A MAN BEHIND THE MIRROR

By reijung9

24.5K 3.2K 1.8K

SHADOW SEQUEL More

1
2
3
4
5
5.1
6
7
8
9
10. [REBORN]
11. [ 미로 ] - Milo - Labirin
12. [ 이름 ] - Ileum - Name
13. [ 밤 ] - BAM - NIGHT
14. [숨바꼭질] - SUMBAKKOGJIL - HIDE & SEEK
15. [눈 ] - NUN - EYES
17. [ 게임 ] - Geim - A Game
18. [ 목소리 ] - Mogsoli - Voice
19. Heart, Mind and Soul
20. [ 비밀 ] - Bimil - The Secret
21.
22. [ 꿈 같은 ] - Kkum Gat-eun - Dreamlike
23.[ 놀자 ] - Nolja - Let's Play
24. [ 악마 ] - Agma - Devil
25.[ 악마 ] - Agma - Devil - 2
26 : [ 악마 ] - Agma - Devil - 3
27. [ 악마 ] - Agma - Devil - 4
28. [ 협력 ] - Hyeoblyeog - Cooperation
29. [ 역습 ] - Yeogseub - Counterattack
30. [되든 안되든] - Hit Or Miss
31. [ 위장 자 ] - Wijang ja - The Disguiser
32. [ 갇힌 ] - Gadhin - Trapped

16. [ 구해줘 ] - Guhaejwo - Save Me

575 96 63
By reijung9

Haneul pernah ratusan kali membayangkan dirinya hidup selayaknya hidup yang dijalani oleh Yunho, hidup yang sesungguhnya. Walaupun pada akhirnya dia hanya akan merasakan hidup dalam waktu yang singkat dan berakhir di dalam kesunyian di dalam dirinya. Tidak ada bangunan. Tidak ada langit. Tidak ada pepohonan. Tidak ada jalanan dengan kendaraan yang saling menyalip. Dan tidak ada kehidupan yang nyata selain dirinya.

Sekarang dia merasakannya. Merasakan hidup. Tanpa ada Yunho yang akan berganti tempat dengannya. Meski dia mencoba mencari dan merasakan keberadaan pecahan dirinya itu di dalam pikirannya, dia hanya mendapati kesunyian belaka. Tubuh ini sekarang miliknya. Seutuhnya. Tapi untuk Haneul, hal ini justru membuatnya bertanya-tanya.

"Wae?"

Dia bertanya pada bayangan dirinya yang berada di dalam cermin. Namun bayangannya itu hanya mengerakkan bibirnya tanpa suara.

Haneul menundukkan kepalanya, terkekeh. Namun suara tawanya terdengar seperti ejekan yang dia tujukan pada dirinya sendiri. Dia menemukan dirinya sangat mengelikan dan menyedihkan. Mengingat bagaimana dia dulu sangat ingin melenyapkan Yunho agar dia dapat memiliki tubuh dan kehidupan yang utuh namun sekarang dia justru mencari-cari keberadaan Yunho, pecahan dirinya yang lain.

Suara tawanya makin pelan lalu menghilang. Dia mengangkat wajahnya, mata musang liarnya menatap tajam bayangannya di cermin.

"Kau menghilang dan sekarang ini adalah tubuhku."

PYAR

Haneul mengarahkan tinjunya ke cermin, membuat cermin itu hancur berkeping-keping. Matanya tak lepas dari bayangan dirinya yang menjadi lebih banyak, berada di setiap pecahan kaca, balas menatapnya dengan mata yang tak kalah tajam.

"Naega wonhaneundaelo da halge. Ije nae insaeng-iya. / (Aku akan bertindak sesuai kehendakku. Sekarang ini adalah hidupku.) "

Haneul membasuh tangannya yang memiliki sedikit noda darah, kemudian keluar dari kamar mandi. Dia menoleh ketika mendengar suara berisik benda-benda bertubrukan dan juga teriakan. Dia menyampirkan handuknya di leher dan berjalan keluar dari kamarnya.

Di ruang tengah, Jooheon berjalan dengan lutut menekuk sedikit karena kotak besar yang dia bawa di pelukannya. Diikuti Hyungwon di belakangnya, membawa satu buah koper besar di masing-masing tangannya.

Haneul melipat tangannya di dada telanjangnya.

"Haruskah kau membawa mahluk memuakkan itu dan semua rongsokkanmu kemari?"

Haneul dan Hyungwon bertatapa, namun tidak lama karena Hyungwon memilih berpaling, mengumamkan sesuatu yang jelas berupa umpatan untuk Haneul.

Jooheon berdecak, melihat sekelilingnya mesku pandangannya terhalang kitak yang dibawanya, dia tidak ingin barang-barang kesayangannya membentur benda keras dan membuatnya rusak. Oh sungguh dia tidak ingin itu terjadi.

"Karena kita tidak dapat kembali ke rumah Tuan Lee. Tuan Lee menyuruhku membawa semua peralatanku kemari dan mulai sekarang rumah ini menjadi tempat tinggal kita semua." Jawabnya tanpa melihat ke arah Haneul, lebih memperhatikan keselamatan barang kesayangannya.

Alis Haneul naik. "Mwo?"

Jooheon menghela nafas lega setelah mendaratkan kotak berisi barang kesayangannya di lantai. Dia memukul-mukul pinggangnya yang pegal.

Hyungwon meletakkan koper di dekat kotak milik Jooheon dan berjalan menuju kulkas untuk mengambil minuman dingin. Jooheon menghubunginya saat dia dalam perjalanan pulang dari tempat penyimpanan abu kremasi. Dia pikir ada hal yang sangat mendesak terjadi karena suara Jooheon yang terdengar sangat panik tadi. Tapi siapa sangka kejadian mendesak itu adalah mengangkut semua peralatan elektronik Joohen dari rumah Eunhyung.

Hyungwon melemparkan satu botol minuman kepada Jooheon yang langsung ditangkap oleh namja bermata sipit itu.

"Lainkali ingatkan aku untuk tidak mempercayai kata-katamu." Kata Hyungwon setelah meneguk minumannya.

"Yya! Siapa yang mengijinkanmu duduk di situ huh?" Haneul menatap sinis ke arah Hyungwon yang melepaskan jaket dan jasnya bersamaan.


"Aku tidak butuh ijinmu. Secara teknis tempat ini bukan tempat tinggalmu." Jawabnya santai sambil merebahkan badannya di sofa panjang.

Jooheon segera maju menghalangi Haneul ketika Haneul merangsek ke arah Hyungwon.

"Wohoo,,, hyung daripada mengurusinya sebaiknya kau pakai baju dulu dan membantuku. Otte?"

Bibir Haneul terbuka, alisnya menyatu di atas pangkal hidungnya.

"What!?"

***

Eunhyung dan Hyunwoo berdiri berdampingan mengamati sebuah lukisan di dinding galeri dengan tangan menyatu di belakang punggung mereka.

"Jadi apa yang kau temukan?"

Akhirnya Eunhyung buka suara.

"Sejauh yang aku pelajari tidak ada yang aneh dari laporan rekeningnya. Pengeluaran dan pemasukkan yang  valid."

"Hmm."

Eunhyung berjalan, melihat lukisan yang lain. Bukan hal mudah untuk menemukan kejanggalan dalam operasi keuangan orang dengan nama besar. Bahkan untuk orang sepintar Hyunwoo. Jika saja mereka dapat memiliki data yang di simpan oleh Kijong, mereka tidak akan serepot ini. Dan dia tidak harus berhadapan dengan desakan atasannya yang setiap detik menanyakan soal perkembangan kasusnya.

"Menurutmu Jaejoong-ssi akan menyerah jika dia sadar hanya berputar di tempat?" Tanya Hyunwoo sambil mengamati lukisan di depannya.

"Kurasa tidak." Jawab eunhyung.

"Aku rasa juga begitu."

Mereka berdua berjalan melewati beberapa lukisan lain perhatian mereka tidak sepenuhnya tertuju pada lukisan-lukisan mahal yang ada di sana.

"Dia tipe yang tidak tahu artinya mundur sebelum kasus selesai. Itu yang aku pelajari saat dia menanggani kasus Yunho. Jadi akan sulit mengalihkan perhatiannya agar polisi tidak terlibat lebih jauh dalam urusan ini."

"Ah," Hyunwoo mengangguk. "Ngomong-ngomong soal Yunho, kenapa kau membiarkan Changkyun kembali ke rumahnya? Kita tidak tahu bagaimana nanti pamanku memperlakukannya."

Eunhyung berhenti, memutar badannya hingga kini dia bertatapan dengan Hyunwoo.

"Awalnya aku ingin Changkyun berada di tempat yang lebih mudah di awasi namun setelah kupikir-pikir kita memerlukan orang yang dekat dengan target sebagai mata-mata."

Hyunwoo merasakan ada api kemarahan memercik di dalam dirinya. Namun kemarahan Hyunwoo tak luput dari pandangan Eunhyung. Dia sudah menduga Hyunwoo tidak akan senang dengan keputusannya.

"Tenang, dia tidak sendirian. Kau sebagai sepupunya bisa dengan bebas mengunjungi dan mengecek keadaannya. Tidak seperti yang lain."

Hyunwoo mengangkat alisnya, siap untuk berdepat namun memilih untuk mengunci mulutnya.

Eunhyung menyipitkan matanya, memandang lukisan yang seperti kapal namun memiliki bentuk yang sedikit berantakkan dengan tabrakan warna yang sangat kontras yang berada di dinding.

"Sebagai tindakan awal agar mempermudah kita mengalihkan perhatian Jaejoong dari kasus ini adalah mengirim pelaku yang bertanggung jawab atas Kijong dan Jihyun ke penjara."

"Kang Baekho?"

"Jooheon sudah menceritakannya padamu rupanya."

"Dia memberitahuku semuanya."

"Ya." Eunhyung berdeham. "Itu rencana yang aku pikirkan. Namun aku masih memikirkan bagaimana caranya menarik dia keluar. Aku ada ide hanya saja aku ragu untuk melakukannya."

Kening Hyunwoo mengerut. "Geuge mwoya?"

Eunhyung mengibaskan tangannya. "Akan kuberitahu jika kita telah mendapatkan sedikit lebih banyak informasi."

Dia kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam saku jasnya dan memeberikannya pada Hyunwoo.

"Itu alat pemindai jarak jauh yang telah di rekonfigurasi oleh Jooheon. Peralatanmu."

Tanpa bertanya Hyunwoo memasukkan alat itu ke dalam saku jasnya.

***

Meski kesal karena tiba-tiba Jaejoong meliburkan tim setelah dia sampai di kantor polisi, Yoochun tidak dapat sepenuhnya marah. Karena dengan liburnya dia hari ini, dia dapat pulang lebih cepat dan memperbaiki hubungannya dengan Junsu. Setelah menjemput Junsu di kantor penerbit, mereka berdua pergi ke daycare untuk menjemput Junyoung. Dia mengajak keluarga kecilnya untuk makan siang di restoran. Resoran yang akan sedikit mencekik kantongnya nanti namun dia tidak mau memikirkannya saat ini karena Junsu dan junyoung terlihat sangat bersemangat melihat daftar menu yang ada di tangan mereka.

"Pilih apa saja yang kalian mau." Kata Yoochun.

"Apa kau yakin?" Tanya Junsu yang tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya.

Bukannya meremehkan Yoochun namun dia tahu berapa jumlah gaji Yoochun dan harga makanan di restoran itu cukup membuat matanya melotot tadi.

Yoochun mengangguk dengan senyuman, berharap senyumannya itu dapat menghilangkan kekhawatiran Junsu.

"Boleh Yongyong pesan ice cream coklat ini?"

Junyoung bertanya kepada Junsu dengan mata bulatnya, memelas dan penuh harap. Yoochun mencondongkan tubuhnya ke arah Junyoung, mengusap kepala Junyoung.

"Tentu. Tapi kau harus makan dulu sebelum makan ice cream. Appa tidak ingin perutmu sakit nanti."

"Ne~Appa." Jawab bocah kecil itu dengan suara riang.

Senyumnya yang lebar menenggelamkan matanya di timbunan lemak pipi yang terangkat ke atas ketika dia tersenyum.

"Aigo, kiyowo." Ucap Yoochun.

Junsu menghela nafas, menahan senyumannya. Rasanya sangat menyenangkan jika mereka bisa melewatkan hari seperti saat ini setiap hari. Dia sadar sifatnya kekanakan karena mendiamkan yoochun hanya karena persoalan sepele namun dia juga ingin diperhatikan secara special oleh Yoochun. Setiap hari berada di rumah, mengurusi rumah dan Junyoung sungguh menguras tenaganya. Menulis adalah satu-satunya penyegaran yang dia temukan. Namun dia lebih membutuhkan perhatian Yoochun daripada yang lainnya.

Dia tidak seharusnya manja, namun ada saat-saat di mana dia membutuhkannya. "Suie?"

Junsu menoleh dan melihat Yoochun serta Junyoung menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Hm?"

Junyoung menjulurkan tangan mungilnya, mengusap pipi Junsu dan saat itu Junsu baru sadar jika Junsu melelehkan airmata.

"Ah, mian." Junsu mendorong mundur kursinya. "Aku ke toilet sebentar."

Di toilet Junsu membasuh wajahnya, menarik beberapa kali nafas panjang dan menepuk pipinya keras-keras.

"Semuanya baik-baik saja." Katanya menyemangati dirinya sendiri.

Ketika dia membuka pintu, tubuhnya berbenturan dengan sesuatu yang membuatnya mundur dua langkah ke belakang.

"Joesonghabnida."

Junsu menoleh namun orang yang menabraknya telah masuk ke dalam satu bilik. Ketika dia kembali ke mejanya, tempat Yoochun dan Junyoung menunggu, makanan mereka telah tersedia.

"Aku memesankan makanan makanan kesukaanmu." Kata Yoochun.

"Kuharap makanannya baik-baik saja." Gumam Yoochun.

"Wae?"

"Tadi ada orang yang menabrakku di toilet dan langsung masuk ke dalam toilet. Kurasa dia sakit perut dan kuharap bukan karena makanan di sini." Ucapnya dengan wajah mengkerut, tiba-tiba saja dia membayangkan hal menjijikkan.

Yoochun terkekeh, dia tahu persis apa yang membuat wajah Junsu terlihat mual.

"Lupakan. Kau hanya merusak selera makanmu jika kau membayangkannya."

"Yah, kau benar."

***

Kihyun menarik nafas dalam-dalam, menatap kotak yang ada di tangannya. Dia mengangkat pandangannya ke arah Minhyuk yang kemudian mengangguk padanya. Begitu mereka sampai di apartmenen Minhyuk, Minhyuk langsung memberikan apa yang menjadi titipan Kijong untuknya. Tangannya sedikit gemetar ketika menerima kotak itu.

"Kau boleh membukanya lain waktu jika itu yang kau mau." Kata Minhyuk.

"Aniya. Aku akan membukanya sekarang." Jawab Kihyun tanpa mengalihkan perhatiannya dari kotak di tangannya.

Dia menarik nafas sekali lagi dan membuka penutup kotak berbentuk kubus itu. Di dalam kotak itu terdapat selembar surat dan sebuah jam tangan yang Kihyun ingat sebagai jam tangan kesukaan Kijong karena itu adalah jam yang dulu dimiliki oleh ayah mereka. Dia mengeluarkan jam itu dari kotak, mengusapnya dengan perasaan rindu dan juga sayang. Dulu dia iri karena hanya Kijong yang memiliki jam itu namun saat jam itu kini ada di tagannya, dia merasa sedih.

"Jam ini adalah jam kesayangan Kijong hyung." Katanya.

Minhyuk tidak tahu harus memberi tanggapan seperti apa dan hanya mampu tersenyum simpul. Memperhatikan Kihyun yang memakai jam itu di pergelangan tangannya, mengantikan jamnya yang biasa dia pakai. Kemudian Kihyun mengambil surat yang berada di dalam kotak.

Hai, Kihyunie...

Bagaimana kau menyukai jamnya? Aku tahu kau pasti sangat senang sekarang. Aku bisa membayangkan senyum lebarmu di kepalaku.

Kihyun merasakan matanya memanas hanya dengan membaca baris pertama dari surat itu. Dia sama sekali tidak merasa senang dan tersenyum menerima jam itu. Dia lebih memilih agar kakaknya berada di sampingnya daripada sebuah jam.

Hmm, mungkin juga kau tidak akan bahagia. Karena jika kau membaca surat ini pasti aku sudah tidak ada di sisimu.

DEG

Jantung Kihyun berhenti berdetak untuk sedetik. Jadi kakaknya tahu jika dia dalam bahaya, begitu pikirnya.

Mianhae, karena aku harus meninggalkanmu lebih dulu. Mianhae, karena aku tidak dapat menjadi seorang kakak yang baik untukmu. Ah, sebenarnya banyak yang ingin kukatakan padamu. Tapi aku tidak punya banyak waktu.

Aku tidak pernah membicarakan permasalahanku karena aku tahu kau tidak akan tinggal diam. Meski aku ingin kau mengetahuinya, aku tidak dapat membiarkanmu dalam bahaya. Banyak hal yang kusembunyikan darimu. Banyak hal buruk yang terjadi di sekitarku. Banyak hal mengejutkan yang terjadi padaku dan mungkin kau telah mengetahuinya sekarang. Jika kau telah mengetahuinya kuharap kau tidak kaget dan memandangku dengan cara yang berbeda. Aku tetap kakakmu dan apapun yang kulakukan adalah untuk keluarga kita. Untuk ayah dan juga ibu.

Kihyunie, aku memberi jam ini padamu. Kau tahu kan kalau jam ini adalah barang berhargaku karena appa pernah memakainya. Aku harap kau menjaganya dengan baik. Dan apapun yang terjadi tetaplah jadi Kihyun yang percaya diri, semangat dan juga cerewet. Jangan biarkan apa yang terjadi padaku mempengaruhi kehidupanmu.

Sekarang, aku memiliki sebuah permintaan kepadamu, dan aku berharap kau dapat melakukannya. Aku percaya kau bisa melakukannya. Aku memiliki sesuatu yang diinginkan oleh beberapa orang. Aku menyimpannya di tempat yang sangat rahasia dan tertutup. Di sebuah tempat yang gelap, aku menyegelnya. Kau tahu tempat itu Ki. Tempat di mana kita berjalan bersama dalam lingkaran. Ini adalah hal besar namun tidak memalukan, setidaknya bukan untuk kita. Kalau kau menemukannya aku ingin kau membawa-apa yang aku simpan- pada orang yang kau percayai untuk membantumu.

Saat kau menemukannya, hidupmu mungkin akan berubah. Tapi aku sangat berharap kau dapat menyelesaikan apa yang tidak dapat kuselesaikan. Aku yakin kau lebih mampu daripada aku. Sampaikan rasa terima kasihku pada Minhyuk.

Jaga dirimu baik-baik, Kihyunie.

Yoo Kijong,

PS: Aku merindukan saat-saat di mana kau bersemangat membicarakan semua fotomu

Kihyun memandangi barisan kata di atas permukaan kertas. Binggung dengan permintaan kakaknya.

"Tempat gelap? Segel? Hal besar tapi tidak memalukan? Lingkaran?" Gumamnya.

"Mwoya?" Tanya Minhyuk ikut kebinggungan.

Dia pikir Kihyun akan menangis lagi setelah membaca surat dari Kijong. Namun justru ekspresi kebinggungan yang ditunjukkan oleh sang sahabat. Kihyun memeberikan kertas itu pada Minhyuk dan tanpa disuruh Minhyuk tahu jika dia diijinkan untuk membaca isi surat yang ditulis oleh Kijong. Dia mempercayai Minhyuk untuk membaca surat itu, seperti Kijong mempercayakan barang berharganya pada Minhyuk. Minhyuk membaca isi surat itu dengan suara menggumam pelan dan perlahan wajahnya mengkerut di pertengahan isi surat.

Minhyuk mengembalikan surat itu pada Kihyun. "Kau tahu tempatnya?"

Kihyun menggeleng, menerima surat itu kembali kemudian menyimpannya dalam kotak seperti semula.

"Mungkin kau harus membicarakannya pada Wonho atau atasan Wonho-" Minhyuk mengetuk keningnya menggunakan jari telunjuk, matanya terpejam. "Siapa namanya?"

"Jaejoong-ssi?"

Minhyuk menjentikkan jarinya. "Ya, benar. Dia."

"Aku tidak punya nomor ponsel Jaejoong-ssi."ucap Kihyun.

"Pabo. Kau bisa menghubungi Wonho dan memintanya untuk memberitahu Jaejoong-ssi."

Kihyun merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel, namun dia berhenti sebelum memencet nomor Wonho. Dia menoleh ke arah Minhyuk.

"Tto mwoya? / (Sekarang apa lagi?)" Tanya Minhyuk.

"B-bagaimana kalau Wonho hyung merasa terganggu?" Tanya Kihyun.

"Astaga, Ki." Minhyuk menepuk keningnya dengan keras, lalu menatap Kihyun. "Itu pekerjaan mereka dan ini menyangkut Kijong hyung. Apa kau lupa?"

"Oh ya. Kau benar."

"Sekarang telfon." Perintah Minhyuk dengan tangan terlipat di depan dada.

***

Changkyun berjalan melewati meja-meja tamu restoran dengan sedikit terburu-buru dan berjalan makin cepat ketika dia berada di lorong menuju toilet. Karena dia tergesa-gesa, dia tidak menyadari seseorang membuka pintu dari dalam dan akhirnya bahunya bertubrukan dengan namja yang hendak keluar, menyebabkan namja yang ditubuknya bergerak mundur hampir menabrak dinding jika saja benturan mereka lebih keras.

"Joesonghabnida." Ucapnya.

Tanpa menunggu jawaban dari namja itu dia masuk ke dalam bilik kamar mandi, menguncinya. Dia menurunkan penutup toilet dan duduk di atasnya. Changkyun melepaskan kacamatanya dan mengambil kacamata lain yang sama persis. Bedanya, kacamata yang dia pakai sekarang dilengkapi dengan kamera micro yang terhubung ke computer milik Jooheon. Dia keluar dari bilik kamar mandi, merapikan rambutnya, sedikit menutupi sisi bingkai kacamata menggunakan rambutnya kemudian menekan tombol kecil untuk mengaktifkan kamera.

Di sisi lain, Jooheon langsung siaga ketika menerima transmisi gambar dari Changkyun. Berkat bantuan Haneul dan Hyungwon, dia dapat mengubah satu kamar menjadi tempat kerjanya, meski tempat kerjanya yang sekarang lebih kecil daripada yang ada di tempat Eunhyung.

Dia menyingkirkan bungkus Cheetos yang berada di pangkuannya, mengelap tangannya yang berminyak dan memperbesar tampilan transmisi gambar dari Changkyun. Dia memasang headphonenya, mencoba berkomunikasi dengan Changkyun namun gagal karena Changkyun tidak mengaktifkan alat transmisinya.

Kamera Changkyun bergerak, melewati lorong lalu barisan meja dan kemudian masuk ke dalam satu ruangan. Matanya sipitnya makin menyipit ketika melihat orang yang berada di dalam ruangan itu, Ayah Changkyun, Im Younghan.

"Mian, appa." Kata Changkyun begitu dia kembali ke meja makan.

"Temani appa menyapa rekan appa dan pamanmu sebentar." Kata Younghan sambil bangkit dari kursinya.

"Ne."

Changkyun berjalan di belakang Younghan, melewati dua ruang VIP lain sebelum mereka berbelok masuk.

"Kyunniee."

Pekikan riang seorang yeoja membuat mata Changkyun membulat.

"Ayeong nuunna?"

Ayeong bangkit dari kursinya, menarik Changkyun dalam pelukannya.

"Ah, aku merindukanmu."

Changkyun membalas pelukan Ayeong, dan tak lama melepaskannya. Ayeng menatapnya dengan mata berbinar, berkaca-kaca.

"Anak nakal." Kata Ayeong memukul lengan Changkyun lembut.

"Mianhae." Jawab Changkyun sambil tersenyum simpul.

Di antara semua anggota keluarga, atau lebih tepatnya orang yang dia anggap keluarga Ayeong adalah orang yang paling tulus rasa sayangnya pada Changkyun. Meski Changkyun tak paham dengan jalan pemikiran Ayeong yang diam saja meski tahu jika keluarga mereka bukanlah keluarga baik-baik seperti yang dianggap oleh orang-orang. Ayeong mengapit tangan Changkyun agar duduk di dekatnya. Sebelum duduk Changkyun membungkuk pada ayah Ayeong, pamannya dan juga Sangjin.

"Annyeonghaseyo."

Paman Changkyun berdiri, memeluk Changkyun sekilas kemudian menepuk bahu Changkyun. "Selamat datang kembali, nak."

"Kamsahanida, Samchon."

Changkun melirik ke arah Sangjin yang mengangguk kecil padanya, ia pun membalasnya dengan anggukan yang serupa.

Changkyun mengedarkan pandangannya, sejak dia masuk dia tidak melihat pria asing yang tadi dilihatnya masuk bersama Sangjin, tidak juga Baekho.

"Ke mana dua orang lainnya?" Pikirnya.

Dia kemudian mengambil tempat di dekat Ayeong. Lebih tepatnya dia ditarik oleh Ayeong agar duduk di dekatnya.

KLEK

"Yya!"

Jooheon mendecak dan memutar kursinya ke belakang. Siap menghadapi keluhan dari Haneul.

"Ne, hyung?' Tanyanya dengan senyuman dipaksakan namun giginya rapat mengerutuk.

Haneul masuk ke dalam ruangan Jooheon, tak perduli dengan raut wajah kesal Jooheon yang tertanggu oleh kedatangannya. Dia menyandarkan panggulnya di atas meja, mengambil salah satu mainan Jooheon yang langsung di rebut oleh Jooheon dan menjauhkannya dari tangan Haneul.

"Ada apa hyung?" Tanya Jooheon setelah dia menjauhkan semua barang yang mungkin menarik perhatian Haneul.

"Aniya. Hanya bosan."

Jooheon memutar bola matanya. Dia sama sekali tidak pernah berpikir seorang seperti Haneul punya sifat kekanakan.

"Kenapa tidak latihan saja?"

"Di sini tidak ada gym seperti rumah Jaejoong atau tempat Si brengsek Eunhyng."

"Oh ya benar." Jawab Jooheon cepat dan langsung mengalihkan perhatiannya ke layar computer.

Haneul yang penasaran kemudian berjalan mendekati Jooheon, berdiri di belakang kursi Jooheon dengan tangan terlipat.

"Oh. Bukankah itu yeoja yang didekati oleh si belalang?"

"Belalang?"

"Hyungwon."

"Ahh,,," Jooheon mengangguk, dia bisa menebak kenapa Haneul memberi julukan belalang pada Hyungwon.

Haneul memiringkan kepalanya. "Dilihat dari wajahnya, yeoja itu tidak puas dengan 'servis' yang diberikan oleh si belalang. Sayang sekali. Kalau aku yang tidur dengannya pasti saat ini dia tidak akan bisa berdiri."

Lagi-lagi ucapan Haneul mengundang putaran dari bola mata Jooheon. Dia ingin focus pada layar komputernya tapi Haneul menganggunya dengan ocehan yang dianggapnya tidak penting.

"Ngomong-ngomong di mana Hyungwon hyung?" Tanya Jooheon.

"Tidur di ruang tengah. Dia tidur seperti orang mati."

Jooheon terkekeh. "Hyungwon hyung memang begitu jika sudah tidur."

"Siapa yang seperti itu?"

Kedua namja yang tengah menatap layar computer itu menoleh ketika mendengar suara serak malas di belakang mereka. Jooheon meringis lebar.

"Tumben sudah bangun hyung?"

"Bagaimana aku bisa tidur kalau telingaku berdenging."

"Aku mencium bau serangga." Celeteuk Haneul.

Hyungwon meletakkan tangannya di kepala kursi computer Jooheon yang tinggi. "Apa kau tidak panas satu ruangan dengan beruang coklat tua?"

"Ha...ha...ha..." Jooheon tertawa canggung.

"Sejak kapan tim ini menjadi tim sirkus?" Lanjut Jooheon dalam hati.

BLETAK

Haneul menyentil kepala belakang Hyungwon membuat namja tinggi itu mengerang dan langsung menoleh ke arah Haneul disertai tatapan tajam.

"YYA!!!"

"WAE?!" Tantang Haneul tak mau kalah.

"Yya! Bisakah kalian diam. Kalian mengangguku." Geram Jooheon.

"Berikan aku nomor Kihyun dan alamat temannya, sekarang." Perintah Haneul.

Mendengar nama Kihyun disebut, telinga lebar Hyungwon makin lebar. Dia menatap Haneul.

"Untuk apa?" Tanya Jooheon.

"Karena aku harus menjaga adikku. Bukan begitu?"

Haneul melemparkan seringai penuh arti ke arah Hyungwon. Dan Hyungwon sangat tidak menyukai apapun maksud yang tersembunyi di balik seringaian Haneul, terlebih itu menyangkut Kihyun.

"Jangan berikan." Sahut Hyungwon.

Namun dia terlambat, Jooheon telah menuliskan nomor dan juga alamat Minhyuk untuk Haneul. Dia memiliki pemikiran berbeda. Lebih baik memberikannya pada Haneul dan Haneul segera pergi daripada dia harus mendengarkan pertengkaran dua mahluk yang membuatnya tidak dapat konsentrasi.

Haneul melambaikan kertas di tangannya dengan senyuman mengejek pada Hyungwon, kemudian melenggang pergi. Hyungwon mengerang dan menyusul Haneul.

"Akhirnya tenang juga." Jooheon menghela nafas lega.

"Kenapa kau mengikutiku?" Haneul menatap sinis Hyungwon.

"Agar kau tidak macam-macam."

Haneul memutar bola matanya, memasang helmnya. "Coba saja kalau kau bisa mengikutiku."

BRUUUUMMM

BRRRUUUMMM

Haneul tersenyum miring di balik, mengerakkan kepalanya dengan gerakan memprovokasi. Hyungwon menaiki motornya. Mereka menutup kaca helm mereka dalam waktu bersamaan dan melesat keluar dari tempat parkir rumah saling mendahului.

***

Jaejoong membaca ulang barisan kalimat yang ada di atas lembaran kertas itu, entah untuk yang keberapa. Meski dia telah membaca surat itu berkali-kali tapi dia masih tidka paham dengan kata-kata yang mengandung teka-teki di dalammnya. Di sampingnya Wonho menyeruput ice americanonya. Dia menerima telfon dari Kihyun tepat saat dia dalam perjalanan mengantar jaejoong pulang. Setelah dia menyampaikan keinginan Kihyun, Jaejoong menyanggupi dan meminta Kihyun agar menemui mereka di café.

Jaejoong mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas minumannya tanpa melihat, karena matanya tidak bisa lepas dari barisan kalimat yang dibacanya dalam hati. Alisnya mengkerut ketika kopi dingin yang dia minum terasa hambar. Dia mengangkat gelasnya lebih tinggi dan baru sadar jika es batu dalam gelasnya telah mencair dan kopinya menjadi lebih bening daripada sebelumnya.

"Anda menemukan sesuatu?"

Pertanyaan Minhyuk memecah keheningan yang mengelantung di sekitar mereka. Dia tidak tahan dengan aura misterius yang sejak tadi mengelitik di antara mereka. Kihyun menendang kaki Minhyuk di bawah meja, dan ketika mata mereka bertemu Kihyun melotot pada Minhyuk seolah memarahi Minhyuk dengan bahasa isyarat yang ditangkap oleh mata Jaejoong dan Wonho.

"Wae?" Tanya Minhyuk dengan polosnya.

Jaejoong meletakkan kertas itu di atas meja. "Jadi Kijong menitipkan ini padamu beberapa hari sebelum dia dibunuh?" Tanya Jaejoong yang berusaha melerai pertikaian bisu antara Kihyun dan Minhyuk.

"Ne." Jawab Minhyuk cepat.

"Kenapa kau tidak membicarakannya denganku ketika aku bertanya padamu?"

Jaejoong telah memasuki mode polisinya saat ini. Dia menanyai Minhyuk sama seperti dia menanyai seorang tersangka. Dingin. Tegas. Dan menuntut.

"A-aku,,,"

Minhyuk hendak menjawab tapi ketika matanya bertemu dengan mata jaejoong, dia segera menundukkan pandangannya.

"Tolong tatap mataku jika kau berniat untuk menjawab pertanyaanku." Perintah jaejoong, tidak kasar namun cukup mengintimidasi.

"A-anda tidak-"

Ucapan Kihyun terpotong ketika Wonho, meraih bahunya sedikit menekan bahunya sebagai tanda jika Kihyun harus kembali duduk. Kihyun menatap binggung ke arah Wonho, yang hanay dijawab Wonho dengan senyuman yang menenangkan. Seolah dari senyum itu Wonho berkata 'semuanya akan baik-baik saja. Tidak perlu khawatir.'

Minhyuk menarik nafas dalam, kemudian mengangkat wajahnya dengan keyakinan jika dirinya tidak bersalah. Dia hanya melaksakan permintaan Kijong. Bibir cherry Jaejoong, membentuk senyum tipis ketika Minhyuk menatap matanya. Tidak ada keraguan atau ketakutan di mata Minhyuk ketika bertatap mata dengannya.

"Ne. Aku tidak menceritakannya karena aku pikir ini tidak ada hubungannya dengan kasus yang menyebabkan Kijong hyung terbunuh. Lagipula saat itu aku terlalu kaget dengan berita mendadak yang anda bawa."

"Hm," Jaejoong mengangguk sambil mempelajari gerak tubuh Minhyuk sekecil apapun itu.

Seperti yang biasa dia lakukan ketika menginterogasi tersangka atau saksi. Dia tidak pilih-pilih tempat untuk mengamati meski mereka sedang di luar kantor polisi sekali pun.

"Kau membuka kotak yang dititipkan padamu atau bertanya pada Kijong?"

Minhyuk menggeleng. "Tidak. Aku tidak membukanya. Aku memang sempat bertanya tapi Kijong hyung hanya menjawab kalau itu barang yang berharga untuknya dan Kihyun."

Minhyuk menoleh ke arah Kihyun. "Sejak saat itu aku menyimpannya."

"Kihyun-ssi bisa aku melihatnya."

Kini perhatian Jaejoong teralih pada Kihyun.

Kihyun menoleh kaget namun segera melepaskan jam tangan pemberian Kijong kemudian menyerahkannya pada Jaejoong.

"Terlihat seperti jam biasa untukku. Hanya sedikit...hmm.. .antik." Wonho buka suara.

"Sejauh yang aku ingat jam ini berusia lebih dari lima belas tahun. Karena dulu jam itu milik ayahku." Terang Kihyun.

Jaejoong mengangguk paham. Meski dia tidak melihat wajah Kihyun saat bicara dia bisa menrasakan kerinduan akan kenangan di nada bicaranya. Dia membolak-balikkan jam tangan itu dan membaca barisan kata di kertas.

"Apa ada tempat yang terpikirkan olehmu?" Tanya Jaejoong lagi.

"Hmm,"

Kihyun meletakkan telunjukknya di bawah bibir tepat didagunya, bibirnya sedikit mengerucut ketika berpikir. Dan Wonho yang duduk di samping Kihyun tidak dapat menahan pemikiran kalau Kihyun yang sedang berpikir itu terlihat sangat imut. Dia mengeleng, menyuruh dirinya agar tidak mengkahayal yang tidak-tidak di saat seperti ini. Dia menyambar minumannya, menghilangkan pemikirannya. Namun dia merasakan wajahnya memanas ketika Minhyuk menatapnya dengan senyum penuh arti dan alis yang naik turun ke arahnya.

"UHuk,,,uhuk,,,"

Wonho menepuk dadanya dengan satu tangan dan memencet hidungnya dengan tangann yang lain. Dia dapat merasakan hidungnya berair dan perih karena tersedak.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Jaejoong.

"Uhuk,, ne,,"

Wonho menjawab dengan suara terbatuk, mengalihkan pandangannnya baik dari Kihyun dan juga Minhyuk.

"Lalu?" Jaejoong kembali bertanya, membiarkan rekannya dengan apa yang dilakukannya sebelumnya.

"Aku dan Kijong hyung sering bicara di ruang gelap saat aku mencetak foto. Dia sering menemaniku karena dia ingin menjadi orang pertama yang melihat foto-fotoku." Ucap Kihyun, sesekali melirik ke arah Wonho yang merah wajahnya karena tersedak.

Dia khawatir.

"Ruang gelap milik pribadi?"

"Bukan. Aku memakai ruang gelap milik seorang kenalan yang memiliki studio foto."

Jaejoong mengigit bibir bawahnya, berpikir. Ruang gelap untuk mencetak foto, tapi bukan milik pribadi. Dia mengangkat surat itu lagi, barisan kata itu berjalan di dalam benaknya. Dia telah mengingat hampir seluruh isi surat Kijong untuk Kihyun. Namun dia masih ragu jika ruang gelap tersegel yang dimaksud Kijong adalah ruang gelap untuk mencetak foto. Lagipula dia masih bertanya-tanya dengan maksud Kijong 'berjalan dalam lingkaran'. Tapi ide untuk mengunjungi ruang gelap studio foto sepertinya akan membantu, pikirnya.

Jaejoong mengembalikan jam tangan itu pada pemiliknya, Kihyun.

"Jika tidak keberatan aku ingin tahu di mana tempat studio foto yang barusan kau bicarakan dan nama pemiliknya. Dan aku akan menyimpan ini." Katanya menunjukkan surat Kijong.

"Tentu saja."

Kihyun menjawab sambil memakai jam tangannya lagi. Jaejoong dapat melihat senyum Kihyun ketika jam itu melingkar di pergelangan tangannya yang kurus. Bukan benda itu yang membuat Kihyun tersenyum melainkan kenangan yang menyertai jam tangan itu.

"Jam itu memiliki arti yang besar untukmu."

"Sangat." Jawab Kihyun cepat.

Jawaban yang cepat sehingga Jaejoong lumayan terkejut melihat perubahan ekspresi Kihyun.

"Oh ya, apa setelah ini kalian kembali ke kantor polisi?" Minhyuk bertanya.

Jaejoong dan Wonho menoleh kepada Minhyuk yang dengan sangat tiba-tiba mengalihkan topic pembicaraan.

"Ani. Hari ini kami bebas tugas. Wae?" Jaejoong balik bertanya setelah menjawab.

PLOK

Minhyuk menyatukan kedua tangannya, terlihat bersemangat. "Perfect.Bagaimana kalau kita pergi bermain atau melakukan apa saja agar lebih akrab."

Usulan Mnhyuk mau tidak mau mengundnag rasa heran dari Jaejoong. Dia tidak menangkap ada manfaat dari mengakrabkan diri yang dimaksud oleh Minhyuk.

"Minhyuk!" Kihyun mengeram tertahan.

"Ayolah. " Minhyuk menatap Kihyun. "Kau perlu mengusir aura gelap yang berada di sekitarmu dan aku yakin jika hanya aku yang menemanimu itu tidak akan berhasil. Kita butuh banya orang untuk mengusir aura gelap."

Jaejoong mulai menangkap maksud ucapan Minhyuk ketika Minhyuk melirik kea rah Wonho saat bicara dengan Kihyun.

"Oke." Jawab Jaejoong tiba-tiba. "Aku rasa aku juga perlu penyegaran" Imbuhnya.

Senyum di wajah Minhyuk melebar. Dia senang ada yang sependapat dengannya.

"T-tapi l-letnan a-anda..."

Jaejoong memotong ucapan Wonho. "Aku baik-baik saja. Lagipula kurasa ini akan menyenangkan."

Kihyun memandang ke arah Wonho, takut jika Wonho menolak tapi jga tidak ingin memaksa Wonho. "Hyung..."

"Ok. Aku ikut." Jawabnya kemudian.

"Jadi apa rencanamu?" Tanya Wonho pada Minhyuk.

"Sesuatu yang membuat kita berteriak dan berkeringat."

Minhyuk menjawab dengan senyum yang membuat Jaejoong menyesali keputusannya.

"Oh,shit..." Umpatnya dalam hati.

***

"PASS! PASS! PASS!"

"SEBELAH SINI!"

Suara teriakan dan bau keringat langsung menusuk penciuman Jaejoong ketika mereka sampai di tempat yang dianggap Minhyuk akan menyenangkan. Dia memandang kosong ke arah lapangan- lapangan futsal berjajar yang di pisahkan oleh net setinggi tiga meter dan sedikit ruang untuk berjalan selebar satu meter.

"Kau yakin ini tempatnya?" Tanya Jaejoong masih mematung di tempatnya.

"Yup." Jawab Minhyuk mantap.

"Errr—kurasa ini bukan ide bagus."

Ketika Jaejoong hendak melarikan diri, tangan Minhyuk lebih cepat menahannya, menariknya menuju ke counter penyewaan sepatu dan membooking satu lapangan.

"Oh ayolah Tuan polisi jangan merusak kesenangan yang baru akan dimulai." Kata Minhyuk.

"Jaejoong. Namaku Kim Jaejoong." Jaejoong meralat.

"Baik. Jaejoong hyung." Minhyuk memutar bola matanya. "Bantu aku kali ini saja. Kita akan menjadi satu tim untuk menyatukan hamster pemalu dan kelinci berotot itu."

"What? Hamster? Kelinci?"

Minhyuk menunjukkan jarinya pada Wonho dan Kihyun yang berjalan di depan mereka. Wonho terlihat sedang berbicara dengan Kihyun, menunjuk ke satu lapangan yang sedang dipakai oleh remaja-remaja usia belasan tahun yang sedang bermain. Wonho sering kali mencuri pandang ke arah Kihyun dan akan tersenyum tipis setelahnya dengan wajah yang memerah ketika terjadi kontak fisik di antara mereka.

Jaejoong ingin merubah pikirannya tapi Minhyuk sudah terlanjur menyewa satu lapangan.

"Berapa ukuran sepatumu, hyung?" Tanya Minhyuk.

"Ki!!! Wonho hyung, berapa ukuran sepatu kalian?"

Minhyuk berseru keras agar dua orang yang sedang terjebak di dunia mereka sendiri itu sadar jika mereka tidak hanya berdua. Mereka menoleh dan berjalan menghampiri Minhyuk dan juga Jaejoong.

"Bukankah akan lebih mudah jika kau mendekati mereka?"

Minhyuk mengangkat bahunya. "Terlalu malas untuk berjalan." Jawabnya santai dan mengambil sepatunya dari counter.

"Malas tapi memilih tempat yang menguras tenaga seperti ini." Gumam Jaejoong .

Jaejoong membawa sepatunya ke bangku panjang, duduk di sebelah Minhyuk yang telah berganti sepatu dan sedang mengikat tali sepatu futsalnya.

"Aku pikir kau menyukai Kihyun. Tapi kau justru menjodohkannya dengan Wonho?"

Jaejoong membuka pembicaraan.

"Aku memang menyukai Kihyun tapi bukan dengan rasa cinta. Lebih seperti sayang pada saudara." Jawab Minhyuk sambil menaikkan kaus kakinya menutupi plat yang melindungi tulang keringnya. "Lagipula aku sudah berjanji pada Kijong hyung ntuk menjaga Kihyun. Jadi anggap saja kalau aku ini malaikat penjaganya."

Jaejoong terkekeh. "Malaikat penjaga yang cerewet."

"Yup." Jawab Minhyuk merasa bangga.

Dia bukan tipe yang gampang tersinggung, jadi dia sama sekali tidak tersinggung dengan sebutan yang di berikan Jaejoong untuknya.

"Jadi kita akan bermain 2 on 2?" Tanya Wonho.

"Yes." Minhyuk melompat berdiri dari bangku, memasukkan sepatu dan barangnya ke loker yang disediakan. "Karena ada dua polisi di sini jadi aku akan berpasangan dengan Jaejoong hyung. Kau dengan Kiki."

"Yya. Itu tidak adil."

Kihyun memprotes keputusan sepihak Minhyuk.

"Bagian mana yang tidak adil? Menurutku itu cukup adil. Yang tidak adil jika aku berpasangan denganmu dan kita melawan dua polisi." Jawab Minhyuk berkacang pinggang.

Jaejoong menghela nafas mendengar pertengkaran keduanya.

"Apa aku perlu mengalah letnan?" Goda Wonho.

"Pikirkan saja cara agar kau tidak terlihat memalukan di depan Kihyun." Balas jaejoong yang mulai tersulut api bersaingnya.

"Jaejoong-ssi?"

Jaejoong tersentak ketika ada yang menyentuh bahunya dari belakang. Saat menoleh dia melihat sosok namja berbadan besar dengan kaus hitam tanpa lengan, memamerkan lengan besarnya yang padat.

"Hyunwoo...ssi?"

Hyunwoo tersenyum, mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Jaejoong.

"Suatu kebetulan kita dapat bertemu di sini."

Jaejoong hanya menyahutinya dengan senyum kikuk.

Di sisi lain, Minhyuk termenung dengan mata lebar, nyaris melotot melihat Hyunwoo. Dia baru berkedip saat Wonho mengusap wajahnya.

"Matamu nyaris keluar. Kau tahu itu?" Kata Wonho berjalan melewati Minhyuk.

Minhyuk mengangkat tangannya, melakukan gerakan memukul udara di belakang Wonho.

"Tipemu?" Tanya Kihyun terkikik.

Minhyuk memutar bola matanya, melingkarkan tangannya di bahu Kihyun. "Tipeku adalah yang spertimu sayang. Bukan namja besar seperti dia."

Kihyun memutar bola matanya malas, mendengarkan ucapan menggelikan Minhyuk dan memilih untuk menyimpan tasnya di locker sementara Minhyuk menghampiri Jaejoong dan Wonho serta namja asing itu. Dia hendak menutup pintu locker saat ponselnya yang berada di dalam tasnya bordering. Kihyun terkejut, namun tetap menggeser tombol hijau ketika melihat nomor asing tertera di layar ponselnya.

"Yeo-"

"Odiya?"

Kening Kihyun berkerut mendengar suara yang tidak terlalu asing di telinganya, juga kesal karena ucpannya dipotong begitu saja.

"Nugu seyo?" Tanya Kihyun.

"Eunho."

"Ah, hyung mianhae. Aku tidak tahu kalau ini nomormu. Tapi dari mana khyung tahu nomorku?"

"Itu tidak pent---YYA!!! BELALANG SAMPAI KAPAN KAU MENGIKUTIKU HUH?"

Kihyun menjauhkan ponselnya dari telinga ketika Eunho berteriak dengan sangat lantang dan terdengar sangat marah.

"Hyung?"

"Katakan kau di mana. Aku ke tempatmu sekarang."

"Aku di Son sport center." Jawabnya sambil membaca deretan tulisan di atas meja counter.

"Ok."

PIP

Bibir kihyun mengerucut. "Aneh sekali."

"Kita bertemu lagi." Wonho mengulurkan tangannya pada Hyunwoo yang langsung disambut oleh Hyunwoo.

"Kebetulan yang menyenangkan." pandangan Hyunwoo teralih ke Jaejoong. "Bukan begitu?"

"Ehe.. . Mungkin." Jawab Jaejoong sambil menyentuh tengkuknya.

Dari sekian banyak orang Hyunwoo adalah orang terakhir yang ingin ditemuinya. Tapi tentu saja dia tidak bisa mengusir namja itu begitu saja.

"Anda sendirian?" Tanya Wonho.

"Ya. Aku biasa main tenis di sini."

Mata Jaejoong melebar. "Tenis? Tapi ini lapangan futsal bukan lapangan tenis?"

Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Jaejoong dan dia mengutuk dirinya sendiri yang merasa sangat bodoh ketika Hyunwoo tertawa.

"Maksudku di sebelah sana."

Hyunwoo menunjuk ke arah lain tak jauh dari lapangan futsal.

"Tempat ini menyediakan lapangan untuk berbagai cabang olah raga. Seperti futsal, tenis, basket dan kolam renang di belakang gedung. Di sini juga ada sauna." Lanjutnya.

"Wow, anda tahu banyak tentang tempat ini." Puji Minhyuk dari belakang Wonho.

Alis Hyunwoo terangkat sebelum menjawab. "Ne. Karena tempat ini milikku."

"Heol, daebak." Minhyuk melonggo. "Oh ya, aku Lee Minhyuk." Katanya memperkenalkan diri.

"Son Hyunwoo." Mata Hyunwo tertuju pada sepatu ketiga orang yang ada di depannya. "Kalian mau main futsal?"

"YES." Jawab Minhyuk kelewat bersemangat.

Jaejoong mengelengkan kepalanya karena sifat Minhyuk yang kelewat santai bahkan terhadap orang yang baru dikenalnya. Tidak seperti dirinya yang justru jengah jika bertemu dengan orang asing yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Apalagi Hyunwoo secara terang-terangan pernah menggodanya.

"Jadi Jaejoong-ssi, anda punya waktu untuk bermain futsal tapi tidak ada waktu untuk makan malam denganku?"

"Mulai lagi." Pikir Jaejoong.

"Tergantung siapa yang mengajakku sebenarnya." Jaejoong balik badan. "Kajja. Kita kemari bukan untuk mengobrol."

Dia berjalan lebih dulu, meninggalkan yang lainnya di belakang.

"Hyung aku akan di sini sebentar." Ucap Kihyun tiba-tiba.

"Wae?" Tanya Wonho.

"Eunho hyung akan kemari. Jadi aku akan menunggunya sebentar."

Hyunwoo memasang telinganya ketika Kihyun menyebut nama Eunho.

"Haneul? Atau Yunho?" Hyunwoo membatin. 

"Anda boleh bergabung dengan kami jika anda mau. Daripada anda sendirian."

Ucapan Minhyuk menariknya dari lamunan singkatnya. Dia ragu untuk menjawab, mengingat Jaejoong tidak bersikap ramah padanya. Dia menoleh ke arah Wonho seperti meminta pendapat dan juga persetujuan.

"Jangan khawatir. Anda boleh bergabung dengan kami." Kata Wonho meyakinkan dengan seulas senyum.

Wonho memikirkan bagaimana reaksi Eunho ketika Hyunwoo menggoda Jaejoong nanti. Dia pikir hal itu akan sangat menarik untuk ditonton.

"Aku akan menyusul nanti." Kata Kihyun ketika tiga orang lainmenyusul Jaejoong yang telah berteriak pada mereka.

***

-At Other side-

Yunho terhenyak dengan kedua mata melebar tidak berkedip. Ini gila, pikirnya. Perasaan yang kini meliputinya, sungguh di luar pemikiran dan rencananya. Perasaan bersalah. Perasan ketakutan. Perasaan yang membuatnya merasa sangat kotor.

Dia telah siap dengan segala sesuatu yang akan terjadi. Tapi kenapa dia tidak merasa lebih baik. Bahkan dia merasakan ketakutan yang makin membuncah tak tebendung pada dirinya sendiri. Nafas kasr Yunho rasakan berhembur dari hidungnya, tak ada kata yang mampu dia ucapkan saat matanya terkunci pada putaran adengan di depannya.

Darah...

Teriakan kesakitan...

Teriakan putus asa...

Jiwa-jiwa yang menjerit...

Tubuh-tubuh yang bergelimpangan...

Dengan tangannya yang gmetaran Yunho menutupi telinganya, berharap dengan begitu dia tidak mendengarkan suara-suara pilu yang mengelilinginya. Namun suara itu justru makin jelas terdengar di telingganya. Dia jatuh dengan kedua lututnya.

"Je..jebal...geumanhae..geumanhae" Gumamnya.

Yunho dapat mendengar suaranya yang sangat putus asa. Suaranya tak berbeda jauh dengan suara-suara yang berdenging di kepalanya. Dia ingin membenturkan kepalanya untuk mengeluarkan suara itu dari kepalanya. Kepalanya bergerak, menggeleng dengan mata terpejam erat. Dia sudah cukup melihat sudah cukup mendengar. Dia tidak ingin mendengar atau melihat apapun lagi. Sudah cukup baginya.

"GEUMANHAEEE!!!" Serunya lantang.

"Wae? Bukankah ini yang ingin kau ketahui?"

Yunho mendongak, memutar kepalanya untuk mencari sumber suara yang bicara padanya. Namun taka da siapapun di sana kecuali dirinya. Seolah suara itu keluar dari dalam kepalanya, menyatu dengan suara-suara pilu yang membuatnya mengigil.

"Nugunya?"

"Aku adalah dirimu. Juga diri Haneul." Jawab suara itu.

"KELUAR KAU!!! TUNJUKKAN DIRIMU!!!"

"Aku ada di dalam dirimu."

Perlahan tapi pasti, sesosok namja keluar dari dalam gambaran di depan Yunho. Pertama menyerupai bayangan, lama kelamaan memadat membentuk sosok yang sama persis seperti Yunho. Wajah namja itu terlihat kaku menatap sendu pada Yunho. Yunho terhenyak, lidahnya kelu saat namja itu mendekat bahkan dia tidak dapat bereaksi ketika namja itu memeluk tubuhnya. Rasa dingin. Namun familiar.

"Jebal, naleul guhaejwo. Nal naebeolyeodwo. (Please, save me. Set me free)"

***

-TBC-

***

Annyeong....

lama ane kagak cuap2 ya kan...

hahahaha

kagak ada ya yg baca sesi cuap2 ane...

biarinlah. ttep mau cuap2 dikit nih...

ane masa baru tau Son Hyunwoo aka salah satu chara d ff ane ini ngisi OST dramanya Jejung ... wkwkwkwk

ketinggalan jaman bgt deh ane..

abis suaranya kedengaran beda bgt....

Hm hm hmmm,,,
N jangan lupa chap depan bakal diisi dgn interaksi jejung n haneul yg lagi nyamar jadi eunho... uhuk *spoiler* uhuk ...

Wkwkwkwk...

Tinggalkan jejak kalian jika kalian suka ff ini...
Setiap bintang n komen kalian sangat berarti buat ane nglanjutin...
Thank yor for reading n every supports...

See you in next chap soon... 🤗🤗🤗
Good morning night ....
(Jangan nyanyi plis😂😂)
NB : SEKARANG HARI SENIN 😂😂😂
BYEEE....

Continue Reading

You'll Also Like

30.7K 2.9K 39
ត្រឹមជាក្មេងប្រុសថ្លង់ស្ដាប់មិនឮម្នាក់ អាចធ្វើឲ្យបុរសមានអំណាចធ្លាក់ចូលក្នុងអន្លង់ស្នេហ៍បានយ៉ាងងាយ... 5.30.24❤️
162K 10.9K 125
Disclaimer: I do not own this story, this is just and heavily edited MTL. Full title: Stockpiling Supplies and Raising a Child in the Post-Apocalypti...
370K 13.1K 42
فيصل بحده وعصبيه نطق: ان ماخذيتك وربيتك ماكون ولد محمد الوجد ببرود وعناد : ان مارفضتك ماكون بنت تركي !
24K 1.5K 32
The story is about a very prominent Rajput family in Rajasthan, well-known in their village, and they have a large business empire of the jewelry and...