Kakak • lrh

By ohsnapitshood

2K 490 164

"Kakak?" "Kakak kenapa harus pergi jauh?" "Kalo kakak pergi jauh, aku mau ikut, mau sama kakak... Kakak disin... More

Special thanks!
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Kaka🍒
Luke
Kaka-kakak🍒
Kaka
Luke
Jack
Jack
Ben
Luke
Luke
Jack
Ben
Jack
Kaka
Calum
Calum
Calum
Kaka
Kaka
Luke
Luke
Jack
Kaka
Jack
Luke
Kaka
Calum
Jack
Jack
Calum
Jack
Calum

Kaka

28 8 5
By ohsnapitshood

"Tapi kalo dijadiin pecahan, hasilnya desimal, ya? Ngerti, semua?"

"Elhamka?"

"Ka,"

Aku menoleh, mendapati Ash yang kini menunjuk mr. Felix didepan,

"Elhamka, bisa kerjain yang ini?"

Aku menggeleng pelan.
"Sir?"

"Ya?"

"Izin keluar ya, om ku nelfon." Bohongku, yang tanpa nunggu jawabannya langsung bawa tas keluar.

Mau ngapain? Ya pergi dari sini, lah.

Jalanku makin cepat; menarik nafas lega saat akhirnya bisa keluar dari gerbang sekolah tanpa ketauan siapapun. Persetan sama hukuman yang bakal dikasih nanti, yang penting sekarang aku bebas dari sini.

Kalo kakak tau aku kabur, dia marah gak ya?

Masa bodo dengan itu juga; aku berjalan menuju jalan raya; menyusuri cat kuning pinggir jalan yang entah dimana ujungnya. Aku cuma ingin cari tempat sepi; setelahnya, entah mau apalagi.

Maksud om Ben tadi malem apa, ya?

"The city of townsville," gumamku, meniru opening power puff girls. "Ah, pusing!"

Kamu harus bikin kak Luke seneng, Ka. Jangan bikin dia marah.

Aku berjalan menuju padang rumput luas dan sepi yang didepannya terdapat sungai kecil. Kata kata Ash tentang kak Luke masih bersarang dikepalaku; diam diam merasa bersalah juga, karena kalau sampai kak luke tau aku kabur dari sekolah, dia pasti marah.

Aku duduk di pinggir sungai; pantulan wajahku terpampang di air.

Kok mataku jadi bengkak banget?

Kok bibirnya jadi beda, ya? Dulu kayaknya tiap ngaca aku senyum...

Tadi pagi, aku bangun dengan mood yang jeleeeek banget. Kayak habis nangis semaleman; pokoknya jadi sedih; sedih banget, gak tau ada apa.

Aku mau kakak...

"Woy,"

Aku menoleh; mengernyit heran.

Kak Cal?

Dia ngapain disini?

"Kenapa?" Tanyaku acuh; mau dia marah marah, atau mukulin aku lagi, semuanya masa bodo sekarang.

"Ngapain lo disini?" Ia mengulum rokok sebelum akhirnya menjepitnya dengan dua jari; matanya masih sinis menatapku, seperti biasa. "Cabut kan lo?"

Paling bentar lagi ngomong 'ini tempat gue, lo sana dong!' Gitu.

Kalo dia begitu, aku geser ke ujung deh.

"Nggak, udah pulang." Bohongku lagi.

"Boong."

Aku nggak menjawab.

Kok dia ngga ngomong gitu, ya?

Ia duduk gak jauh dariku; melempar batu kecil ke sungai; suaranya terdengar sampai kesini.

"Badanku terkujur kaku, bentuk malang melintang," kak Cal bersenandung. "Tertutup mataku namun cahaya semakin terang."

"Jiwaku mengambang tinggi terus melayang-layang."

"—Nyawaku dirampas namun kita yang jaya perang."

Senandungan kak Cal membuat pikiranku lari pada orang yang pasti—atau mungkin—marah, jika tau aku kabur dari sekolah hari ini.

Kak Luke bakal mati nggak, ya?

Nggak, kan?

Kak Cal kemudian diam; tidak lagi bersenandung.

Kami berdua terdiam.

Kakak lagi apa ya, sekarang?

Kalo aku pulang ke rumah sakit, dia tau gak aku bolos?

Kak Cal melempar batu lagi; suaranya kembali nyaring terdengar.

Tuk!

Aku menoleh; mendapati batu putih sekepalan tangan tiba tiba berada di sebelah sepatuku. Kayaknya, kak Cal baru aja menggelindingkannya padaku.

Pandangannya berpindah dari batu putih tersebut ke  sungai; mungkin isyarat menyuruhku melemparnya.

"Goblok!" Serunya; kembali melempar batu lain. Kali ini, lemparannya tidak begitu nyaring, karena dia melemparnya jauh ke tengah sungai.

"Kenapa?" Ia menatapku lagi. "Luke ngga bolehin lu ngomong kasar?"

Aku nggak menjawab; masih menatap batu yang diberikan kak Cal.

"Whatevs." Sergahnya, mengambil batu lain, kemudian kembali melemparnya. "Tolol!"

Coba aja kali, ya? Siapa tau aku nggak sedih lagi, kalo teriak...

"Bego!" Aku memberanikan diri berseru sekeras mungkin; melemparkan batu tersebut sejauh jauhnya.

Kak Cal tersenyum singkat menatapku, memberikan dua batu lain padaku.

Aku melemparkan batu pertama; kemudian berteriak sekeras kerasnya.

Sedangkan batu kedua, kusimpan di saku. Nggak, aku ngga mau nyerang orang pake ini, kok. Aku cuma... Siapa tau aku kesal lagi, mungkin bisa kubuang nanti. Gak di rumah sakit kok ngebuangnya, tenang aja.

Paling di ruang kamar kakak.

Nggak deng.

"Are you having a hard time?" Tanyaku hati hati pada kak Cal.

"We all do." Jawabnya acuh; samasekali tidak menoleh kearahku, kembali melempar batu selanjutnya, namun kali ini tanpa makian.

"I know you hate me, so bad." Lirihku. "But i just wanted you to know that... You have a friend in me. if you need a friend to talk to, or you have a bad day and no one listens to your words, i'll do it."

Kak Cal menoleh, menatapku kali ini.

"I'm having a hard time, and so do you." Aku bangkit dari posisiku sekarang. "Everybody else does."

"Im off to the hospital." Sahutku singkat, menggendong tas; kemudian berjalan memunggunginya.

"I aint got a friend on you." Ujarnya; membuatku berhenti berjalan. "You're my fucking sister."

Apa tadi dia bilang?

Aku ngga salah denger, kan?

Dia masih nganggep aku adiknya?

"If you say so." Lirihku, yang lanjut berjalan. Dia pasti main main; karena kalau aku adiknya, dia gak bakalan mukulin aku sampai segitunya.

Kak Luke kakakku,

Bukan kak Cal.

***

"Kak?"

Kosong; kak Luke nggak ada di tempat tidur.

Dia kemana?

"Om?" Panggilku lagi. Nihil, satu ruangan ini kosong; nggak ada orang samasekali.

"Kak Mali?"

"Om Ben?"

"Om Jack?"

Aku menurunkan tas dari gendongan; menjatuhkannya begitu aja di lantai.

"Kak?" Aku membuka pintu kamar mandi tanpa mikir dua kali—

Kak Luke disana; ia duduk bersandar di dinding sebelah kloset. Matanya tertutup, wajahnya pucat bukan main.

"Kak?" Aku mengguncang badannya, takut kakak mati. "Kak? Kakak jangan mati—"

Kakak menggeleng pelan, tersenyum paksa.
"Nggak..."

Aku duduk di sampingnya; memeluk kakak yang kini lebih mudah dipeluk, karena badannya tidak se-berisi dulu.
"Kakak kenapa?"

"I wanna do something; i wanna do it myself." Lirihnya. "I feel like throwing up, so i went to the bathroom on my own."

Mata kakak berkaca; ah, jangan nangis, kak. Nanti aku ikut nangis...
"And this happened."

"You're doing great." Senyumku, menatap Kakak yang kini ikut tersenyum—paksa. "Aku kalah; aku pernah muntah depan anak SMP dulu. Embarrassingly stupid."

Kakak tersenyum; bibir pucatnya nggak pernah cemberut samasekali semenjak ia sakit.

Kakak sakit, kan?

Kenapa kakak gak pernah bilang ke aku?

"I'm just really tired now." Sahutnya, yang lebih terdengar seperti bisikan; kepalanya bersandar diatas kepalaku. "I'm sorry I can't be a superhero you always dreamed about..."

"Kak," aku menggeleng pelan. "Don't be."

"Aku sayang kakak." Lirihku; berusaha nggak nangis. "Gak peduli kakak kayak gimana..."

"I love you too, boo." Bisiknya. "I'll always love you."

Kakak terdiam sekarang; begitu juga denganku.

Diam diam, aku mengirim pesan pada om Jack dan Om Ben untuk segera kemari; karena bisa jadi kakak benar benar butuh bantuan, yang aku gak bisa lakukan.

Suara deru nafas kakak terdengar teratur kali ini; semoga dia cuma tidur.

Semoga om juga cepet kesini...

***

"Kaka memberi makan molly." Kak Luke menatapku; Iya, setelah om Ben datang dan kakak disuntikkan sesuatu oleh dokter, ia tertidur. "Itu kata kerja, kata benda, atau kata sifat?"

Setelahnya, ia bangun dan menerima pesan dari mr. Reynolds kalau aku kabur dari sekolah di pelajaran mr. felix; untung dia bilang ke Kakak bahwa aku jangan dimarahi—aku sempet ngintip pesannya, hehe. Jadi, tadi sekalian ngadu ke kakak, dia juga sekalian ngasih tau ada ujian besok.

"Kata..." Aku menggumam. "Kata Kakak."

"Hehe." Aku menyengir kecil, membuat kakak ikut tersenyum; dalam hati mungkin pengen nenggelemin aku di infus. "Kata... Kerja?"

"Bener." Angguk Kakak. "Kalo 'molly adalah anjing terlantar', itu kata apa?"

"Kata... Sifat." Ujarku; kalo udah disuruh belajar kenapa ngantuk, ya? Herman.

"Udah." Ujar kakak, menutup semua bukuku; memasukkan semua yang kuperlukan ke dalam tas. "Tidur yuk, udah malem. Besok jangan buru buru ngerjainnya, ya."

Aku mengangguk; berbaring di sebelah kakak. Semuanya udah tidur sekarang; cuma aku dan kakak yang belum.

"Ka?"

"Hm?"

"Sini," panggil kakak, membuatku bangkit dari posisiku lagi. "Bangun dulu sebentar."

"Kenapa, kak?"

Kak Luke tersenyum iseng, kali ini memegang sesuatu di tangannya; dot.

Pupil mataku pasti melebar sekarang.

"Kakak beli di mana?" Tanyaku, yang langsung mengambil benda tersebut dari tangan kakak. Ada susunya, tapi udah dingin. "Kata kakak aku ngga boleh ngedot?"

"Siapa bilang gak boleh?" Sergahnya. "Sekali ini aja ya, tapi. Gue minta dot lu yang lama sama Mali tadi pagi."

Aku tersenyum kecil; malu sih, tapi ya... Gimana. Orang enak pake dot.

"Makasih kakak." Aku memeluk kakak. "Tapi jangan kasih tau siapa siapa ya, aku pake ini lagi."

"Nggak lah." Gelengnya, menepuk bahuku. "Paling kasihtau Ashton aja."

"Ih, jangan." Gelengku, kali ini berbaring lagi di samping kakak. "Jangan kasihtau, nanti satu sekolah tau."

"Aight." Senyumnya, kali ini berbaring disampingku. "Besok jangan susah dibangunin, ya?"

Aku mengangguk; guilty pleasure sih ini parah.

Mataku makin lama makin berat; ternyata dot ada obat tidurnya, ya?

Ah, mataku menang; semuanya ringan sekarang; gelap.

"Yah, ini sih dotnya cuma diemut Ka, susunya basi dong, besok?"

"Tapi ngga apa apa lah."

"Gue kangen ngajarin lo belajar, Ka."

"Kangen pertanyaan lo yang macem macem."

"Kangen ngambek ngambek lo yang ngga jelas."

"Lo udah jarang banget ngambek, kayaknya ya?"

"Lo makin dewasa gue liat..."

"Waktu kita pertama ketemu, lo ngeselin banget. Gue sampe ogah ngajarin lo dulu, saking ngeselinnya lo."

"Lo udah berani berantem, terus sekarang berani kabur dari sekolah juga..."

"Lo makin dewasa, Ka. Gila ya, cepet banget..."

"Im sorry i've put you in this situation,"

"Gue minta maaf udah bikin lo nangis terus, karena gue. Maafin gue, kalo gue belom jadi kakak yang baik; jadi superhero yang lo mau."

"Gue minta maaf, sering bikin lo sedih. I would die to keep that smile on your face, i swear."

"Gue minta maaf, karena gue gak pernah ada waktu lo dimacem macemin Calum."

"Gue minta maaf, karena lo harus liat gue begini."

"Gue minta maaf, karena gue gak bisa kuat didepan lo, even though i tried so hard to make it real."

"Gue minta maaf udah bikin lo kabur dari sekolah; pasti pikiran lu kacau tadi."

"Lo butuh orang yang lebih kuat buat jagain lo; buat jadi kakak lo, buat jadi orang yang selalu lo banggakan, buat nemenin lo sampe lo dewasa nanti, buat ngehajar cowok lain yang bikin lo nangis nantinya, buat liat senyum lo waktu lo akhirnya berhasil ngebuktiin sama orang orang bahwa lo mampu ngelakuin sesuatu yang mereka pikir lo ngga akan bisa..."

"Buat ngejaga lo sampai lo dewasa nanti. Keep you safe, makes you happy..."

"—dan gue belom bisa jadi itu semua..."

"Maafin gue..."

"Maafin gue..."

"Gue mau lihat lo dewasa, Ka."

"Gue mau liat pacar pertama lo nanti, meskipun lo pernah janji bahwa lo gak bakal pacaran nantinya."

"Gue mau lihat lo wisuda,"

"Gue mau lihat lo senyum, waktu akhirnya lo dapet sesuatu yang bener bener lo kejer dari kecil."

"Its a bit too far, but... Gue mau lihat lo nikah nantinya."

"—dan gue takut gue gak bisa, Ka..."

"Doain gue semoga gue bisa liat lo dewasa, ya?"

"Sekali lagi, maafin gue..."

"Sleep tight, baby. I really, really love you."

"Sweet dreams, boo."

"—i love you to the back and moon; i'll always love you,"

"—always."

Continue Reading

You'll Also Like

278K 22.2K 15
Tek başına bebeğiyle Seule taşınan omega jeon jungkook ve komşusu safkan alfa kim taehyung . Omegaverse! SafkanAlfatae! Omegakook! Text&Düzyazı!
76.6K 9.6K 13
Yaşadığı mahallenin gözde omegası balet Taehyung, orada göreve yeni başlayan yüzbaşı alfa Jungkook'la ruh eşi çıkar.
312K 29.1K 32
Kore'nin nesillerdir düşman olan iki sürüsü; Kim'ler ve Jeon'lar aynı davete katılır. Beklemedikleri şey ise attığı yumruk ile ruh eşi oldukları orta...
146K 13.3K 22
taehyung ve jungkook birbirlerinin yan komşularıydı. there is no other universe then, stay with me texting + instagram 03.02.24 This fiction is dedic...