SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

By JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... More

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
10~He~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
17~Karakter Tersembunyi~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
23~Sebuah Awal Buruk~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
30~Posisi dia di hatinya~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
45~Persiapan Gencatan Senjata~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
54~Di balik Senyum Manis~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
NEW GENERATION

Epilog

3.7K 179 68
By JasAlice

Satu bulan lebih lima hari Alice baru lanjutin Epilog ini. Fyuh, selama dua minggu setelah bagian Ending publish, baru minggu kedua itu syaratnya terpenuhi. Belakangan Alice juga sibuk dengan tugas dan ngeliat kembali Epilog yang Alice buat kurang sreg. Makanya batal publish dan ditulis ulang.

Kadang pengen ngakak pas tau pembaca SPG tembus 200 viewers bagian Ending. Kayaknya pada pilih baca Ending sebelum nyesek nikmatin alur yang terkesan happy, padahal Endingnya nyesek.

Masih ingat gimana pengorbanan Julian untuk hadir di sisi Olyn, sekali pun dia amnesia? Julian punya caranya sendiri untuk mengambil hati Olyn. Julian tetap bertahan dan selalu menjaga Olyn dari orang yang menjahatinya, sekali pun dia terluka. Tapi, ada titik di mana Julian minder dengan keadaannya. Dia cacat. Ia berpikiran Olyn mulai menyayanginya karena kasihan. Ia yakin, tatapan sedih Olyn adalah rasa jijik yang ditutupi.

Akhirnya, Julian menyetujui ajakan Papanya untuk berobat dan melanjutkan sekolah di negara asalnya.

Meninggalkan Olyn dengan perasaannya.

Ugh. Sedikit throwback ya. Biar Alice mengingatkan kembali cerita yang mungkin udah kalian lupakan alurnya wkwk.

Terimakasih untuk seluruh Pembaca Setia SPG. Love u gengsssssssss ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

*

*

*

*

"Melepaskanmu begitu sulit, meskipun waktu masih berjalan."

***

"Adakalanya aku berpikir ulang untuk mengklaim apakah kamu pantas berada di sisiku."

**

Euforia dengan wajah kebahagiaan terpatri setiap langkah kakinya menuntun melewati koridor sekolah. Teriakan kegembiraan itu tidak lepas dari pendengaran gadis yang tengah menggenggam tas laptop dan tangan satu memegang map. Banyak berkas yang akan ia urus—sekarang.

"OLYN ...."

Langkahnya terhenti. Ia berdecak kesal meskipun seulas senyum menghiasi wajah datarnya. Merasakan pelukan hangat oleh sahabatnya yang tengah menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan kiri saking semangatnya.

"Congrats ya!" pekiknya tidak memedulikan orang sekitar yang tengah menatapnya aneh.

"Mil, udah deh. Lo jangan bikin kita malu."

Kania menarik lengan Milly membuat ia cemberut karena pelukannya terlepas.

"Gue lagi melepas rindu tau!" ia melipat kedua tangan di dada. "Dua minggu lebih kita sibuk dengan urusan masing-masing sampai mencari waktu luang aja susah. Gimana setelah kita kuliah? Kalian berdua pasti mengabaikan gue." lanjutnya membuang pandangan.

Kedua sahabatnya tersenyum kecil. Ada rasa rindu yang sebenarnya mereka tahan. Sampai detik ini, perjuangan mereka di putih abu-abu telah selesai. Melewati masa ujian yang penuh pergantian sistematika disetiap tahun membuat mereka harus menyiapkan mental setelah percaya pada kemampuan mereka ditambah jadwal les yang padat.

"Kalau gitu gue pergi dulu, mau kepo sana sini."

Milly berjalan angkuh meninggalkan Olyn dan Kania yang menggeleng lemah. Sepertinya Kania akan berurusan dengan Milly. Memikirkan cara untuk membuat hati gadis bermata sipit itu luluh.

Pandangan keduanya bertemu. Kania tersenyum bahagia dan menepuk pelan bahu Olyn. "Gue ucapin selamat atas usaha lo selama ini, Lyn. Sukses untuk calon Gadjah Mada Muda."

"Perjalanan hidup akan kembali dimulai dengan jenjang dan perkembangan usia menuju kedewasaan diri." sahut gadis itu ikut tersenyum. "Sukses juga buat lo lulus jalur SNMPTN Psikologi UI."

"Terimakasih." balasnya tersipu, lalu mencoba menghilangkannya dengan bertanya pada Olyn. "Itu kan Universitas impian lo, kenapa kemarin daftar jalur undangan buat study di Jogja?"

"Sepertinya setelah rasa penasaran lo tahan, saatnya untuk gue bilang yang sejujurnya." gadis itu menghela napas pendeknya. Olyn sudah mengikhlaskan semua perasaannya, tapi tetap saja ia manusia biasa yang berharap waktu akan berpihak padanya. "Universitas ternama itu adalah impian dia, Ka. Tidak menutup kemungkinan juga kalau gue mulai merasa nyaman pada pilihan itu. Merasakan atmosfir yang berbeda di kota dan teman baru."

Olyn menjelaskan segala sesuatunya karena melihat tatapan gadis itu berubah sendu. Alasan pertamanya tidak akan menjadi tonggak utama karena ia sudah mengambil langkah dan memperkuat prinsip hidup.

Seseorang yang masih betah singgah di hatinya selalu menyadarkan Olyn untuk tetap berdiri di masa tersulit sekali pun.

Julian. Memberikan pelajaran hidup yang sangat membekas di hati Olyn.

"Dia gak akan kembali ke Indonesia, Lyn." Olyn menutup kelopak matanya. Nyeri menghinggapi rongga dada. "Julian akan melanjutkan program studi Kedokteran di Amerika." satu tetes air mata luruh.

Dengan cepat menghapus air mata dan tersenyum paksa pada Kania yang menatapnya kasihan. "Gue udah tau kok. Kan lo yang bilang sendiri minggu lalu." sahutnya setenang mungkin.

Kania memang menceritakan semuanya pada Olyn setelah apa yang didengarnya ketika berkunjung ke rumah Joshua. Ketika ia memasuki pintu utama, langsung saja ia bingung melihat rona kebahagiaan dari wajah Joshua yang selama ini murung. Satu nama yang disebut Joshua membuat Kania membeku. Ia mulai tahu si penelepon itu dan hal yang membuatnya kaget adalah keputusan orang di seberang sana membuat Joshua terduduk lemah di sofa.

"Ja-di, l-lo bakal lanjut kuliah Kedokteran di Am-merika?"

Kania mengerjapkan matanya saat bahunya terguncang. Ia melihat Olyn yang tersenyum manis padanya. Raut wajah ikhlas selalu ia pancarkan satu setengah tahun ini.

"Gue belajar mengikhlaskan semuanya. Mungkin kepergian Julian awalnya buat gue frustrasi. Tapi, tanpa sadar kedekatan gue dan dia mengajarkan banyak hal. Dia mulai memupuk rasa tegar di hidup gue. Gue hanya perlu yakini satu hal, bahwa perjalanan hidup gue baru dimulai."

"Mama, saudara-saudara gue, keluarga besar gue, sahabat dan teman menunggu langkah gue selanjutnya. Hidup ini adalah pilihan, Ka. Gue menjalani layaknya remaja pada umumnya. Berusaha menerima kenyataan pahit dalam percintaan, tapi gue gak akan terperosok begitu dalam."

"Logika dan perasaan gue berfungsi pada porsinya masing-masing." ia menepuk hangat bahu kanan Kania. Gadis itu tengah menatap Olyn tak berkedip. Olyn tersenyum manis sambil mengedipkan sebelah matanya. "Gue ke perpus dulu, ya. Mau cek email yang masuk."

Kemudian melangkah santai—mengikis seluruh beban dan rasa kecewa. Semua rasa yang ditinggalkan itu perlahan menguap.

Bukan tentang meninggalkan atau pun melepas. Bagaimana persepsinya, hanya mereka yang merasa ditinggalkan dan dilepas-lah mampu memahami semuanya. Mengambil keputusan yang awalnya sulit. Namun ketika mereka mampu memposisikan letak logika dan hati, artinya mereka telah mampu berdiri tegak di antara masa lalu dan masa kini.

**

Jemari lentik itu berkutat di atas keyword laptop. Ia sibuk membuka akun email, sesekali melihat bangku sudah penuh dipadati murid kelas 12 yang tengah mempersiapkan berkas mereka untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi—Strata satu.

Tangannya berhentik bergerak lincah, berganti dengan detak jantung yang cukup membuatnya kaget. Satu tahun lalu, setelah hampir enam bulan kepergian Julian yang meninggalkan banyak luka, Olyn ambisius. Ia ingin pergi. Meninggalkan kota dan negara yang hanya membuatnya patah hati.

"Ini serius?!" Olyn terlonjak kaget.

Napas Olyn tercekat saat wajah berseri Dean tidak diharapkan Olyn. Terlebih pria itu mengambil duduk di sampingnya dan ikut membaca emailnya. Gawat!

"Lo beneran lulus di Bilkent University?!"

Kedua kelopak mata Olyn terpejam sebentar. Usaha yang selama ini ia tutupi ternyata sudah diketahui—sekali pun orang itu Dean.

"Hmm," balasnya pendek dan menjauhkan laptop, kemudian log out.

Dean memiringkan tubuhnya agar bisa menatap Olyn. "Gue denger, nama lo lulus jalur undangan di UGM, kan?" Olyn mengangguk singkat. "Ternyata lo juga daftar Universitas luar negeri? Please deh, gue gak ngerti jalan pikiran lo, Olyn. Lo mau ninggalin negara ini dan memberikan bangku kosong ke calon peserta gadjah mada muda untuk yang lain?"

Olyn tidak tersinggung dengan ucapan yang lebih berupa sindiran itu. "Gue pilih untuk lanjut pendidikan di negara gue."

Dean tersenyum lebar. "Alasannya apa sampai waktu itu lo mau tinggalin negara sendiri?"

"Gue salah pilih jurusan yang gak sesuai passion gue. Lagi pula, gue mau ambil S1 di sini dan mungkin setelah lulus baru gue mau daftar untuk lanjut program studi." jelas Olyn diangguki Dean.

"By the way, lo gak mau beri gue selamat gitu?" tanya Dean menyeringai misterius.

Sebelah alis Olyn terangkat. "Memangnya ada apa?"

Olyn sedikit memundurkan tubuhnya saat Dean mencondongkan tubuhnya. Pria itu menaruh satu tangannya di belakang tubuh Olyn, tepatnya bangku gadis itu. "Kita bakal ketemu lagi di kampus yang sama."

Olyn merasa deja vu. Ingatannya berputar pada kenangan yang salah. Ia mendesah pelan. Kenangan tidak pernah salah, tetapi proses awal yang dilalui tersebut yang salah. Ia lebih menikmati proses tanpa tahu bahwa konsekuensi jatuh cinta—bisa menderita.

"Kita satu fakultas dan satu jurusan lho," Olyn mengerjap ketika bahunya ditepuk pelan. Dean tertawa pelan melihat ekspresi lucu Olyn. "FMIPA program studi fisika."

**

Olyn bersama teman sekelasnya berfoto dengan wajah bahagia. Mereka mengambil pose saat melempar topi wisuda bersama-sama. Mereka bahagia lulus dengan nilai yang memuaskan dan akan melanjutkan studi di kampus pilihan mereka.

Tepukan meriah mereka menjadi tontonan beberapa orang yang lalu lalang di sekitar lapangan. Banyak orang masih berada di dalam aula.

Setelah selesai, Olyn menjauhkan diri dari kerumunan setelah ia menitipkan topi wisuda itu kepada Key. Baju toga berwarna biru dongker dengan kerah berwarna hitam membuat Olyn bangga. Ia sukses menjalani masa SMA nya sekali pun sering merasakan hari—tanpa bahagia.

Senyum kebahagiaan masih terpancar dari wajah manis Olyn. Meskipun ia tidak menampik akan ada masa SMA yang telah ia tempuh, mulai menghilang. Keadaan di bangku sekolah akan berbeda dengan bangku jenjang Perguruan Tinggi. Ia harus menata masa depannya lebih baik lagi.

Ponsel Olyn bergetar. Belasan notifikasi memenuhi layar ponselnya. Olyn tersenyum kecil saat grup WhatsApp-nya penuh dengan foto beberapa detik lalu.

Kening gadis itu mengkerut mendapat chat dari Kania.

Gue di belakang lo.

Refleks Olyn berbalik, lalu mendapati Kania yang tersenyum lebar sambil melambaikan sebelah tangannya. Jarak mereka sekitar lima puluh meter.

Olyn mengangkat dan mengguncang ponselnya sebagai isyarat.

Gadis itu kembali menurunkan ponsel dan menatap layar tipis itu.

Bersiaplah.

"Maksud chat ini apa, Ka?!" tanya Olyn sedikit berteriak.

Ia jadi bingung dengan WhatsApp Kania. Padahal, lebih baik di antara mereka ada yang mengalah dan menemui satu sama lain daripada saling memberi pesan di lingkungan yang sama.

"Lah, kok ditinggal?"

Kania langsung pergi dari pandangan Olyn dengan langkah santainya. Olyn berdecak kesal, seolah Kania sedang membuat teka-teki. "Itu anak kenapa sih? Apa dia mau kasih kabar bahagia kalau dia dan Joshua mempercepat pertunangannya?" ucapnya. "Mungkin Kania takut kalau Joshua bakal berpaling dan memilih cewek London."

Olyn mendengus geli. Ia mengenyahkan pikirannya yang akan menjadi bomerang di antara ia dan Kania. Meskipun Kania jarang menunjukkan kecemburuan pada gadis di sekitar Joshua, tetap saja gadis itu tidak ingin Joshua memasukan cinta yang baru.

Lalu, bagaimana dengan dirinya sendiri yang masih menyimpan satu nama dalam hatinya? Bagaimana dengan ia yang—siapa tahu telah menata hati yang baru?

Olyn menggeleng keras. Sekali pun itu menjadi nyata, biarkan saja. Ia tidak boleh kembali egois.

Ia menghela napas berat. Membalikkan badan, berjalan keluar area lapangan yang mulai sepi.

Deg!

Napas Olyn tercekat.

Tubuh dan kakinya kaku melihat seseorang yang berdiri sambil menutupi wajahnya dengan bucket bunga. Jarak yang tidak terlalu jauh, bukanlah penghalang bagi Olyn untuk mengenali postur tubuh tegap itu. Tubuh tinggi itu ...

Olyn menutup mulutnya tidak percaya ketika bucket itu perlahan menyingkir dari wajah pria itu. Senyum yang selalu Olyn rindukan, meski dalam mimpi kini benar hadir dalam dunia nyatanya. Sampai kedua lengan itu terbuka lebar, satu pekikan kuat menggema begitu saja.

"Julian!"

Pria yang Olyn rindukan hampir satu setengah tahun itu kembali. Ia hadir begitu memukau.

Olyn berlari mendekati Julian yang merentangkan kedua tangannya menyambut gadis pujaannya. Seorang gadis yang sangat ia rindukan selama ini. Sudah cukup ia tersiksa fisik maupun psikisnya.

Griselda Violyn adalah obat penyembuh baginya.

Sampai akhirnya Olyn telah berdiri di depan Julian dengan berlinang air mata kebahagiaan. Julian bisa merasakan napas memburu Olyn.

Julian tersenyum kecil dan menunduk. Ia menyadari bahwa Olyn sedikit terlihat lebih kecil atau mungkin Julian-lah yang bertambah tinggi.

"Hai ... Oli-ku," bisiknya di depan wajah Olyn. Jemari rampingnya menghapus air mata yang semakin deras itu. "Maaf. Karena aku lah penyebab air mata ini jatuh."

Tidak ada kalimat yang keluar dari bibir Olyn, selain isakan kecilnya. Hati Julian semakin gusar. Ia mendekatkan bucket itu pada Olyn agar gadis itu mau memafkannya. Tapi, semuanya terjadi di luar ekspektasinya ...

.

.

.

.

.

"SIALAN LO BULE JELEKKKKKKKKKKKKK!!!"

"KYAAAAAAAAAAAA!!!"

"Rasain lo!"

Olyn menarik rambut Julian sekencang mungkin sampai pria itu merintih kesakitan. Tidak tanggung, gadis itu memukul bahu Julian berulang kali.

"Berengsek lo! Beraninya mainin perasaan gue! Lo udah ninggalin gue tanpa kabar dan sekarang muncul dengan sendirinya!"

"Aduh," rintih Julian mencoba melepaskan diri. "Please, aku minta maaf atas semua yang udah aku lakukan ke kamu."

"BODO AMAT! LO BUAT GUE MENDERITA SELAMA INI. GUE BENCI SEMUA TENTANG LO! GUE KANGEN KERIBUTAN DI ANTARA KITA! GUE BERHARAP LO JADI DALANG DI BALIK HUKUMAN YANG GUE TERIMA DARI GURU PIKET! GUE MAU LO YANG IKETIN TALI SEPATU GUE SAAT LEPAS! GUE MAU LO YANG PASANGIN JEPIT RAMBUT PEMBERIAN LO! GUE MAU LO YANG MENJAGA GUE DI SAAT SENANG MAUPUN SUSAH! GUE MAU LO HADIR DI SISI GUE SELA—"

Julian mendekap erat Olyn. Ia tidak akan membiarkan gadis itu membenci dirinya lagi. Sekali pun ia pergi, ia akan pergi untuk kembali. Tetap pada cinta sejatinya, untuk tunangannya.

Sekarang. Julian hanya tahu bahwa mereka saling mencintai. Pengorbanan dan kesabarannya terbalaskan.

Julian mengeratkan pelukannya saat tangis Olyn semakin pecah. Gadis itu bahkan tidak membalas pelukannya sampai Julian yang mengurai pelukan mereka.

Pria itu meraih kedua tangan Olyn. Menggenggamnya erat seakan tidak ingin melepasnya lagi. "Bagaimana pun, aku tetap kembali pada cinta yang sama. Perasaan ini akan tetap sama. Karena kamu-lah yang akan berada di sisi ku selamanya."

Olyn menangis bahagia saat Julian memberinya bucket mawar putih untuknya. Bahkan ia tidak menyangka Julian mengeluarkan satu cincin dari salah satu kelopak itu. "Untuk kamu, orang spesial di hatiku."
Olyn tersenyum bahagia ketika Julian menautkan cincin hasil jerih payah Julian beberapa tahun lalu saat pria itu sudah memutuskan harapannya.

"Terimakasih telah jatuh cinta padaku." ungkap Julian begitu bahagia menangkup kedua pipi Olyn.

Gadis itu mengangguk pelan, lalu mengulum bibirnya dengan pipi bersemu. Julian mengernyitkan alisnya. "Kenapa?" tanyanya mulai khawatir.

Olyn menunjuk ragu ke arah Julian. "Itu,"

"Apa?"

Pandangan mereka bertemu dengan ekspresi berbeda. Olyn kembali menunduk malu. "Maaf, udah buat rambut kamu berantakan."

Yash.

Julian yang baru menyadari segera merapikan tatanan rambutnya—seperti orang gila. Pria itu tertawa pelan membuat Olyn mendongak sedikit takut.

Masih untung Olyn menarik rambut dan memukul bahunya. Ia bahkan hampir takut Olyn mencakar atau mengeluarkan sesuatu yang tajam karena tersiksa dengan keputusan yang Julian ambil sepihak.

"Eh,"

Julian terpaku melihat Olyn yang sedikit malu merapikan rambut tunangannya. Ia sedikit melirik setelan jas biru dongker dengan kemeja putih dan dasi hitam, serta celana sepadan yang membuat Julian semakin memesona.

"Aku enggak nyangka kamu datang acara wisuda aku dan kamu ..." Olyn menggantungkan kalimatnya. Ia menggigit bibir bawahnya gugup. "... kamu udah kembali sehat."

Senyum tipis itu menghiasi wajah blasteran Julian. Ia mengelus puncak kepala Olyn. "Semua ini atas kehendak Allah," balas Julian. "Aku pergi untuk berobat, meskipun kepergianku membawa luka bagi kamu."

Olyn menggeleng cepat. "Kita lupakan saja kejadian waktu itu. Biar menjadi pelajaran untuk aku dan kamu. Selama ini aku berusaha untuk tegar dan mandiri menjalani proses patah hati."

Julian mengangguk patuh. "... dan sekarang kamu gak akan patah hati lagi. Kita akan merajut kasih kembali," bisik Julian membuat Olyn bersemu.

Pria itu menyingkirkan tubuhnya dan berkata sebelum Olyn tidak bisa melanjutkan kalimatnya. "Mari kita bertemu keluarga besar."

Dari kejauhan semuanya berkumpul dan melambai penuh kebahagiaan.

Diana, Kania, Joshua, Milly, orangtua Julian dan ... Merriam dan Nyonya Schmidt!

Olyn tidak menyangka hari ini adalah hari penuh kebahagiaan untuk dirinya. Orang yang Olyn cintai hadir di moment tak terduga.

Ia terkesiap saat melihat seseorang yang hampir dilewatkanny. Seorang gadis dengan jilbab pink soft itu ikut melambai bahagia.

"Masih cemburu?" bisik Julian jahil.

Olyn menoleh cepat dan tersenyum miring. "Siapa bilang? Aku udah berlatih selama satu setengah tahun untuk semua rasa kecewa yang pernah aku alami. Hadirnya Azura gak akan membuat aku bete. Tapi, aku sadar kalau Azura bisa jadi teman yang baik, bukan untuk dijauhi karena masa lalu kalian."

Julian tersenyum puas saat Olyn melangkah terlebih dulu menuju keluarga besar mereka. Gadis itu sudah tumbuh menjadi Griselda Violyn yang lebih kuat.

"Mau mendengar sesuatu?" Julian mensejajarkan langkahnya.

"Apa?"

"Aku akan melanjutkan program studi ke Amerika."

"Sudah tau," balasnya tanpa menoleh dan tetap berjalan dengan pandangan lurus.

Julian mengangguk kecil. Ia tidak perlu kaget Olyn akan mengetahui perihal studinya. "Aku lulus program studi Kedokteran, lho." bangganya.

Olyn tersenyum mengejek dan menghirup aroma bucket itu sebentar. "Mereka salah meluluskan calon mahasiswa yang takut sama jarum suntik."

Julian mencebikkan bibirnya ketika aibnya diumbar. "Itu dulu, sekarang udah enggak." balasnya jujur.

Olyn mengangguk malas dan langkahnya terhenti mendengar kalimat lain tertangkap jelas oleh indra pendengarannya. "Aku dan Azura akan sekelas lagi."

Julian tidak bermaksud menyakiti perasaan Olyn. Ia hanya ingin memberitahu bahwa ia dan Azura akan melanjutkan studi di negara, universitas, bahkan jurusan yang sama. Lebih baik Olyn tahu darinya daripada Azura atau orangtuanya yang memberitahukannya.

"Kalau kamu gak suka, aku bakal tes Perguruan Tinggi di Indonesia aja. Aku gak mau hubungan kita akan renggang hanya masalah sepele seperti ini." ucap Julian begitu cepat karena tatapan Olyn yang berubah datar.

Julian merasakan seluruh tubuhnya bergetar kala Olyn justru menarik lengannya—saling mengapit. Julian menaikkan sebelah alisnya ketika Olyn melambai senang saat jarak mereka hampir terlihat jelas.

"Kamu gak marah, ya?" tanya pelan Julian.

Olyn menabok pelan pipi kanan Julian, membuat sang empu kesal karena kerumunan orang di seberang mereka tertawa melihat ia dipukul Olyn.

"Buat apa aku marah untuk hal yang enggak penting? Meskipun kamu kuliah dengan Azura atau perempuan lain sekali pun, aku tau hati kamu tetap untuk aku."

"Boleh gak sih aku cium pipi kamu?"

Julian merasa gemas dengan ucapan gadis itu. Pikiran tunangannya sudah mulai dewasa. Gadis itu berpikir sebelum bertindak, mau memahami terlebih dulu segala sesuatunya.

Olyn mencibir, "Diam." balasnya ketus padahal jantung Olyn berdebar kencang. Apalagi saat ia melihat kedatangan tidak terduga Julian.

Ganti Julian memilih mengaitkan jemari mereka berdua. Rasanya begitu nyata saat harapan-harapan kecil yang selalu Julian impikan selama ini menjadi nyata. Olyn ingat pada dirinya dan gadis itu benar-benar jatuh cinta padanya.

"Tapi ingat," Julian menoleh pada Olyn yang menatapnya tajam. "Sekali kamu berpaling dari aku dan menjalin hubungan dengan perempuan lain, aku sunat kamu!"

Genggaman itu terlepas. Julian refleks menjaga jarak saat Olyn mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Julian. "Jika itu terjadi, aku bakal kejar kamu sekali pun bersembunyi di negara lain!"

Julian menggeleng cepat dan tanpa sadar menutup adiknya dengan kedua tangannya.

Cukup satu kali dalam seumur hidupnya Julian merasakan yang namanya sunat. Ia tidak ingin adiknya kembali terluka. Bisa habis lama-lama adiknya ini.

Julian lupa. Kalau Olyn termasuk gadis pemberani dan ia sadar yang diucapkan Olyn tidaklah bohong.

"Kamu gak serius kan mau buat aku sunat untuk kali kedua?" tanya polos Julian yang wajahnya berubah pucat.

Dalam hati Olyn ingin tertawa kencang.

Julian yang dulu dan sekarang masih sama. Sifat Julian saat menjadi musuh atau pun menjadi tunangannya tetap membuat Olyn bahagia berada di sampingnya. Ia tidak akan mudah berpaling mencari cinta yang lain. Bahkan Dean yang Olyn tahu gencar mendekatinya tidak akan mengurangi rasa cinta dan menggantikan posisi Julian di tempat terkecil hatinya.

Perasaan ini akan tetap sama. Olyn mencintai Julian, begitu pun sebaliknya.

Mulai detik ini Olyn akan menghargai kehadiran Julian. Ia tidak ingin pria itu pergi darinya.

Olyn melangkah bahagia, membiarkan Julian meneriakinya dengan julukan andalan. Terdengar rasa ketakutan yang kentara dari nada pria itu.

Olyn menghambur bahagia saat semuanya menyambut dirinya. Bahkan orang yang pertama memeluknya adalah calon ayah mertuanya. Olyn menangis bahagia. Di saat ini, hubungan ia dan Joshua kembali membaik. Mereka kembali berteman.

Semua sudah kembali bahagia ...

***

Salam Pencinta Happy Ending!

Yash ... Alice adalah penganut aliran Happy Ending sejati :D

Sekali pun untuk cerita yang Alice buat, tetap suka menulis akhir yang bahagia. Pernah ngerasain udah baca cerita panjang dengan part yang bejibun, tapi akhirnya mereka pisah karena gak cocok dan lain sebagainya. Lontong, itu buat sakit hati banget. Makanya, Alice kalau baca cerita juga pilih dulu :D

Mungkin banyak di antara kalian menyukai Sad Ending. Alice juga suka, tapi ada waktunya dan lebih pada Cerpen. Karena cerita pendek durasi membaca gak memakan waktu berjam-jam apalagi hari.

Pencinta Happy Ending pasti tau gimana sakit hatinya pas baca cerita yang bahagia, tapi ujung-ujungnya sedih. Wkwkwk dan Alice tau posisi kalian di Part Semua Tentang Kita.

Ini akhir yang sebenarnya dari SPG.

Terimakasih untuk  Kak nella, putri, nheya yang sering hadir di cerita SPG pada masa tersulitnya, saat followers belum sampai seperti sekarang.

JesicaSari4 Kak Raliatika2 Mega_aaa Reza_theresa17 Fatimahnr intanlll12 jesikaP9 dianbahar7  terimakasih udah menyukai SPG ❤❤❤❤. Huhu ... Alice terharu waktu SPG udah jadi bacaan favorit kalian. Banyak yang masukin reading list dengan kasih nama yang buat Alice senyum sendiri. Ugh, lope lope buat kalian semuaaaaaaa....

Teman-teman yang udah hadir dari awal, jadi teman Alice di WP rifadwi_hamidah Das_aulia01 jinie_c Kak kosclyp SelviAmelia07 Terimakasih boombayah kalian semua yang udah ngevote dan komen untuk SPG!

.

.

.

.

.

ADA APA DENGAN FOTO INI? :D

**

Follow Instagram Alice :@jasmineeal

Continue Reading

You'll Also Like

323K 15.9K 84
[SELESAI] Best Humor Love Story 😘 Tentang si Dea gila dan si Kevin yang acuh tak acuh. Ditulis : 30 september 2017
176K 9.5K 200
• Kumpulan Humor • Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang dalam Undang-undang pasal sekian dan nomor sekian Peringatan : ▪ Hati-hati bisa bikin ngak...
2.7M 131K 82
"Tertawa lah sebelum tertawa itu dilarang" Di cerita ini ada kumpulan beberapa humor yg bikin kmu ngakak abiz
179K 16.2K 50
Ini cerita horor ber-genre komedi romantis? Atau cerita komedi romantis ber-genre horor? [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 👑Rank 8 INDIGO👑(11/20) #1 Tahayu...