SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

By JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... More

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
10~He~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
17~Karakter Tersembunyi~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
23~Sebuah Awal Buruk~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
30~Posisi dia di hatinya~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
45~Persiapan Gencatan Senjata~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
Epilog
NEW GENERATION

54~Di balik Senyum Manis~

1.3K 116 6
By JasAlice

Dalam dekap setiap napas yang berembus, ada nama mu untuk aku bertahan menjalani hidup, Ibu.

-Athafariz Mauza Abrisam-
.
.
.

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Sama halnya manusia baik dari suku yang berbeda, agama, atau pun ras, semua akan kembali pulang. Tidak ada yang tahu siapa kah ia, baik tua, muda, atau pun anak-anak.

Jika sudah waktunya, semua hanya bisa pasrah menghadapi takdir yang telah digariskan-Nya.

Kehilangan seseorang yang sangat dekat adalah perkara sulit untuk dilepas. Melupakan setiap detik tercipta bersamanya membuat sisi lain dirinya terpuruk.

Ibu...

Ibu...

Ibu...

Seluruh pikiran ini terpusat padanya.

Tidak ada yang menjaganya lagi dalam kesunyian malam. Tidak ada lagi yang memberi nasehat. Tidak ada lagi sapuan lembut pada kepala, penuh sayang.

Tidak ada lagi.

"Ibu ..."

Mauza terisak di samping Melisa yang terbujur kaku dalam kain yang menutupi seluruh tubuh hingga kepala. Wajah pucat itu begitu menyiksanya. Tidak ada sahutan lembut seperti biasa.

"Sudah Nak," Bibi Mauza menenangkannya. "Ibu mu sudah tenang di sana. Jangan buat dia sedih melihat mu seperti ini." ia mengusap pilu bahu lemah itu.

Pria itu menunduk, menangis pilu di bahu Melisa. "Ibu ..."

Seluruh orang di sekitarnya menatap Mauza prihatin. Sedari tadi hanya kata Ibu yang berulangkali terucap dari bibirnya.

Mereka turut simpati dengan keadaan anak salah satu tetangga mereka. Mauza yang dikenal santun dan rendah hati, kali ini terlihat terpuruk kehilangan satu-satunya orang yang tinggal bersamanya.

**

"Gue gak bisa, Ka ..."

Olyn membekap mulutnya tidak kuat melihat Mauza begitu terpuruk. Rasanya terlalu sulit untuk melangkah masuk ke dalam saat ia melihat semuanya dari ambang pintu.

Kania menyenderkan kepala Olyn di bahunya ketika tetesan airmata membasahi pipinya. "Gue merasa berdosa Ka ... semua ini salah gue saat tau, ada keinginan Tante Melisa yang belum gue penuhi."

Milly membantu menaikkan kembali kerudung hitam Olyn yang merosot. Ia ikut sedih melihat sahabatnya selalu menyalahkan diri sendiri dari semalam.

"Di sini gak ada yang salah, Lyn." Kania mempertegas ucapannya. "Lo udah berusaha untuk tepatin janji lo walaupun pada akhirnya takdir berkata lain."

Olyn terisak dalam dekapan Kania. "Gue bener-bener menyesal,"

"Lyn,"

Milly menarik tangan sahabatnya dengan lembut. Gadis itu tersenyum tipis namun tidak dapat menutupi wajah penuh penyesalan pada diri Olyn.

"Yang Kania omongin itu bener, lo gak salah. Seharusnya, hari ini adalah janji yang harus lo tepatin ke Tante Melisa." Olyn tetap menunduk tidak ingin menatap Milly. "Tuhan tau Tante Melisa adalah orang yang baik, makanya dia cepat berpulang."

"Tapi gue sangat menyesal Mil," isak Olyn frustrasi. "Dada gue terasa sakit banget." ia menepuk dada kikirnya berulangkali, merasakan sesak di sana.

Dengan cepat Kania menghentikan aksi Olyn. "Diam Lyn!"

Olyn tersentak dan menatap Kania dengan wajah sendu berlinang airmata. "Gak ada gunanya lo menangisi seseorang yang telah tiada. Lo hanya akan bikin hati lo semakin terpuruk dan ngebuat Tante Melisa sedih di sana." ucapnya menatap tajam Olyn, lalu menunjuk Mauza dengan bahunya yang masih bergetar. "Lihat, dia anak Almarhumah. Dia adalah orang yang seharusnya lo semangatin. Beri dia kepercayaan kembali, kita ada di sini untuk membuatnya bahagia. Dia masih punya orang yang sangat menyayanginya, termasuk lo."

Gadis itu tertegun dengan ucapan Kania. Ia sesenggukan sambil menggigit bibir bawah. "Mauza butuh lo sekarang."

**

Perlahan gadis itu berjalan mendekati Mauza hingga mengambil duduk di sampingnya. Sekuat tenaga Olyn berusaha tegar di depan pria itu, walaupun dalam hatinya begitu sesak melihat tubuh kaku Melisa.

Pria itu menoleh pelan ke arah Olyn, "Ibu, Lyn ..." Olyn menggigit bibir bawahnya dan mengangguk pelan. "Dia udah pulang dan aku hidup sendirian sekarang."

Mauza menjatuhkan kepalanya di bahu Olyn. Gadis itu hanya diam dan mengelus bahu gemetar Mauza.

"Kamu enggak sendirian Za, kamu masih punya aku dan yang lain. Ayah, dia masih jadi sandaran kamu."

Kening Olyn mengkerut ketika pria itu hanya menggeleng lemah. Namun, tidak ingin menyulitkan keadaan, gadis itu hanya mampu menenangkan Mauza.

Di luar sana, Julian melihat keduanya dengan sorot sedih. Sebisa mungkin ia menyadarkan dirinya bahwa sekarang Mauza sedang dalam keterpurukan. Jika dipikir, Olyn adalah orang yang tepat untuk menjadi sandaran pria di seberang sana.

"Lian," Joshua menatap sedih sahabatnya.

"Gue gak apa-apa, Josh." sahutnya menoleh dan memaksakan senyum terbaik.

Joshua mengulum bibirnya dan mengikuti sandiwara pria itu. "Lo terlihat tegar," ucapnya menepuk pelan bahu Julian. "Gue harap lo gak akan sedih."

Julian menggeleng mantap. "Gue tau, sekarang rasa egois itu harus dibuang jauh." Julian memakai cepat kacamata hitam saat pelupuk matanya berair. "Ada hal lain yang gak bisa gue tinggal. Gue titip salam buat Mauza, ya?"

Tanpa menunggu persetujuan Joshua, ia langsung berlalu dan memasuki Range Rover putih dan melesat dari kediaman Mauza.

**

"Bary?"

Olyn terkejut ketika ingin pulang bersama Kania dan Milly, tapi langsung dicegah seseorang yang ternyata adalah teman satu SMP.

Pria dengan tinggi yang sama seperti Olyn itu tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya. "Apa kabar Lyn?"

Gadis itu menjabat uluran tersebut. "Baik." raut wajahnya masih menandakan kebingungan saat melihat pria itu berkenalan dengan kedua sahabatnya.

Hari sudah malam sehingga hanya ada beberapa orang dan keluarga dari pihak Melisa yang masih menyambangi kediaman Mauza.

"Lo sendirian di sini? Ada teman SMP yang lain juga datang ya?"

Pria itu menggeleng, "Gue emang sendirian dan teman yang lain bakal datang besok." Olyn mengangguk mengerti. "Mungkin lo melupakan sesuatu,"

Ketiga gadis itu menatapnya bingung, lalu Bary mendengus geli. "Gue sepupu Mauza dari keluarga Tante Melisa."

Milly menyahut. "Pantes aja. Gue udah lihat lo dari pagi tadi."

Olyn menoleh ke arah Milly sebentar dan kembali menatap Bary. "Kok, gue gak lihat lo?"

Pria itu tersenyum tipis. "Gue yang sengaja untuk tidak terlihat di sekitar lo." balasnya, lalu menyuruh mereka duduk di kursi teras. "Mari, ada yang mau gue bicarain."

Mereka duduk mengelilingi meja berukuran bulat. Olyn duduk di samping Bary diikuti kedua sahabatnya.

"Jadi?"

Olyn memulai pembicaraan melihat Bary tengah menarik napas perlahan. Ia terlihat menahan rasa sesak, mungkin.

"Gue tau hubungan gue dan Mauza sekadar sepupu, tapi kita jauh lebih dekat. Dia selalu jadi motivator gue, mengajari gue untuk bersikap disipilin, apa pun itu dia ada untuk gue."

Kania memperhatikan raut wajah Bary yang terlihat jujur di setiap ucapannya. "Lo peduli sama Mauza?"

Bary mengangguk, membenarkan pertanyaan Kania. "Sangat. Bahkan, setelah orangtua Mauza bercerai dan dia pindah ke Finlandia, gue gak pernah lost contact."

"Lo gak pernah tau Lyn, gimana Mauza harus menjalani hidupnya setelah ditinggal Tante Melisa."

"Maksud lo? Dia kan masih punya Om Wisnu?"

Bary tertawa pilu, "Seharusnya."

Alis Milly terangkat sebelah. "Apa maksud lo ..."

Lagi-lagi Bary mengangguk, mengerti arah pikiran Milly. "Dia gak peduli dengan yang terjadi." jawabannya sukses membuat ketiga gadis itu tidak menyangka. "Apa lo melihat Om Wisnu ada di sini sedari pagi? Enggak, kan?"

Rasa sesak menghinggapi rongga dada Olyn. "Om Wisnu ... apa dia setega itu?" Olyn menggeleng tidak percaya mendengar kisah lain di balik senyum Mauza yang terlihat tanpa beban.

"Terserah kalian mau percaya atau enggak, tapi gue gak sedang membuat sebuah sandiwara. Setelah hak asuh jatuh ke tangan Om Wisnu, dia langsung membawa Mauza pindah ke Finlandia dan memulai kehidupan baru bersama istri barunya. Mungkin Om Wisnu tidak bersikap jahat pada Mauza karena ia tetap mendapat hak sebagai anak."

"Tapi, dia seolah menjauhkan hubungan erat antara seorang Ibu dan anak." ucapnya begitu simpati dengan hidup sepupunya. "Sebisa mungkin, Mauza selalu menghubungi Tante Melisa setiap hari. Keadaan lemah Tante Melisa dan penyakit kronisnya tidak memungkinkan dia menyusul anaknya sekadar memastikan ia baik-baik saja atau ingin selalu dekat bersama Mauza."

Olyn menunduk sedih dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Gue dapat merasakan luka terpendam Mauza." ungkapnya tanpa menatap mereka.

"Gue tau itu dan inilah maksud tujuan gue mengungkapkan semuanya."

Olyn mendongak dan menatap Bary, menunggu kelanjutan pria berkulit sawo matang di sampingnya. "Orang yang gue percaya untuk mengembalikan senyuman Mauza adalah lo."

Gadis itu membulatkan matanya, "Gue?" tunjuknya pada diri sendiri.

"Iya. Enggak ada yang dekat dengan Mauza selain Almarhumah, gue, dan lo. Dan orang yang paling tepat sekarang adalah lo." Bary menatap dalam manik hitam itu. "Kalian pernah memiliki hubungan khusus dan Mauza sangat mencintai lo hingga detik ini."

Olyn tertegun kembali.

"Gue bukan memaksa lo untuk kembali bersama Mauza, tapi gue ingin lo mengembalikan hari bahagia cowok itu. Dia butuh sandaran, membutuhkan orang yang benar-benar mengerti perasaannya."

Kania dan Milly saling berpandangan, menyampaikan isi pikirannya melalui sorotan mata. Melihat Olyn termenung untuk mengambil keputusan, membuat mereka berdua harus mendukung setiap langkah yang diambil gadis manis itu.

Olyn mengembuskan napas beratnya dan duduk tegap. Menatap Bary dengan pandangan tegasnya, lalu mengangguk.

"Gue akan selalu ada di sisi Mauza baik dia sedih maupun bahagia. Sekaligus bentuk penebus rasa bersalah gue pada Tante Melisa."

**

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 262K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 117K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
4.6K 438 32
Ganjar tak pernah menyangka bahwa ada rencana licik dibalik keputusan keluarganya untuk mengirim ia jauh dari rumah. Ia akan ditumbalkan oleh keluarg...
143K 7.2K 40
#4 dalam HORROR (21/08/2017) [SELESAI] - Buku pertama dari Ify baru berpindah sekolah. Hari-harinya kini tak setenteram dulu. Karena suatu ke ganjila...