A MAN BEHIND THE MIRROR

By reijung9

24.4K 3.2K 1.8K

SHADOW SEQUEL More

1
2
3
4
5
5.1
6
7
8
9
10. [REBORN]
11. [ 미로 ] - Milo - Labirin
12. [ 이름 ] - Ileum - Name
14. [숨바꼭질] - SUMBAKKOGJIL - HIDE & SEEK
15. [눈 ] - NUN - EYES
16. [ 구해줘 ] - Guhaejwo - Save Me
17. [ 게임 ] - Geim - A Game
18. [ 목소리 ] - Mogsoli - Voice
19. Heart, Mind and Soul
20. [ 비밀 ] - Bimil - The Secret
21.
22. [ 꿈 같은 ] - Kkum Gat-eun - Dreamlike
23.[ 놀자 ] - Nolja - Let's Play
24. [ 악마 ] - Agma - Devil
25.[ 악마 ] - Agma - Devil - 2
26 : [ 악마 ] - Agma - Devil - 3
27. [ 악마 ] - Agma - Devil - 4
28. [ 협력 ] - Hyeoblyeog - Cooperation
29. [ 역습 ] - Yeogseub - Counterattack
30. [되든 안되든] - Hit Or Miss
31. [ 위장 자 ] - Wijang ja - The Disguiser
32. [ 갇힌 ] - Gadhin - Trapped

13. [ 밤 ] - BAM - NIGHT

734 101 66
By reijung9

Seorang namja paruh baya ditemani empat orang di belakangnya, mengambil jalan setapak yang panjang setelah turun dari mobil, menuju ke bagian rumah utama. Tumbuhan di dalam pot berukuran besar berjajar rapi di sisi jalan setapak yang mereka lewati. Dua orang berbadan besar terlihat berdiri di depan pintu besar berwarna putih, telah menunggu kedatangan mereka, keduanya membungkuk dalam kepada namja paruh baya yang berjalan paling depan memimpin rombongannya.

"Selamat datang kembali Tuan Chae Sang-guk." Ucap salah seorang yang berjaga di depan pintu.

"Bagaimana keadaannya selama aku pergi?"

Ia berkata dengan suara beratnya yang dalam, penuh dengan charisma, dingin dan juga syarat dengan rasa kuasa yang menakutkan. Ia masuk dengan langkah lambat namun pasti memasuki kediamannya.

Chae Sangguk adalah seorang keturuan Korea-Irlandia, tinggi, berkulit kemerahan khas asia, dengan badan tegap dan prima meski di usianya yang tak lagi muda. Sangguk membiarkan seorang pelayan yeoja melepaskan longcoat hitamnya di ruang tengah, dan kemudian ia duduk di sofa dengan santai, sementara enam namja yang mengikutinya tetap berdiri dengan posisi tegap, berjajar rapi seperti barisan tentara. Ia memandang dengan sorot mata dingin pada anak buahnya, menunggu jawaban.

"Beberapa hari yang lalu bisnis penjualan senjata di pasar gelap masuk dalam daftar kasus yang diselidiki oleh polisi. Namun Tuan Sangjin telah membereskannya. Selain hal tersebut tidak ada hal yang perlu ada khawatirkan. Semuanya berjalan dengan lancar." Jawab salah seorang dari mereka. Sangguk mengangkat tangannya dan menerima gelas wiskey dari pelayan yeoja yang tadi melepaskan mantelnya, menoleh kepada si yeoja yang tersenyum genit kepada Sangguk.

"Tapi bukan seperti itu yang ku dengar."

Ia meraih pinggang ramping pelayan itu dengan satu tangan sehingga yeoja itu kini duduk d atas paha kirinya yang berotot.

"Ada tiga orang kita yang terbunuh saat menjadi bala bantuan misi pembakaran rumah Kijong yang ditemukan oleh polisi di lokasi. Dan di kasus jual beli senjata banyak anggota kita yang tertangkap polisi dalam keadaan terluka dan ada juga yang mati."

Meski tidak melihat lawan bicaranya Sangguk tahu kalau mereka saat ini sedang bertanya-tanya dari mana Sangguk mengetahui informasi itu. Sangguk menoleh.

"Bisa kalian jelaskan pihak mana penganggu itu berasal?"

Tak ada yang menjawab dari mereka. Mereka semua hening dan ditelan oleh aura mengerikan yang keluar dari Sangguk. Pelayan yeoja itu membisikkan sesuatu ke telinga Sangguk, membuat Sangguk tersenyum untuk pertama kalinya sejak ia datang. Sangguk mencium bibir yeoja itu dengan mesra sebelum ia melepaskan tangannya dari pinggang si yeoja. Yeoja itu kemudian berdiri, mengulas senyum tipis di bibirnya yang merah gelap, sambil berdiri yeoja itu menyapukan jari-jari lentiknya di dada bidang Sangguk dengan gerakan sensual. Kedua iris mata Sangguk yang berwarna emerald green mengikuti lenggak-lenggok dua bongkahan daging kenyal di bawah pinggang ramping si yeoja yang bergerak keluar dari ruangan. Ia tersenyum ketika si yeoja menoleh untuk terakhir kalinya dengan lirikan mata dan senyum seksi sebelum menghilang di balik pintu.

"Aku ingin kalian mengabari Sangjin tentang kepulanganku dan atur waktu agar aku bisa bertemu dengannya."

Sangguk meletakkan gelasnya di meja lalu berdiri. "Kalian boleh pergi."

+++++

Hyungwon memapah Ayeong yang mabuk berat keluar dari hall pesta. Sebelah tangannya melingkar di pinggang Ayeong dan menggunakan tangannya yang lain untuk memegangi tangan Ayeong yang melingkar di bahunya. Ayeong mabuk berat, bahkan untuk mengangkat kepalanya pun ia tak sanggup. Rambut pendeknya yang kecoklatan terjulur ke depan, menutupi wajahnya. Langkah Hyungwon terhenti ketika pengawal Ayeong berdiri di depannya, menahan tubuhnya dengan sebelah tangan.

"Biarkan kami yang mengurus Nona Han." Kata pengawal Ayeong.

"Oh tentu saja." Jawab Hyungwon.

Tetapi tangan Ayeong telah menghalau tubuh pengawalnya yang hendak meraihnya.

"Aaa,,, kkeojyeo!!!" Ayeong memekik dengan mata terpejam, menggerakkan tangannya dengan gerakan menguris namun tak terarah jelas pada siapa. Karena gerakan yang tiba-tiba dan mabuk, ia terhuyung ke samping. Beruntung Hyungwon masih memeganginya sehingga Ayeong yang sedang mabuk berat itu tidak terjatuh ke lantai.

"Nona..."

Ayeong terkekeh, berusaha mendongak tetapi kepalanya tidak bisa diam. Ia mengankat jarinya dan mengarahkan jarinya kepada si pengawal.

"Kau..." Ucapannya terpotong karena cegukan dan ia terkekeh. "Kkeojyeo."

Ia kemudian bergerak merapatkan tubuhnya pada Hyungwon, melingkarkan kedua tangannya di leher Hyungwon. Ia menatap sayu pada Hyungwon sambil tersenyum. Hyungwon memposisikan tangannya di pinggang Ayeong, menopang tubuh Ayeong agar tidak jatuh.

"Aku...hanya mau...diantar olehnya." Ucapnya, ia mendekatkan wajahnya pada Hyungwon dan berbisik.

"Aku menginginkanmu malam ini."

"It's an honor."

Hyungwon dengan sengaja berbicara sangat dekat dengan telinga Ayeong dan membiarkan nafasnya yang hangat menyapu permukaan kulit Ayeong yang sensitive sehngga membuat Ayeong tersentak dan makin merah wajahnya. Hyungwon membiarkan Ayeong menikmati sensasi yang barusan ia berikan dan simulasi sentuhan tangannya di pinggang Ayeong. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat wajah si pengawal.

"Kurasa anda sudah mendengar perintah Nona Ayeong." Katanya dengan senyum tipis dan tatapan merendahkan. Tanpa menunggu lagi Hyungwon membopong Ayeong menjauh dari si pengawal menuju ke kamar tempat Ayeong menginap.

+++++

Yoochun melesat masuk ke rumah dan menutup pintu di belakangnya.

"Aku masih ada pekerjaan." Ucapnya sebelum Junsu yang tengah menunggunya di ruang tengah berbicara. "Jangan marah karena ini sangat penting. Jadi aku akan mengurung diri di ruang kerjaku semalaman."

Yoochun mengecup kening Junsu dan mengusapkan ibu jarinya di pipi Junsu yang montok.

"Kau pergilah tidur dan temani Junyoung." Karena Yoochun menyelesaikan kalimatnya sambil berjalan, ia tidak melihat kerutan di kening Junsu.

Yooochun melepaskan jaketnya begitu sampai di depan pintu ruang kerja. Melepaskan sarung senjata dan dilempar ke sofa. Menarik lepas sepatu botnya dengan melompat-lompat dengan satu kaki menuju computer di atas meja dan melepaskan satu sepatu yang lainnya sambil duduk. Sambil menunggu komputernya menyala ia melepas jas dan dasi yang mencekik lehernya, juga membuka dua kancing teratas kemeja.

"Chunie," Panggil Junsu dengan suara lembut yang lemah, meletakkan tangannya di bahu Yoochun lalu merunduk.

"Aku rindu."

Yoochun meraih tangan Junsu, menurunkan tangan Junsu dari bahunya sehingga ia mempunyai ruang yang cukup untuk memutar kursinya sehingga kini ia bisa dengan sangat jelas melihat wajah Junsu yang diselimuti harsat. Diciuminya punggung tangan Junsu dengan lembut.

"Biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku. Setidaknya sampai aku menemukan jawaban yang pasti. Setel—"

Belum habis ia menjelaskan, Junsu telah menarik tangannya dari genggaman Yoochun dan berbalik badan keluar dari ruang kerja Yoochun dan membanting pintu saat ia keluar.

"Aish!!!"

Yoochun mengusak rambutnya kasar namun segera berbalik ke layar komputernya. Ia harus segera memastikan sesuatu.

"Jika aku sampai aku tidak dapat jatah gara-gara ini. Aku pasti akan menghajar Yunho. Haneul atau Eunho. Atau siapa pun namanya." Gerutunya seraya memainkan jarinya di atas keyboard.


+++++

Secara garis besar, Haneul menganggap rencana dan aturan main yang ditetapkan oleh Eunhyung seperti permainan anak-anak yang takut terluka, permainan yang hanya dilakukan oleh pecundang kelas teri yang mencari aman. Dan ia sangat tidak menyukai ada bubuhan permainan politik di dalamnya.

Ia merebahkan diri di atas sofa panjang dengan kaki menyilang dan sebuah bantal untuk menutupi wajahnya, mencoba menghilangkan kesadarannya agar dapat bertukar tempat dengan Yunho.

Tetapi suara tombol-tombol keyboard yang sejak tadi bersahutan membuatnya tidak dapat memejamkan mata. Ia mengerang di bawah bantal yang menutupi wajahnya, kemudian menarik bantal itu dan melemparkannya ke udara tepat mengenai wajah sasarannya.

Kepala Jooheon terpental ke belakang ketika sebuah benda mendarat di wajahnya, kaget.

"Yya! Hyung!!" Protesnya setalah mencerna kejadian mendadak itu.

"Berisik!" Bentak Haneul.

"Apa boleh buat. Aku tidak dapat kembali ke rumah Tuan Lee karena harus mengawasimu."

Jooheon menggelengkan kepala dan tangannya kembali bekerja.

"Setidaknya sampai Yunho hyung kembali."

Haneul bangkit dengan kasar dari sofa, berjalan ke kulkas dan mengambil sebotol wishkey favoritnya. Karena peraturan dan identitas konyol dari Eunhyung sekarang ia harus terjebak bersama dengan Jooheon yang tak pernah berhenti bermain dengan laptop mininya. Terlebih lagi ia harus memiliki identitas yang menurutnya sangat mengelikan, saudara jauh Kihyun.

Ia menenggak wishkey-nya langsung dari botol dan membawanya duduk.

"Berapa lama kau bekerja pada Eunhyung?" Tanya Haneul.

Kelopak mata Jooheon berkedip beberapa kali.

"1 nyeon ttoneun 2 nyeon..."

"Changkyun?"

Sekejap, hanya sepersekian detik tangan Jooheon berhenti bergerak.

"Dia lebih dulu bergabung dari pada aku."

"Hmmm."

Haneul bergumam sambil mengangguk. Ia meraih botol wishkey­-nya, menegukknya beberapa kali lalu menaruhnya kembali di atas meja. Ia berdiri, mengambil jaket dan memakainya.

"Hyung, kau tiidak boleh pergi sembarangan. Itu yang diperintahkan oleh Tuan Lee." Kata Jooheon memperingatkan.

Haneul tersenyum miring.

"Aku sudah cukup menuruti omong kosong bajingan Eunhyung." Ujarnya sambil menyambar kunci motor dari atas meja dan berlalu.

Jooheon menghela nafas panjang.

"Michin nom." Gumamnya.

Dalam gelapnya malam, Haneul memacu motornya dengan kecepatan tinggi di jalanan. Ia merasakan dirinya tersesat. Dan wajah Jaejoong yang terus berputar di kepalanya sama sekali tidak membantunya. Sejak ia memilih berkompromi dengan kondisi antara dia dan Yunho tidak membuatnya lebih baik, sejujurnya. Haneul mengetahui lebih banyak hal-hal mengerikan yang tidak diketaui oleh Yunho, perbuatannya, dosanya dan juga darah yang merendam jiwanya.

Sejak Jaejoong mencoba untuk menerima keberadaannya, dia membuatnya merasa jika dirinya adalah pihak ketiga dan juga tawanan. Di balik senyum manis dan ranjang mereka yang panas oleh gairah, setiap ada kesempatan Jaejoong akan menanyakan perihal anggota organisasinya yang masih tersisa. Walau pun Jaejoong mengatakan itu hanya pertanyaan sepintas tetapi Haneul merasa sebaliknya. Ia merasa diri tak lebih dari sumber informasi dan binatang buas yang harus diawasi.

___Flashback one year ago___

Malam itu, Haneul yang terbangun saat Yunho tertidur, berjalan menuruni tangga rumah yang sunyi. Ia menyalakan lampu dapur saat ingin mengambil sebotol wishkey dari lemari pendingin dan membawanya ke kamar. Jam di dalam kamar tidurnya menunjukkan pukul satu pagi dan Jaejoong belum juga pulang. Dengan gelas wishkey di tangan ia menekan tombol jendela besar yang ada di kamarnya sehingga tirai yang menutupinya terbuka lebar. Jarinya menekan tombol lain dan jendela bergeser dengan sendirinya, membiarkan cahaya lembut bulan masuk ke dalam kamar. Cahaya yang masuk membentuk sebuah kotak besar menyerupai pintu yang jatuh di lantai dan menekuk ke atas tempat tidur.

Ia berbalik, mengisi gelasnya lagi dan berjalan melewati jendela sampai ke beranda. Haneul menyesap wiskeynya dan menaruh tangannya di atas pagar besi beranda.

Di lihatnya pemandangan malam gelap dengan titik kecil cahaya berasal dari lampu depan perumahan dan lampu jalan. Ia dapat melihat cukup jelas karena rumahnya dibangun lebih tinggi dari pada rumah kebanyakkan, rumah mewah yang dibangun dari uangnya dan Yunho. Tetapi yang diketahui oleh Jaejoong rumah itu dibangun dengan uang Yunho seorang. Dan memang ia tidak mengatakan pada Yunho atau Jaejoong jika ia turut ambil andil dalam pembangunan rumah.

Meski ia menghilang dari muka bumi tapi bagi anggota organisasinya yang tersisa dan tidak mengetahui jika ia adalah perpecahan diri dari seorang Jung Yunho masih bergerak mencarinya. Karena pihak kepolisian dan media hanya memberitakan kematian Jung Yunho dan bukan dirinya.

Sebagian dari anggotanya bergabung dengan organisasi lain dan sebagian yang masih percaya dia akan kemabli masih mencarinya. Itu yang ia dapat dari Eunhyung.

Haneul meneguk wishkey-nya lagi.

Dia tak lagi terlalu memikirkan bagaimana nasib anggotanya yang tersisa dan tidak ada niatan kembali. Kehidupan yang dimilikinya cukuup sempurna. Tak ada lagi dendam yang ia rasakan terhadap Yunho, tak sebesar dulu. Ia masih merasakan kebencian tetapi bukan benci yang membuatnya ingin membunuh eksistensi Yunho tetapi benci karena cemburu yang membakar dalam dirinya. Semakin lama ia tinggal bersama Jaejoong, semakin ia menaruh keraguan terhadap Jaejoong.

Benarkah Jaejoong melihatnya sebagaimana dirinya? Benarkah Jaejoong juga menaruh rasa yang sama seperti yang ia rasakan? Atau Jaejoong hanya melihat Yunho seorang dan berkompromi asal yang di depannya adalah tubuh Yunho, dengan wajah yang sama, suara yang sama. Memikirkannya membuat Haneul benci pada dirinya sendiri.

Haneul memandang ke arah salah satu pohon yang tumbuh di halaman yang gelap. Matanya memicing. Ia yakin melihat sesuatu melintas di sana dan begitu ia melihat bebrapa daun bergerak di dalam kegelapan, ia melompat. Menaiki pagar beranda dan melemparkan gelas dari tangannya. Ia terjun bebas ke tanah berlapis rumput yang basah, mendarat dengan berguling di atasnya sebelum berhenti dengan tangan kiri sebagai rem dan bergerak cepat mengejar sesosok yang menerobos masuk.

Ia mengejar sosok itu. Sosok itu bergerak sangat cepa di dalam kegelapan. Dari caranya berlari dan berbelok tanpa berhenti, Haneul berpikir sosok itu bukan hanya kali ini berada di sini. Haneul masih mengejar sosok itu yang kini berlari ke halaman depan, menuju ke gerbang rumah yang tinggi.

Sudut bibir Haneul tertarik ke atas, membentuk sebuah seringai.

Ia memepercepat langkahnya, meaih bagian belakang jaket hitam yang dikenakan oleh penyusup itu, mencengkramnya dengan kuad dan meraiknya ke belakang. Sosok itu terlempar ke belakang, mendarat dengan satu tangan bertumpu di tanah dan kedua kaki berpijak mantap.

"Dodaeche nugu-ya?" Tanya Haneul dengan nada mengancam.

Tetapi namja itu tak menjawab dan hanya berdiri tegak, seolah tidak merasakan ancaman yang dilemparkan oleh Haneul.

Di luar perkiraan Haneul, sosok itu mundur beberapa langkah dan kemudian lari dengan kecepatan tinggi ke arahnya, tepat sesaat sebelum sosok itu menabraknya, sosok itu menempatkan tangannya di bahu Haneul. Haneul merasakan tekanan yang lumayan kuat di bahunya sehingga ia posisi tubuhnya merendah.

Hal selanjutnya yang ia lihat adalah bayangan kaki panjang sosok itu melintas di kedua sisi tubuhnya dan saat ia menoleh sosok itu sudah berjongkok di atas pagar.

Sosok itu menoleh ke arah Haneul sebelum melompat turun ke sisi luar pagar. Haneul menekan tombol otomatis, kemudian pagar itu terbuka. Ia menyapukan matanya pada jalanan yang sepi. Sosok itu tak lagi terlihat. Ia bergerak ke tempat yang ia perkirakan sebagai tempat mendaratnya sosok itu, mendongakkan wajahnya ke atas, dan melihat tanaman merambat di atas pagar dinding. Ada bagian dari rumput yang menjadi tipis karena terinjak. Haneul memalingkan wajahnya, menunduk dan kemudian berjongkok. Dipungutnya benda kecil yang menyerupai batu permata yang menarik perhatiannya. Keningnya berkerut. Ia mengangkat benda itu lebih tinggi, memposisikan tangannya di bawah cahaya lampu jalan.

Karena gelap ia sama sekali tidak dapat melihat wajah sosok itu namun ia memang menyadari benda itu di salah satu telinga sosok yang di kejarnya. Batu itu berasal dari tindik yang dipakai sosok itu. Ia menyadari benda itu saat sosok itu berlari ke arahnya.

CKIIIT

Haneul menoleh ketika mendengar suara mobil berhenti. Kemudian menurunkan tangannya saat ia mengenali mobil yang berhenti tepat di depan gerbang rumah.

"Neo wae yoegi issni?" Tanya Jaejoong yang keluar dari dalam mobil.

"Geunyang." Jawabnya santai.

Tanpa mengalihkan pandangannya dari Jaejoong, Haneul memasukkan benda itu ke dalam sakunya dan berjalan mendekati Jaejoong.

"Kenapa kau pulang terlambat?" Tanya Haneul.

Ia membimbing Jaejoong masuk ke dalam mobil, di kursi penumpang. Tidak memperhatikan ekspresi wajah Jaejoong yang penuh dengan rasa curiga. Haneul masuk ke dalam mobil, di balik kursi kemudi dan menyalakan mesin mobil dan menyetirnya masuk ke dalam rumah.

"Aku tanya sekali lagi kenapa kau berada di luar rumah?"

Jaejoong membuka mullutnya setelah mereka sampai ke kamar tidur mereka. Jendela yang terbuka dan pecahan gelas dan air yang berada di beranda tak luput dari pandangannya.

Haneul menoleh, melipat tangannya.

"Kau mencurigaiku?"

Walaupun Haneul bertanya dengan senyum di wajah tetapi Jaejoong menangkap rasa kesal dan amarah dari cara Haneul berbicara. Ia berbalik, melepaskan jaket dan juga kaus yang membalut tubuh atasnya, bertelanjang dada ia menuju ke lemari dan mengambil satu kaus oblong dari dalam lemari.

"Jaejoong." Panggil Haneul.

Jaejoong tidak melirik ke arah Haneul saat ia melangkah mendekat.

"Kau mencurigaiku." Katanya lagi, kali ini sebuah pernyataan daripada sebuah pertanyaan.

"Divisi narkotika melakukan penangkapan pada pengedar obat-obat terlarang."

Jaejoong menutup pintu lemari dengan sangat keras, memutar badannya dan berhadapan dengan Haneul.

"Dan tebak, obat yang mereka sita memiliki kemiripan dengan butterfly milikmu."

Kaus oblong yang dipakai Jaejoong memiliki kerah jenis V lebar, kaus itu miliknya. Kaus itu menjuntai sampai ke bawah panggul Jaejoong, kebesaran dan memperlihatkan tattoo kupu-kupu di dada Jaejoong. Haneul menyentuh tattoo di balik kaus oblong Jaejoong, lalu mengangkat pandangannya tepat ke mata doe Jaejoong.

"Hanya karena itu kau mencurigaiku?"

Jaejoong menepis tangan haneul dan bergerak menjauh. Haneul memandang tangannya lalu mengepalkan erat.

"Aku juga memiliki pemikiran jika tidak semua anggota organisasimu mendekam di penjara." Katanya sambil berjalan masuk ke kamar mandi.

"Neoneun naleul midji anhneunda. / (Kau hanya mempercayainya, bukan aku.)"

Haneul bergumam lirih. Ia naik ke tempat tidur, sementara ia mendengar suara air mengalir dari keran dalam kamar mandi.

___FLASHBACK END___

Lewat tengah malam, suasana rumah duka tempat acara penghormatan untuk Kijong digelar telah sepi. Kihyun bejalan untuk keluar dari ruang penghormatan dengan langkah berat, menyandarkan tubuhnya di kusen pintu dan dengan bantuan tangannya ia berjalan keluar dengan tubuh menempel di dinding. Baru dua langkah ia keluar dari ruang penghormatan, ia merasakan tubuhnya makin berat dan ia jatuh di lantai. Ia meremas dadanya dengan sangat kuat, ia merasakan sesak menghimpit di dadanya.

Ia mencoba untuk bernafas tetapi udara tidak mampu masuk ke paru-parunya, berhenti di tenggorokan seolah ada yang menyumbat saluran pernafasannya. Matanya terpejam erat.

Bibirnya memucat dan ia merasakan tubuhnya gemetaran, keringat dingin keluar dari pori-porinya membanjir dalam waktu singkat. Ketika ia membuka kelopak matanya, ia melihat lorong rumah duka bergoyang-goyang menghasilkan efek kabur di matanya.

"KIHYUUUN!!!"

Ia merasakan tubuhnya melayang, dan hanya bisa melihat samar kemeja putih kusut yang terbalut jas hitam. Ia memandang ke atas untuk melihat wajah orang yang mengendongnya tetapi matanya terlalu kabur untuk melihat dan berat.

"....sepertinya ia kelelahan dan juga dehidrasi. Kapan terakhir kali dia makan?"

"S-saat m-menyelesaikan s-surat d-di k-kantor p-polisi."

"Mwo?! Itu sudah duabelas jam yang lalu."

Sayup-sayup Kihyun mendengar suara percakapan dua orang di dekatnya. Satu suara terdengar tenang sementara suara yang lain terdengar sangat serak. Ia membuka matanya mengerjap beberapa kali dan mencoba untuk duduk. Ia menggeleng kan kepalanya yang terasa pusing dan sepasang tangan menangkap tubuhnya.

Ia menoleh.

"Wonho Hyung..." Gumamnya.

Lalu pandangannya beralih pada seorang lain yang berdiri di belakang Wonho terlihat ragu untuk maju.

"A-aku a-akan m-mencarikan s-sesuatu u-untukmu." Katanya dengan tergagap dan segera pergi dengan langkah yang cepat.

Kihyun memandangi sekelilingnya, ia masih berada di rumah duka, di ruang penghormatan.

"Apa kau sejak siang tidak makan?' Tanya Wonho yang membantu Kihyun duduk bersandar ke dinding.

"Ke-kenapa hyung ada di sini?" Kihyun bertanya.

"Minhyuk menelfonku. Dia terdengar panik jadi aku buru-buru kemari."

"Minhyuk?"

"Dia tidak pulang sejak tadi dan menunggu di sini bersamamu."

Wonho duduk bersila di depan Kihyun, menatap mata Kihyun.

"Aku tidak tahu secara pasti apa yang terjadi di antara kalian dan tidak akan bertanya jika itu membuatmu tidak nyaman. Tetapi jika kau ingin bicara pada seseorang aku akan dengan senang hati mendengarkan."

Pandangan Kihyun jatuh ke lantai. Ia telah berjanji pada dirinya untuk tidak merepotkan siapa pun lagi tetapi ternyata tidak semudah itu. Bahkan setelah kata-kata kasar yang ia lontarkan kepada Minhyuk, Minhyuk masih mengkhawatirkannya.

Wonho melihat tangan Kihyun bergerak mengusap wajah, dan saat itu ia tahu Kihyun sedang menghapus airmatanya. ia mencondongkan tubuhnya ke depan. Meraih kepala Kihyun dan membawanya ke dada kemudian ia merengkuh tubuh KIhyun.

"Ul-eodo gwaenchan-ha." Ucapnya lembut, mengusap punggung Kihyun.

Kihyun membalas pelukan Wonho, menyembunyikan wajahnya makin tenggelam  di dada Wonho dan menangis sejadi-jadinya.

Di luar Minhyuk yang telah kembali tak segera masuk, ia bersembunyi di balik dinding, berjongkok dengan kepala masuk ke sela lututnya.

"Mianhae, na ttaemun-e..." Gumamnya.

+++++

Di dalam kamar tidur Jaejoong yang gelap' si pemilik kamar terlihat sedang tertidur pulas di tempat tidur. Pakaian lengkap masih melekat di tubuhnya berserta sepatunya. Kedua tangannya menyatu di depan wajahnya, mengenggam selimut dan seprai yang berantakan tertindih di bawah tubuhnya yang meringkuk. Rambutnya jatuh, menutupi kening dan juga kelopak matanya yang tertutup rapat. Wajah yang damai dalam tidurnya itu memiliki jejak airmata yang mengering. Dadanya bergerak naik turun turun meski terkadang menunjukkan tanda-tanda jika ia telah menangis dalam waktu yang lama.

Haneul melangkah masuk ke kamar, dengan langkah hati-hati dan menyatu dengan kegelapan. Hal yang sangat mudah untuk dilakukan olehnya. Ia duduk di tepi ranjang, sangat pelan. Jarinya terangkat menyusuri wajah Jaejoong, tidak menyentuh kulit Jaejoong namun cukup dekat sampai ia bisa merasakan suhu tubuh Jaejoong yang hangat.

"Dangsin ttaemun-e, naneun ileohgedoeeossda. / (Karena kau, aku jadi begini.)" Ucapnya dengan suara sangat lirih seperti bisikan angin.

Air mata keluar dari sudut mata kiri Jaejoong yang mengatup, mengalir ke bawah melewati pangkal hidungnya dan mengenai mata kanannya.


Haneul mengangkat tangannya hendak menghapus airmata Jaejoong.

"Yun....hoo...." Tangannya berhenti di udara, gemetar dan senyum kecut terplester di wajahnya.

Tangannya bergerak turun dari wjah Jaejoong ke leher, melepaskan dasi hitam Jaejoong dengan perlahan dan mengikatnya di mata Jaejoong sementara ia mencium bibir Jaejoong dengan kasar.

"Hhhmmmphhh...."

Jaejoong melenguh, tersentak bangun karena mendadak ia merasakan bibirnya bersentuhan dengan sesuatu yang kenyal dan basah. Ia merasa telah membuka matanya tetapi ia tidak dapat melihat apa pun, semuanya gelap. Ia merasakan hembusan hangat angin yang menyapu permukaan kulit dan suara desah tertahan. Kepalanya bergerak ke kanan kiri untuk menghindari serangan ciuman yang kasar di bibirnya, yang kini terasa kebas.

Di bawah himpitan tubuh di atasnya Jaejoong meronta namun tak dapat menyingkirkan siapa pun yang ada di atsnya karena tangannya di cengkram dengan kuat di atas kepalanya. Ketika bibir yang menicumnya mulai melakukan gerakan menghisap, ia menggigit bibir itu dan ciuman mereka terlepas.

"NUGU-YA?!" Seru Jaejoong marah.

Haneul memundurkan kepalanya, tetapi tidak melongkarkan tangannya yang mencekal tangan Jaejoong.

Ia menjilat bibirnya yang terluka, tidak menjawab dan mengabaikan sumpah serapah yang meluncur dari bibir peach merekah Jaejoong. Kepala Jaejoong terus bergerak, mencoba menangkap suara atau apa pun. Tetapi bukan telinganya yang membuatnya mengenali orang yang menahan tubuhnya, melainkan hidungnya.

"Yu...Yunho?"

Sunyi, Haneul tidak menjawab dan hanya memperhatikan Jaejoong yang mencoba untuk bangkit namun ia mencegahnya dengan menguatkan pegangannya dan menindih tubuh Jaejoong.

"Neo Yunho-ah, maj-a?" Tanya Jaejoong lagi.

"Ding."

"Ha-haneul?" Ralat Jaejoong terbata.

"Maj-a." Jaejoong menghembuskan nafas lega, dan bibirnya kini tersenyum cerah.

"Oh, syukurlah. Lepaskan aku." Pintanya.

"Ani."

"Wae?" Haneul merunduk, mendekatkan bibirnya ke telinga Jaejoong.

"Karena aku tidak ingin melihat matamu."

"A-aku t-tidak m-mengerti."

Haneul terkekeh.

"Kau tidak perlu mengerti. Sekarang yang perlu kau lakukan hanya memuaskanku."

"M-wo?!"

Tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, Haneul merobek kemeja yang dikenakan Jaejoong dengan satu tangan, sehingga membuat Jaejoong makin terkejut. Belum hilang rasa terkejut yang merayap ke otaknya, tubuhnya telah terserang sengatan kejut lain ketika sesuatu yang berair menjilat dan berputar-putar di nipplenya.

"Sssshhhhssh...Ha...Aaakkhhhh..."

Ia menjerit ketika nipplenya merasakan nyeri dari gigitan Haneul. Haneul mengangkat pandandangannya untuk melihat reaksi serangannya di wajah, Jaejoong dan senyum puas mengembang. Di lihatnya Jaejoong menggigit bibir bawahnya yang basah dan merekah dan tak berapa lama lidahnya menjulur keluar, menjilati permukaan bibir peach-nya yang memerah lalu mengigitnya lagi ketika tak ada bibir Haneul yang menyambutnya.

"Sshha,,,h-haneul-ah j-jebal l-lepaskan akuuhhh...aahhhh..."

Kepala Jaejoong terlempar ke belakang ketika Haneul yang tadinya menghisap kuat nipple-nya, melepaskannya dengan mendadak. Dada Jaejoong naik turun dengan kasar. Haneul bergerak di atas tubuh Jaejoong meraih sisa dasi dan membawa kedua tangan Jaejoong untuk di ikat menyatu dengan sisa dasi.

Meski Jaejoong berontak tetapi tubuh Haneul jauh lebih kuat dari pada yang ia miliki, lagipula tubuhnya berniat untuk melepaskan diri dari kungkungan nafsu yang mulai membakar. Setelah tangan Jaejoong terikat sempurna, Haneul membalikkan tubuh Jaejoong dengan kasar. Tubuh jaejoong berguling di tempat tidur, mendarat dengan posisi tengkurap.

Seperti hewan pemangsa yang mengejar buruannya Haneul kembali menghampiri Jaejoong, menjeit kedua kaki Jaejoong agar menyatu dan kedua tangannya menyusup ke bawah perut Jaejoong, sedikit mengangkatnya untuk membuka ikat pinggang celana Jaejoong dan kemudian menarik turun celana Jaejoong bersamaan dengan celana dalamnya dalam sekali tarikan. Haneul melemparkan celana Jaejoong, sembarangan dan kemudian ia membuka semua bajunya dengan cepat. Ia merangkak kembali ke atas Jaejoong, menyingkap sisa baju yang melekat di tubuh Jaejoong ke atas, sehingga ia dapat melihat kuliit punggung jaejoong yang mulus, dan tangannya menarik panggul Jaejoong ke atas.

Kini Jaejoong menungging bertumpu pada kedua tangannya yang menyatu dan dua lututnya. Karena ikatan di tangannya, dan sisa dasi yang tak cukup panjang membuat posisi kepala Jaejoong lebih rendah dari pantatnya. Jaejoong mendesis sexy, ketika lidah Haneul menyapu permukaan kulit punggungnya, dari tulang ekor merambat naik ke atas dengan lambat dan tangan yang memelintir nipplenya yang sudah menegang.

Tubuhnya merespon setiap rangsangan yang diberikan oleh sentuhan kasar Haneul dengan lenguhan dan tubuhnya yang bergerak maju mundur kecil, menggesek kejantaan Haneul yang berada di sela pahanya. Haneul memang lebih liar dalam bercinta dibandingkan Yunho tetapi kali ini ia merasakan jika Haneul memperlakukannya sama seperti "budak seks". Ada kemarahan yang tersembunyi namun Jaejoong tidak merasakannya.

Posisi badan Haneul kini menyamai Jaejoong, tepat berada di atas Jaejoong. Dada telanjangnya bersentuhan dengan punggung Jaejoong sedikit tidak nyaman karena pakaian Jaejoong yang bergelung di bawah tengkuk Jaejoong. Haneul menarik baju itu lagi, melewati kepala Jaejoong dan membiarkan baju itu membelit kedua tangan Jaejoong yang menyatu. Ia memposisikan kepalanya di samping kepala Jaejoong, menoleh sedikit dan kemudian mengigit telinga sensitive Jaejoong.

"Ahhhhhkkk..."

Jaejoong mendesah panjang. Lidah Haneul yang panjang dan kasar menyapu daun telinga Jaejoong terkadang menggigit kecil, ia memalingkan wajah Jaejoong dan melumat bibir itu dengan rakus. Tak perduli dengan air liur yang meleleh di antara bibir mereka yang berpangutan dan lidah yang saling mengait serta darah yang keluar dari luka di bibir Haneul. Jaejoong merasakan asinnya darah bercampur dengan air liur, dan ia mencium bau alcohol dari hembusan nafas Haneul yang justru membuatnya makin terangsang hebat. Haneul melepaskan ciumannya, membiarkan Jaejoong mengambil nafas. Ia menjilat pipi Jaejoong.

"Say my name." katanya dengan suara mendesah terdesak kebutuhan birahi yang mulai menguasai sampai ke otaknya.

"Ha-haneul."

Haneul tersenyum, kali ini benar-benar tersenyum.

Tangan Haneul bergerak turun dari dada Jaejoong, menyapu permukaan kulit Jaejoong yang halus dan basah oleh keringat. Semakin turun dan mengenggam kejantanan Jaejoong yang telah menegang sempurna sama sepertinya. Ia menekan lubang kecil di kepala penis Jaejoong.

"Say it. What should i do to you?"

Tanya Haneul dengan bibir tetap menempel di garis rahang Jaejoong. Nafas hangat Haneul yang menerpa permukaan kulitnya, membuat bulu kuduk tubuh Jaejoong meremang.

"Satisfy me."

"Beg for it."

"Please, fuck me hard, Haneul-ah."

"As you wish."

Tanpa mempersiapkan hole Jaejoong terlebih dahulu, Haneul langsung mengarahkan kejantanannya di pintu masuk dan menghujam masuk dengan satu dorongan keras.

"Aaahhhkkkk!!!"

Jaejoong mengerang panjang dan keras, merasakan perih yang seakan dapat membelah tubuhnya menjadi dua. Tanpa ijin darinya airmata keluar dari matanya dan membasahi dasi yang menutup matanya. Ia mengeryit, mengigit bibirnya kuat-kuat. Tanpa memberi waktu bagi Jaejoong untuk beradaptasi dengan penisnya, Haneul mulai bergerak maju mundur, menghujam. Kedua tangannya dengan kokoh menekan pinggang Jaejoong.

"Uuughhhhh..."

Haneul mengerang tertahan karena hole Jaejoong yang sangat sempit, meremat penisnya. Lenguhan dan erangan nafsu tak pernah berhenti lolos dari bibir keduanya. Jaejoong yang mulai terbiasa dan menikmati permainan pun mulai menggerakkan badannya untuk menyambut hujaman Haneul. Karena posisinya yang menungging, hujaman Haneul di dalamnya mencapai titik terdalamnya. Menyentuh sweet spot-nya tanpa henti.

"Ahhhhkkk, akuuuhhh.... aahhhh..."

Gerakan kedua makin cepat untuk menjemput kenikmatan yang diingankan keduanya. Jaejooong melenguh panjang dan nyaring ketika getaran kenikmatan tak lagi tertahan. Cairan putih kental terlontar keluar tak terkontrol, membasahi seprai yang acak-acakan. Gerakan panggul Haneul makin cepat, tangannya kuat menekan pinggang Jaejoong. Perlahan tubuhnya merunduk dan ia melepaskan sari kehidupannya di dalam Jaejoong sambil menggigit bahu Jaejoong yang basah oleh keringat.

"Ahhhkkk... ssshhhh..."

Jaejoong mengigit bibirnya kuat-kuat dan tubuhnya yang lemas langsung jatuh, tak bertenaga dengan Haneul masih berada di atasnya. Nafas kasar berhembus dari hidung keduanya setelah percintaan yang panas.

Haneul menopang tubuhnya untuk menyingkir dari atas Jaejoong, berguling ke samping dan menark tubuh Jaejoong yang sudah lemas dan membuat namja cantik yang tertutup matanya duduk di atas perutnya.

"Aku belum selesai dan kau tahu apa yang harus kau lakukan." Ucapnya.

Jaejoong mengangguk lemah, ia meninggikan tubuhnya mencari kejantanan Haneul yang masih berdiri dengan kokoh meski telah melepaskan kenikmatannya. Haneul membantu Jaejoong memposisikan diri dan kejantannya masuk dengan mudah karena spermanya yang masih berada di dalam Jaejoong. Tubuh jaejoong bergetar, menyambut penis Haneul yang masuk sangat dalam.

"Sekarang lakukan tugasmu." Katanya memerintah.

+++++

Hyungwon mengerakkan tangannya di depan wajah Ayeong, memastikan yeoja itu tertidur pulas sebelum ia turun dari tempat tidur. Ia meraih bathrobe yang berada di lantai. Tak perduli itu bathrobe yang tadi ia pakai atau milik Ayeong, untuk menutupi tubuh telanjangnya. Ia berjalan menyebrangi ruangan, menuju ke meja rias tempat tas Ayeong tergeletak.

Ia membuka tas itu dan mengeluarkan ponsel Ayeong dari dalam tas dengan tangan yang berlapis selembar tisu.. Sesekali ia menoleh ke tempat tidur, mengecek Ayeong. Ia meraih jam tangannya dan menekan satu tombol kecil yang berada di sisi melingkar jam.

Jam tangan yang dipakainya telah dimodifikasi oleh Jooheon, dilengkapi dengan kamera perekam yang terhubung dengan komputer Jooheon dan langsung menerima gambar setelah alat itu menyala. Ia mengarahkan kamera berukuran nano yang terpasang di atas angka 12, tersamar oleh hiasan batu permata hitam yang berada di atas setiap angka.

Jarinya meng-scroll ke setiap nomor kontak ponsel Ayeong. Selain merekam ia juga mengingat nama-nama beserta nomor yang muncul di kepalanya untuk berjaga-jaga.

Sementara itu di tempat lain Jooheon tersenyum ketika menerima transmisi gambar dari Hyungwon.

"Jal haess-eo."

Ia bergumam sambil mengerakan jarinya di keyboard untuk menyimpan transmisi kiriman dari Hyungwon.

Hyungwon mengunci ponsel Ayeong sebelum di kembalikan ke tempat semula, meremas tisu dan membuangnya ke tempat sampah.

Ia berbalik, memandang ke sekeliling ruangan dan bergerak mengecek setiap sudut ruangan dengan seksama.

Di tempat lain, tepatnya di kediaman keluarga Im. Changkyun duduk di balik komputer yang ada di ruang kerja ayahnya di dalam kegelapan, dan cahaya yang ada hanya berasal dari komputer yang menyala. Alat komunikasi terpasang di telinga, tanganya yang tebalut sarung tangan bersedia di mouse dan keyboard.

"Let's see."

Ia bergumam sambil mencari folder-folder tersembunyi di komputer ayahnya.

"Cheoncheonhi."

Suara Jooheon terdengar di alat komunikasi yang terpasang di telinganya.

"Check posisi kamera?"

"Kau menempatkannya di sudut yang pas. Perfect."

"Assa! Aku mengirimkan datanya ke tempatmu, hyung." Katanya.

"Waktu mengunduh dua menit."

Changkyun mendorong kursi yang ia duduki ke belakang, berdiri meninggalkan komputer. Ia melangkah menuju lemari-lemari kaca berisi berkas milik sang ayah. Ia mencoba membuka salah satunya.

Klek Klek Klek

Ia menarik knob lemari kaca tetapi terkunci. "Shit!!! Terkunci." Umpatnya.

"Tidak akan semudah itu kan?"

"Pasti kuncinya tersembunyi di suatu tempat." Gumamnya. Changkyun bergerak menjauh dari lemari dan berpindah ke laci-laci meja.

"Mengunduh selesai. Keluar dari sana sekarang. Jangan ambil resiko."

Jooheon memperingatkan.

"Arraseo."

Changkyun berjalan kembali ke meja komputer, menutup semua folder selatah menghapus semua jejak pencarian dan mematikkannya. Ia berjalan mengendap ke pintu, membukanya sedikit, cukup untuknya mengintip dan setelah ia memastikan kondisi aman ia segera bergerak keluar. Dengan langkah cepat namun tak bersuara ia kembali ke kamarnya. Setelah ia menutup pintu kamarnya, ia mengambrukkan diri di atas ranjang. Tubuhnya memantul di atas kasur empuknya.

"Nice work, Kyunnie. Jal ja."

"Neo do, Hyung."

Ia menarik alat komukasinya dari telinga dan menyimpannya di tempat yang aman.

+++++

Haneul mengambil jaketnya dari lantai, memakainya dan berjalan menuju pintu.


Kakinya berhenti tepat di ambang pintu kamar, menoleh ke belakang.

Di atas ranjang Jaejoong tak sadarkan diri setelah seks yang mereka lakukan. Tak ada dasi yang menutup mata dan kedua tangan jaejoong, Haneul telah melepasnya, tetapi tubuh Jaejoong masih telanjang, dari sela paha Jaejoong yang rapat Haneul dapat melihat lelehan spermanya meski tanpa penerangan.

Ia berbalik, menarik selimut, menutupi tubuh Jaejoong. Jarinya menyibakkan anak rambut Jaejoong yang basah dan jatuh di kening. Ia merunduk, memberikan sebuah kecupan di kening Jaejoong.

"Neoneun geuleul saranghago pogihalgeoya." / (Kau hanya mencintainya dan aku menyerah.)"

Haneul menatap wajah Jaejoong, ibu jarinya mengusap pipi Jaejoong.

"Hajiman naneun nae modeun him-eulo neoleul jikyeo julgeoya." / ("Tetapi aku akan melindungimu.")

Kemudian ia berjalan keluar dari kamar tidur mereka. Seperti saat ia datang, ia pergi dengan sunyi dan menyatu dalam gelapnya malam.





-TBC-

Continue Reading

You'll Also Like

50.7K 122 21
Just a slutty whore who needs to get all her thoughts and feelings on a page. Loves being submissive to her dom daddy 🧎‍♀️ DISCORD- jessieleihuyg8t...
409K 5.5K 28
Emmett loves to be a rebel. He skips school to hang out, drink, and smoke with his two friends when suddenly he and his best friend are cornered and...
268K 40.4K 103
ပြန်သူမရှိတော့ဘူးဆိုလို့ ယူပြန်လိုက်ပြီ ဟီးဟီး ဖတ်ပေးကြပါဦး
672K 1.1K 22
Smexy One shots😘 Got deleted twice 3rd times a charm🤦🏻‍♀️😭