Kakak • lrh

By ohsnapitshood

2.1K 490 164

"Kakak?" "Kakak kenapa harus pergi jauh?" "Kalo kakak pergi jauh, aku mau ikut, mau sama kakak... Kakak disin... More

Special thanks!
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Kaka🍒
Luke
Kaka-kakak🍒
Kaka
Luke
Jack
Jack
Ben
Kaka
Luke
Luke
Jack
Jack
Kaka
Calum
Calum
Calum
Kaka
Kaka
Luke
Luke
Jack
Kaka
Jack
Luke
Kaka
Calum
Jack
Jack
Calum
Jack
Calum

Ben

28 7 3
By ohsnapitshood

"Ya, gue kesel aja, sama orang yang diajak ngomong terus nyambung dikit, suka. Apaan coba maksudnya?"

"Lah, biarin aja orang baper, gampang suka. Kok jadi lu yang ribet? Masa orang ditanya 'apa kabar', jawabnya 'kiko, enak tau!'. Gitu kan sakit Mal; jaka sembung bawa golok."

"Cakep. Apa tuh?"

"Ya ngga nyambung, goblok."

Gue akhirnya punya waktu senggang; setelah lima belas menit lalu masih menenangkan Lewi yang kepalanya sakit bukan main; suaranya hampir habis dan sekujur tangannya banyak luka lecet; saking sakit kepalanya, namun mama menahan tangannya untuk tidak memukul kepala atau menjambak rambutnya; jadi ia berujung mencakar tangan sendiri.

Sekarang, mama berada di bawah, nyari sarapan; jadi cuma gue dan Lewi disini. Semoga dia gak kayak tadi lagi.

Dan sekarang, Mali tumben tumbennya nelfon gue ngomongin mantan pacarnya yang baper bukan main. Kita gak selalu berantem kok, tenang aja—kalo berantem, ya, berarti dia yang mulai duluan.

Ya... ngga selalu dia duluan sih...

Tapi tetep aja seringan dia duluan.

Gitu, lah.

"Lagian udah lah, Mal." Gue menoleh; mendapati Lewi yang kali ini bangun lagi; membuka matanya perlahan. Dan iya, dia baru tidur dua puluh menit setelah semalam dan pagi buta tadi.

"Udah apaan?"

"Udah dulu, ntar gua telfon lagi." Sergah gue. "Dah."

"Ngeselin lu, ah." Decaknya, yang langsung memutuskan sambungan. Bodo, ah.

"Lew?" Tanya gue, mengusap bahunya dengan amat hati hati. "Kok bangun lagi?"

"Sakit banget," Lirihnya, mencengkram erat erat bed cover yang kini sedang digunakannya. "Please make it stop..."

"I wish i could." Lirih gue balik, gak tega melihatnya begini. "Ssh, jangan dicakar, Lew."

"Sakit..." ringisnya; setetes, dua tetes, diikuti tetesan lain yang turun dari manik birunya; membuat gue mendengus frutasi diam diam, ngerasa amat gak berguna; gak bisa berbuat apa apa. "Sakit, Ben..."

"Gue panggil dokter, ya—"

Handphone Lewi bergetar, menunjukkan nama Jack disana. Si ojek ngapain lagi, anjir...

"J-Jack?" Lirih Lewi; tangannya kali ini gemetar

"Kakak?"

Gue mengernyit. Kaka?

Oh iya, kan dia kemaren pulang bareng Jack.

Hari ini dia ulangtahun, ya?

"Hai, Ka." Senyum Lewi paksa. "Happy birthday, boo. Balik lagi yuk, ke 2011?"

"Gak mau!" Tukas Kaka, membuat Lewi tertawa kecil; amat kecil, sampai tak terdengar jelas. "Aku baru lahir, dong?"

"Iya..." angguk Lewi. "Maaf ya, gue gak bisa ke tempat lo sekarang..."

"—tapi gue janji, malem ini kita bakal—"

Ia kembali memegangi kepalanya; meringis kesakitan, mencoba tidak terdengar kesakitan di depan Kaka.

"Lew—"

Ia menggeleng pelan.
"—bakal ngerayain ulangtahun lo. Tiup lilin disini, ya? Lo mau kue apa?"

"Kak?"

"Iya?"

"Kakak lagi sakit, kan?" Tanya Kaka, yang emang gampang peka; tau benar saat Lewi benar benar sehat, dan cuma pura pura. "Nggak usah hari ini, kak."

"—aku... Aku kan udah gede, jadi gak usah tiup lilin lagi." Sambungnya; membuat gue lagi lagi hanya bisa mengacak rambut—merasa gak berguna.

"Lo harus tiup lilin." Tegas Lewi; menjauhkan handphone untuk sesaat, sementara ia terisak kesakitan; masih mencengkram bed cover erat erat. Buku tangannya hampir semua berwarna putih. "Ya?"

"Lew," gue mengusap bahunya; membuatnya menggeleng pelan, meski akhirnya meringis lagi. Tangannya gemetar kali ini, wajahnya pucat bukan main.

"Kak?"

"Hm?"

"Kakak lagi sakit, ya?"

Lewi menggeleng pelan; meredam dalam dalam isakannya.
"Nggak. Kenapa?"

"We don't have to blow the candle." Lirih Kaka. "Aku minta sama Tuhan biar kakak cepet sembuh, tapi kata om, Tuhan gak mau ngelakuin, kalo kakak gak mau bantu Tuhan..."

"G-Gue nggak apa apa..." senyumnya getir, setelahnya kembali menjauhkan telfon; terisak sembari meredam suara.

"Ka?" Gue merebut handphone Lewi begitu aja, persetan dia mau marah apa gimana; gak ada yang bisa liat dia begitu. "Ka, ini gua, Ben. Nanti malem tiup lilin di rumah aja ya? Sama Calum? Atau Jack?"

"Ben," Geleng Lewi, berusaha merebut handphonenya kembali; yang gagal, tentu saja, karena gue kini menjauh darinya. "Jangan..."

"Ya, Ka?" Tanya gue, meski terpaksa mengabaikan ujaran Lewi. "Atau mau tiup lilin di sekolah?"

"Aku nggak mau tiup lilin." Sahutnya, entah kenapa. "Bilang kakak cepet sembuh ya, om..."

"I-Iya." Angguk gue, yang juga merasa bersalah pada Lewi, karena kali ini ia terdiam pasrah begitu aja. Untung Kaka sekarang udah dewasa, jadi ngerti.

"Aku berangkat sekolah dulu ya." Tukas Kaka lagi. "Handphonenya aku kasih ke om Jack."

"Oke." angguk gue. "Dah, Ka. Happy birthday, ya."

Suaranya tak terdengar lagi; Jack juga pasti memutuskan sambungannya, karena sekarang tidak ada lagi nada sambung.

"Lew—"

"Shut up." Sergahnya; kembali berbaring, kali ini memunggungi gue.

Ah, ngambek kan.

"I'm sorry." Tukas gue, yang tidak digubrisnya.

Biarin dulu deh, butuh waktu sendiri kali.

Gue berjalan gontai; kali ini berbaring di sofa. Pikiran gue melayang pada calon istri gue yang kini masih di vietnam; udah gak gue hubungi selama lima jam, karena gue sibuk bukan main. Gue bakal dicerain sebelum nikah ga, ya?

"Lewi?"

Mampus, mama.

Pura pura tidur, ah. Ribet, kalo sampe gua disangka nangisin Lewi.

"Lewi? Gimana, masih sakit?"

Gue masih akting tidur; mama gak sadar. Kalo gua pura pura jatoh, pasti langsung nengok.

"Ma?"

"Hm?"

"I don't feel well."

"You are not well, honey."

"Its not that—"

"—its not that im physically not-well, i know for sure that im sick as frick."

"—tentang Kaka..."

"—dia pikir lewi 'terlalu sakit' buat ngerayain ulang tahun dia..." sambung lewi.

"Tapi lewi emang gak enak badan, kan?" Tanya mama, membuat gue mengintip sedikit; kini beliau duduk di samping lewi, mengusap lembut rambutnya.

"Kenapa lewi mau rayain ulang tahun Kaka?" Tanya mama lagi. "Lewi sayang banget ya, sama Kaka?"

"Lewi takut..." suara lewi bergetar kali ini. "Lewi takut, waktu kaka sembilan tahun nanti, Lewi ngga bisa rayain lagi..."

"Lewi," mama kembali mengusap rambutnya; gue ngintip, makanya tau. "Kaka ngerti, kok. Kaka juga bilang ke mama waktu itu, kalo dia ulangtahun, dia cuma mau orang orang inget; dia ngga butuh kado, dia ngga butuh kue."

"—karena dari dulu, dia gak pernah ngedapetin itu di keluarganya. Orang rumah selalu lupa dia ulangtahun."

"Kaka juga bilang sama mama, kalo kaka sayang banget sama Lewi."

"Lewi gak ngelakuin apa apa pun, kaka juga udah sayang."

"Yang penting buat lewi, kaka bahagia, kan?" Tanya mama, "Dan kaka, dia juga mau lewi begitu."

"Gak semua kakak laki laki bisa sayang sama adeknya, kayak lewi..." senyum mama. "She loves you, more than she love herself."

"Kalo lewi ternyata nanti gak bisa ngerayain ulangtahun Kaka lagi..." suara mama bergetar sekarang. "Seenggaknya, Lewi udah bikin Kaka bahagia selama ini."

"—dan buat mama, yang paling penting sekarang, itu Lewi bahagia."

"Bahagia sama Kaka,"

"—sama papa mama,"

"—sama jack, ben, mali, calum,"

"—sama semua yang sayang sama lewi."

"Ya?" Tukas mama lagi; lewi sukses nangis, begitu juga gue.

Ngga, gue ngga ikut ikutan; gue cuma jadi ikutan takut lewi pergi.

Gak ada yang siap, lew.

Jangan pergi dulu.

"Ben?" Panggil mama; Mampus, akting gue ketauan!

Gue terdiam, kembali melangsungkan akting gue yang hampir ketauan; gak bisa gantiin tom cruise buat mission impossible dong, kalo gini aja ketauan....

"Mimpi buruk, mungkin." Sahut mama, membuat Lewi tertawa kecil; setelahnya, ia sudah berada di pelukan mama.

Jangan pergi, Lew.

Gue—nggak. Kita, kami, mereka; semuanya masih butuh lo.

***

Akhirnya, lewi harus menjalani operasi dadakan; karena ia makin kesakitan dari waktu ke waktu.

"Om!"

"Ben!"

Gue menoleh; mendapati Jack dan Kaka yang kini setengah berlari menuju ruang tunggu operasi. Kaka masih mengenakan baju sekolah, begitu juga dengan Jack yang masih mengenakan baju kerja.

"Gue gak ketemu investor buat ini." Jack terengah; berusaha mengatur nafas. "Woy, nafas gue tinggal di idung, tolong."

"Om, kakak gimana?" Tanya kaka, kali ini duduk lemas di lantai begitu saja.

"Lewi masih di dalem..." lirih gue. "Doain dia baik baik aja, ya..."

Kaka mengangguk lemas; masih duduk di lantai, tidak bergeming sedikitpun; begitu juga dengan Jack yang berdiri hampa, bikin gue pegel juga lama lama ngeliatnya.

Mama dan papa, mereka berdua berjaga di ruang tunggu operasi; kalau kalau ada berita dari tim dokter.

Gue duduk pasrah di bangku; sekarang filosofi tai menjadi pegangan hidup gue; dimana gue hanya pasrah mengikuti arus air, seperti tai yang mengambang.

Semoga semua baik baik aja.

***

WOYYYY AKHIRNYA LAPORAN METODE RISET SELESE JUGAAAA TOLONG MO MAMPUS OTAK GUA BERCECERAN ALHAMDULILLAH SKRG SELESE!!!

mangat gengs juni juli agustus libur ampe tolol:*

(Hopefully) Lots of sks,
-brunaw

Continue Reading

You'll Also Like

69.7K 5.8K 23
nasıl olsa görmez diye düşünen yağmur çözer, barış alper yılmaz'ın mesaj kutusunu not defteri olarak kullanmaya başlar. - hayat beni tekrardan 13 yaş...
46.4K 4.2K 37
barış alper yılmaz, dm kutusunu sorunlarını anlatıp bir dert defteri gibi kullanan fanının mesajlarını okur.
24.2K 2.2K 47
Eğlenmek için yazıyorum, eğlenmek isteyenleri hikâyeme bekliyorum🖤
22.9K 2.9K 17
semih: kanki sen niye bana dayadın amk