Kaka

24 10 2
                                    

"Halo, Kaka?"

Aku berdehem, sejenak berpikir, kira kira siapa yang telfon? Kok bisa tahu nomorku, ya?

"Halo?" Sapaku balik, berusaha bicara sepelan mungkin, nggak mau bangunin kakak yang sekarang lagi tidur. Kasihan, kakak kan lagi sakit. "Ini siapa? Kok kamu tahu nomorku?"

"Ini Ashton- Eh, maksudnya, Brendon." Ujarnya, yang lebih terdengar seperti Ashton daripada Brendon. Ugh, masih aja mau ngerjain aku pas lagi begini. "Iya, ini Brendon. Kamu gimana? Eh, maksudnya, kakak kamu gimana?"

Aku atau kakak sih yang gimana?!

"Yang gimana aku atau kakak?" Tanyaku, "Kamu sakit ya, Bren? Ngaco banget ngomongnya."

"Udah, jawab aja! Aku pakai telfon umum, nanti keburu habis waktunya!"

Ih, sejak kapan sih Brendon jadi kasar begini?! Ketularan Ashton deh, pasti...

"Terus ngapain telfon kalo gitu?!" Ketusku balik, "Kamu Ashton, ya?! Kok kayak Ashton, sih?!"

"A-Apanya Ashton, sih?! Kamu kali, jadi setengah sadar gara gara nangis melulu!"

Kok jadi nyalahin aku, sih?! Wah, ngajak berantem...

"Kamu kali, kebanyakan iri sama aku gara gara aku dapet mawar biru, makanya neror aku lewat telfon! Kamu mau narik pulsa aku, kan?!"

"Apaan, sih?! Jangan ngaco, deh!"

"Kamu yang ngaco, tiba tiba nelfon aku! Untung tadi aku nggak lanjut drama, kalo iya pasti pasangannya sama kamu! Bwek, amit amit!"

"Haha, lucu banget kamu, Ka! Aku juga seneng banget kamu nggak balik lagi ke sekolah, orang aku males pasangan sama kamu!"

"Nyebelin!" Kesalku. "Ashton jelek! Rambut medusa!"

Tanpa menunggu jawabannya, aku lantas memutuskan sambungan telfon, membiarkan orang yang tadi menelfon kesal sendiri. Pasti Ashton, deh. Nadanya nyebelin banget gitu.

"Ka,"

Aku menoleh kearah suara, mendapati kak Cal yang sekarang berdiri di ambang pintu; menatapku intens.

Alamat eksekusi mati ini, sih... Kayak yang di tv itu...

"Kenapa?" Tanyaku, menanggapi panggilannya. Pokoknya berani macam macam, kuaduin kak Luke. Bodoamat.

"Lo ngomong apa aja sama Luke?"

Aku menunduk, nggak berani menatapnya.
"Nggak ngomong apa apa..."

Kenapa sih harus ada dia...

"Jujur."

"Iya, jujur!" Ujarku, sekarang sedikit meninggikan suara, beranjak turun dari tempat tidur kak Luke. "Jujur aku enggak ngomong apa apa!"

"Lo jangan main main sama gue ya, Ka." Sinisnya, menahan tanganku yang hampir meraba kenop pintu. Nggak mungkin aku bangunin kak Luke sekarang, kan?

"Main main apaan sih, kak?" Erangku, yang membuat kak Cal menarikku kasar, keluar dari kamar kak Luke. Sekarang, cuma ada aku sama kak Cal. Semoga dia nggak marah...

"Gue udah ngomong sama Luke, dan lo pasti cerita macem macem!"

"Kaka nggak cerita macem macem, kak!" Gelengku kesal, lantaran kak Cal terus membelenggu tanganku. Yang paling bikin kesal, setiap aku marah sama kak Cal, pasti aku nggak pernah bisa lawan balik. Dia jauh lebih besar dariku, aku kalah. "Sakit, kak..."

"Nggak mungkin lo nggak ngomong apa apa." Tawanya, entah untuk apa. "Lo tuh pinter ya Ka. Pinter banget. Tau aja masih kecil, jadi gampang dipercaya siapa aja. Bagus banget, Ka."

Kakak • lrhWhere stories live. Discover now