12 [Sudah Pindah Ke Ican Nove...

By MbakUti

198K 16.5K 1.3K

(Tersedia di play store dan shopee / Versi novel ada di Ican Novel dan Kubaca) Perempuan yang mereka sebut pe... More

Prolog
Aa
Bb
Cc
Dd
Ee
Ff
Hh
Ii
Jj
Kk
Ll
Mm
Nn
Say Your Wish
Oo
Pp
Qq
Rr
Ss
Tt
Uu
Vv
Ww
Xx
Yy
Zz (END)
Epilog
Extra Chapter
Spin-off 1
Spin-off 2
Alder's favourite food
VVIP Thanks
Vote Cover
OPEN PO
E-book
Saran?

Gg

5.7K 593 48
By MbakUti

"Kenapa gak ngomong dulu sih kalo mau dateng? Kan acara saya sama Evelyn jadi terganggu."

Meski kesal, Lova tetap duduk di kursi penumpang karena paksaan dari Alder. Dengan ancaman pekerjaannya akan ditambah dan tidak akan ada bonus bulanan jika Lova tidak menuruti inginnya.

Bagi Lova, bonus bulanan adalah uang untuk merawat diri. Uang yang bisa digunakannya untuk sekedar membeli parfum dan deodoran. Sebab gaji bulanan dia berikan seluruhnya pada orang tuanya untuk biaya sekolah Arnav.

Lova sangat senang bisa membantu kedua orang tuanya dan bisa menyekolahkan Arnav sampai sekarang. Meski banyak orang yang menganggapnya gila kerja untuk mendapatkan bonus lebih besar, Lova tidak pernah merasa sakit hati. Toh memang itu yang terjadi.

Mereka tidak tahu apa yang Lova dan keluarganya hadapi untuk bisa bertahan hidup. Berkomentar adalah hal yang paling mudah dilakukan. Tapi untuk mengerti dan memahami, tidak semua orang ada di level setinggi itu.

Jika sekarang kehidupannya menjadi lebih baik, itu jelas karena usaha dan doa yang Lova dan keluarga lakukan.

"Evelyn bilang kalian gak ada acara."

"Karena bos dateng dia jadi ngomong gitu."

Alder menghendikkan bahu. "Lagian aku gak punya nomor handphone kamu."

Benar. Kabar baik bahwa Alder tidak memiliki nomor handphonenya. Sesaat Lova tersenyum karena merasa menang.

"Minta langsung dari kamu itu gak mungkin. Nanti aku minta ke mas Gustian aja. Sekalian ngasih tahu beliau kalo perempuan yang aku kejar selama ini kamu."

Lova langsung menoleh, mendapati senyuman pongah dari pria yang bahkan tidak melihatnya.

"Nanti saya kasih. Gak usah minta ke pak Gustian. Bakal ribet kalo dia tahu."

"Tahu apa? Tahu kalo kamu pacar aku?"

"Siapa bilang kita pacaran?!"

"Ya aku, kan? Baru aja aku bilang gitu." Lova menggigit bibir bawahnya menahan amarah.

"Jangan buat gosip yang gak-gak deh!"

"Kamu gak suka?"

"Gak!" Lova melihat ke arah Alder yang ternyata sudah melihatnya lebih dulu.

Telapak tangan Lova terkepal. Getaran itu kembali membuat napasnya tercekat di tenggorokan. Alder melihatnya lekat.

"Ah!" kembali pria itu melihat ke arah jalanan. "Aku tahu, perjuanganku bakal panjang buat dapetin jawaban 'iya' dari kamu."

Lova diam. Masih mengepal tangannya untuk menetralkan jantungnya yang seperti akan meloncat keluar dari tempat.

"Mau ke mana sih?"

"Ke mana aja. Asal kamu gak ngindar dari aku."

Kalimat sarkatik itu berhasil Lova tersedak salivanya sendiri. Sehebat apa pria di sampingnya ini Lova tidak ingin tahu. Tapi mengetahui bahwa beberapa hari ini Lova menghindarinya, Lova rasa Alder terlalu peka.

***

"Sayang, bangun. Kita udah sampe."

Usapan lembut di ujung kepalanya membuat Lova terbangun dan langsung memicing ke arah Alder yang hanya tersenyum.

"Sayang-sayang. Seenaknya banget manggil anak perawan orang." Kekehan terdengar sebagai balasan.

Lova tidak tahu seberapa lama dia tertidur. Tapi perjalanan mereka memang cukup jauh.

Taman safari. Tempat yang selama ini ingin sekali Lova kunjungi. Lova suka dengan hewan dan berinteraksi langsung. Tapi karena kesibukannya, Lova jadi tidak punya banyak waktu untuk memanjakan diri berjalan-jalan.

Lebih tepatnya Lova menghemat. Biaya pergi ke taman safari ini saja bisa dipakai untuk makan beberapa hari bersama Arnav. Belum lagi harus membayar tiket masuk dan menyewa mobil untuk berkeliling taman safari yang luas. Kalau harus berjalan untuk berkeliling, bukan hanya gempor, tapi bisa jadi santapan lezat si kucing-kucing besar.

Sepertinya kekesalan Lova akan segera menghilang berkat taman safari dan hewan-hewan di dalamnya.

Mata Lova langsung berbinar saat melihat sedikit ke arah dalam taman safari yang menampilkan beragam hewan.

"Yuk." Lova merasakan tangannya tergenggam. Pria di sampingnya hanya tersenyum.

"Al, udah deh." Gadis itu berusaha melepaskan tangannya yang tidak berhasil.

"Kalo kamu masih gak deg-degan aku pegang tangan kamu gini, berarti aku harus ngelakuin hal yang lebih dari ini."

Itukah yang Alder harapkan? Dan haruskah Lova mengakui bahwa sekarang darahnya mengalir deras karena pompaan dari jantung yang sudah hendak meloncat dan ikut berjalan-jalan bersama mereka melihat-lihat hewan?

"Jadi bocah jangan mesum deh. Dan jangan terlalu berharap lebih bisa buat gue deg-degan cuma karena pegangan tangan doang."

"Ya udah." Alder mengangkat bahunya sekilas. Menjalin jemarinya disela-sela jemari Lova. "Jangan dilepas kalo gitu."

Lova berharap tangannya tidak basah karena kegugupan ini.

"Tangan kamu sering di pegang kalo pacaran?" pertanyaan itu membuat Lova menelan salivanya.

"Heh! Gue ini perempuan dewasa, ya. Kalo cuma pegangan tangan gini udah seringlah."

Berkali-kali Lova meminta ampunan karena kebohongannya pada Alder. Lova jelas tidak pernah merasakan pacaran setelah empat tahun ini menjomblo. Pacarnya yang terakhir, hanya berlangsung setengah tahun. Lalu sang pacar meninggalkan Lova karena gadis yang lebih cantik.

Heh! Bakal besar kepala para gadis cantik kalo terus-terusan jadi tolak ukur pria bisa selingkuh dan mendua. Gimana nasib perempuan kayak gue?!

"Berarti udah pernah ciuman dong?"

Jangan salahkan jika sekarang Lova ingin menginjak kaki laki-laki yang masih melihatnya dengan senyuman jahil.

Huh! Ciuman?! Ciuman?! Ya gak pernahlah. Dipegang tangannya aja baru sama lo, bego!

Kehidupannya selama pacaran sangat monoton. Lova si gadis gila bonus akhir bulan menjadi terus-terusan kerja. Akhir pekan biasanya lebih dimanfaatkan untuk tidur. Dan malam minggu, Lova gunakan untuk lembur.

Mungkin itu salah satu alasan kenapa pacarnya saat itu berselingkuh. Tapi apapun itu alasannya, selingkuh tetap tidak bisa dimaafkan, kan? Lebih baik putus dulu, baru pacaran lagi. Maunya kok dapet dua-duanya. Keenakan banget.

"Lo mau ngajakin gue jalan apa mau ngintrogasi doang sih? Banyak banget yang di tanya."

Alder tertawa lepas. "Aku tahu kamu gugup. Pipi kamu merah banget."

Demi anak gajah yang sekarang teriak-teriak karena happy disemprotin air sama induknya, Lova ingin segara pergi dan menjauh dari bocah laki-laki yang sekarang terlihat menawan itu.

Tapi langkah Lova terhenti, membuat gadis itu menoleh dengan kesal. Tangan yang saling terjalin itu membuat Lova tidak bisa pergi.

"Aku gak bakal ngelepasin tangan ini dengan mudah. Kamu harus tahu kalo aku udah cukup dewasa dan lebih besar dari kamu sekarang. Kamu gak bisa pergi dari aku kayak gitu aja."

Lova hanya mendengus. Melirik ke arah genggaman itu sambil menggigit bibir dalamnya. Semerbak apel tercium saat Alder mempersempit jarak mereka.

"I love you, Lova. Jangan pura-pura gak tahu soal itu."

Ada apa? Bagaimana Lova harus bersikap sekarang? Kenapa kupu-kupu itu berterbangan di perutnya? Membuat Lova mual dan melayang.

***

"Mau makan apa?" Alder bertanya setelah Lova membuka buku menu di depan mereka.

"Pengen nasi padang deh." Alder memutar matanya.

"Lova, please deh. Ini bukan warung makan. Ini restoran."

"Ya lagian ngapain sih ngajakin ke restoran yang begini? Ngeliat menunya aja gue udah yakin bakal pesen banyak. Gak bakal kenyang kalo cuma semenu aja, tauk!"

Lova meletakkan kembali buku menu itu. Helaan terdengar dari Alder. Tidak akan Lova pungkiri bahwa dia adalah perempuan dengan porsi makan besar. Bahkan sate padang jumbo yang sering dipesan bersama Evelyn bisa dihabiskan dengan mudah.

Dan Alder membawanya ke restoran yang menyediakan menu-menu ringan. Sudah dipastikan jika makanan-makanan itu tidak akan memuaskan rasa lapar Lova.

"Kamu tuh, ya. Makannya super banget tapi badan gak gede-gede. Lari ke mana coba makanannya?"

Lova seperti mendengar omelan dari seorang pacar. "Yang sopan sama orang tua!" sungut Lova, menghilangkan pikiran gilanya.

"Pesen aja semuanya. Apa pun yang kamu mau."

"Entar duit lo abis loh, bos."

"Aku nyari duit buat kamu kok. Punya uang banyak tapi gak ada yang ngabisin juga buat apa?"

Lova menahan napas. Alder terlihat santai setelah mengucapkan kalimat yang bisa membuat banyak wanita merasa tersanjung. Termasuk perempuan mungil di depannya.

Dia serius gak sih?

"Ada seafood. Kamu suka lobster, kan? Pesen itu aja, berapa porsi terserah kamu. Ini, ada udang karang juga."

Alder memperlihatkan menu seafood yang dia tawarkan pada Lova yang masih bergeming.

"Pesen berapa?"

Oke kalo itu yang lo mau!

"Pesen lobsternya lima porsi. Udang karang tiga porsi."

"Oke." Alder mengangguk setuju dan langsung memanggil pelayan di sana untuk memesan.

Lova sempat membuka mulutnya sesaat setelah mendengar jawaban santai Alder. Dia tahu bahwa lobster adalah makanan laut yang cukup mahal. Tentang udang karang, harganya bisa dua kali lipat dari lobster.

Alder akan mengabiskan banyak uang untuknya hari ini. Tapi lihat wajah tenang yang sekarang sedang mengabiskan air putih di gelasnya.

"Kamu tahu aku ngabisin banyak uang buat kamu hari ini, kan?" Tepat sekali. Lova bahkan tidak menyangka Alder membaca pikirannya dengan benar.

"Jadi aku minta satu hal sama kamu."

Lova berdecih sinis. Gadis dengan rambut kuncir kuda itu merasa terlalu cepat berpikir bahwa Alder melakukan hal baik hanya untuk menarik perhatiannya. Lihat saja sekarang, ada sebuah permintaan sebagai balasannya.

Siapa bilang semuanya gratis? Habis ini apa? Dia minta gue jadi babunya dia? Bukannya udah?

"Jangan pake 'lo-gue' lagi di depan aku. Kamu harus tahu kalo di sini aku cuma butuh persetujuan kamu untuk segera menemui keluarga kamu buat membicarakan soal pernikahan. Kalo semuanya terasa lambat, itu karena kamu yang mengulur waktu."

Lova mencengkram keras gelas di depannya. Alder mengatakan dengan nada tegas tanpa bisa dibantah. Lova merasakan ada kembang api yang sekarang berdentum keras tepat di jantungnya.

"Dua belas tahun. Aku tahu kamu masih mikirin itu. Dan harusnya kamu juga sadar, kalo aku gak peduli soal itu."

Lova masih diam. Tidak tahu harus mendebat apa lagi. Alder mencondongkan kepalanya ke arah gadis yang sekarang hanya bergeming.

"Namaku Alder, Lova. Alder Reuven. Kamu pasti udah hapal, kan? Biasain manggil aku dengan nama itu. Gak ada perempuan yang manggil calon suaminya dengan sebutan bos."

Napas Lova kembali tertahan di tenggorokkan. Kejutan-kejutan itu keluar begitu saja bersama kalimat yang Alder lontarkan. Membuat kepala Lova pening.

"Kenapa?" tanpa bisa Lova kontrol, pertanyaan itu keluar dengan sendirianya.

"Karena itu kamu. Dan aku cuma mau kamu. Thats all." Senyuman itu memenuhi pengelihatan Lova.

Kupu-kupu itu kembali memenuhi perut Lova. Ada sesakkan menyenangkan yang sekarang Lova rasakan.

Jika terus-terusan seperti ini, Lova akan dengan lantang mengakui sudah jatuh dalam lingkaran perasaan yang Alder tawarkan.

***

Gadis itu menyilangkan tangannya di depan dada dengan wajah kesal. Tetesan deras air hujan memenuhi bumi. Dan sebuah berita dari restoran itu mengatakan bahwa banyak pohon tumbang di sepanjang jalan. Sehingga jalan mereka untuk kembali ke Jakarta terpaksa ditutup demi keamanan sampai besok.

Berdirilah Lova disebuah hotel yang sepertinya akan menjadi tempatnya menginap malam ini. Alder, dengan wajah santai, menyodorkan sebuah kunci berbentuk kartu kepadanya.

"Tapi besok aku harus kerja." Keluhan itu keluar dari mulut Lova.

"Aku juga." Alder membalas setelah lebih dulu menutup handphonenya. "Gimana lagi? Jalan di-block."

Lova mendengus. "Ya kamu enak, bosnya. Aku gimana? Pak Gustian pasti bakal nyariin karena novel yang aku kerjain harusnya udah selesai."

Ada senyuman samar yang tercipta dari sudut bibir Alder. Meski keras kepala, sepertinya Lova cukup mematuhi keinginannya. Tidak ada sebutan lo-gue lagi.

"Itu kamu tahu kalo aku bosnya. Kenapa masih ngawatirin pak Gustian kalo kamu perginya sama aku?"

"Ah terserah deh, Al. Tanggung jawab kamu kalo sampe pak Gustian ribet nyariin aku." Lova mengibaskan tangannya di depan wajah. Menghentikan perdebatan yang akan berakhir dengan kekalahannya. Alder bukan orang yang mudah untuk di ajak berdebat.

Tubuh Lova menegang saat merasakan tangannya kembali tergenggam oleh telapak besar itu.

"Cerewet banget." Ada senyuman yang sempat Lova lihat sebelum tangannya ditarik untuk mengikuti.

"Kamar aku di sebelah. Kalo ada apa-apa kamu bisa langsung datengin aku."

Alder melepaskan genggaman saat mereka berada di depan sebuah kamar.

Datengin? Emang gue cewek apaan datengin cowok di kamar hotel? Cih!

Lova hanya mengangguk dengan malas. Berharap Alder segera membiarkannya sendiri untuk beristirahat.

"Kamar aku gak dikunci kok." Bisikkan itu membuat wajah Lova berkerut tidak percaya.

Alder terkekeh saat melihat Lova menggerakkan tangannya di depan dahi sambil berucap tanpa suara.

"Gila."

☕☕☕

Heyyo, em coming back.💃 Makasih buat yang udah support karya-karya mbak Uti.🙏 Few days ago, Je t'Aime Aussi dapet ranking 1 di #ibu untuk beberapa hari padahal lagi hiatus, mbak Uti terharu gitu sama kalian yang tetep setia ngebaca, gracias 😭. Kalian para pembaca adalah semangat untuk para penulis meneruskan karya mereka dan terus menciptakan tulisan demi menyenangkan orang banyak. Sekali lagi makasih banyak pembacanya mbak Uti yang baik hatinya.🙏🙏

Untuk comment dan votenya, mbak Uti juga makasih, ya. Pokoknya part ini jadi tempat makasihnya mbak Uti buat para pembaca.😘

Jangan bosan menunggu kelanjutan kisah ini, ya. Dan jangan sedih buat yang komplen minta Je t'Aime Aussi dilanjutin. Bakal dilanjutin secepatnya kok.😍

Semoga pagi kalian menyenangkan 🌝. Jangan lupa ini hari jum'at, besok weekend dong. Yey😂

See ya 🙋

Si happy Lova diajakin ke taman safari 😍

Si Alder sok cool lagi 😌
Btw, lagu dimulmed mereka lagi yang cover 🤗

Continue Reading

You'll Also Like

893 213 30
"I don't care who is gone, you shouldn't be alone. I'll be there, there." - get well soon by Ariana Grande Daily Writing Challenge NPC 2021 1 Februar...
576K 80.6K 35
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
4K 493 25
Aya bertekad memutus rantai kemiskinan keluarganya di dirinya dengan cara mencari pacar orang kaya. Namun dirinya justru terjebak hubungan mutualisme...
992K 77.3K 56
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...