A Perfect Hollow (Complete)

By honeydee1710

452K 38.3K 4K

Lihat, betapa tampannya laki-laki itu. Wajah tampannya menutupi otak yang kosong dan hati yang sakit. Laki-la... More

Dear Readers
Adam to Cattleya
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

14

14.4K 1.3K 79
By honeydee1710

Aku membenci iri. Aku juga membenci frustasi. Itu penyakit kejiwaan yang parah. Frustasi yang membuat seorang ibu tega membunuh anak-anaknya. Frustasi juga yang membuat banyak orang menjadi kriminal.

Aku adalah orang yang mengerjakan sesuatu dengan logika dan keteraturan. Sekompleks apapun masalah, jika kuulur dengan baik akan membentuk pola yang bisa kuselesaikan dengan mudah. Hal inilah yang menjadikanku sebagai pemenang. Segala masalah di Rockwood Corps selalu bisa kuselesaikan dengan gemilang.

Tidak ada masalah yang membuatku frustasi.

Dan kini, aku dan frustasi sedang berhadapan di tengah arena pertempuran. Kami berada di dalam Octagon dan harus bertarung sampai salah satu di antara kami KO. Sayangnya, alih-alih berusaha menjatuhkannya, aku malah dihajar habis-habisan.

Semalaman aku terjaga. Jam berdetak dengan sangat lambat. Aku menunggu pagi dengan tidak sabar. Begitu alarm berbunyi, aku sudah memakai setelan kerja terbaik, parfum terbaik dan, yeah, sarapan cukup protein untuk menenangkan perasaanku. Aku akan menyelesaikan semua.

Aku akan menemui Cattleya dan semua akan selesai.

Pertarungan dengan monster frustasi akan kumenangkan. Pilihannya, hanya dia atau aku yang hidup.

Lihat, aku melangkah mantap menuju kemenangan. Dari jauh, Holy sudah tersenyum lebar. Tidak. Itu bukan senyum kebahagiaan melihatku. Itu cibiran. Itu ejekan.

"Senang sekali bisa melihatmu di sini, Adam." Holy berjalan mengikuti irama langkahku. Wajahnya menatap ke depan dengan tegas. Rahangnya mengeras.

"Pagi, Holy!" Aku tidak berhenti atau memperlambat langkah. Aku ingin membuatnya semakin kesal.

"Tidak perlu menyapa. Mungkin kau bisa mulai mencari jawaban kenapa kau tidak menjawab teleponku?"

Sial! Aku belum mengarang cerita untuk ini.

"Aku tidak mendengarnya. Aku sedang tidak enak badan."

Tidak termotivasi, gagal dalam seks dan sfrustasi. Apa itu tidak menunjukkan kondisi gangguan kesehatan yang kronis?

"Oh, ya? Sayang sekali, aku melihatmu bermain-main dengan gadis berambut merah yang sangat seksi." Suara Holy terdengar mengejek sekali. "Apa itu yang kau maksud dengan tidak enak badan?!"

Holy berbalik kepadaku ketika kami menunggu elevator. "Dengarkan aku, adam. Kau memang seorang yang brengsek tapi bukan pecundang. Kau tidak pernah berbuat hal yang tidak profesional seperti ini. Ada apa sebenarnya denganmu?" Suara Holy terdengar sangat kesal. Terlebih lagi, dia mengucapkannya dengan sangat pelan, membuatku teringat pada film-film tentang psikopat yang meminum darah korbannya.

"Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja. Hanya ada sedikit masalah."

"Hei, kalian seperti dua suami istri tua yang tidak bisa penetrasi." Abe menepuk bahuku dengan riang.

"Shut up!" Holy menyembur. Abe tergelak. Pintu elevator membuka.

Beberapa pegawai yang berniat masuk elevator mengurungkan niatnya. Tidak ada yang ingin berada satu elevator dengan tiga orang yang memiliki mulut paling berbahaya di Rockwood Corps. Jika Dhaniel Malloy ada di sini, lengkap sudah. Tidak akan ada orang berhati lemah yang berani mendekat.

"Apa kau selama ini menghilang atau hanya aku yang tidak melihatmu, Adam?" Kupikir dia yang paling merayakan keabsenanku.

"Dia mengalami krisis bayi besar. Harus ada yang memakaikannya popok." Holy memulai perang kami.

"Whoa! Ini membuktikan kalau semua ucapan venus benar. Kau butuh menikah, Adam." Suara Abe terdengar bahagia sekali.

Holy berdecak. "Adam perlu babysitter. Perempuan tua yang bisa membuat kue jahe dan memasang peniti di popoknya."

Dan, aku tidak punya kata-kata bagus untuk disemburkan. "Ugh, kemampuan verbalmu sudah meningkat, Holy. Dari mana kau belajar?"

"Kalau kau terus mendampingi anak manja Rockwood, kau akan tahu kemampuan verbal yang baik akan menyelamatkanmu." Holy tersenyum sambil menatap kuku merahnya. "Asal kau tahu saja, Adam. Aku tidak menikmati berada di dekat lelaki manja, egois, narsis, playboy, dan maniak sepertimu."

"Kamu lupa menyebutkan jenius, Holy."

Abe menahan tawa. Kami berpaling kepadanya.

"Tidak. Aku tidak ingin ikut perang kalian. Lakukan saja. Anggap aku tidak ada."

Nah, sudah dapat gambaran kenapa orang-orang ketakutan pada kami bertiga?

"Apa salahku, Holy? Apa maumu? Kau mencariku saat aku tidak ada dan memakiku saat kita bertemu. Ayolah! Jangan begitu pada bos yang paling kaucintai."

Holy menatapku dengan matanya yang besar. "Tidak. Aku tidak akan mencari. Pergi saja! Aku akan menyuruh ayahmu menyeret pantatmu kembali."

"Woaaa! Ada pengadu di sini!"

"Kau ketakutan, Adam sayang? Kau takut pada ayahmu?"

Aku tidak takut pada ayahku atau siapapun. Aku hanya tidak suka ada yang ikut campir dalam urusanku.

"Kalian ingin bercinta?" Abe mengusap jenggotnya. "Tunggu aku keluar dari tabung sialan ini. Aku tidak mau melihat kalian saling melumat."

"Abe, kalau bajingan ini manusia terakhir di bumi, aku tidak akan sudi menikahinya," ucap Holy sambil menunjuk dadaku.

Aku cuma bisa tertawa. "Holy, kalau aku manusia terakhir di bumi, berarti kamu juga sudah mati."

"Oh, shut the fuck off!"

Abe tertawa. "Adam, begitu cara para perempuan mengaku kalah. Mereka mengumpat."

Aku tertawa. Holy memalingkan wajah.

"Aku melihatmu tertawa, Ma'am. Yang ada di depanmu itu kaca. Aku bisa melihat bayanganku," ejekku yang dibalas dengan tawa keras Holy.

"Aku tidak tahu bagaimana caranya mengalahkan bajingan ini."

"Aku memang tidak terkalahkan. Akui itu!"

Kau pikir hubungan kami buruk?

Tidak, dengan inilah kami mengungkapkan kasih sayang. Ini adalah pembicaraan paling ringan. Kalau nenekku mendengarku dan Abe berdebat, ia pasti sudah menggosok mulut kami dengan sikat lantai dan sabun.

Pintu elevator terbuka.

Abe dan Holy masih dengan debat mereka tentang kertas atau sesuatu. Aku tidak mendengarkan karena suara-suara mereka hilang begitu saja ketika aku melihat gadis itu.

Ya, gadis yang namanya tidak boleh disebut itu.

Gadis itu berjalan bertiga dengan seorang laki-laki berambut pirang dan Dhaniel. Dia yang memakai tailored dress warna khaky tanpa lengan. Dia yang membuatku tiba-tiba merasakan gelitik di perut. Dia yang sangat cantik dengan rambut yang berkibar ikal di punggungnya.

Mereka bertiga membicarakan sesuatu yang sangat seru. Dhaniel menceritakan sesuatu, lalu Cattleya tertawa lebar. Baru kali ini aku merasa sangat ingin menghajar Dhaniel. Aku ingin mengulitinya hidup-hidup.

Abe dan Holy berjalan di depanku sambil terus berbicara.

Mataku terpaku pada Cattleya. Seketika aku merasa senang dan tenang secara bersamaan. Semua frustasi yang kuidap beberapa hari ini seketika musnah.

Melihatnya hari ini adalah pengalaman paling luar biasa dalam hidupku. Dia seperti terapi penyembuh yang mengangkat semua penyakitku. Aku sudah lupa kalau tidak sampai satu jam yang lalu aku masih tersiksa dengan kemungkinan buruk ketika melihatnya.

Apa aku kurang puitis?

Ia berpaling. Matanya menemukanku. Dia tersenyum. Sebuah senyum profesional. Bukan senyum karena senang melihat kehadiranku, tapi senyum untuk menghormatiku, bosnya. Bos berengseknya.

Langkahku berhenti bersamaan dengan Holy dan Abe yang sudah menyapa mereka.

Dhaniel tersenyum mengejek kepadaku. Dari kilatan bajingan di matanya, aku bisa membaca kalimat yang tidak diucapkannya, "aku selangkah di depanmu."

"Selamat pagi, Mr. Rockwood." Laki-laki berambut pirang menyapaku. "Liam Carter, Rockwood Apprentice," tambahnya cepat-cepat. Rupanya dia membaca ekspresiku. Dia pikir aku tidak mengenalnya. Aku hanya tidak peduli kepadanya.

"Tidak perlu berbasa-basi dengannya, Liam. Dia tidak akan peduli sekalipun kau menjilat pantatnya," ucap Holy dengan senyum manis. Aku tidak mendengarkan. Aku sibuk mencari alasan untuk menatap Cattleya.

"Dia suka dijilat di tempat lain," tambah Dhaniel cepat. Dia menatap Liam. "Kau tertarik?" tanyanya kepada Liam.

"Itu pelecehan seksual namanya. Kau bisa menghabiskan berpuluh tahun di penjara." Cattleya mengeluarkan suara merdunya. Seluruh tubuhnya bereaksi.

"Penjara itu jauh lebih baik daripada keadaannyan sekarang. Mengerikan."

Mungkin aku perlu menjahit mulut Dhaniel dulu.

"Bagaimana dengan Hausser," tanyaku pada Cattleya.

Sebenarnya aku ingin mengucapkan hal lain yang lebih personal kepadanya, seperti 'apa kabar?' atau 'bagaimana harimu?'. Tapi, dengan senyum mengejek Dhaniel dan rasa gugup di dalam perutku, kata-kata seperti itu benar-benar tidak bisa kupikirkan.

"Sejauh ini bagus," jawabnya dengan senyum manis yang membuatku ingin menangis.

"Aku ingin mendengar presentasinya."

"Tentu saja. Aku sudah menyiapkannya untuk tanggal..."

"Aku mau sekarang. Sepuluh menit lagi kita berkumpul di ruang rapat C."

Semua orang menggantungkan dagunya.

"Oh, tentu saja. Sepuluh menit lagi kau akan mendapatkannya," ucapnya dengan rahang mengeras. "Aku akan mempersiapkannya. Permisi."

Cattleya pergi dengan punggung tegak. Sama sekali bukan gaya seorang perempuan muda yang ditekan sedemikian rupa. Liam Carter menyusul di belakangnya dengan wajah syok.

"Ugh!" Holy mengeluh keras. "Bisa tidak sih sekali saja kau tidak bajingan?" Holy menyemprotku dengan emosi penuh. Aku bisa melihat pembuluh darah menyembul di pelipisnya.

Holy berjalan meninggalkan kami sambil mengeluarkan tabletnya dari dalam tas. Dia pasti akan sibuk memindahkan agenda yang dijadwalkan menggunakan ruang rapat C ke tempat lain.

Aku tersenyum penuh kemenangan.

Tidak ada alasan spesifik bagiku untuk memilih ruang rapat eksklusif itu. Aku hanya ingin membuat Holy kesal.

"Ada apa sebenarnya denganmu?" Abe menatapku tidak percaya.

Dhaniel menyeringai lebar "Kau benar-benar parah, man."

"Kupikir juga begitu," jawabku dengan santai.

"Apa ada di sini yang tidak kuketahui?" Abe menarik wajahnya ke belakang seperti menghindari seseorang yang lewat di depannya.

"Dia jatuh cinta," bisik Dhaniel dengan ekspresi yang tidak masuk akal.

Ekspresi Abe kemudian amat sangat parah. Dia memperlihatkan ekspresi terkejut seperti supir bus yang menabrakkan busnya ke tangki bensin kemudian meledak tapi secara ajaib dia selamat.

"No shit."

"Oh, yeah shit."

"Keparat kalian." Kudesiskan kata-kataku denagn jengkel.

"Kau bisa membuat Venus sangat bahagia, man." Abe menepuk bahuku.

Kuusap jenggot yang sengaja tidak kucukur. "Aku akan membunuhmu, percayalah." Abe tergelak.

Dhaniel menyeringai kejam. "Sudahi saja omong kosongmu. Dekati dia. Hatiku terluka melihatmu berkeliaran seperti Timmy."

Abe terbahak-bahak.

Kau tau siapa timmy?

Timmy, anjing Dobermann milik dhaniel yang entah kenapa selalu ereksi. Dia terus-terusan menggesekkan kemaluannya pada apa saja. Sebanyak apapun dia kawin, kemaluannya tidak bisa normal kembali. Dokter mengatakan ia mengalami kelainan pada testisnya.

Anjing itu menjadi bahan bully-an anak-anak. Bahkan dhaniel malu memiliki timmy. Dia merengek kepada ibunya agar diperbolehkan membuang Timmy di hutan mana saja.

Timmy yang malang akhirnya mati. Kupikir yang membunuhnya bukanlah seks yang terus-menerus dilakukannya, tapi karena timmy tidak kuat menghadapi siksaan batin yang dihadapinya.

Frustasi.

Aku tahu penderitaanmu sekarang, Timmy.

Tapi aku bukanlah laki-laki yang mudah menyerah. Aku akan mengendalikannya. Lelaki berkepala kecil yang kusayangi ini harus diajarkan caranya bersimpati atas apa yang kurasakan. Ini yang membedakan antara aku dan Timmy.

Tapi bisakah?

Maksudku, lihatlah cattleya. Dia berbicara seperti seorang profesional. Dia seperti seorang guru cantik yang cerdas dan nakal di film porno dan aku seperti murid nakal yang butuh cambuk karet untuk didisiplinkan.

Lihat pantatnya.

Aku ingin sekali memuja pantat itu. Luar biasa indah.

Apa kau pikir aku bisa selamat dari siksaan visual seperti ini?

"Lalu masalahnya di mana?" Abe terlihat bingung.

"Kau tidak tahu Adam? Ada dua yang berharga di dalam dirinya, isi celanaya dan harga diri. Dia tidak mau menjilat kemaluannya sendiri. Kau tahu kan, dia tidak akan tidur dengan karyawannya sendiri?"

"Jadi itu masalahnya kau mati-matian memintanya mundur dari proyek? Agar kau bisa menendang bokong cantiknya ke tempat tidur? Ayolah, Adam. Kau tidak sepengecut itu."

Dhaniel terkekeh geli. "Dia sudah berubah menjadi orang lain. Orang lain yang sangat konyol." Dia mengeluarkan suara seperti akan muntah. "Kau tahu, man, kau membutuhkan relaksasi. Bagaimana kalau nanti malam kita ke Club 88? Kudengar mereka punya pole dancer baru."

Aku menyeringai lebar. Kemampuan Dhaniel Malloy dalam mencari hiburan malam memang luar biasa. Dia adalah wiki-clubbing-pedia yang setara google.

"Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan, man." Kubuat gerakan tangan yang tidak senonoh. Dia tidak perlu tahu kegagalan seksku kemarin.

"Abe, kau harus ikut sesekali." Dhaniel berpaling pada Abe yang hanya mendengarkan.

Abe menekankan tangan ke pipinya seperti Deadpool yang terkejut. "Kau tahu dengan siapa aku menikah?"

"Ayolah, man, kau bisa bilang kepadanya kalau kau menyelesaikan tugas di penthouse Adam."

"Setelah itu, Venus akan memotong kemaluanku dan memasaknya. Satu jam kemudian aku akan melihat Anjing-anjing kampung memakannya dengan nikmat. Noway!" Abe memperlihatkan gerakan bergidik yang berlebihan. "Aku tidak perlu ke mana-mana. AKu punya one stop shop di sini." Abe

"Kau sendiri, apa yang kau lakukan kemarin?" Abe berpaling kepadaku.

"Dia di kamarnya sedang menyenangkan tangannya sendiri," ucap Dhaniel mengejek.

"Sial!" Umpatanku mewakili perasaan kami bertiga ketika melihat Holy.

Dia berjalan cepat ke arah kami. Wajahnya terlihat keras. Dia mengingatkanku pada banteng besar yang berlari ke arah matador.

"Kuatkan dirimu, teman, mungkin ini ajal kita," Dhaniel mendesiskan kalimatnya sambil menahan tawa. Abe berusaha keras untuk tidak ikut tertawa.

"Kalian mau terus terusan mengobrol di situ atau apa?" Holy memiringkan kepalanya dengan galak. "Ruang rapat C mu sudah siap."

Holy terlihat sangat marah kepadaku. Dia berpaling begitu saja

"Perempuan PMS itu berbahaya, bung."

"Tunggu sampai kau lihat Venus PMS." Abe terkekeh. Aku membenarkannya. Venus dan PMS akan menghasilkan sesuatu yang lebh mirip ledakan nuklir.

*

Ruang ini tidak pernah terlihat begitu nyaman sebelumnya. Dengan gadis berbaju khaky di depan layar besar, ruangan ini lebih mirip seting dalam film biru. Aku masih belum membuang khayalanku tentang celemek merah muda.

Cattleya menatapku, tapi wajahnya tidak tersenyum. Rambut ikalnya sudah diikat ekor kuda longgar. Wajahnya terlihat serius dan cerdas.

Liam Carter bersama dua orang lain duduk di meja yang tidak jauh dari Cattleya. Mereka bertiga terlihat jauh lebih tegang dari pada Cattleya yang akan menyajikan presentasi tunggal.

"Mr. Rockwood, Seharunya masih enam hari lagi, sir." Liam Carter berdiri untuk memprotes presentasi ini. Aku menoleh kepadanya dengan tatapan bosan.

"Lalu, apa urusannya denganku?"

Liam terlihat gelagapan menatapku. Dia mengerjap-ngerjapkan mata kebingungan.

"Tidak apa-apa, Liam. Aku bisa menangani ini." Cattleya berkata lembut kepada temannya.

Oh ya, cantik, apa kau bisa menangani sesuatu di dalam celanaku juga?

Holy sama sekali tidak menatapku sepanjang presentasi. Kurasa dia benar-benar marah kepadaku. Aku sudah menciderai semanagat feminisnya. Dia tahu aku ingin mengeluarkan Cattleya dari sini. Walau aku tahu pasti dia tidak tahu alasannya.

Kau tahu apa yang kulihat?

Cattleya luar biasa. Dia menyajikan sesuatu yang rinci, terstruktur dan disertai pandangan-pandangan yang komprehensif di dalam presentasinya. Dia membuatku terkejut. Hanya beberapa hari dan dia sudah mendapatkan banyak sekali informasi. Aku seperti melihat diriku sendiri di dalam dirinya. Tentunya tanpa sisi kewanitaan yang imut yang ia tunjukkan pada opini-opini yang ia sampaikan.

"Adam?" Abe memajukan tubuhnya untuk mencari perhatianku ketik prsentasi Cattleya berakhir. Aku menoleh kepadanya. "Bagaimana menurutmu?"

Semua orang sepertinya menyimpan pertanyaan yang sama. Mereka semua menatapku.

Aku bisa saja memuji kemampuan Cattleya yang hebat atau mengucapkan selamat kepadanya. Tapi mulut keparatku ini hanya mengeluarkan suara enggan, "Tidak buruk."

Bukannya aku ingin bersikap seperti bos bajingan yang tidak pernah puas dengan bawahannya. Mengakui orang lain memiliki kemampuan yang sama denganku adalah hal paling buruk. Apalagi itu adalah perempuan yang sangat ingin kusingkirkan dari tempat ini.

"Selamat, Cattleya Aguilar. Kau luar biasa." Abe mengucapkan kalimat yang tidak bisa kuucapkan.

Cattleya memejamkan matanya dengan penuh syukur. Teman-temanmnya memberikan tepuk tangan sopan dengan wajah penuh kegembiraan. Kulihat Holy menghela nafas lega. Kurasa dia benar-benar mencintai Cattleya.

"Blackhall communication..." Suaraku memotong eufora mereka dengan dramatis. "...telah meluncurkan satelit yang ternyata meledak di atmosfir. Mereka mengalami kerugian yang luar biasa. Aku mendengar ada banyak tuntutan kepada mereka. Aku ingin tahu apa yang terjadi. Kau akan mendapatkan bonus jika bisa menyelidiki skandal kontrak mereka dengan NRO."

Seketika ruangan hening.

"Kapan kau menginginkannya, sir?" Cattleya terlihat menahan kegeramannya. Dia menekan pengucapan kata 'sir' dengan penuh emosi. Seperti harus mencungkil permen karet yang lengket di sepatu.

"Secepatnya," jawabku sambil berdiri. Ya, berdiri. Sama seperti lelaki di dalam celanaku yang sudah lama berdiri siaga.

Wajahku pasti terlihat seperti bajingan. Aku tidak berpaling untuk berpamitan kepada siapapun. Yah, hanya berlalu begitu saja seperti jagoan.

Terakhir yang kuingat adalah kepala Holy yang mengepulkan asap. Wajah Dhaniel dan Abe yang ternganga seperti melihat Hannibal Lecter memakan coleslaw.

Apa aku sudah menjadi musuh bersama sekarang?

*

"Man, Kau tidak perlu menjadi bajingan untuk mendapatkannya." Dhaniel mengamatiku. "Kau hanya tinggal mendekatinya." Suara Dhaniel membuat siapapun berpikir kalau permasalahannya hanya aku yang terlalu pengecut untuk mendekati seorang gadis. Sialan!

"Aku cuma memberikan apa yang dimintanya," jawabku dengan santai, berusaha menyembunyikan kejengkelan.

Abe menggeleng. "Aku tidak mendengar dia meminta kematian." Suaranya tenang. Tapi aku bisa merasakan kemarahannya.

"Jangan berlebihan. Aku cuma menyuruhnya bekerja keras."

Dhaniel menggeleng-geleng di tempat duduknya. Abe mondar-mandir seperti ayam betina yang mencari tempat mengeram. Kami sudah bertahun-tahun menjadi sahabat. Aku mengenal gaya mereka ketika sedang frustasi.

"Gadis itu sudah melakukan banyak hal di luar kemampuannya, man. Dia tidak pernah mengeluh." Abe menarik rambutnya dengan kesal. "NRO?! Man, kau tahu dia tidak akan berhenti lalu datang kepadamu mengakui kalau dia tidak bisa mendapatkan data skandal paling memalukan dari NRO."

"Kau tahu sampai di mana kemampuannya?" Aku mengangkat alis kepadanya. "Jika dia berhasil melewati semua ini, berarti batas kemampuannya masih berada di atas level yang kau bayangkan."

"Jika tidak?"

"Dia tahu di mana tempatnya," jawabku dengan senyum lebar.

Abe menarik nafas panjang sebelum kemudian pergi meninggalkan kami. Dia butuh mandi air hangat dan wiski untuk melupakan semuanya.

Kepuasanku melihat hasil kerjanya melebihi ekspetasiku.

Aku suka caranya menerima tantangan dan menanggapi tekanan. Dia tetap kelihatan hebat, bersemangat dan penuh percaya diri seolah tekananyang dihadapinya tidak memberikan pengaruh buruk baginya. Ah, ya aku terkesan.

Sudah berapa kali aku memujinya hari ini?

***

Continue Reading

You'll Also Like

299K 15.4K 49
(COMPLETED)💓💓💓 Di kala kau tak punya cukup waktu untuk memenuhi hasrat mencintainya. Di kala cinta yang kau harap tulus tak pernah memberikan sed...
802K 35.5K 17
NOT FOR PLAGIARISM ©2014 Kisah ini menceritrakan tentang si pria Egois yang menikah dengan wanita tidak Egois. Karena ketidakegoisannya, dia rela men...
480K 41.3K 62
Amara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai...
1.7M 85.2K 38
Sequel Dark Times . Jere, 31 tahun, baru diangkat menjadi Junior Partner di sebuah lawfirm ternama, menikah dengan Em, 27 tahun, dulunya sekretaris d...