tengah ruangan yang diasumsikan oleh Baekho sebagai ruang tamu. Ruangan itu sangat luas, dindingnya di cat dengan warna putih. Vas, meja marmer dan lukisan menghiasai penjuru ruangan. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja rendah berbentuk oval besar dengan delapan sofa kulit berwarna hitam mengkilat. Dua sofa panjang berbentuk sedikit melengkung dan enam yang lainnya berukuran single person. Di sisi kiri tempat duduk terdapat sebuah pintu geser kaca lebar, menampilkan pemandangan di luar yang memiliki sebuah kolam renang dengan ukuran besar lengkap dengan parasol dan kursi malas di bawahnya.

Di sudut ruangan terdapat tangga untuk menuju ke lantai atas. Dia penasaran apa saja yang ada di lantai bagian atas karena bagian dasar bangunan itu sepertinya hanya di fungsikan sebagai ruang tamu. Baekho memperhatikan Sangguk yang membiarkan seorang yeoja melepaskan mantel yang dikenakannya. Sejak Baekho mengikuti Sangguk, namja blesteran itu tidak berbicara sepatah katapun padanya kecuali menyebutkan namanya.

Dia tidak paham kenapa namja blesteran itu tertarik padanya dan membawanya sampai ke tempat itu.

Setelah yeoja itu selesai melakukan pekerjaannya yaitu melepaskan mantel dan juga jas Sangguk, Sangguk memutar tubuhnya dan mulai bicara.

"Please have a seat. Saat ini kau adalah tamuku." Katanya.

Baekho memutuskan untuk duduk di kursi yang paling dekat dengan kursi yang di tempati oleh Sangguk.

"Kenapa anda membawaku kemari?"

Akhirnya Baekho pertanyaan itu keluar dari bibir Baekho setelah namja itu bersabar untuk diam untuk cukup waktu yang lama. Sangguk menjentikkan jarinya dan seorang yeoja dengan pakaian seksi, yoeja yang sama dengan yeoja yang melepaskan mantel Sangguk, masuk kembali ke dalam ruangan. Di tangan kanannya yang menekuk ke atas terdapat sebuah nampan perak dengan satu botol minuman dan dua gelas di atasnya. Untuk ukuran pelayan yeoja itu terlalu cantik, lagipula pakaian yang dikenakannya tidak mirip seperti pakaian pelayan. Make up yang menghiasi wajahnyapun terlalu tebal, seperti wanita penghibur, pikir Baekho. Lenggak-lenggok tubuhnya menggiurkan, membangkitkan syahwat setiap namja yang melihatnya. Tapi sayangnya Baekho tidak tertarik pada yeoja itu sama sekali, meski yeoja itu menatapnya dengan tatapan menggoda. Juga tidak saat yeoja itu membungkuk rendah untuk meletakkan botol dan gelas yang dia bawa ke atas meja. Yeoja itu dengan sengaja menoleh padanya kemudian mengerling manja, memamerkan belahan buah dadanya yang terbalut ketat oleh dress hitamnya. Jawaban Sangguk lebih menarik daripada yeoja yang jelas-jelas sedang berusaha menggodanya.

"Thanks honey." Kata Sangguk lembut sambil mendaratkan remasan ringan di pantat yeoja itu ketika si yeoja telah selesai melakukan pekerjaannya.

Yeoja itu terkikik dan kemudian menghilang.

"Drink?"

"I'm not dringking." Tolak Baekho halus.

Sangguk mengangguk, melipat kakinya dengan gerakan yang elegan.

"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, kau terlebih dulu harus menjawab pertanyaanku. Sudah berapa orang yang kau bunuh selama kau bekerja pada Sangjin. Selain dua orang pegawai kantor firma tentunya."

"Tidak ada."

"Bagaimana perasaanmu saat kau membunuh untuk pertama kalinya?"

"Membunuh bukan menjadi keinginanku."

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Sangguk lagi masih menatap Baekho dengan tatapan tajam namun dengan bibir tersenyum.

Sungguh sebuah kombinasi yang aneh.

"Tidak ada. Aku tidak mengenal mereka. Mereka juga bukan urusanku."

Kali ini Sangguk benar-benar tersenyum. Meski Baekho tidak mengerti apa maksud dari senyuman di wajah Sangguk. Sangguk kemudian mengurai kakinya, meremas lengan sofa ketika hendak berdiri.

"Ikuti aku." Perintahnya.

***

_At Otherside_

Ketakutan...

Yunho dapat merasakan itu dalam dirinya ketika namja yang memiliki rupa seperti dirinya memeluknya erat.

Tapi anehnya dia merasakan kehangatan dalam pelukan namja itu. Yunho ingin membalas pelukan namja itu tapi tubuhnya membeku, dia tidak dapat menggerakkan tubuhnya meski hanya berupa gerakan kecil seperti menggerakkan jarinya. Dia menyaksikan sekitarnya berubah, seperti berada di atas awan. Gumpalan awan yang berwarna keungguan dengan sedikit pink dan juga putih.

"Guhaejwo... / (Save me)" Ucap namja itu lagi.

Entah untuk yang ke berapa kalinya Yunho mendengar namja itu mengatakan kalimat itu. Dia ingin bertanya tapi bibirnya terkatup rapat, terkunci. Dia diliputi perasaan frustasi.

"Kebebasan. Aku ingin bebas. Tempat ini mengerikan. Aku ketakutan..."

Untuk sejenak terdapat kesunyian di antara mereka. Namja itu tidak lagi bicara, namun memeluk tubuh Yunho kian erat. Sementara Yunho masih tidak dapat merasakan atau menggerakkan tubuhnya. Tapi dia dapat merasakan tangan namja yang memeluknya gemetaran. Seluruh tubuh namja itu menggigil untuk beberapa saat lalu terdiam. Mereka seperti membatu dlaam posisi berpelukan. Namja itu mengendurkan pelukannya, matanya menatap mata Yunho. Pandangan merek saling mengunci. Lalu tiba-tiba saja namja itu bergerak mundur. Ada gurat ketakutan terpancar di mata namja itu saat melihat Yunho. Langkah mundurnya limbung seperti ada benda tidak terlihat yang menyandung kakinya meski di sana tidak ada apapun selain mereka berdua.

"S-siapa kau?" Tanya namja itu terbata.

Yunho sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh namja itu. Tiba-tiba saja sikapnya berubah. Namja itu semakin menjauhi Yunho. Matanya bergerak liar.

"AAARRRRGGGGHHHHH!!!!!"

Kemudian namja itu berteriak lantang, menutupi kedua telinganya dengan telapak tangan, jatuh dengan lututnya terlebih dahulu.

"Jebal... jebal... jebal..." Racaunya.

Setelah meracau namja itu kemudian berdiri, kemarahan terpancar di kedua mata namja itu.

"LEMAH!!! RENDAHAN!!! KAU PENGECUT!!! KAU PIKIR DENGAN MENANGIS KAU AKAN MENDAPATKAN APA YANG KAU MAU? TIDAK!!!"

Kemudian namja itu berpaling, wajahnya kembali diliputi oleh kesedihan dan ketakutan.

"Jebal...aku tidak ingin di sini... a-aku..." Namja itu menundukkan kepala, menatap kedua telapak tangannya yang berlumuran darah.

Dia mengeleng kuat-kuat.

"Aniya... aniya... aniya..." Ujarnya dengan suara bergetar.

"HAHAHAHA!!! WAE?! TAKUT?!"

Air muka namja itu berubah lagi. Bengis. Matanya berkilat penuh gairah ketika menatap tangannya yang berlumuran darah. Senyum mengerikan terplester di wajahnya.

"SEE?! BUKANKAH INI SANGAT INDAH. KAU HARUS MELIHAT BAGAIMANA WARNA MERAH INI MENYEMBUR KELUAR DARI BADAN MEREKA YANG HANGAT!!!"

Senyumnya makin lebar. Suara tawanya bergema.

"HAHAHAHAHA"

"ANDWAEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE..."

Yunho tidak dapat melakukan apa-apa ketika namja itu makin ketakutan. Dari matanya yang terpejam erat Yunho melihat kristal-kristal bening bercucuran. Namja itu menangis.

"Aku berbeda... aku tidak sama... kita berbeda... jebal... lepaskan aku..."

Perlahan namun pasti tubuh namja itu menyusut. Makin mengecil bersamaan dengan pakaiannya. Dan berhenti saat namja itu menjadi bocah laki-laki. Bocah laki-laki itu melipat lututnya, menyembunyikan kepalanya di sela-sela lututnya. Menangis tersedu-sedu.

"Umma,,, hiks,,, appa,,, hiks,,, lihat aku juga,,, hiks,,, aku di sini,,, jebal,,, keluarkan aku dari sini,,,"

Dari sisi tubuh bocah yang sedang menangis itu Yunho melihat rantai menjulur naik. Keluar dari ruang hampa dan kemudiam membelit tubuh bocah itu. Menutupi seluruh tubuh bocah kecil itu sampai tidak terlihat. Dari situ Yunho mulai memahami sesuatu. Namja itu, bocah itu adalah dirinya. Dirinya di masa lampau. Sebelum dia menerima keberadaan Haneul.

Airmata mengalir di wajahnya. Perasaannya campur aduk sampai ketitik dimana dia tidak dapat mengenali rasa yang bergelut di dalam dirinya.

Ucapan namja itu adalah ucapannya. Perasaan yang menyelimutinya sebelumnya dalah milik namja itu yang juga adalah perasaannya. Semua yang terjadi, semua yang dilihat dan dirasakannya adalah Haneul. Tapi itu juga adalah dirinya. Perbuatan Haneul adalah perbuatannya. Mereka menunggu dirinya untuk mengingat dan menyatukannya.

Yunho menangis. Menangis untuk dirinya. Menangis untuk Haneul. Menangis untuk namja dan bocah yang terkurung dalam rantai-rantai bernama ketakutan, perasaan tidak diinginkan, kemarahan dan kepedihan. Berharap untuk ditemukan. Dibebaskan. Disatukan.

Dia mencoba melawan rasa kantuk yang tiba-tiba menyerangnya. Dia masih ingin di sana. Mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Namun rasa kantuk yang menyerangnya lebih besar daripada tenaga yang dia miliki. Pemandangan di sekitarnya mengabur, berubah menjadi asap dan yang Yunho lihat selanjutnya hanyalah gelap.

"Hanuel-ah,,, mianhae..."

***

"Haneul-ah,,,"

Sebuah suara yang lembut dan terdengar penuh kasih memanggil namanya.

NNNGGGIIIIINGGGGG

Eunho mengibaskan kepalanya yang tiba-tiba saja diserang rasa pening yang hebat. Seperti mendapatkan pukulan dari palu besi. Nafasnya yang terengah menjadi makin berat.

"Ada apa ini?" Pikirnya.

"Mianhae ..."

Lagi-lagi suara itu bergema di dalam kepala Eunho. Sekali lai dia mengibaskan kepalanya kali ini lebih kencang disertai pukulan dari tangannya di kepala seolah ingin mengeluarkan suara itu. Suara itu seperti lagu lullaby yang membuatnya ingin tidur. Tapi dia tidak ingin tidur. Tidak sekarang, saat Hyunwoo bergerak untuk mengambil bola yang tadi telah dia lemparkan. Dia mencoba untuk focus pada gerakan Hyunwoo, membaca ke mana arah bola yang pasti akan di lempar ke arahnya. Tapi rasa kantuknya semakin hebat, menyuruhnya untuk tidur saat itu juga. Eunho merasakan kepalanya menjadi ringan dan tubuhnya seakan sedang diayun-ayun.

Kemudian semuanya menjadi gelap.

Jaejoong menyadari ada yang tidak beres dengan sikap Eunho yang sudah beberapa kali mengelengkan kepalanya di tengah lapangan. Dia hendak membunyikan peluit saat dia melihat Eunho memejamkan matanya tapi sedetik kemudian matanya kembali terbuka.

Eunho membuka matanya. Dia menoleh ke kanan dan kiri, mengamati sekitarnya.

"Huh? Lapangan...." Dia bergumam.

Dia mengerakan matanya lagi untuk melihat lagi, lalu berhenti pada satu orang yang berdiri di pinggir lapangan.

"Jaejoong...?" Gumamnya saat dia melihat Jaejoong berdiri agak jauh dari tempatnya.

Pandangannya kemudian tertuju pada beberapa wajah asing lain yang berada di lapangan.

"HYYUUUNG..."

Dia menoleh dan mendapati Changkyun melambaikan tangan dan berlari kecil ke menuju ke lapangan tempatnya berada. Perhatiannya terpecah, dia kebinggungan dan tidak melihat Hyunwoo yang telah melemparkan bola ke arahnya sampai Changkyun berteriak.

"AWAASS!!!"

Eunho menoleh dengan cepat ke penjuru arah, mendapati bola meluncur ke arahnya. Karena kaget dia melompat ke atas namun bola yang terbang ke arahnya tetap mengenainya. Tepat di bagian yang membuatnya melotot tanpa bisa mengeluarkan suara.

Mnhyuk, Kihyun dan juga Jaejoong yang berada di luar lapangan menahan nafas ketika bola itu mengenai selangkangan Eunho.

"Ouch ..."

Wonho mengeryit nyeri meski bukan dia yang terkena lemparan bola Hyunwoo tapi sebagai sesame namja dia dapat merasakan apa yang saat ini dirasakan oleh Eunho. Eunho memegangi daerah selangkannya, menunjuk ke arah Hyunwoo, ingin mengumpat tapi suaranya tidak mau keluar. Dia berjalan ke pinggir lapangan, satu tangan memegangi selangkangannya dan satu tangan menutupi wajahnya yang merah karena menahan kesakitan yang luar biasa. Perutnya terasa sangat mulas akibat bola itu tepat mengenai 'joystick'-nya.

Kihyun segera berlari, menghambur pada Eunho yang berjalan membungkuk keluar lapangan, diikuti Minhyuk, Hyunwoo, Wonho dan juga Jaejoong. Sementara Hyungwon berjalan paling santai di belakang. Lalu Changkyun yang berlari masuk ke dalam lapangan. Ketujuh namja itu mengerubungi Eunho yang menyandarkan kepalanya di jaring kawat pembatas lapangan. Dia ingin mengumpat atau mengerang tapi suaranya terlanjur tercekat.

Hyunwoo menepuk-nepuk punggung Eunho.

"Hyung, gwaenchan-a?" Tanya Kihyun dengan khawatir sembari menepuk-nepuk punggung Eunho.

"Big accident." Gumam Minhyuk.

Wonho menoleh pada Hyunwoo yang terdiam. "Apa kau sengaja?"

"Bukan salahku. Mana mungkin aku tahu jika bola itu mendarat di sana." Jawabnya santai.

Jaejoong membungkuk untuk melihat keadaan Eunho.

"Eunho-ssi, kau baik-baik saja?" Tanyanya.

Yunho menoleh, semakin binggung karena Jaejoong memanggilnya dengan nama yang sangat asing. Saat dia akan membuka mulut untuk bertanya, perhatiannya kembali teralihkan oleh Changkyun.

"Hyung,,, "

Dia menoleh.

"Bukan salahmu." Katanya saat melihat tatapan Changkyun yang merasa bersalah.

Hyungwon yang berada di paling belakang segera menyadari perubahan cara bicara Eunho. Dia kemudian menyeruak ke dalam lingkaran orang yang mengelilingi Yunho.

"Maaf... permisi..." Ucapanya saat dia bergerak menyelip di antara Wonho dan Minhyuk.

Dia kemudian meraih pergelangan tangan Yunho, menariknya menjauh dari semua orang yang menatap keduanya dengan binggung. Karena otaknya masih dalam proses mencerna, Yunho menurut saja saat Hyungwoon menarik tangannya. Setelah Hyungwon merasa mereka cuku jauh dari yang lainnya, dia melepaskan tangan Yunho.

"Yunho hyung?"

Panggilan Hyungwon terdengar seperti sebuah pertanyaan daripada sebuah panggilan.

"Ya." Jawab Yunho sama tak yakinnya dengan Hyungwon.

Kelopak mata Hyungwon berkedip cepat.

"Bagaimana aku bisa ada di sini?" Tanya Yunho.

"Oh my..."

Hyungwon mendesah dengan kepala terlempar ke belakang. Dia kemudian meraup wajahnya ke atas, menyambung dengan mengusap rambutnya ke belakang.

Kening Yunho berkerut dalam, melihat reaksi Hyungwon.

"Listen hyung." Hyungwon berbicara dengan nada yang serius. "Sekarang namamu adalah Eunho. Yoo Eunho."

"Mwo?"

"Aku tidak ada waktu untuk menjelaskan di sini."

Hyungwo menoleh ke belakang, kemudian menunjuk ke arah Kihyun.

"Dia adalah saudara sepupumu. Untuk saat ini."

"Hah?!"

Yunho yang makin kebinggungan membuat Hyungwon mengerang frustasi.

"Aku akan menjelaskannya tapi tidak di sini. Sekarang kita harus pergi dari sini sekarang juga. Untuk sekarang ingat saja apa yang sudah aku katakan." Ucapnya dengan cepat.

Yunho memutuskan untuk mengangguk walaupun sebenarnya dia masih tidak paham dengan situasinya saat ini. Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya. Tapi saat ini dia memutuskan untuk meuruti saran Hyungwon.

"Kita kembali ke sana. Tapi ingat namamu adalah YOO EUNHO." Ujar Hyungwon memberi tekanan di nama asing yang harus Yunho pakai.

Ketika mereka hendak kembali ke lapangan, pandangan Hyungwon bertumbuk pada sosok Jaejoong yang sepertinya sedang berkenalan dengan Changkyun. Namja yang berprofesi sebagai detektif kepolisian itu berdiri di dia antara Hyunwoo dan juga Wonho. Lalu di sebelah Wonho ada Kihyun, kemudian Minhyuk.

Dia memutar bola matanya lalu menoleh pada Yunho yang menatapnya binggung. Yunho sangat binggung saat ini. Dia juga tidak tahu sudah berapa lama dia kehilangan kesadaran. Kenapa dia ada di sana dan kenapa Jaejoong juga ada di sana. Sementara ingatan yang dia punya hanya sampai di mana dia harus menjauhi Jaejoong.

Hyungwon menghadang jalan Yunho, yang jelas sedang berjalan tanpa melihat karena sedang memikirkan sesuatu. Dia mengangkat tangannya untuk menghentikan Yunho.

Yunho tersadar dari putaran pertanyaan yang ada di kepalanya dan menatap Hyungwon.

"Hyung sebaiknya tunggu di luar. Aku yang akan menemui mereka dan bilang kalau kau ada urusan. Tunggu aku di tempat parkir." Pintanya dengan pandangan memohon.

Yunho menarik nafas panjang setelah berpikir untuk sejenak. Daripada mengambil resiko yang mungkin akan membahayakan, sia akhirnya mengangguk. Menyanggupi permintaan Hyungwon.

"Baiklah. Aku duluan."

Yunho menepuk bahu Hyungwon beberapa kali, lalu berbalik arah. Kemudian Hyungwon melanjutkan langkah kakinya menuju lapangan. Dalam setiap langkahnya pertanyaan juga tak luput dari kepalanya. Kenapa Yunho tiba-tiba muncul di saat yang tidak terduga. Kenapa Yunho terlihat kebinggungan tidak seperti yang sebelumnya.

"Kihyun?"

Kihyun tersentak saat mendengar suara dari Hyungwon yang memanggilnya. Dia menoleh dan kemudian celingukkan saat sadar hanya Hyungwon yang kembali.

"Di mana Eunho hyung?"

Pertanyaan itu yang pertama keluar dari bibirnya.

"Iya di mana Eunho hyung?" Minhyuk ikut bertanya. "Apa dia perlu di bawa ke rumah sakit?"

Hyungwon berdeham sebelum menjawab, mencoba mengusir rasa tertekan karena tatapan mata dari orang-orang yang tengah melihat dirinya, menunggu jawaban darinya. Terutama tatapan curiga yang diberikan oleh Jaejoong padanya.

Dia mengalihkan pandangan matanya ke objek lain selain orang-orang di sekitar.

"Eunho hyung mendapat telfon mendadak karena urusan pekerjaan jadi dia pulang duluan." Dia mengendalikan cara bicaranya, agar terdengar senormal mungkin. "Karena itu dia memintaku untuk memberitahumu."

Jantung Kihyun mencelos, dia tidak pernah merasa sekecewa itu.

"Tapi dia berjanji akan mengunjungimu secepatnya. Setelah urusannya selesai." Cepat-cepat Hyungwon menambahkan.

Jaejoong menatap Hyungwon tajam. Meski sangat tipis dia melihat tanda-tanda kebohongan dari namja langsing itu.

***

-TBC-

***

Anyyeong.... 🤗

Tumben ya ane update jam segini
Hahahaha...
Biarkan sekali2 ane jadi normal dikit...

Adakah di sini yang belum tahu wujud dua beruang yg ane bawa2 d chap ini?
Kl blum nih ane kasi sisipin picnya..


☝️ beruang hitam asia
Alias si Hyunwoo 🤣🤣🤣

N ini beruang grizzly
Aka babe Yun, pak Yono alias
Yunho/Haneul/Eunho

Wkwkwkwk
Entah knp ane jd keingatan masha n the bear

Ok. Cukup sekian cuap3 gaje n gak muti dr ane

Thanks buat semua yang udh ngikutin, baca cerita dr ane yg mleber nyampe kmn2 ini

Please vomen if you like it

See you soon

Bye....
🤗😙

Continue Reading

You'll Also Like

101K 5.8K 140
𝐭𝐡𝐞 𝟐𝐧𝐝 𝐛𝐨𝐨𝐤 𝐨𝐟 𝐬𝐡𝐨𝐫𝐭 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐨𝐥𝐢𝐯𝐢𝐚 𝐫𝐨𝐝𝐫𝐢𝐠𝐨 𝐚𝐧𝐝 𝐲/𝐧'𝐬 𝐦𝐞𝐞𝐭-𝐜𝐮𝐭𝐞𝐬/𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐢�...
370K 13.1K 42
فيصل بحده وعصبيه نطق: ان ماخذيتك وربيتك ماكون ولد محمد الوجد ببرود وعناد : ان مارفضتك ماكون بنت تركي !
58.7K 2.7K 96
for everyone to know this story is just fiction and no truth
163K 10.9K 125
Disclaimer: I do not own this story, this is just and heavily edited MTL. Full title: Stockpiling Supplies and Raising a Child in the Post-Apocalypti...