Pemberitahuan!!
Ada penggantian nama tokoh, yang semula Arvan menjadi Hanif, soalnya Author masih rada susah move-on kalau tetap menggunakan nama Arvan yang hampir mirip dengan Arfan.
Selamat membaca 💕
----------
"Rencana milikmu berbeda dengan rencana Allah, jika kamu tidak menyukai rencana yang Allah tetapkan untuk kamu, maka ikhlaslah menerimanya,"
-SRBA-
"Naura menerima lamaran Mas Hanif."
Hanif memandang bingung ke arah Naura, tidak mengerti dengan pola pikir gadis itu. Padahal dia yakin sekali lamarannya akan ditolak, ketika melihat reaksi gadis itu saat bersama dirinya yang selalu menghindar.
"Kamu menerimanya?" Hanif membuka suara, merasa tak percaya dengan keputusan gadis itu, berharap gadis itu kembali berpikir ulang.
Naura tak menjawab, dia hanya menunduk, berharap hatinya mantap dengan keputusan yang dia ambil.
"Alhamdulillah," Ani langsung mengucap syukur, yang juga mengabaikan pertanyaan dari Hanif.
"Alhamdulillah," kata Mama dan Papanya Hanif serentak.
Naura terus menunduk ketika menyadari tatapan Hanif yang masih tertuju padanya, dia tak berani menatap wajah itu.
'Apa keputusannya adalah keputusan yang salah?' lagi-lagi Naura berusaha meyakinkan dirinya sendiri, jawaban yang dia sampaikan adalah jawaban dari petunjuk yang telah Allah berikan padanya. Walaupun kadang hatinya berontak dengan kenyataan ini, namun dia tidak mau berontak pada Tuhan.
"Maaf Tante, apa saya bisa bicara dengan Naura di luar?" tanya Hanif yang memotong pembicaraan Tante Ani dengan Mamanya.
"Oh, silahkan gak papa, di ruang tengah juga gak papa, biar ngomongnya enakan sambil duduk," kata Ani.
"Permisi Tante," ucap Hanif yang memilih untuk bicara di luar rumah.
"Ayo Naura, ikuti Hanif," Ani menyenggol pelan bahu Naura. Dengan perasaan campur aduk akhirnya Naura mengikuti langkah Hanif yang terus berjalan ke arah taman, duduk disalah satu bangku yang tersedia disana.
"Duduk!" satu kata perintah yang langsunh di turuti oleh Naura, mengambil duduk yang lumayan berjarak dengan Hanif.
"Kenapa kamu menerima lamaran ini? Saya tahu betul kalau kamu tidak menyukai lamaran ini," kata Hanif langsung pada inti pembicaraan.
"Inilah keputusanku," jawab Naura.
"Tapi, kenapa?"
"Semua keputusan yang Naura ambil adalah jawaban dari pertanyaan yang terus Naura tanyakan pada Tuhan, tapi selalu saja jawaban itu terus mengarah pada Mas," kata Naura yang membuat Hanif terdiam.
"Naura tau kalau ini hanya rencana dari tante Ani dan orang tua Mas, mungkin ini jalan Allah untuk mempertemukan kita dan Naura berharap ini adalah pernikahan pertama dan terakhir, dan Mas juga ikhlas menerima jalan ini karena Naura juga akan berusaha untuk ikhlas menerimanya," kata Naura lalu berdiri dari duduknya. "Naura masuk dulu Mas, takut nanti adanya fitnah ketika tetangga melihat kita disini karena kita belum terikat halal." Naurapun pergi meninggalkan Hanif yang masih duduk terdiam.
Apa benar ini jalan Allah untuk mempertemukan kita?
🕊️🕊️🕊️
"Ada apa di rumah kamu, Naura? Kenapa mereka datang kembali?" tanya Ratna ketika sore itu Naura datang kerumahnya.
Selama ini Naura tidak pernah memberitahu Ratna tentang perjodohan yang dilakukan tantenya, karena dia tau kalau ini adalah masalah pribadi yang harus dia selesaikan sendiri, yang entah mengapa berujung pada dirinya yang menerima lamaran Hanif.
"Naura?" panggil Ratna kembali.
"Mereka datang untuk melamar Naura, Bunda," ucap Naura pelan.
Ratna langsung terdiam mendengar ucapan Naura.
"Mereka siapa?" tanya Ratna yang sedikit terkejut mendengar penuturan Naura.
"Teman tante Ani," kata Naura pelan.
"Jadi apa keputusan kamu?" tanya Ratna lagi, dia tidak menyangka dengan kejadian mendadak ini, namun sebisa mungkin dia akan mendukung segala keputusan yang dipilih Naura.
"Naura menerimanya Bunda,"
Ratna cukup kaget mendengar jawaban dari Naura.
"Kamu menerimanya, Nak?" ulang Ratna meyakinkan.
Naura mengangguk pelan.
Ratna mengusap bahu Naura, "Semoga keputusan yang kamu ambil adalah yang terbaik, Nak. Bunda akan selalu mendukung kamu," kata Ratna.
"Makasih Bunda, Naura sangat bersyukur memiliki bunda," kata Naura memeluk Ratna erat. Ratna tersenyum sambil terus mengusap punggunh Naura.
Iya, semoga ini yang terbaik Nak.
🕊️🕊️🕊️
Assalamualaikum Bang, Bagaimana kabarnnya Bang? Naura mau ngasih kabar ke Abang, kalau minggu depan InsyaAllah Naura akan menikah Bang, yang InsyaAllah juga dengan lelaki pilihan Allah untuk Naura. Sebenarnya Naura berharap Abang ada disini, yang juga ikut menjadi saksi pernikahan Naura, tapi Abang tetap fokus saja pada kuliahya, sehat-sehat terus ya Bang, Wassalam. - Naura
Assalamualaikum Nak, gimana kabarnya? Udah makan? Disana sekarang jam berapa? Tadi bunda ingin menelfon, tapi takut kalau ternyata disana sedang malam hari dan menganggu tidur kamu, Bunda hanya mau memyampaikan, kalau Naura minggu depan akan menikah, dia telah dilamar sebulan yang lalu, Bunda harap kamu Ikhlas ya Nak, karena bunda tau isi hati kamu. -Bunda
Fathan membeku seketika setelah membaca dua pesan teratas dari ponselnya. Kembali dia mengulang membaca pesan tersebut berharap apa yang di bacanya tadi hanya halusinasi semata karena dirinya yang terlalu kelelahan.
Fathan memilih duduk, kembali membuka pesan dari Naura, lalu beralih kepesan yang dikirim bundanya.
Ya Allah
Dadanya sesak seketika, telapak tangannya mulai mengepal, lalu mengarahkan tangan itu tepat kedadanya, merasakan dengan jelas detak jantungnya yang semakin menggila.
Matanya mulai memanas, kembali, dia membuka pesan Naura, membaca kata demi kata pesan itu lagi. Tetap sama, tidak ada kata yang berubah dari yang dia baca sebelumnya.
Tangannya mengarah pada kontak Naura, siap untuk menekan simbol telepon itu namun dia urungkan lalu beralih menelpon sang Bunda.
"Assalamualaikum, Nak," terdengar suara Ratna diseberang sana.
Lidah Fathan kelu, untuk menjawab salam dari Bundanya saja dia tidak sanggup.
"Nak," panggil Ratna lembut.
"Bunda," lirih Fathan. Air matanya tidak terbendung lagi, jika Bundanya didepannya sekarang, mungkin dia akan memeluk erat Bundanya karena perasaan ini.
"Nak, Bunda tau perasaan kamu, Ikhlas Nak, Ikhlas ya, mungkin ini jalan terbaik untuk kamu dan Naura," kata Ratna, dia paham betul dengan perasaan anak semata wayangnya itu.
"Ini tidak akan terjadi jika _"
"Fathan, sudah Nak, tidak ada gunanya penyesalan, semuanya sudah terjadi, kamu dan Naura tidak di garis yang sama."
Fathan menahan tangisnya, berusaha tidak terisak.
"Sabar ya Nak, Adukan pada Allah apa yang sedang kamu rasakan, karena bunda yakin kalau Allah adalah sang perencana terbaik, dan ini rencana Allah untuk kamu," kata Ratna. Fathan terdiam, terus mengusap dadanya yang terasa nyeri.
Entah mengapa dia merasa menyesal, menyesal tidak melakukan permintaan bundanya sebelum menginjakkan kaki di negara itu.
Ya Tuhan, maafkan perasaan ini yang telah terlanjur jatuh amat dalam ke dalam jurang cinta terhadap hamba-Mu. Hamba berharap ini memang jalan yang Engkau takdirkan pada kami, hamba berharap semoga dia mendapat lelaki yang dapat membimbingnya pada surga-Mu.
---
A/n:
Assalamualaikum!!
Cuma mau bilang, "Happy Reading dan jangan lupa tinggalkan voment nya 💕"
Ig: came_sa