A MAN BEHIND THE MIRROR

By reijung9

24.4K 3.2K 1.8K

SHADOW SEQUEL More

1
2
3
4
5
5.1
6
7
9
10. [REBORN]
11. [ 미로 ] - Milo - Labirin
12. [ 이름 ] - Ileum - Name
13. [ 밤 ] - BAM - NIGHT
14. [숨바꼭질] - SUMBAKKOGJIL - HIDE & SEEK
15. [눈 ] - NUN - EYES
16. [ 구해줘 ] - Guhaejwo - Save Me
17. [ 게임 ] - Geim - A Game
18. [ 목소리 ] - Mogsoli - Voice
19. Heart, Mind and Soul
20. [ 비밀 ] - Bimil - The Secret
21.
22. [ 꿈 같은 ] - Kkum Gat-eun - Dreamlike
23.[ 놀자 ] - Nolja - Let's Play
24. [ 악마 ] - Agma - Devil
25.[ 악마 ] - Agma - Devil - 2
26 : [ 악마 ] - Agma - Devil - 3
27. [ 악마 ] - Agma - Devil - 4
28. [ 협력 ] - Hyeoblyeog - Cooperation
29. [ 역습 ] - Yeogseub - Counterattack
30. [되든 안되든] - Hit Or Miss
31. [ 위장 자 ] - Wijang ja - The Disguiser
32. [ 갇힌 ] - Gadhin - Trapped

8

802 115 72
By reijung9

_____at the other side_____

Haneul berdiri di tepi jurang yang menjorok ke arah laut. Ombak di bawahnya menerjang keras batu karang, mampu melahap apa pun yang jatuh ke bawah sana dalam waktu singkat.

Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya pantai di kiri dan kanan. Ia mendongakkan kepalanya, memandang ke langit yang biru tanpa gumpalan awan yang menggantung.

Di belakang Haneul berdiri terdapat dua buah menara menjulang, berdiri berdampingan dengan kokoh, memberi kesan keras dan hebat.

Ia berbalik badan, berjalan menjauhi tebing, menuju ke dua bangunan. Menyusuri jalanan berpasir dan bantu dengan kaki telanjang.

Ia berhenti tepat di antara kedua bangunan, di bawah bayang-bayang salah satu gedung. Ia mendongak.

Pikirannya benar-benar kosong. Kosong dari segala hal, lalu semua pemandangan di sekitarnya perlahan-lahan pecah menjadi serpihan kecil yang kemudian terbang bersama angin. Dan semuanya hampa, kosong dan abu-abu.

Dengan mata musang liarnya, Haneul mempehatikan semuanya menghilang. Ia menoleh ketika mendengar suara tapak kaki yang mendekat, dan melihat Yunho berjalan menuju ke arahnya.

"Ada yang ingin ku tanyakan padamu." Katanya.

Haneul mengalihkan pandangan, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Aku juga tidak tahu."

Ia menjawab Yunho yang belum terucap karena ia tahu apa yang ada di dalam pikiran Yunho. Karena mereka adalah satu.

Yunho menghela nafas, menjajari Haneul dan melakukan hal serupa seperti yang Haneul lakukan, memasukkan dua tangannya ke dalam saku.

"Aku binggung." Kata Yunho lambat.

"Tidak ada yang bisa aku katakan padamu." Jawab Haneul.

Keduanya berdiri dalam diam. Keheningan di antara mereka pecah ketika Haneul menoleh ke arah Yunho dan berkata. 

"Bagaimana rasanya dicintai?"

Yunho berpaling ke arah Haneul, menatap binggung namja yang berwajah sama dengannya. Wajah namja itu datar, seperti permukaan air yang tenang tapi di dasarnya menyimpan gunung berapi yang dapat memuntahkan lahar panas dan mengguncang yang berada di dekatnya setiap saat.

Merasa ia tak akan mendapat jawaban yang diinginkannya Haneul berpaling, melangkah maju.

"Kau tidak perlu membaca pikiranku. Karena kita adalah satu." Katanya.

"Hanya saja kita tetap dua pribadi yang berbeda." Lanjutnya dengan suara lebih pelan.

Yunho mengikuti langkah Haneul, dua langkah di belakangnya. Perlahan ruangan abu-abu mereka pudar, di bawah kaki mereka terdapat jalan setapak apik dari tatanan batu-batu putih kecil. Jalan setapak itu menuju ke satu rumah. Bentuk rumah itu menyerupai--bahkan persis sama dengan rumah yang mereka tempati bersama Jaejoong.

Mereka mendekati rumahnya. Baru dua hari Yunho meninggalkan rumah itu tapi rasanya sudah bertahun-tahun lamanya. Ia terlalu merindukan rumah itu dan juga penghuninya.

Tidak ada yang lebih tercengang dengan kedatangan seseorang dari dalam rumah dibandingkan Yunho sendiri. Seseorang yang membuatnya rindu pada rumah itu. Seseorang yang membuatnya ingin segera kembali. Seseorang yang selalu pulang ke rumah dengan senyuman di wajah lelah. Seseorang yang bisa bercerita dengan semangat mengebu-ngebu tentang adegan penangkapan yang menegangkan. Seseorang yang mengisi relung hatinya. Seorang Kim Jaejoong.

Namja cantik itu melangkah keluar rumah dengan langkah kecil yang cepat, membawa satu mangkuk besar berisi ayam yang sedang berendam di dalam bumbu.

Jaejoong melangkah dengan mata cerah dan senyum yang lebar, menghampiri dua orang namja berperawakan sama. Satu namja menatap sayuran yang harus dipotongnya dengan sebuah ancaman, dan namja yang lain disibukkan oleh daging di atas pemanggang yang menyala. Walaupun sebagian daging sudah terlalu matang namja yang bertugas untuk memanggang tidak segera mengangkatnya.

Sampai kedatangan Jaejoong yang langsung mengomel, membuat kedua namja itu segera melakukan tugasnya dengan tangan kikuk. Yunho menyadari kalau kedua namja itu adalah dirinya dan Haneul. Dua orang yang berbeda, dengan tubuh yang berbeda tetapi mencintai orang yang sama. Mereka bertiga tampak bahagia.

Yunho menoleh ke arah Haneul, dilihatnya pandangan mata Haneul menerawang. Ia ingin bertanya tapi dari ekspresi Haneul yang menerawang, Yunho tahu ia tidak boleh mendesaknya. Setidaknya dengan ilusi yang bergerak bagaikan film bisu di depannya, cukup untuk menggambarkan keinginan Haneul. Ingin sebuah kehidupan yang nyata.

Yunho tersenyum suram kala dilihatnya, Jaejoong memeluknya dan mencium bibirnya secara singkat di balik punggung Haneul. Haneul menyadari itu tapi berpura-pura untyk tidak tahu.

"Aku menyukai Jaejoong. Kau pun begitu." Kata Haneul tiba-tiba.

Ia berhenti sejenak. "Aku melihat dan merasakan apa yang kau lakukan. Itu sungguh menyebalkan. Aku iri padamu yang tidak tahu apa-apa ketika aku muncul. Terkadang aku menginginkan hal itu. Agar aku tidak perlu merasakan cemburu dan perasaan tidak dihargai atau diinginkan."

Yunho mendengarkan baik-baik ucapan Haneul.

"Jaejoong adalah orang yang sangat baik. Dia mampu dan mau menerimaku juga. Tapi saat bersamanya aku tidak pernah merasa dia memandang diriku sebagai Haneul."

Pandangan Haneul beralih pada Yunho. "Yang dilihatnya dalam diriku adalah kau, Yunho."

Yunho menggeleng tak sepaham dengan pendapat Haneul. Tetapi tak mampu mengatakan apa pun untuk menyangkalnya.

"Aku berpikir jika saja aku juga tidak mengetahui apa pun tentang apa yang terjadi ketika aku menjadi dirimu, bagaimana jadinya. Bisa saja kita menyukai orang yang berbeda. Bisa saja aku menjalani hidup yang benar-benar berbeda. Karena selama ini aku bergerak atas dasar perasaanmu."

Haneul tersenyum getir. "Mungkin sebenarnya aku tidak benar-benar menyukai Jaejoong sepertimu."

"Jangan berkata seperti itu."

Bukan jawaban yang Yunho dapat tapi sebuah hempasan dari angin yang kuat menerbangkannya, mengusirnya.

Haneul menatap tempat Yunho berdiri, yang kini telah kosong. Ia pun telah berpindah dari halaman ke dalam kamar Jaejoong. Di sana Jaejoong sedang bercumbu mesra bersama Yunho. Berguling di atas ranjang dengan senyum dan gairah mengelora. Sementara ia berdiri membatu, menyaksikan semuanya. Di raihnya helaian dasi merah milik Jaejoong dari atas meja. Menggunakan dasi itu ia menutup matanya.

"Mianhae." Ucapnya.

___*****___

Yoochun menunggui Jaejoong dan Wonho di lobby dekat pintu masuk, berjalan dengan langkah cepat ketika ia melihat dua orang yang ditungguinya.

"Mereka memulai penyelidikan satu bulan yang lalu dengan metode pengintaian dan penyamaran. Sebelumnya mereka juga sudah sering berpartner untuk beberapa kasus lain. Tapi selain itu aku tidak ada apa-apa lagi. Agen komandan Park benar-benar tutup mulut."

"Oh baik. Ada yang lain?"

"Aku memeriksa catatan finansial mereka tapi tidak ada yang ganjil. Gaji bulanan, berhemat dan pengeluaran besar-besaran tiga bulan yang lalu di rekening salah satunya untuk membeli perabotan rumah baru ketika ia pindahan."

"Tetap periksa, pastikan." Kata Jaejoong memberi perintah.

"Lalu bagaimana dengan pimpinan firma? Kau tidak membunuhnya kan?" Tanya Yoochun.

Jaejoong diam, ia baru saja lupa soal beruang pimpinan firma tapi terima kasih pada Yoochun sekarang dia ingat lagi dan membuatnya marah.

Wonho menyenggol lengan Yoochun. "Pimpinan firma itu sepertinya mencoba bermain mata dengan Letnan. Mereka berjanji akan makan malam bersama jam 7 nanti."

"Mwo?! Jinjja-yo?" Tanya Yoochun dengan mata terbelalak.

Kening Wonho berkerut melihat ekspresi wajah Yoochun.

"Astaga sunbae wajahmu." Katanya dengan ekspresi wajah yang susah dijelaskan.

Yoochun segera menggeleng, dan menaruh lengannya di bahu Wonho. Ia tahu dan paham kalau ekspresi wajahnya akan tidak terkontrol disaat-saat tertuntu tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas wajahnya. Ia penasaran dengan cerita tentang pimpinan firma.

"Ceritakan padaku secara detail." Pintanya sedikit dengan nada memerintah. "Bagaimana wajahnya? Tampan? Lebih tampan dariku? Kaya-ah dia pasti kaya. Dia kan pimpinan firma yang terkenal. Tapi apa dia seorang tua bangka bau tanah?"

"Tampan sih tapi jelas aku lebih tampan." Katanya sambil terkekeh sehingga mengundang keryitan di wajah Yoochun.

"Dia memiliki badan yang besar seperti beruang hitam." Ia berhenti sejenak. "Sepertinya badan yang enak untuk diraba. Ototnya-"

Demi menyelamatkan diri dari obrolan keduanya yang sedang bergosip ria, Jaejoong melangkah cepat, malas untuk menanggapi atau juga sekedar melayangkan pandangan mematikan ke arah dua rekannya demi menutup mulut mereka berdua. 

Jaejoong memilih menaiki tangga daripada naik lift, melarikan diri dari tumpukan petugas di pertukaran jam kerja. Meski begitu tangga ternyata bukan pilihan terbaik, lalu lintas di tangga tetap padat, dipenuhi polisi yang baru masuk, akan pulang, membawa orang untuk diinterogasi dan membawa yang lain ke penahanan.

Jaejoong mendesak keluar dan naik tangga ke lantai terakhir. Ia keluar di unit untuk anggota cybercrime dan pengintai, nyaris menyiram sesuatu yang dianggapnya sebagai bunga hibiscus raksasa yang sedang mekar di baju Choi Siwon. Tubuh Siwon yang besar membuat ukuran motif bunga kemejanya mekar sempurna.

"Aku ingin tahu siapa yang menyarankanmu membeli bajumu." Desak Jaejoong ingin tahu sambil berjalan menghampiri Siwon.

"Hah?" Siwon menoleh. "Oh hai Letnan."

"Karena aku tak ingin orang itu menawarkan saran berpakaian padaku."

Jaejoong melemparkan kepingan uang coin pada Siwon. "Belikan aku kopi dingin di mesin penjual."

"Tentu."

Siwon menangkap koin yang dilemparkan Jaejoong.

Jaejoong bersandar pada dinding lebar, mengistirahatkan punggungnya. Lalu menoleh ke arah Siwon yang membungkuk di mesin penjual otomatis untuk mengambil kopi pesanannya. Dan secara otomatis arau memang ia sedang kerasukkan ia jadi berpikir bagaimana hari ini ia harus berurusan dengan orang-orang berbadan besar yang membuatnya sedikit iri. Ia tidak kecil tapi ukuran tubuh dan ototnya terbilang standart. Yunho, ah namja itu juga tidak terlalu besar tapi tetap saja memiliki otot yang lebih keras jika dibandingkan dengan dirinya. Tanpa ia sadari, ia menghela nafas berat.

Sialan, pikirnya.

"Aku mengerjakan kasusmu." Siwon memberitahu Jaejoong dan melempat kopi kaleng. "Aku baru kembali dari beristirahat. Baru akan menghubungimu."

"Kau menemukan sesuatu untukku?"

"Aku menemukan nomor yang terdaftar atas nama kedua korbanmu. Menemukan percakapan yang terekam tujuh hari yang lalu dan semalam nomor mereka terlacak. Aku bisa saja-"

"Mwo?"

Jaejoong hampir tersedak kopinya ketika Siwon bicara.

"Ayo ke belakang." Ajak Siwon.

Jika divisi kriminal di isi orang-orang dengan raut wajah keras dan otot leher menonjol ketika mengajukan pertanyaan maka divisi cybercrime adalah pusat kesenangan. Ada yang melakukan tugas sambil mendengarkan musik dan siul-siulan.

Ia akan gila dan pasti pantatnya akan kesemutan jika terus duduk seharian penuh. Pekerjaan di balik meja yang nyaman memang  tidak diciptakan untuk dirinya dan juga Yunho.  Tapi ia juga penasaran bagaimana jadinya jika Haneul-

Ia menghapus pikirannya yang terbang ke tempat yang tidak semestinya dengan menggeleng kuat-kuat. Siwon mengambil sebuah cakram dari mejanya.

"Ikuti aku." Katanya.

Ia menembus rimba itu, kebanyakan anggota cybercrime sedang menari-nari jarinya, berbicara di headphone. Jaejoong mengangguk kecil pada salah seorang yang dikenalnya, Yesung. Ia mengikuti Siwon melalui pintu kaca dan di sana, selusin bilik berjajar seperti tentara. Lebih dari setengahnya telah terisi.

Siwon masuk ke bilik diikuti oleh Jaejoong, lalu memasukkan cakran ke celah unit komputer yang apik. "Kebanyakan rekaman ini adalah milik korban pertamamu, Yoo Kijong. Beberapa ke kantor, kekasihnya dan adiknya. Lainnya ke sebuah toko dan restoran dan tempat lain--dia akan bertunangan, bukan?"

"Rencananya begitu."

"Yeah. Dia menyiapkan pesta kejutan besar-besaran. Tempat, pakaian, bunga, dekorasi dan hal-hal seperti itu."

"Apa kita bisa melewati bagian itu?"

"Wae?" Siwon mendongak untuk melihat wajah Jaejoong yang berdiri di belakangnya yang sedang duduk. "Iri?"

Jaejoong menaruh telapak tangannya di kepala Siwon dan memutarnya untuk menghadap ke depan lagi. Siwon berdecak.

"Sudah aku duga kau akan menginginkan hal itu. Jadi aku hanya menyimpan sesuatu yang kurasa akan menarik untukmu. Rekaman yang tersimpan saat ia menelfon kekasihnya, Kang Jihyun. Tapi untuk berjaga-jaga kau bisa memeriksa yang satunya jika perlu."

Layar komputer menayangkan tanggal transmisi, waktu. Di samping rapalan waktu terdapat foto dan data Yoo Kijong.

Dia namja yang tampan, memiliki kemiripan wajah di mata dan hidung dengan adiknya, Kihyun tapi wajahnya terlihat lebih keras dengan garis rahang lebih tajam.

Hai chagiya.

Baby, apa kau sendirian?

Ya, aku baru akan menghadiri rapat. Ada apa?

Aku perlu berbicara denganmu--tentang... hal yang sedang kuselidiki. Bisa makan siang bersama?

Aku tidak bisa. Sudah ada jadwal makan siang. Ada apa? Kau membuatku khawatir?

Menurutku, sebaiknya kita tidak membicarakan ini di telfon. Setelah pulang kantor--kita akan pulang ke apartmentku. Aku perlu menunjukkan sesuatu padamu. Aku akan menunggumu di lobby setelah jam pulang kantor. Oke?

Oh arraseo. Sampai jumpa nanti. Saranghae.

Nado saranghae.

Percakapan itu berhenti sana.

"Terdengar stress." Kata Jaejoong.

"Ya, tapi juga bersemangat. Seperti ingin menyombongkan diri dengan 'lihat apa yang telah aku temukan'." Timpal Siwon.

Siwon mengklik percakapan selanjutnya, satu hari setelahnya.

Hai, chagiya. Aku berusaha mempercepat pertemuan makan malam ini tapi jalannya sangat lambat. Apakah kau ingin aku mampir setelah ini? Apa kau sudah makan malam?

Ani. Aniya. Tidak perlu. Aku sedang bekerja. Jihyun, aku menemukan lebih banyak lagi. Sepertinya jauh lebih banyak. Aku telah melaporkan hal ini padanya. Dia memintaku mundur tapi--ah aku akan memberitahumu besok. Temui aku saat sarapan. Di tempat biasa mungkin?

Aku akan ke sana pukul 08.00 tak apa-apa?

Sempurna. Jihyun, aku tak bisa mempercayai ini. Kita harus menemukan semuanya. Ini harus dihentikan.

Seperti yang kau tahu, aku tetap berkeras untuk memaksamu membawa itu pada polisi.

Tidak. Aku tidak bisa mempercayai mereka. Apa kau lupa apa yang dia katakan pada kita?

Tentu saja tidak. Tapi aku agak tidak mempercayainya.

Aku lebih tidak percaya pada polisi. Mereka ada di antara para polisi, aku yakin. Kita harus lebih berhati-hati. Aku akan memberitahumu besok. Aku mencintaimu.

Nado, Kijong-ah.

Ada beberapa pembicaraan lain setelah itu, lebih menegangkan dan membingungkan berakhir dengan satu pembicaraan mendekati tengah malam hanya beberapa jam sebelum pembunuhan itu terjadi.

Jaejoong memeras otaknya setiap kali Kijong menyebut 'dia'. Siapa orang yang dipercayai oleh Kijong, dan ia menarik kesimpulan siapa pun orang itu kemungkinan bukan polisi.

Halo Jihyuniie.

Chagiya, apa yang kau lakukan? Kenapa belum tidur? Bukankah besok kau ada jadwal rapat pagi?

Terdengar suara Kijong yang tertawa kecil.

Hanya ingin bicara padamu dan entah kenapa aku sangat merindukanmu. Ingin melihat wajahmu.

Kau ingin aku ke sana?

Aniya. Ini sudah terlalu larut. Tidak baik seorang yeoja keluar larut malam dan kau sudah bekerja seharian penuh. Aku tak apa-apa sungguh. Hanya gugup kukira. Lagipula Kihyun akan pulang hari ini. Dia sudah sampai tapi keluar bersama teman-temannya dulu.

Akhirnya anak itu pulang. Aku sangat merindukannya. Mendengar dia pulang justru membuatku semakin ingin ke sana. Aku tidak sabar.

Lagi-lagi Kijong tertawa kecil, terdengar sangat rileks.

Aku akan merasa aneh kalau kau ke sini. Apa yang akan dipikirkan Kihyun  nanti.

Wae? Aku kan hanya ingin menemuinya bukan berarti aku akan menginap. Kau tahu-

Tidak ada seks sebelum menikah.

Mereka bicara dalam waktu yang sama, setelah itu mereka tertawa.

Aku akan membicarakan ini pada Kihyun. Dia perlu tahu.

Aku tidak suka cara mereka mendekatimu chagiya. Mereka berusaha menyuapmu.

Dan sepengetahuan mereka aku sedang mempertimbangkannya.

Bagiku itu lebih terdengar seperti ultimatum daripada penyuapan. Mereka mungkin akan berusaha melukaimu.

Aku meminta waktu 48jam untuk mempertimbangkan tawaran mereka. Masih ada satu hari lagi. Tak ada alasan bagi mereka untuk melukaiku sebelum aku memberi jawaban. Aku sudah memasang kunci baru, lubang intip, Kihyun juga akan datang. Aku terlibat sekarang, Jihyuniie. Aku ingin menuntaskannya. Lagipula--

Chagiya, kumohon kita tetap harus melapor pada polisi. Jebal. Aku sangat mengkhawatirkanmu.

Polisi-polisi itu yang memutuskan kematian orang tuaku sebagai kecelakaan Jihyuniie. Aku tidak bisa mempercayai mereka.

Lalu bagaimana dengan namja itu? Dia--

Aku akan menemui dia besok pagi.

Kita.

Baik Jihyuniie. Kita akan menemui dia, memberikan apa yang kita kumpulkan dan meminta perlindungan tapi jangan bawa salinan berkasmu. Mari kita... seperti asuransi. Jika dia tidak bisa berhasil mengungkap kejahatan mereka baik yang sekarang atau dulu yang mereka perbuat pada kedua orang tuaku, kita akan ke media. Ini harus diekspos.

Arra. Kita akan menyelesaikan ini dan kembali ke kehidupan kita. Aku tak sabar untuk bertunangan denganmu dan menikah.

Nado. Tidur yang nyenyak. Ini akan berakhir besok.

Aku mencintaimu Kijong.

Aku juga mencintaimu Jihyun. Lebih dari apa pun.

"Mereka warga sipil." Kata Jaejoong dengan campuran amarah dan rasa kasihan. "Bermain menjadi detektif. Jika mereka kemari lebih cepat pasti mereka masih hidup."

Siwon memberi dorongan kecil hingga poros kursi berputar hingga kini ia berhadapan dengan Jaejoong.

"Mereka warga sipil yang memiliki backing-an. Yeah meskipun--"

"Siapa pun orang yang mereka percayai secara tidak langsung turut ambil andil dalam kematian mereka." Potong Jaejoong.

DUAK

Tinju Jaejoong membentur dinding bilik yang tipis, menghasilkan bunyi yang kemudian bergema di ruangan yang hampir sunyi itu. Petugas yang sedang menggunakan ruangan itu terjingkat dari kursi dan ada yang berdiri untuk mencari sumber keributan.

"Woho,,, calm down." Ucap Siwon khawatir, mereka akan diusir dari sana dalam waktu dekat.

"Menemukan sesuatu yang penuh skandal." Ucap Jaejoong tak peduli, ia terlanjur masuk dalam mode merangkai. "Suapan dan ancaman, berakhir dengan pembunuhan berdarah dan Kijong memiliki semua itu. Jihyun menyimpan salinannya."

"Jika kau ingin memeriksanya, periksa mundur ke belakang." Kata Siwon menambahi.

Jaejoong menoleh pada Siwon dan ia menunjukkan reaksi wajah seperti mendapat pencerahan.

"Kasus kematian orang tua Kijong." Gumamnya.

"Yeah. Dimulai dari kasus itu. Kasus yang membuat korban pertama tidak percaya pada polisi."

"Benar juga. Jika pun tidak ada hubungannya aku akan tahu alasannya tidak percaya pada polisi dan mungkin akan menemukan orang yang berhubungan dengan kasus itu dan kasus ini. Mungkin dia akan menjadi sumber lain untukku. Cukup jelas bahwa kasus kematian orang tuanya berhubungan dengan sesuatu yang ia temukan di kantor."

Jaejoong mengacak-acak rambutnya kesal. "Sialan. Aku menunggu surat perintah pengeledahan sialan itu untuk berkas-berkas itu. Pengacaranya--argh."

Wajah Siwon menegang ketika suara Jaejoong makin tinggi dan tidak terkontrol.

"Tenang Letnan. Tenang." Katanya. "Semua meninggalkan jejak. Lagipula kau salah satu detective terbaik di sini yang menanggani kasus mereka. Semua pasti akan beres."

Siwon memgeluarkan cakram, menbalik tubuh Jaejoong dan mendorongnya keluar dari bilik.

"Sayang sekali tapi kurasa kita harus keluar dari sini." Ujarnya seraya mendorong Jaejoong sebelum Jaejoong memprotes.

Siwon menghembuskan nafas lega ketika mereka telah keluar dari ruangan dan berpindah ke meja Siwon.

"Sayang sekali. Sangat terlihat jelas kalau mereka saling mencintai dengan tulus." Ujarnya seraya mengambil tempat cakram, menaruh cakram yang di bawanya ke dalam bersama satu cakram lain.

"Yeah, andai saja mereka menyerahkan apa yang mereka miliki atau ketahui pada polisi pasti mereka masih--"

Jaejoong tidak bisa melanjutkan kata-katanya, hatinya dipenuhi rasa iba yang menyesakkan. Siwon yang melihat perubahan ekspresi wajah Jaejoong, menghela nafas panjang.

"Sebenarnya ada satu hal lagi yang perlu aku tunjukkan padamu." Katanya pelan. "Tapi aku tak yakin kau bisa menerimanya dengan-"

"Tidak ada yang akan membuatku lebih buruk. Aku sudah menerima cukup hal buruk hari ini. Jadi satu lagi tambahan tidak akan ada salahnya."


"Oh baiklah. Dengarkan baik-baik." Siwon mendekatkan wajahnya pada Jaejoong.

Jarak mereka yang mendadak dekat membuat Jaejoong bergidik, ia menarik tubuhnya ke belakang. Alis Siwon manik tak paham.

"K-kenapa kau mendekat?" Tanya Jaejoong tergagap.

"Hah?"

Siwon ternganga lalu ia sadar apa yang ada dipikiran Jaejoong.

"Aniya." Katanya mantap. "Aku ingin membisikimu saja. Karena kurasa ini akan sedikit mengejutkan dan tidak boleh diketahui. Tapi kalau kau tidak menginginkannya aku bisa mengucapkannya keras-keras."

"Oh baiklah. Katakan."

Kali ini Jaejoong yang sedikit mendekat tapi tangan Siwon menutupi wajahnya. "Terlalu dekat." Ucap Siwon.

"Ish!"

Jaejoong menghempas tangan Siwon kasar.

"Kau in-"

"Oh cukup. Kita bicara biasa saja. Aku tak nyaman berdekatan denganmu. Karena kurasa aku bisa jatuh cinta pada wajahmu."

"Jadi apa?" Tanya Jaejoong sengit.

"Seperti yang aku katakan kalau nomor yang terdaftar atas nama keduanya aktif semalam dan aku melacak lokasinya. Tempatnya ada di tempat yang sama dengan lokasi kedua jazad  anggota satuanmu ditemukan."

"Kau yakin?" Tanya Jaejoong tak percaya.

Siwon mejawab dengan kepercayaan diri penuh dan mantap. "1000%." 

Manik mata Jaejoong bergerak liar. Ini di luar dugaannya. Sangat di luar dugaan.

.

.

.

.

Perjalanan menggunakan motor yang diberikan oleh Eunhyung, mempersingkat waktu perjalanan Hyungwon daripada sebelumnya ketika ia harus naik bis dan menyembunyikan wajahnya, menunduk dan gelisah setiap kali ada orang yang melewatinya. Eunhyung memang tak pernah melarang mereka untuk keluar dari persembunyian. Mereka bisa melakukannya tapi dengan syarat mereka harus tetap tersembunyi dan bagi yang lain itu adalah hal yang merepotkan. Tapi ia punya janji, janji yang sama di hari yang sama setiap tahunnya selama lima tahun terakhir. Janji yang ia buat secara sepihak dan ia tepati setiap tahunnya. Alasan yang membuatnya mau bergabung dengan Eunhyung tiga tahun lalu.

Hyungwon memutar kunci dan mesin motor yang ia naiki seketika berhenti berderu, lalu melepas helmnya menaruhnya di atas stang motor. Ia kemudian turun, membuka ritsleting jaket kulit hitamnya yang mengembung, dari dalam jaketnya ia menarik dua buket bunga kecil. membawanya di satu tangan kirinya. Ia melangkah, lambat namun pasti melewati jajaran batu marmer dengan tinggi selutut orang dewasa. ia berhenti di satu makan dengan dua nama, Yoo Gwaksu dan Yoo Minsu. Ia menunduk seolah sedang memberi salam, lalu memungkuk sekali lagi untuk meletakkan dua buket itu di atas batu marmer.

"Mianhae." Ucapnya lirih.

Matanya sendu menatap foto sepasang suami istri yang dicetak di atas permukaan batu, seorang namja berambut cepak memakai kacamata bulat tengah tersenyum lebar ke arah kamera sambil memeluk bahu seorang yeoja berwajah bulat yang tersenyum malu-malu.

"Aku tidak bisa melindungi Kijong kalian." Lanjutnya.

Ia menengadahkan wajahnya, menatap ke arah dua orang di dalam foto. "Tapi aku janji kali ini aku akan melindungi Kihyun. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk kalian atas kebaikan kalian."

Hyungwon membungkukkan badannya pada batu nisan, berbalik arah menuju ara parkir. Sebelum kakinya menginjak keluar ia menoleh.


"Kali ini pasti. Aku akan melakukan apa pun untuk kalian." Ujarnya lirih.

Ada kesedihan dan kehilangan tersorot dari matanya, sesuatu yang dalam dan pelik. Ia menyalakan alat komunikasi yang sejak tadi ia gunakan. Ya, ia memang harus terus menggunakannya bila ia ingin keluar karena orang-orang Eunhyung dan timnya perlu melacak dan memastikan posisinya.

"Aku masih ingin di luar sebentar lagi. Beritahu aku jika Tuan Lee kembali." Katanya.

"Ayey!"

Hyungwon hanya bisa menggeleng kecil pada jawaban Jooheon. Ia menaiki motornya lagi, memacu kuda besinya pergi dari area pemakaman.

Hyungwon mengenal keluarga Kihyun jauh sebelum semua tragedi ini terjadi. Sebuah keluarga kecil yang harmonis, seperti keluarga yang digambarkan dalam buku cerita. Mereka tidak kaya raya, setidaknya itu yang terlihat dari luar tapi kedua orangtua Kihyun adalah orang-orang beruntung yang lahir dengan kekayaan hati yang melimpah.

Mereka bahkan mau menampung Hyungwon saat ia melarikan diri dari kejamnya sang ayah dan ibunya yang gila, tanpa menanyakan kenapa ada banyak luka di tubuh kecilnya. Memberikan kasih sayang yang saat itu membuat Hyungwon kecil pusing dan mual karena perhatian mereka yang berlebihan.

Ia ingat bagaimana mereka terheran melihat Hyungwon makan di lantai, menggunakan tangannya seperti binatang. Minsu, ibu Kihyun, menariknya. Saat itu Hyungwon pikir ia akan dipukuli oleh Minsu. Tapi tidak, Minsu hanya  mendudukkannya di kursi dan mengajarinya makan menggunakan sumpit, sendok dan garpu.

Hal kecil itu membuat Hyungwon kecil yang tak pernah merasakan kasih sayang, merasakan sesuatu hal yang rumit dan akhirnya menangis dipelukan Minsu yang hangat. Ia mengagumi yeoja itu, kehangatannya dan kecerdasannya. Juga ayah Kihyun, Gwaksu, kemampuannya memberi perlindungan yang diperlukan untuk orang-orang sekitarnya bahkan sampai detik-detik terakhirnya.

"Kau boleh menyakitiku tapi jangan sentuh anak-anakku, termasuk dia."

Waktu di mana kedua orang baik itu direnggut kehidupannya Hyungwon berada di sana, menyaksikan semuanya. Bagaimana Gwaksu disiksa sedemikian rupa sebelum ditembak. Ia masih bisa mendengar jeritan Minsu  berdenging di kepalanya ketika melihat Gwaksu tergolek di lantai bersimbah darah, meregang nyawa. Saat itu mungkin Minsu telah tahu nasib yang akan menjemputnya, ia mengulas senyum di wajah meski dengan airmata yang tak henti mengalir.

"Hyungwon-ah, ahjumma ingin minta tolong padamu sampaikan pada Kijong dan Kihyun kalau kami menyayangi mereka."

Hyungwon ingat dengan sangat jelas, seperti kejadian itu baru terjadi beberapa menit yang lalu.

"Tutup matamu sayang. Jangan lihat dan jangan dengar apa pun. Aku menyayangimu Hyungwon."

Tapi ia tak menghormati larangan Minsu, dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan cahaya di mata Minsu menghilang dan kemudian menutup untuk selamanya.

Dan secara tak terduga, ia bertemu Eunhyung saat ia dalam pelarian. Melarikan diri dari kejaran anak buah ayahnya yang diutus untuk membunuh Hyungwon karena melanggar aturan dalam keluarga. Ia sempat mempertanyakan arti dirinya untuk sang ayah tapi ia bukanlah seorang anak melainkan sarana untuk dijadikan mesin pembunuh kelak.

Hyungwon menyadari dirinya telah menemukan cara untuk menghancurkan ayahnya, secara tak sengaja, melalui Eunhyung dan kasusnya. Jika ia terus mengikuti Eunhyung, Hyungwon merasa pasti bisa menghentikan sang ayah. Lagipula Eunhyung menjanjikannya bantuan apa pun yang ia butuhkan untuk itu.

___*****___

Cuaca hari ini sangat bagus dan merasa telah cukup banyak mengambil foto yang bagus Minhyuk bersantai dengan duduk di atas rerumputan, memejamkan matanya sambil menikmati musik dari earphone yang terhubung ke ponselnya. Tak terlalu jauh darinya, Kihyun sedang mengambil foto untuk sepasang yeoja-namja, yang mungkin adalah pekemah di perkemahan yang ada di bukit itu.

Bukit itu lumayan terkenal karena pemandangan malamnya yang indah. Tempat kemah di bukit itu mulai penuh oleh para pekemah yang ingin melihat hujan meteor nanti malam.

Ia tersenyum kecil ketika melihat Kihyun yang menjadi tukang foto justru mengucapkan terima kasih pada sepasang yeoja dan namja itu.

"Kamsahamnida." Ujar Kihyun seraya membungkuk pada pasangan kekasih yang ia foto tadi.

Keduanya balas membungkuk, mengucapkan terima kasih juga dan kemudian berjalan sambil menngobrolkan foto keduanya.

Kihyun berjalan menuju Minhyuk yang sedang bersantai. Karena merasa Minhyuk yang biasanya cerewet bisa diam dan terlihat bagus dengan angin yang mengoyangkan rambut almondnya serta pencahayaan yang pas tangannya pun gatal untuk mengambil foto Minhyuk.


Tapi tepat saat Kihyun menekan sutter kamera Minhyuk menoleh lalu mengangkat tangannya membentuk huruf "V" dengan senyum lebar.

Kening Kihyun mengerut, padahal ia menginginkan foto candid tapi Minhyuk merusak rencananya. Ia pun menghempaskan dirinya di samping Minhyuk, meminum air dari botol yang berada di samping Minhyuk.

"Bagaimana baguskan? Aku tahu tak ada yang bisa menolak ketampanan wajahku." Katanya dengan gaya percaya diri berlebihan.

"Oh ya sangat tampan jika kau tidak melihat ke arah kamera." Jawab Kihyun sengit.

"Oh, jadi kau ingin mengambil fotoku secara diam-diam dan memajangnya di kamarmu seperti seorang pengagum rahasia begitu?"

"Hah?!"

Kihyun memutar bola matanya malas. Tak ada yang bisa ia lakukan untuk mematahkan kepercayaan diri Minhyuk yang berlebihan dan ia pun memilih diam saja. Karena jika ia menanggapi pastilah mulut Minhyuk yang telah terlatih akan memutar balikkan arti ucapannya.

Kihyun melepas jaketnya, menjadikannya sebagai alas untuk merebahkan diri di atas rumput. Ia menutup matanya untuk sejenak, membiarkan sinar matahari yang hangat menyembuhkan luka-luka atas kehilangan di hatinya.


Minhyuk menatap Kihyun yang tidur, mungkin, melantunkan harapan di dalam hati untuk sahabat tersayangnya.

___****___

Yunho menatap refleksi dirinya di cermin.

Sedetik tadi ia melihat Haneul di sana tapi kemudian ia dipaksa untuk pergi. Ia tak paham apa yang terjadi. Kenapa Haneul menutup dirinya dari Yunho kali ini.

Ia sadar Haneul masih menyimpan sesuatu, ia merasakan itu tapi ia tak tahu apa itu. Terlalu samar untuk diartikan.

"Wae?" Gumamnya.

TOK

TOK

TOK

"Hyung kau di dalam?" Tanya seseorang dari balik pintu kamar mandi yang ia gunakan.

Yunho menoleh sambil menjawab. "Ya. Sebentar lagi aku keluar."

Ia meraih kaus dan memakainya secara cepat dan keluar, menemui tamunya.

Di kamarnya ada Jooheon yang sedang menunggu sambil memperhatikan tatanan kamar Yunho.

"Ada apa?"

Pertanyaannya membuat Jooheon menoleh, tersenyum.

Jooheon, menurut pendapat Yunho pribadi, tidak layak di tempat seperti ini. Wajahnya memancarkan aura polos, apa lagi jika namja itu tersenyum maka akan terlihat seperti senyum bayi yang polos. Ia tahu ada pepatah yang menyebutkan "don't judge a book by a cover" tapi kesan pertama pasti akan tercipta dari sampulnya. Dan itulah yang ia pikirkan, agipula ia tak mau repot-repot menghabiskan tenaganya untuk memikirkan hal yang tidak ia ketahui.

Mereka mungkin berada di dalam perahu yang sama tapi ia tidak merasa harus mengetahui setiap asal usul anggota timnya. Terdengar egois, ya memang ia pun menyadari itu.

"Ini." Katanya sambil menyerahlan sebuah tab pada Yunho.

"Apa ini?" Tanya Yunho dengan bodohnya.

"Itu tentu saja gadged canggih bernama tablet komputer." Jawabnya santai.

"Aku juga tahu tapi kenapa kau memberikan ini padaku?" Tanya Yunho yang mulai kesal.

"Ah," Jooheon mengangguk paham. "Ada beberapa kamera tersembunyi di rumah Kim Jaejoong. Kurasa kau pasti ingin melihat-lihat kondisi di sana."

"Oh terima kasih. Jadi itu artinya kalian semua memata-mataiku dan Jaejoong?"

Yunho mencoba untuk tenang tapi kekesalan tetap tersirat jelas di kalimatnya.

"Yup. Bukan keinginanku untuk mengintip kegiatan mesra klian bertiga tapi yah..." Jooheon menatap Yunho penuh arti.

"Baiklah. Terima kasih." Potongnya.

"Sama-sama." Jawabnya dengan senyuman.

Setelah Jooheon keluar dari kamarnya, Yunho memutuskan untuk menyalakan tab pemberian Jooheon dengan sedikit masalah. Masalah karena ia tak terlalu paham icon mana yang harus ia tekan agar dapat melihat rekaman kamera CCTV di rumah Jaejoong.

"Alat canggih sialan." Gerutunya.

Cukup lama menahan kesal akhirnya ia bisa menemukan cara dan tombol yang benar. Ada empat gambar tertera di layar, menampilkan halaman depan, ruang tengah tempat Jaejoong biasa menghabiskan waktu untuk berpikir, gym mininya dan dapur. Yunho pun paham maksud ucapan Jooheon tentang adegan mesra tadi. Ia pernah bercinta bersama Jaejoong di dapur mereka ketika Jaejoong sedang memasak sarapan. Haneul juga mungkin pernah melakukan hal yang sama tapi ia tak ambil pusing soal itu. Tidak untuk saat ini.

Yunho menyamankan posisinya di atas tempat tidur. Rumah itu sepi, belum ada tanda-tanda kalau Jaejoong ada di rumah.

"Apa dia belum pulang?" Gumamnya.

Ia terus menerus menatap layar berharap detektif cantiknya segera muncul di layar. Dengan begitu meski sedikit rindu dan perasaannya yang sedang kacau balau dapat terobati.

___*****___

Wonho turun dari mobilnya dengan wajah kusut, lesu dan binggung. Otaknya berputar-putar diucapan atasannya, Jaejoong, tadi.

____Flashback____

Di tengah-tengah menyelesaikan pekerjaannya, Wonho mendapat panggilan dari Jaejoong yang meminta dia untuk datang ke ruangan Jaejoong sebelum pulang.

Ia tak berpikir ada yang aneh di situ, ia pikir Jaejoong ingin membahas ulang laporan yang ia buat tadi. Memastikan kalau Wonho tetap bekerja di jalur yang benar sesuai keinginan dan arahan dari Jaejoong. Mungkin juga Jaejoong ingin membicarakan tentang kelanjutan permasalah menghadapi kuasa hukum perusahaan firma.

Untuk berjaga-jaga Wonho telah mengcopy data diri dari pimpinan firma Son Hyunwoo ketika ia akan menemui Jaejoong.

Saat ia sampai di sana, seniornya, detektif Park Yoochun sudah berada di sana dengan segelas kopi kaleng di tangan.

"Masuklah." Perintah Jaejoong.

Ia membungkuk sebelum menghampiri meja Jaejoong dan duduk di satu kursi kosong, di sisi kiri Yoochun.

"Saya sudah mengcopy data pimpinan firma." Katanya sembari menyerahkan cakram berisi data Hyunwoo bersamaan dengan map yang memiliki isi sama.

"Ah terima kasih." Jawab Jaejoong.

Jaejoong menerima map itu dari tangan Wonho, meletakkannya di sisi meja. Meski merasa sedikit aneh dengan sikap Jaejoong tapi Wonho tidak ambil pusing. Karena ia yakin atasannya itu memiliki alasan yang kuat.

"Begini." Ucap Jaejoong dengan mimik muka serius. "Aku memiliki satu fakta yang akan sedikit menyulitkan bagi kita."

"Apa itu?" Tanya Yoochun yang juga mewakili rasa penasaran Wonho.

Jaejoong menatap kedua rekannya bergantian sebelum bicara.

"Kasus pembunuhan Yoo Kijong dan kasus kematian dua orang rekan kita di divisi kriminal ini berhubungan."

Seperti dugaan Jaejoong, kedua rekannya terlihat sangat terkejut sama sepertinya tadi.

"Tapi itu baru kecurigaanku. Dan-" Jaejoong berhenti lagi untuk menarik nafas dalam-dalam. "Aku merasa kalau Yoo Kijong dan Kang Jihyun terlibat dalam suatu organisasi tertentu. Sepertinya mereka berperan sebagai agen pengumpul data atau mata-mata, mungkin. Dan kasus yang membuat nasib mereka seperti ini ada kaitannya dengan kasus kematian kedua orangtua Yoo Kijong dan Yoo Kihyun."

"M-mwo? M-maksud anda?"

Jaejoong menoleh pada Wonho, membaca raut wajah Wonho.

"Tapi Jaejoong menurut data yang kubaca dari riwayat Kijong, kedua orang tuanya dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan. Terperangkap dalam gedung yang terbakar." Sela Yoochun.

"Disitu letak masalahnya. Alasan Kijong tidak menghubungi polisi meski sedang diancam bahaya adalah karena ia tidak mempercayai polisi. Ia juga beranggapan kalau ada orang suruhan dari orang yang dia selidiki di kepolisian."

Kening Wonho berkerut kian dalam sama seperti Yoochun.

"Aku tidak yakin bisa menceritakan semuanya pada kalian di sini. Karena aku juga mulai berpikir ada sesuatu yang tidak beres sedang berlangsung di sini yanpa kita ketahui. Karena itu aku meminta kalian untuk melakukan penyelidikan ulang atas kasus kematian orang tua Kijong."

"Secara diam-diam." Lanjut Jaejoong.

Jaejoong menatap Yoochun.

"Kau tetap pada tugasmu untuk mengumpulkan bukti atas kasus kedua rekan kita." Pandangan mata Jaejoong beralih pada Wonho. "Dan kau Wonho, kutugaskan kau untuk mengusut kasus kematian orang tua Kihyun tapi jangan katakan apa pun pada Kihyun sampai kita tahu kebenarannya. Apa kau sanggup?"

"A-aku..."

Wonho memandangi Jaejoong lalu Yoochun, keduanya menunggu jawaban darinya. Ia menunduk dalam-dalam.

"Hei."

Yoochun menepuk bahu Wonho sehingga namja besar itu mengangkat wajahnya lagi.

"Kalau kau ingin membantu Kihyun kau harus melakukannya." Kata Yoochun mencoba untuk membujuk.

"Aku tahu ini berat untukmu karena kau punya kedekatan khusus dengan Kihyun dan merasa aneh untuk menyelidiki kasus ini tanpa memikirkan perasaan Kihyun. Tapi ini untuk kebaikannya, juga demi kakaknya. Bukankah dia menginginkan kita untuk menangkap pelaku yang membunuh kakaknya." Imbuh Jaejoong.

Wonho masih belum menjawab, ia berpikir dan berandai-andai yang membuatnya sedikit goyah.

"Percayalah. Seperti apa pun kebenarannya nanti, Kihyun akan merasa lebih baik karena mengetahuinya." Yoochun pun menambahi.

"Baiklah. Akan saya lakukan."

Jaejoong tersenyum simpul. "Kau harus yakin dengan kemampuan dan tujuanmu. Kau tidak menyakiti Kihyun. Kau hanya ingin membantunya."

____flashback end____

Wonho mengunci dirinya di dalam kamar mandi, memanfaatkan waktu yang sedikit sebelum Kihyun kembali untuk berpikir dan menenangkan diri. Ia tidak ingin saat Kihyun kembali ia terlihat menyedihkan.

Sungguh ia ingin membantu Kihyun dengan menangkap pelaku pembunuhan Kijong. Tapi menyelidiki kasus kematian orang tua Kihyun sedikit membuatnya ragu karena itu berarti ia mengorek kenangan pahit Kihyun dan juga kemungkinan fakta tak terduga yang melatarbelakanginya.

Kalau pun usahanya berhasil nantinya ia tak yakin sanggup menyampaikan fakta-faktanya pada Kihyun.

Wonho menghirup nafas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan lewat mulut.

"Tidak boleh bimbang dan ragu. Aku harus  melakukannya." Ucapnya meyakinkan diri.

Karena sedang memikirkan bagaimana dan dari mana ia akan memulai penyelidikan, Wonho dibuat terkejut saat namja mungil itu masuk.

"Apa aku salah masuk rumah?" Tanya Kihyun.

"Hah? Apa?"

Wonho menarik dirinya dari alam pikirannya kembali ke saat ini dan langsung menyesali reaksinya. Mungkin bagi Kihyun ia akan terlihat tidak menginginkan kedatangan namja mungil itu kemari.

"Bagaimana harimu? Menyenangkan?" Tanya Wonho yang mencoba mengalihkan topik cara yang tidak rapi.

Kihyun melepas jaketnya, mengantungnya dengan rapi di dekat lemari pakaian Wonho.

"Yeah, Minhyuk memaksaku untuk keluar tapi cukup menyenangkan. Bagaimana denganmu? Apa sudah ada perkembangan tentang kasus kakakku?"

Wonho tahu jika Kihyun pasti akan menanyakan hal itu.

"Hem maaf masih dalam tahap penyelidikan. Jadi meski kau anggota keluarga korban aku tidak bisa sembarangan memberitahumu." Jawabnya.

Ia mengamati Kihyun yang mengangguk-anguk kecewa. Ia pun berpikir bagaimana reaksi Kihyun jika tahu Kijong kemungkinan adalah seorang mata-mata.

"Ngomong-ngomong aku belum makan malam dan sedang berpikir untuk membuat ramyeon. Apa kau mau?" Tawar Wonho sambil beranjak dari kursinya.

"Biar aku saja."

Kihyun bergerak cepat dan lincah seperti seekor hamster, mendahului Wonho.

"Kijong hyung bilang aku pandai memasak ramen." Lanjutnya dengan senyum lebar.

"Jjinja?"

"Huum."

Kihyun mengambil sebuah panci ukuran sedang dari rak, diisi dengan air dan kemudian menaruhnya di atas kompor.

"Ramyeon rasa apa yang kau mau? Kau punya ramen beef, jamur, ayam, ekstra rumput laut dan keju."

Ia berkata sambil memastikan rasa ramyeon instan yang disimpan Wonho di rak dapur. Memeriksa tanggal expired dan juga penyajian di kemasannya.

Wonho terkekeh medengar Kihyun mendata makanan yang ia simpan.

"Apa saja boleh. Asal kau tahu semua yang ada di sana adalah kesukaanku dan satu lagi." Wonho mengangkat jari telunjukknya. "Aku tidak suka makan ramyeon yang overcooked dan terlalu banyak kuah. Aku ingin semuanya pas."

Kihyun menepuk dahinya, sadar atas ketololan yang ia lakukan. Dia sedang berada di apartement Wonho dan tentu saja namja itu hanya menyimpan makanan yang ia sukai. Betapa bodohnya dia di depan namja itu.

"Ah ya benar juga." Jawabnya.

Ia segera berpaling pada panci yang telah mendidih airnya, memunggungi Wonho yang mungkin saat ini sedang menatap ke arahnya. Merasa diawasi oleh sang oemilik rumah membuat Kihyun gugup sekaligus berdebar-debar. Ia ingin menyalahkan Minyuk karena obrolan mereka siang tadi.

Beruntung di bawah tekanan batin yang ia rasakan Kihyun masih bisa memasak dan sedikit memberi hiasan telur rebus setengah matang di atas ramyeon, taburan rumput laut kering dan biji wijen.

Ia meletakkan dua mangkug ramyeon di atas meja tempat Wonho menunggu, berbalik ke kulkas untuk mengambil kimchi. Saat ia duduk dan menaruh kimchi di tengah meja, Wonho sudah memasukkan sendok ke dalam kuah ramyeon untuk dicicipi.

Bibir Wonho berkecap beberapa kali ketika mencicipi, ia menaruh sendoknya dan mengambil sumpit. Ia meniup mie yang masih mengepul sebelum membuka mulutnya.

Ia menatap Kihyun.

"Wah,wan-jeon ma-shi-sseo-yo." Ucapnya dengan pipi mengembung.

"Syukurlah." Jawab Kihyun penuh kelegaan.

Kihyun pun mengambil sumpitnya sendiri dan ikut makan bersama Wonho.

____*****____

Jaejoong merasa terjebak, atau bisa dikatakan ia dijebak oleh sahabatnya sendiri, Yoochun. Sewaktu mereka akan pulang tadi dan berniat pergi menyusul Junsu dan Junyoung di pusat perbelanjaan, mereka berdua bertemu dengan Hyunwoo di lobby.

Pimpinan firma muda itu menunggui Jaejoong.  Dan sial baginya yang memiliki sahabat suka ikut campur dengan sejuta akal bulus sehingga Hyunwoo yang tidak ada sangkut pautnya ikut pergi ke mall bersama dengannya dan Yoochun.

Dan di sinilah mereka sekarang, di salah satu pusat perbelanjaan terlengkap dan terbesar. Mereka berlima memasuki area furniture. Seorang SPG dengan sigap menghampiri mereka berlima. Jaejoong bisa melihat mata yeoja utu berbinar-binar melihat ke arah mereka. Entahlah bagaimana wajah aslinya tapi Jaejoong pikir yeoja itu menyalah artikan peralatan make up sebagai atribut untuk melukis topeng di wajah. Wajah yang kemungkinan memiliki sisi unik dan kecantikan sendiri jadi terlihat aneh karena makeup yang terlalu tebal. Sesekali yeoja itu mengajukan tentang barang yang mereka cari tapi Junsu dan Yoochun justru sibuk mengungkapkan pendapat mereka masing-masing yang membinggungkan,  sementara Hyunwoo akan melemparkan senyum kapitalismenya sehingga si SPG tidak jadi kesal.

Entah ia datang untuk ikut berbelanja atau hanya untuk menjadi pengasuh Junyoung tapi melihat bagaimana Junyoung sedari tadi lebih bermanja padanya, berjalan di sisinya dan bahkan mengenggam tangannya maka ia memutuskan jika dirinya adalah seorang pengasuh saat ini.

Yoochun dan Junsu adalah sepasang suami istri  lama rasa pengantin baru yang sedang pergi berbelanja, bersama Hyunwoo selaku kakak ipar dari pihak Yoochun yang akan membayari belanjaan mereka nanti. Lalu di bagian paling belakang, tokoh dalam misi berbelanja kali ini ada Jaejoong sebagai pengasuh tuan muda. Memastikan tuan muda kecilnya nyaman dan merasa senang meski kedua orang tuanya sibuk memilih barang.

Jaejoong berjongkok ketika Junyoung menarik-narik lengan bajunya.

"Wae? Mau ke kamar kecil?" Tanya Jaejoong sedang mencoba membaca keinginan bocah itu dari wajahnya yang ditekuk dan sedikit cemberut namun menggemaskan.

Junyoung menggeleng pelan, lalu bergerak ke balik badan Jaejoong seolah sedang bersembunyi dari sesuatu.

"Wae?" Tanya Jaejoong yang mulai cemas.

"Ssaengnim di sekolah bilang beluang itu binatang buas." Katanya dengan suara sangat kecil.

Kening Jaejoong berkerut, tidak paham.

"Apa beluang itu mau makan Youngie?"

Pertanyaan Junyoung semakin membinggungkan untuk Jaejoong. Lebih muda mencari bukti di TKP daripada harus mencerna ucapan bocah balita itu.

"Di sini tak ada beruang sayang. Ja---"

Jaejoong kemudian menarik garis lurus ke mana arah mata junyong memandang letika bocah itu semakin menciut di belakangnya. Ia mendongak ketika sepasang kaki berhenti di depannya yang sedang berjongkok. Matanya kelopak matanya membuka dan menutup dengan kecepatan extra.

Tiba-tiba saja ia melihat seekor beruang hitam besar berjalan ke arahnya. Berjalan dengan dua kaki, bukan merangkak. Bahkan Jaejoong dibuat takjub dengan cara berjalan congkak si beruang hitam.

Apa dia harus melapor polisi atau pegutas pemadam kebakaran? Siapa? Jeritnya dalam hati.

Hyunwoo menatap heran ke arah Jaejoong yang membatu.

"Apa yang kau lihat hyung? Cepatlah. Mereka sudah menunggumu dan..." Hyunwoo melihat tangan kecil yang sedikit gemetaran mencengkar baju jaejoong dari belakang.

Ia menghela nafas panjang. Lalu berjongkok di dekat Jaejoong.

"Namamu Junyoung, kan?"

Junyoung mengintip sedikit, mengangguk ragu.

"Apa kau lelah? Mau hyung gendong? Appa dan daddymu menunggu."

Entah karena senyuman Hyunwoo atau karena  bujukan gendongan yang membuat Junyoung melepaskan baju Jaejoong lalu berjalan kecil ke arah Hyunwoo kemudian melingkarkan tangannya di leher Hyunwoo.

Hyunwoo menopang bokong montok Junyoung ketika hendak berdiri.

"Kajja." Ajaknya lagi sambil menarik tangan Jaejoong.

Jaejoong menoleh linglung. Di mana beruang tadi dan kenapa? Lho? Astaga ia berhalusinasi hanya karena ucapan Junyoung. Sepertinya ia membutuhkan istirahat.

___*****___

Namja itu terbangun dengan peluh membasahi wajahnya. Ia mendorong tubuhnya bangun dari ranjang, dan duduk sebentar di atas ranjang sembari memijat pelipisnya.

Kemudian ia melepaskan jaket kulit hitam yang dikenakan. Di dada bagian kiri di bawah tulang selangka terlihat sebuah ukiran huruf hitam di bawah kaus singlet putih yang dipakainya.

Ia melemparkan jaketnya asal di atas tempat tidur, menuju kamar mandi. Setelah 15menit berdiam di kamar mandi ia keluar dengan handuk kecil melilit di pinggang. Masih terlihat jejak-jejak air di tubuhnya. Di tulang dadanya terdapat satu buah tatto membentuk sebuah nama dan tato lain di punggung sisi kiri.

Ia mengambil kaus abu-abu dari dalam lemari dan celana. Memakainya dengan cermat. Ia bergerak kembali menuju meja, mengambil satu buah kotak besi dan membukanya. Di dalamnya terdapat butiran-butiran peluru. Diambilnya beberapa butir peluru untuk mengisi dua senjata apinya lalu mengambil lagi dan di simpan sebagai cadangan.

Ia memakai sarung senjata di pinggang, memastikan kedua senjatanya yang telah penuh berada di tempatnya. Dari atas ranjang, ia mengambil jaket dan sebuah topi hitam dari lemari.

Ia menurunkan topinya semakin merunduk, matanya tajamnya tersembunyi di balik bayang-bayang topi. Ia siap untuk melanjutkan misinya.

_____*****_____

TBC


____*****____

Continue Reading

You'll Also Like

65.8K 1.2K 97
Continuation of Modesto story who happens to intercourse with friends,mature,classmates,strangers and even family...
68.8K 3.8K 81
When shrivi goes home after a long time. Who doesn't have her parents' love and family's love for some reason. She had support from her grandmother...
5.3M 46.3K 57
Welcome to The Wattpad HQ Community Happenings story! We are so glad you're part of our global community. This is the place for readers and writers...
409K 5.5K 28
Emmett loves to be a rebel. He skips school to hang out, drink, and smoke with his two friends when suddenly he and his best friend are cornered and...