12 [Sudah Pindah Ke Ican Nove...

By MbakUti

198K 16.5K 1.3K

(Tersedia di play store dan shopee / Versi novel ada di Ican Novel dan Kubaca) Perempuan yang mereka sebut pe... More

Prolog
Aa
Bb
Cc
Dd
Ee
Ff
Gg
Hh
Ii
Jj
Kk
Ll
Mm
Nn
Say Your Wish
Oo
Qq
Rr
Ss
Tt
Uu
Vv
Ww
Xx
Yy
Zz (END)
Epilog
Extra Chapter
Spin-off 1
Spin-off 2
Alder's favourite food
VVIP Thanks
Vote Cover
OPEN PO
E-book
Saran?

Pp

5.1K 477 33
By MbakUti

Hai pembaca cerita 12 yang pada baik banget setia nungguin cerita ini up, spam komen dong buat mbak Uti dicerita ini 😥 pliiisss. Pengen tau seberapa buat bapernya cerita ini ke pembaca 😖. Yah yah yah, spam komen yah? *maksa

💙💙💙

Mata Arnav membuka lebar saat keluar dari kamarnya untuk menunaikan panggilan alam.

Banyak kertas berserakan memenuhi satu ruangan kecil yang berfungsi sebagai ruang tamu, berkumpul dan juga ruang makan sekaligus.

"Omaiygadh Arlova Zemira! Lo ngapain sih malem-malem begini masih melek, bik? Ini apa coba? Udah kosan kecil dibuat kek kapal ancur lagi."

Arnav berkecak pinggang melihat ke arah Lova yang memutar matanya malas.

"Bacot deh, Arnav. Kalo mau kencing tinggal lewat aja sih. Protes mulu." Lova kembali dengan kegiatan menulisnya. Sesekali melihat ke arah laptop yang dibelinya dengan jerih payah menjadi penyiar.

Tidak bisa Lova pungkiri bahwa semakin bertambah tahun usia bumi, dunia menjadi semakin canggih. Bukan ingin bermegah, tapi alat-alat seperti gadget dan laptop sudah mulai menjadi kebutuhan.

Setelah menjadi penyiar sejak masuk kuliah, akhirnya Lova bisa membeli laptop saat sedang sibuk dengan skripsinya.

Sebelum itu, Lova menjadi anak warnet yang mengerjakan segala tugasnya di warung internet. Untungnya ada warnet yang buka 24 jam seperti warung makan di terminal. Sehingga Lova kadang bisa pulang dini hari setelah tugas-tugasnya selesai.

Lova bersyukur, sebelum skripsinya dimulai, dia sudah bisa membeli laptop sendiri. Juga bisa menambah pekerjaan sebagai penjaga perpustakaan dan menulis beberapa artikel.

"Buat apaan sih, bik?" kembali Arnav bertanya setelah menyelesaikan urusannya di WC.

Lova menghela napas lelah. "Buat RPP dan sebagainya," jawab Lova malas-malasan.

"RPP doang muka sampe jadi tua begitu." Lova mendelik ke arah Arnav yang hanya mencebik.

"RPP doang lo bilang? Ini masa depan anak murid gue nantinya. Hebatnya, gue gak bisa buat beginian." Wajah Lova merah menahan airmata. "Dan umur gue baru 27 tahun."

"Kok bisa? Bukannya udah diajarin pas lo kuliah?"

"Nav, someday kalo lo kuliah di keguruan juga, lo harus perhatiin bener-bener mata kuliah yang materinya soal silabus sama RPP begini. Even lo gak suka sama dosennya." Kali ini Lova benar-benar berniat memberikan nasehat untuk adik semata garengnya ini.

"Idih, siapa juga yang mau ngikutin jejak lo."

"Jadi? Lo gak mau kuliah? Mau kerja apa? Masih mau ikut gue kalo kerja?" mulut Lova memberondong segala pertanyaan yang tidak satupun sempat dijawab Arnav. "Ogah! Kalo lo kuliah gue masih mau nampung. Kalo lo udah kerja, kagak mau gue dikintilin lo lagi."

Arnav mendengus mendengar ucapan sang kakak yang tidak berjeda.

"Elah itu mulut apa asep sepur sih, bik? Kagak berenti banget ngoceh." Lova hanya mencebik. "Gue mau jadi dokter." Arnav menunduk memainkan jarinya.

Lova membenarkan kacamatanya. Melihat ke arah Arnav dengan pandangan serius.

Suasana kosan mereka menjadi sunyi. Hanya dentingan jam yang menunjukkan pukul 00.30 dini hari terdengar.

"Bapak selalu ngeluh tiap asam uratnya kambuh. Dan harus nunggu beberapa hari biar bisa ketemu sama dokter spesialisnya karena rumah kita yang ada di kampung. Nebus obatnya lama karena uang yang kurang. Gue pengen bantu orang-orang kayak bapak tanpa peduli mereka punya uang apa gak, bik. Supaya mereka bisa sehat sama kayak orang-orang yang punya duit lebih."

Lova masih diam. Membiarkan adiknya yang menunduk dengan segala pemikiran yang diutarakannya saat ini.

"Mimpi gue kejauhan ya, bik?" Arnav kini berani mengangkat kepala. Menatap ke arah kakak perempuannya.

"Gak!" Lova menggeleng cepat. "Sama sekali enggak." Lova bangkit dan menjauh dari kerjaannya. Mendekat ke arah adiknya yang duduk di kursi tempat mereka makan.

Senyuman hangat tersemat di sudut bibir Lova. "Gue bakal bantu lo ngewujutinnya. Lo tau kan, kuliah kedokteran itu butuh banyak biaya. Jadi kalo gue nyanggupin lo kuliah, lo harus belajar bener-bener dan cepet selesaiin pendidikan lo. Ngerti?"

Mata Arnav memerah menahan airmata. Dengan senyuman Arnav mengangguk menyetujui.

Lova memeluk Arnav dengan tulus. Meskipun mereka tidak selalu akur, tapi jangan tanya seberapa mereka saling menyayangi sebagai saudara.

"Adek gue udah gede." Arnav terkekeh sesaat merasakan usapan lembut tangan mungil di kepala belakangnya.

***

Si anak pintar dari kelas IX A. Guru menyebutnya salah satu dari keajaiban. Pasalnya, dia seorang murid laki-laki yang jarang sekali ada siswa yang konsisten dengan kepintarannya.

Tentang sikap, sama seperti murid laki-laki pada umumnya. Melanggar aturan sekolah juga sesekali dilakukan.

Namanya juga anak menuju remaja.

Tapi banyak guru menyayangi dan mengenali anak laki-laki ini. Jelas karena kepintarannya itu.

Pandai dalam akademik, non akademik, olahraga dan seni. Bocah berumur 15 tahun yang masih menyimpan ketampanannya dibalik kulit yang menghitam karena gosong terkena matahari.

Mereka menyebutnya Alder Reuven. Anak laki-laki yang sekarang sedang hormat bendera dengan telanjang dada bersama tiga orang teman lainnya.

Matahari tepat di atas kepala. Siang ini sangat terik. Murid-murid lain bahkan hanya bermain di kelas masing-masing. Sesekali lewat dan mentertawakan para murid yang sedang hormat bendera itu.

"Eh, katanya ada guru bahasa inggris baru loh." Salah satu dari mereka berseloroh masih dengan posisi menghormati sang merah putih.

"Iya. Udah sebulan ngajar. Katanya mungil-mungil imut gitu. Manis." Anak dengan mata sipit memberi komentar.

"Tapi katanya galak. Tapi friendly juga." Si kepala botak nimbrung.

"Apa sih lo? Tapi-tapi mulu." Bocah yang pertama berseloroh berujar kesal.

"Gak pernah liat gue." Alder mulai tertarik dengan pembicaraan teman-temannya.

"Miss itu ngajar kelas F, G, H, I sama J. Jadi ya gak bakal masuk kelas kita." Si sipit membalas.

"Kecuali mem Cicih kagak masuk." Kembali si botak menimpali.

"Namanya siapa?" Alder bertanya setelah menyeka peluh dari keningnya.

"Love? Lovi? Eh siapa, ya? Lov-Lov gitu deh awalnya." Begitu sok taunya si botak menjawab.

"Arlova Zemira."

"Kalian lagi! Dan selalu kalian!" teriakkan itu terdengar setelah mata segaris menyebutkan nama guru baru yang sedang mereka bicarakan.

Suara keras itu terdengar dari guru yang sudah membuat mereka berada di lapangan tanpa memakai baju dan hormat bendera diterik matahari.

"Kenapa selalu gak buat PR?" setelah berkata dengan nada tinggi, bapak itu memukul keempat anak di depannya dengan buku tebal yang di lipat tepat di belakang kepala.

Berkali-kali guru itu melakukan hal yang tidak pantas ditunjukkan seorang guru. Memukul dan memaki.

"Siapa sih?" Lova mengerutkan dahinya melihat ke arah lapangan yang sekarang menjadi pusat perhatian banyak murid.

"Pak Isha, Lov. Itu guru bahasa Indonesia yang selalu ngebanggain diri udah S2. Liat deh kelakuannya, gak nunjukkin banget kalo guru yang udah sampe S2 pendidikannya." Utami, guru matematika yang kini berteman dengan Lova memberi informasi.

Seperti yang Utami bilang, namanya bapak Isha, si guru S2 yang tindakannya tak sesuai dengan pendidikan yang sudah ditunaikan.

Lova ingat, bapak yang mengajar bahasa Indonesia tapi sering bercakap menggunakan bahasa Inggris. Terkadang Lova jengah, karena yang diucapkannya sama sekali salah.

Tapi Lova hanya tersenyum dan meng-iyakan tanpa membantah. Malas mencari hal-hal yang akan membuatnya dikenal oleh bapak berpendidikan tinggi itu.

Lova hanya ingin mengajar dengan tenang di sekolah itu, tanpa harus mengenal begitu dekat dengan siapa pun.

Bapak Isha memang sering bertindak di luar batas. Dan sayangnya, tak ada yang berani mencegah tindakan itu.

Dan Lova sudah tidak tahan dengan segala apa yang dilihatnya. Segera Lova berjalan ke arah lapangan menghampiri bapak bahasa Indonesia itu. Dihiraukan Utami yang melarangnya untuk mendekat.

Mana bapak kepsek yang MENGINGATKAN biar gak mukul ini bocah-bocah? Guru gak berperikemanusiaan begini aja masih dipelihara.

"Excuse me, bapak." Lova memasang senyuman manis saat bapak Isha menoleh ke arahnya.

"Ada apa?" tak ada balasan ramah yang sering Lova dengar dari bapak yang juga suka berbasa-basi terlalu basi ini.

"Sudah waktunya anak-anak untuk masuk ke kelas lagi, pak." Sekilas, Lova melirik ke arah anak-anak yang menunduk.

Kecuali satu anak. Lova bahkan sempat bertemu tatap dengan anak itu.

"Saya masih harus menghukum mereka. Karena mereka selalu membuat kesalahan yang sama. Tidak pernah membuat PR yang saya berikan." Bapak itu menunjuk ke arah murid-muridnya.

"Dan bapak akan mengambil jam mata pelajaran guru lain?"

"Dengan empat anak ini gak ada di kelas, saya yakin suasana kelas mereka jauh lebih kondusif."

Mata pak Isha tertutup kabut kemarahan. Lova kembali tersenyum.

"Saya dengar, bapak satu-satunya guru yang sudah S2 di sini." Lova kembali membuka pembicaraan.

"Tentu saja." Tawa pongah terdengar. "Seluruh sekolah ini juga tau karena saya satu-satunya." Dagu pak Isha terangkat angkuh.

Lova kembali tersenyum. "Apa cara mengajar yang seperti ini yang anda pelajari selama di S2?"

Senyuman sombong itu luruh. Berganti menjadi wajah merah karena malu.

"Mau Miss ini apa? Jangan sok di sini karena anda masih guru baru." Lova tertawa kecil.

"Saya sadar bahwa saya guru baru di sekolah ini. Karena itu, saya gak akan memperlakukan anak-anak dengan semena-mena. Jadi, apa sekarang sikap bapak sudah kalah dengan guru baru ini? Sehingga harus memperlakukan anak-anak dengan tindakan yang tidak seharusnya?"

Pak Isha berhasil mengeluarkan dengusan marahnya.

"Saya yang akan memberikan hukuman ke mereka. Sepertinya bapak belum makan siang, akan lebih baik kalo bapak mengisi perut dengan beberapa makanan di kantin kantor lebih dulu."

Suara tenang Lova membuat bahu pak Isha naik turun karena napas amarahnya.

"Kita lihat, seberapa menurutnya anak-anak ini dengan anda." Lova mendapatkan bisikkan kalimat merendahkan itu sesaat sebelum pak Isha berlalu meninggalkannya bersama empat anak yang disebutnya bandel.

***

Lova duduk di kursi dengan tangan terlipat di depan dada. Keempat muridnya duduk di kursi yang berhadapan dengannya. Ruangan BK menjadi tempat mereka bermeditasi dengan Lova sebagai penengah.

Mereka menunduk, tak berani melihat Lova. Kecuali satu anak yang tadi juga tak menundukkan kepalanya saat pak Isha mengeluarkan kata-kata tak pantas.

Lova menghela napas. "Hei. Nama kamu siapa?" dengan nada ramah Lova menatap ke arah anak laki-laki yang sejak tadi melihatnya.

"Saya?" Lova mengangguk. "Alder Reuven, Miss...,"

"Arlova Zemira." Lova menyambung kalimat Alder yang nampak ragu menyebut namanya. Anak laki-laki itu tersenyum.

"Oke. Dika, Gilang, Tio dan Alder. Kalian kenapa? Pak Isha bilang kalian 'selalu' gak buat PR yang beliau kasih." Lova menekankan kata 'selalu' saat harus mengulang kalimat dari guru bahasa Indonesia itu.

"Boleh dong cerita sama Miss kenapa bisa gitu?" Lova kembali menyandarkan punggungnya. Mencoba mencairkan suasana agar anak-anak di depannya bisa bercerita dengan santai.

"Dia itu sok, miss. Bukannya ngasih PR, tapi mau ngebunuh murid. Ngabisin duit murid." Tio si mata sipit memulai dengan berapi-api.

"Guru bahasa indonesia kok ngomongnya pake bahasa inggris? Tiap di kelas, dia itu gak ngajar, miss. Tapi nyombongin tentang dirinya sendiri." Gilang si kepala botak ikut bersuara.

"Dan miss liat sendiri kan gimana perlakuan dia ke murid-murid? Khususnya ke kita-kita yang dia bilang nakal? Apa pantes yang kayak gitu dihormati? Gak nunjukkin kalo dia guru!" dan yang terakhir, Dika.

Lova mengangguk mendengarkan. Lova melihat ke arah Alder yang hanya menatapnya dengan senyuman tipis.

"Alder? Alasan kamu apa?"

"Udah mereka sebutin semua, miss."

Anggukkan kembali tercipta dari guru mungil itu. Lova berdiri dan mengambil sebaskom besar jagung. Membawanya dan meletakkan di depan keempat muridnya yang terheran.

"Pipilin gih. Itu hukuman kalian dari, miss." Lova tersenyum melihat air muka murid-muridnya yang seperti tidak percaya.

"Jagung ibu kantin yang jualin es jagung ke kalian tiap hari. Dari pada harus hormat bendera panas-panas gak pake baju, mending ngebantu ibu kantin, kan?"

Keempat murid itu menurut. Sudah sejam mereka melakukan apa yang Lova perintahkan.

"Miss, capek."

"Dika bener, Miss. Jadi ngantuk banget." Tio mengusap matanya yang merah karena ngantuk.

"Udahan ya, Miss?" Bahkan Gilang ikut mengeluh.

Lova melihat ke arah Alder yang lagi-lagi tidak banyak menunjukkan keluhan sejak tadi. Hanya menatapnya dengan senyuman tipis.

"Kayak gitu rasanya orang tua kalian yang nyari uang buat kalian sekolah. Capek, ngantuk, lelah. Tapi tetep semangat karena harus biayai sekolah kalian. Jadi, gimanapun sebelnya kalian sama pak Isha, jangan sampe gak buat PR lagi, ya. Tunjukkin kalo kalian itu bukan anak bandel yang kayak pak Isha bilang. Kalian itu harapan kedua orang tua. Seengaknya, bersikaplah baik buat orang tua kalian. Biarpun kalian gak suka sama gurunya."

Muridnya tampak mendengarkan dan mengangguk mengerti. Akhirnya Lova membolehkan mereka pergi dan kembali ke kelas.

Satu persatu mereka keluar setelah mencium punggung tangan Lova.

"Saya seneng kalo bisa di ajar Miss tiap hari." Lova terkekeh mendengar ucapan anak laki-laki yang sejak tadi hanya tersenyum melihatnya, Alder.

Lova mengacak pelan rambut Alder. "Nanti miss mampir ke kelas Alder, ya?"

Senyum sumringah tersemat di sudut bibir Alder. Anggukan antusias itu membuat Lova tertawa kecil.

Siapa yang mengira, jika takdir mereka terus berlanjut karena pertemuan itu.

☕☕☕

Selamat membaca 🤗. Btw Mem Cicih itu guru pamongnya Mbak Uti selama ngejalanin PLP dulu, orangnya baik banget. So mbak Uti masukin mem Cicih dalam cerita ini buat inget sama kebaikannya.

See ya 🙋

Masih unyu Aldernya 😂

Serius ini Lova cantik banget 😍😍

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
1M 61.6K 55
Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terlalu dikekang oleh siapapun bahkan kadang...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
1.1M 95.2K 61
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...