12 [Sudah Pindah Ke Ican Nove...

By MbakUti

198K 16.5K 1.3K

(Tersedia di play store dan shopee / Versi novel ada di Ican Novel dan Kubaca) Perempuan yang mereka sebut pe... More

Prolog
Aa
Bb
Cc
Dd
Ee
Ff
Gg
Hh
Ii
Jj
Kk
Ll
Nn
Say Your Wish
Oo
Pp
Qq
Rr
Ss
Tt
Uu
Vv
Ww
Xx
Yy
Zz (END)
Epilog
Extra Chapter
Spin-off 1
Spin-off 2
Alder's favourite food
VVIP Thanks
Vote Cover
OPEN PO
E-book
Saran?

Mm

5.2K 495 21
By MbakUti

Lova mendengus sesaat setelah melihat japri dari ketua timnya. Gustian selalu punya cara untuk menggodanya.

Pak Gus ketua tim : Enak banget liburan ya, Lov? 😌 Bisa banget calon istrinya bos.👻

Pak Gus ketua tim : Lima novel dan bonus bulanan bakal hangus nih 🙄. Tapi mana bisa saya marahin calon istri bos, yakan? 😆

Evelyn sudah keluar dari rumah sakit kemarin. Dan masih ada waktu satu hari yang tersisa dari cuti yang diberikan Alder.

Lova memilih untuk bermalas-malasan di kontrakkannya. Sejenak melupakan lima novel yang baru saja disebutkan oleh Gustian.

Lova ingin menenangkan pikirannya. Pikiran yang kacau karena satu manusia bernama Alder.

Terus-terusan mengelak malah membuat perasaannya semakin kentara. Tapi menerima begitu saja sama seperti mengkhianati dirinya sendiri yang selama ini selalu menolak.

Jatuh harga diri perawan tua.

"Bik. Bibik!" Lova tersentak lalu tersenyum sumringah.

"Arnav, lo pulang? Tau aja kakak lo kesepian." Lova berlari dari kamarnya menghampiri Arnav yang sedang mengepak.

"Lo mau minggat?" alis Lova bertaut.

"Ha?"

"Itu kenapa packing segala?"

"Bibik, kakakku yang masih perawan, mending lo packing juga gih. Adek lo ini mau ngajakin lo liburan."

Mata Lova berbinar. "Tumbenan banget ngajakin liburan. Bentar deh gue packing."

"Bawa jaket, kita mau ke tempat yang agak dingin ini," teriak Arnav pada Lova yang sudah berlari kegirangan akan liburan.

Mata Lova menyipit, dengusan terdengar setelahnya. Lova melengos tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"Buruan masuk, Lov. Lo kagak kangen sama gue apa?" Evelyn melambaikan tangannya dari dalam mobil. Kacamata hitam bertengger manis di hidung mancung Evelyn.

"Cuti kita pas banget nyambung sama weekend, Lov. Kapan lagi kita bisa liburan begini?" suara Evelyn terlalu bahagia.

Yang membuat Lova kesal, Evelyn datang bersama Alder yang juga memakai kacamata hitam. Mereka benar-benar berniat untuk liburan.

Lova menyikut keras perut Arnav yang mengaduh.

"Lo kenapa gak ngomong sih itu bocah ikutan juga?" Lova menatap galak ke arah Arnav yang hanya nyengir tak bersalah.

"Dia yang ngebuat rencananya, bik. Gue mah ikutan aja."

"Bukannya lo mau nginep di rumah sakit dua mingguan? Kenapa sekarang malah liburan?"

"Kalo yang punya rumah sakit ngajakin gue dengan alasan buat ngerawat dia, siapa yang bisa nolak?"

Arnav langsung berlari membawa barang-barang mereka, tak menunggu hingga kakaknya mengamuk.

***

Kedua anak manusia di jok belakang membuat suasana menjadi terlalu meriah. Arnav dan Evelyn bernyanyi seperti anak paud yang kegirangan di ajak berlibur.

Lova hanya diam menatap ke arah jalan. Tak dihiraukan tangan Evelyn yang menarik-nariknya dari belakang untuk ikut dengan kegilaan mereka.

Lova sempat melirik ke arah Alder yang hanya tersenyum mendengar keributan yang Arnav dan Evelyn ciptakan dengan mata yang masih fokus pada jalanan.

Dada Lova sesak seperti tertekan ribuan ton batu. Tidak menyakitkan, tapi mampu membuat perempuan itu tergugup. Alder selalu berhasil membuat jantungnya berdetak liar.

Ditambah dengan kejadian dua hari yang lalu di rumah yang Alder sebut 'rumah kita'.

Lova masuk dengan langkah ragu. Rumah itu terlalu besar bagi Lova yang sudah hampir sepuluh tahun hanya tinggal disebuah kontrakkan kecil.

Rumah dengan dominasi warna coklat di bagian luar, lalu warna putih menyambut Lova setiba di dalam. Rumah itu benar-benar indah.

"Sayang, masuk. Liatin rumahnya, kalo kamu gak suka kita bisa renovasi ulang," ujar Alder kala itu. "Aku mandi dulu." Setelah tersenyum, Alder berlalu menuju tangga. Lova terka bahwa kamar Alder ada di lantai atas.

Lova tidak bisa berucap barang sepatah. Dia terlalu terkejut dengan apa yang saat ini dilihatnya. Rumah besar ini milik Alder, bersama dirinya?

Bukan, Lova tidak tergiur dengan segala kemewahan yang Alder tawarkan. Lova hanya tidak menyangka Alder sudah mempersiapkan banyak hal meski belum ada ucapan persetujuan darinya.

Berdiri perempuan manis itu di kaca besar yang memperlihatkan taman luas di samping rumah.

Taman dengan rumput hijau yang di tumbuhi banyak bunga dan pohon buah-buahan siap petik. Nampak bersih dan asri.

Lova tersenyum. Menikmati pemandangan yang jelas tergambar di depannya sekarang.

Sebuah lengan merangkum penuh tubuh mungilnya. Lova tersentak mendapati wangi apel menyeruak ke penciumannya.

"Al-," suara Lova tercekat, rangkulan itu mengerat. Lova bisa merasakan hembusan napas Alder di ujung kepalanya.

"Kamu suka rumahnya?" Lova menelan dengan susah payah salivanya. Lalu mengangguk pelan tanpa sadar. Alder tersenyum.

"Ki-kita, harus ke rumah sakit se-sekarang." Lova menutup matanya kesal. Entah kenapa dia harus tergagap di depan Alder sat ini.

"Jangan lama-lama ngasih jawaban ke aku ya, sayang. Rasanya aku makin rindu, tiap ngebayangin ada kamu di rumah ini."

Lova menahan napasnya. Tak lagi bisa menolong bagaimana jantungnya berdenyut terlalu kuat.

Mata perempuan itu tertutup rapat. Hanya kembali mengingat kejadian waktu itu bisa membuat tangan Lova basah karena gugup.

Lova terhenyak sesaat merasakan sebuah tangan menyentuh sisi wajahnya. Lova langsung menoleh, mendapati senyum dari pria yang sesekali fokus pada jalan.

"Tidur aja. Perjalanannya masih jauh. Arnav sama Evelyn udah tidur dari tadi tuh."

Benar. Lova baru menyadari mobil ini menjadi sunyi. Ditolehnya Evelyn dan Arnav sudah nyenyak dalam mimpi.

"Kamu?" Lova tidak peduli dengan ke-impulsifannya. Terserah apa yang Alder pikirkan, dia biarkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga dari mulutnya keluar begitu saja.

"Aku gak papa. Bisa istirahat di villa."

Yang Lova tau mereka akan pergi ke puncak. Akan dimana mereka menginap, Lova tak ingin tau.

Perempuan itu memilih memejamkan mata dan berusaha tidur. Tidak ingin terus-terusan melihat ke arah laki-laki yang sekarang kembali fokus mengemudi.

***

Alder dan Arnav menurunkan barang-barang mereka. Sedang Evelyn dan Lova berdiri bersisian melihat ke arah villa yang akan mereka tempati.

"Ini villa bagus banget sih, Lov." Lova hanya mengangguk menyetujui.

"Ini beneran punya lo, Al?" entah sejak kapan Evelyn menjadi begitu dekat dengan Alder, tapi mendengar sebutan 'lo' dari Evelyn, Lova yakini mereka memang semakin akrab.

"Iyalah, mbak. Udah lama sih punyanya, gue renovasi aja." Alder meletakkan koper terakhir di dekat para wanita itu berdiri.

Villa berwarna putih dengan halaman hijau luas di sekelilingnya. Beberapa pohon dengan kursi-kursi kecil menambah keindahan di villa itu.

"Gue nyewa orang buat bersihin villa ini. Jadi kita tinggal nempatin aja."

"Ya udah, mending masuk aja yuk. Gue capek banget beneran." Arnav sudah bersiap mengangkat beberapa tas mereka.

"Capek ngapain lo? Di jalan juga tidur aja. Yang nyetir Alder pun."

"Kak, gue kurang tidur selama di rumah sakit. Lo gak tau capeknya gimana." Evelyn mencebik tak percaya. "Gue kucir juga itu bibir entar, nyebik-nyebik begitu."

Alder terkekeh mendengar percakapan aneh itu. Lova hanya menggeleng, tak berniat menimpali.

Evelyn dan Arnav segara membawa barang-barang mereka menuju villa. Dan Lova masih bergeming. Berniat berkeliling sekitaran villa sebelum istirahat.

Tapi seseorang berdiri di sampingnya. Lova sempat melupakan pria ini. Dilihatnya pria yang masih membiarkan matanya tertutup kacamata hitam.

"Beli perusahaan penerbitan, rumah sakit, rumah besar itu dan sekarang villa. Aku gak tau seberapa kayanya kamu." Lagi, kalimat itu terucap begitu saja.

Alder membalas tatapannya dengan senyuman hangat.

"Basicly, orang tua aku memang berada. Tapi rumah besar itu, perusahaan penerbitan dan villa ini memang punya aku. Memang aku siapin kalo suatu saat nanti ketemu kamu, bakal aku bawa kamu ke tempat-tempat yang aku udah usahain buat nyenengin kamu."

Speechless. Lova tak bisa membalas ucapan Alder. Niatnya untuk berkeliling dia urungkan.

Segera Lova berjalan menuju villa untuk menghindari Alder. Memalingkan perasaan yang sepertinya semakin tumbuh dengan subur.

Di dalam, Arnav dan Evelyn yang terlihat bersemangat melihat-lihat isi villa. Lova duduk di sofa yang dikelilingi dinding kaca. Sehingga penampakan luar yang asri langsung terlihat.

"Gak ada apa-apa di kulkas." Evelyn duduk di samping Lova, diikuti Arnav yang mengangguk menyetujui.

"Di sini ada supermarket. Deket kok, agak ke atas aja sih. Entar habis magrib kita bisa pergi belanja ke sana," ujar Alder setelah mengganti pakaian.

"Biar gue sama Arnav aja yang belanja, Al. Lo pasti capek nyetir deh. Ya kan, Nav?" Evelyn melihat Arnav dengan mengedipkan matanya memberi kode.

"Lo kenapa, kak? Cacingan?" Demi sate padang jumbo yang sudah jarang di makannya, Evelyn ingin mengumpat sejadi-jadinya pada Arnav.

"Pokoknya entar malem lo temenin gue belanja," tegas Evelyn tak bisa dibantah.

"Gue ikut!" Lova menaikkan tangannya ke udara.

"Idih, apaan ikut-ikut. Lo mending beresin barang-barang aja deh."

"Sekalian barang-barang gue ya, bik."

Lova mendengus kesal sesaat melihat Arnav dan Evelyn bertos ria, seperti dengan sengaja meninggalkannya bersama Alder.

Sedang Alder hanya tersenyum memberi izin.

***

Arnav dan Evelyn akhirnya benar-benar pergi belanja. Meninggalkan Alder dan Lova berdua di villa.

Sebenarnya, ide itu muncul begitu saja di kepala Evelyn. Dia tau bahwa Alder butuh banyak waktu bersama Lova untuk memberi keyakinan bahwa perasaan yang dirasanya bukanlah main-main.

Semoga berhasil, Al.

Evelyn tersenyum setelah merasa bahwa idenya sangat cemerlang kali ini.

"Heh!" Evelyn tersentak. "Kesambet lo? Senyum-senyum sendiri."

Evelyn terkekeh. "Gue seneng aja ninggalin Lova sama Alder. Semoga mereka bisa lebih banyak ngomong berdua."

Arnav hanya mengangguk. "Menurut lo, Alder gimana?"

"Dia baik. Dari kecil gak banyak tingkah sih." Arnav memberikan pendapatnya.

"Lo tau kalo Alder lagi ngejar-ngejar Lova, kan?"

"Siapa yang gak tau coba? Keliatan banget itu bocah ngebet sama si bibik." Arnav terkekeh.

Mereka berjalan ke arah supermarket yang disebutkan oleh Alder dengan berjalan kaki.

Evelyn menoleh kaget ke arah Arnav yang menatap lurus ke depan sambil terus berjalan. Meninggalkan Evelyn yang masih terkejut setelah merasakan Arnav meletakkan jaketnya di tubuh perempuan itu.

"Cepet jalan," ujar Arnav tak menoleh. "Udah tau udaranya dingin, pake baju nempel banget di badan."

Evelyn tersenyum. Memakai jaket Arnav dan berlari mensejajari langkah pria muda itu.

Meski terlihat cuek, Evelyn tau bahwa adik sahabatnya ini sangat perhatian. Arnav sangat menyayangi Lova. Mungkin karena dia adalah sahabat Lova, jadi Arnav juga memperhatikannya seperti kakak sendiri.

"Lo tau apa yang terjadi sama mereka berdua tujuh tahun lalu?" Benar. Kenapa tidak dari dulu dia tanyakan ini pada Arnav?

"Gue cuma tau itu si Alder sering ke rumah pake sepeda minta di ajarin PR-nya sama bibik. Urusan yang lain gak tau gue."

"Kok lo bisa gak tau sih?" Evelyn terdengar kesal.

"Gue SMA waktu itu, ibu Eplin. Jadi gerombolan gue beda sama Alder."

"Jangan ngejekin gue pake panggilannya emak sama abah deh," sungut Evelyn menyilangkan tangannya di depan dada.

Arnav terkekeh. Mengusap pelan ujung kepala Evelyn yang langsung terdiam membuka matanya lebar. Perlakuan Arnav padanya benar-benar mengejutkan.

"Gak usah mikirin kakak gue mulu. Lo juga harus cari jodoh."

Evelyn menormalkan dirinya kembali. Lalu mendengus tak setuju dengan ucapan Arnav.

"Gue pasrah aja deh, Nav. Mikirin jodoh pusing sendiri gue." evelyn menunduk lesu.

"Menurut lo, cowok muda yang suka sama cewek yang lebih tua itu gimana?"

"Ya gak gimana-gimana selagi sayangnya beneran," ujar Evelyn, "kayak Alder yang sayang banget sama kakak lo." Evelyn menyatukan tangannya dengan wajah berseri.

"Jadi gimana soal saran abah sama emak tentang gue?" Evelyn menoleh ke arah Arnav yang berhenti berjalan.

Evelyn mencoba mengingat saran apa yang sudah abah dan emak sebutkan sehingga harus melibatkan Arnav.

Mata perempuan itu membulat sempurna setelah mengingat kejadian di rumah sakit beberapa waktu lalu.

"Gak masalah asal sayangnya beneran, kan?" Arnav mengulang ucapan Evelyn.

"Nav, jangan bilang elo-" Evelyn tak bisa melanjutkan ucapannya. Tangannya begitu saja terangkat untuk menutup mulutnya yang terbuka lebar karena tak percaya.

Arnav tersenyum lebar. "Bibik bakal setuju kan, kak?" Evelyn bergeming.

Gue harus gimana?

☕☕☕

Selamat hari kamis 😍. Semoga hari kalian cerah, secerah matahari yang bersinar hangat pagi ini. 😊

Masih masa liburan, ya. Selamat menikmati liburannya. Semoga gak lupa bentar lagi udah tahun baru. 😂

Happy reading 😇

See ya🙋

Ya Alder ganteng begini coba, kan jadi sebel 😍

Lovanya juga cantik kok 😌

Continue Reading

You'll Also Like

183K 11.5K 55
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...
565K 53.8K 121
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
3.9K 491 25
Aya bertekad memutus rantai kemiskinan keluarganya di dirinya dengan cara mencari pacar orang kaya. Namun dirinya justru terjebak hubungan mutualisme...
186K 27.2K 29
Swipe right. Dua kata yang tidak asing untuk pengguna dating apps. Bermula saat Liora merasa iri dengan teman-temannya yang sudah punya pacar, akhirn...