Promises

By ScottStephenie

383 191 0

Karena aku bermain bukan untuk sebuah kemenangan. Aku bermain untukmu. Aku mencurahkan seluruh isi hatiku mel... More

1. Gran [ 3rd POV ]
2. That bad news [ Ana's POV ]
3. Unexpected
4. Lala
5. "Lo keren!" [ Ana's POV]
6. Terbongkar [ Ana's POV ]
7. Tidak terduga [ Ana's POV ]
8. Luka Nicole [ Ana's POV]
9. Lampu Hijau [ Ana's POV]
10. Amarah [ Nicole's POV]
11. Luka itu [ Ana's POV]
12. That Bad Side [ Ana's POV]
13. Tekad [ 3rd POV]
15. Sisi Terbuka[ 3rd POV]
16. The Nightmare in the middle of the Night ( Flashback)[ 3rd POV]
17. Those Threes[ 3rd POV]
18. Waltz[ 3rd POV]
19. Nicole's Crime [ 3rd POV]
20. Arrested and Lost Everything[ Ana's POV]
21. Vanilla[ 3rd POV]
22. Pengakuan[ 3rd POV]
23. The Red, Red Rose[ 3rd POV]
24. The Angel[ 3rd POV]
25. The Ballerina[ 3rd POV]

14. That Storm[ 3rd POV]

6 6 0
By ScottStephenie

Ana menatap kosong ke arah sungai yang airnya terlihat mengalir dengan tenang. Walaupun tenang, sungai ini sangatlah dalam dan terdapat banyak batu- batuan dengan ujung runcing di dalamnya. Otak Ana terus- menerus memutar rekaman ingatan percakapannya dengan Jordan tadi sore. Ana sempat juga pulang ke rumah, karena Jordan berhasil mengikutinya. Tapi Ana berhasil kabur lagi, dan tanpa sepengetahuan Jordan atau siapapun.

Ana tersenyum miris. Sangatlah benar jika dia bertindak jahat pada Nicole dan layak untuk mendapatkan sanksi dari pihak berwajib. Dan sangatlah benar jika semua orang membenci Ana.

Dan yang lebih jahatnya lagi, tidak sedikitpun dari hati Ana menyesali perbuatannya yang hina itu. Sebaliknya, Ana merasa lega. Seluruh isi hatinya sudah disampaikan dalam goresan luka ditubuh Nicole.

Tangan Ana merogoh saku bajunya dan mengambil sebuah kertas karton berukuran sedang yang mengingatkan Ana pada semua kenangan itu. Ternyata benar kata orang, kalau semakin banyak kenangan maka semakin besar luka yang ditorehkan. Ana membaca sekilas isi kertas itu, dan setetes air mata turun dari pipinya. Dengan seluruh keputusasaan dan pandangan kosong, Ana melipat dan menyimpan kertas itu kembali ke saku bajunya dan menjatuhkan diri ke dalam sungai itu.

Ana membiarkan surat dan dirinya terhanyut dalam air sungai yang tenang. Dinginnya air sungai dan runcingnya bebatuan seakan membuat tubuh Ana mati rasa.

***

Jordan sangat bersyukur saat mendengar Dokter mengatakan kalau Nicole berhasil diobati dan luka- lukanya tidak sampai terinfeksi. Orangtua Nicole begitu cemas, namun saudara perempuannya Nicole sama sekali tidak menjenguk Nicole.

" Kenapa Tante baru peduli sama Nicole setelah Nicole masuk rumah sakit?" pertanyaan yang dilontarkan dengan nada dingin menusuk oleh Jordan membuat kedua orangtua Nicole diam.

" Jordan!" tegur Tante Aurelia sementara Calvin menyenggol bahu Jordan. Orangtua Jordan dan Orangtua Ana juga datang ke rumah sakit. Semuanya merasa sangat khawatir pada kondisi Nicole.

" Telepon Ana, biar dia ke sini sekarang juga, Cal," pinta Mama yang juga mencemaskan putri keduanya. Calvin menelepon Ana, tapi nomor telepon Ana tidak aktif. Rasa lega yang tadi sempat mengitari atmosfer di sekitar mereka, mulai berubah menjadi rasa cemas. Rasa cemas semakin diperparah dengan telepon yang diterima dari Mbok Surti ke Mama. Ana kabur dari rumah.

" Semoga dia enggak gegabah," gumam Jordan yang langsung berjalan keluar dari rumah sakit dan mengendarai mobilnya untuk mencari Ana.

Dengan kecepatan tinggi, Jordan mulai mengelilingi kota. Dia bisa gila kalau Ana sampai melakukan hal gegabah. Gadis itu tadi meninggalkannya dalam keadaan penuh amarah dan kesedihan. Dan Jordan tahu betul bagaimana watak Ana. Gadis itu bisa menjadi sangat nekat dalam keadaan genting seperti saat ini.

Jordan menelepon Anto dan beberapa orang lagi yang merupakan pengawal pribadinya untuk melakukan pencarian terhadap Ana. Jordan mengarahkan rute ke rumah Ana. Siapa tahu ada petunjuk di sana.

Tak sampai 20 menit, Jordan berhasil sampai di rumah Ana. Rumah besar nan megah itu terlihat sunyi dan seperti kehilangan warna. Jordan meminta satpam untuk membukakan gerbang.

Setelah memarkirkan mobil di halaman depan, Jordan langsung bergegas ke dalam rumah Ana. Demi semua yang suci, jangan sampai gadis itu terluka ataupun terkena hal buruk lainnya.

Jordan berlari ke kamar Ana yang berada di lantai atas. Begitu Jordan membuka pintu kamar Ana, tampaklah Mbok Surti yang terlihat sedang menangis sambil memegang lembaran kertas karton yang begitu tebal. Perasaan takut dan tegang mulai mencekik Jordan. Nafas Jordan tercekat saat melihat pemandangan tidak menyenangkan itu.

" Mbok," panggil Jordan pelan dan berjalan menghampiri Mbok Surti. Beliau menoleh ke arah Jordan dan mengerjap- ngerjapkan mata beberapa kali. Tangis beliau semakin kencang. Jordan mengambil kertas tersebut dari genggaman Mbok Surti dan mulai membacanya. Sekilas Jordan mencium aroma pohon palem pada kertas itu. Aroma yang sangat familier dan mengingatkan Jordan kembali pada kenangan buruk itu.

Teruntuk kamu yang kucinta,

Aku dan kamu sudah cukup lama dipertemukan, dan pada awalnya aku mengira itu sebagai sebuah kebetulan. Kebetulan yang menyenangkan, karena sejak saat itu aku mendapatkan keberuntungan yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.

Aku yang dulunya berbeda SMP denganmu, sangat senang ketika tau kalau kamu satu SMA denganku. Aku senang karena besar peluangku untuk memandangmu dan juga dapat membantumu dari beberapa hukuman yang diberikan guru.

Kamu mengenalku sebagai Ana Vettel, Si pembalap liar yang berkaca mata dan juga terkenal sebagai nerd alay di sekolah. Tidak ada hal spesifik yang kamu ketahui tentang aku. Sedangkan aku sangat mengenalmu.

Aku sangat mengenalmu sampai- sampai hatiku selalu terasa sakit pada fakta- fakta menyakitkan yang selalu membuat hatiku melolong dan ingin meneriakkan hal- hal bodoh lainnya.

Aku sedih saat melihatmu memegang tripitaka sedang aku memegang alkitab. Ketika tujuanmu vihara, aku pergi ke gereja. Saat kamu sembahyang kepada Dewamu, aku berdoa kepada Kristusku.

Mengapa perbedaan itu membuatku merasa jahat untuk mencintaimu? Mengapa hatiku harus memilihmu di antara milyaran orang? Aku cinta padamu sejak lama. Tapi, cintaku tidak bisa kupaksakan, bukan?

Kamu dan aku berbeda keyakinan. Kamu juga tidak mencintai aku dan hanya aku yang mencintaimu. Aku menulis surat ini sebanyak ratusan lembar, karena sebanyak ratusan kali aku ingin menyatakan cintaku padamu.

Aku minta maaf karena mungkin terlalu lancang ke kamu dengan menuliskan surat ini. Aku juga minta maaf karena kita tidak pernah sempat untuk latihan musik bersama. Dan Aku minta maaf karena mengungkit tentang perbedaan keyakinan di antara kita yang sudah mulai berteman baik.

Aku, Ana Vettel, teman barumu sudah lama menuai rasa padamu. Dan Aku menuliskan surat ini hanya agar kamu tau isi hatiku yang sebenarnya. Aku punya satu permintaan. Meskipun keyakinan kita berbeda, dan aku sudah lancang menyatakan perasaanku padamu, kita bisa bersahabat, kan?

Aku berharap kamu bisa menjadi sahabatku, dan aku janji akan melupakan perasaanku kepadamu. Perasaan yang hanya kuberikan seorang diri kepadamu, Reza Prananda.

Sakit. Jordan terpaku saat membaca lembaran itu. Sementara itu tangannya kembali membuka lembaran yang baru. Jordan mendapati kalau isi dari ratusan lembar kertas itu adalah sama semua. Tiba- tiba saja Jordan merasa semuanya tidak adil. Kenapa Ana lebih memilih Reza? Kenapa orang yang bahkan tidak peduli pada adiknya menjadi pilihan Ana?

" Mbok sama sekali enggak tau Lala pergi kemana?" tanya Jordan dengan raut wajah dingin. Mbok Surti menggeleng sedih.

" Satu- satunya petunjuk yang bisa didapat berkaitan dengan Den Reza, Den," ucap Mbok Surti pelan dengan nada sedih. Jordan bergegas menyimpan lembaran kertas itu ke saku jaketnya, lalu bergegas keluar dari rumah Ana dan mengendarai mobilnya.

***

Iris Chestnut itu terbelalak saat mendapati lembaran kertas yang isinya adalah sama semua. Dia juga tidak menyangka kalau gadis itu sudah lama mencintainya. Gadis yang selalu membuatnya merasa bersalah sejak kecil, malah mencintainya secara cuma-cuma. Kenapa Ana sangat senang membuatnya merasa semakin bersalah?

" Gue mau lo jujur, Za," ucap Jordan dingin tanpa memandang Reza yang merupakan adik kelasnya, sama seperti Ana.

" Gue selalu merasa bersalah ke Ana sejak kejadian lima tahun yang lalu. Gue sengaja pura- pura enggak mengetahui yang sebenarnya tentang dia dan harus gue akui kalau gue bersekongkol sama Ana buat melukai Nicole," aku Reza dengan jujur. Jordan menarik kerah baju Reza. Mata Jordan menyorot dingin dan tajam pada Reza.

" Nicole itu adik lo," geram Jordan. Reza menyentakkan tangan Jordan dari kerah bajunya dengan kasar.

" Adik tiri yang enggak gue harapkan keberadaannya. Nicole sampai ada karena pilihan yang nyokap gue buat," kecam Reza tak kalah tajam.

" Nyokap dan bokap lo juga penyebab kematian Gran Astonbelt, kan? Terus kenapa Nicole yang harus disakiti?" sentak Jordan membuat Reza bungkam.

" Karena Nicole ada di mobil itu, Jo. Waktu itu bukan hanya gue yang ada di mobil itu. Nicole juga ada di situ. Nicole ada di mobil yang menabrak Gran Astonbelt!" tukas Reza dengan berang. " Gue yakin itulah alasan Ana nyakitin Nicole dan gue juga tau kalo lo pasti juga mikir hal yang sama," lanjut Reza dengan nada yang sudah lebih tenang.

" Dia tau Nicole di mobil itu," gumam Jordan yang sebelumnya tidak pernah menyangka kalau rahasia yang selama ini ia, Nicole, dan Reza simpan mulai dibongkar oleh Ana.

" Tapi dia belum tau kalo gue ada di dalam mobil itu," ucap Reza dengan nada penuh sesal. Jordan menoleh sebentar ke arah Reza lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

" Kira- kira lo tau Lala dimana?" tanya Jordan dengan suara bergetar setelah keheningan yang mencekam beberapa saat. Reza mengangguk cepat.

" Aroma kertas yang dipakai Ana buat nulis semua surat ini sama dengan aroma sungai buatan punya Paman gue. Aroma pohon palem," ucap Reza sambil mengendus- endus kertas itu. Begitu mengucapkan kalimat- kalimat itu, Reza tersentak seolah menyadari sesuatu. Keheningan yang mencekam berada di sekitar atmosfer keduanya.

" Kita buruan nyari Lala," kata Jordan yang bergegas ke garasi disusul oleh Reza.

Sebelum Jordan dan Reza sempat keluar dari rumah Reza, bunyi sirene polisi terdengar semakin mendekati rumah Reza. Jelas saja hal itu menimbulkan keterkejutan di antara keduanya.

" Lo pergi nyari Ana aja. Biar gue kirim via line aja lokasi sungai buatan Paman gue, kalo lo enggak inget. Lo lewat halaman belakang aja, ya," ucap Reza lalu mendorong tubuh Jordan ke dalam mobil Jordan. Dengan sedikit keraguan, Jordan mengendarai mobilnya keluar dari rumah Reza melalui halaman belakang. Sementara itu bunyi tembakan pistol dan sirene polisi begitu menggema.

Demi Tuhan, Jordan berharap tidak akan ada kejadian buruk yang menimpa Ana. Jordan sudah kalang kabut dalam mengendarai mobil. Perasaan panik dan takut begitu mendominasi suasana hati Jordan saat ini.

Butuh waktu 47 menit untuk sampai ke sungai buatan itu. Begitu selesai memarkirkan mobilnya, Jordan hendak masuk ke area sungai buatan itu.

Bunyi sirene ambulans begitu memekakkan telinga. Jordan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam area sungai buatan itu.

Tak lama kemudian, sekumpulan orang- orang keluar dari area sungai dengan menggotong tubuh seseorang. Tubuh orang itu segera dimasukkan ke dalam Ambulans. Jordan menerobos kerumunan untuk bisa melihat tubuh siapa yang digotong ke ambulans.

Saat sang petugas hendak menutup pintu ambulans, Jordan menahannya dan naik ke dalam ambulans itu. Jantung Jordan serasa berhenti berdetak saat melihat wajah Ana yang basah dan kotor karena air sungai. Mata gadis itu terpejam dan terdapat beberapa luka di tubuhnya.

" Saya ikut dengan dia," ucap Jordan tanpa memandang petugas maupun dokter yang ada di ambulans itu.

" Maaf, anda..."

" Jordan Panduwinata," sela Jordan singkat dan dengan nada dingin. Dokter itu bungkam dan tidak mengajukan protes ataupun pertanyaan apapun pada Jordan. Jordan memberikan pesan kepada Anto untuk menjemput mobilnya yang ada di lokasi sungai buatan milik Pamannya Reza.

Ambulans mulai berjalan, sementara sang dokter, petugas, dan beberapa orang perawat mulai bekerja. Jordan memejamkan matanya dan melipat kedua tangannya. Ya Tuhan, jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Ana.

Bagi Jordan, detik- detik di Ambulans merupakan detik terburuk di dalam hidupnya. Dia menyaksikan sendiri keadaan Ana dan bagaimana semua yang ada disini bekerja untuk menyelamatkan Ana, namun gadis itu sama sekali tidak bergeming.

Setibanya di rumah sakit, tubuh Ana langsung dibawa ke ruang UGD. Jordan menghubungi yang lainnya sembari menunggu di bangku yang ada di depan ruang UGD.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Jordan merasa sangat ketakutan. Senyuman tipis Ana, cara gadis itu berbicara dengan sinis, tampangnya yang angkuh pada saat berhadapan dengan Jordan, dan luka- luka yang dimiliki gadis itu menyeruak begitu saja di pikiran Jordan.

Jordan mendengus saat mengingat kebodohan terbesarnya. Kenapa dia begitu lalai dalam menjaga Ana? Kenapa dia malah mementingkan Nicole? Ini semua salah Jordan. Seandainya Jordan bisa berpikir lebih rasional dengan menjaga Ana di rumah, dan tidak menjenguk Nicole, maka Ana tidak akan sampai dirawat di UGD.

" Kak Jordan, gimana keadaan Ana?" suara Yosafat dan Cathy yang terdengar panik menyadarkan Jordan. Di belakang kedua orang itu Calvin, Yohana, kedua orangtua Ana dan kedua orangtua Jordan juga terlihat sedang menghampiri Jordan.

" Dokter belum keluar dari ruang UGD," jawab Jordan datar sementara pikirannya benar- benar sudah kacau. Sangat kacau.

Beberapa jam setelahnya, Dokter baru keluar dari ruangan dan mengatakan hal yang condong ke arah negatif. Perkataan Dokter terngiang di dalam pikiran Jordan, mengenai keadaan Ana yang kritis. Gadis itu koma.

Bahkan satu tetes air mata pun tidak akan bisa menggambarkan kesedihan Jordan. Padahal Jordan sudah mengucapkan permohonannya kepada Tuhan untuk Ana selama perjalanan ke rumah sakit.

Telepon Jordan berdering menandakan ada panggilan masuk. Nomor tak dikenal tertera di sana. Dengan keraguan Jordan menerima panggilan itu.

" Gue ditahan sama polisi, Jo," perkataan dari suara Reza membuat Jordan terpaku.

***

Jordan terbelalak saat mendapati pasangan dari sarung tangan berlumuran darah milik Ana berada di TKP. Dan karena sarung tangan itu pula, Reza dijebloskan ke dalam penjara.

" Lo yakin yang megang pisau waktu itu hanya Ana, kan?" tanya Jordan pada Reza yang sudah tertunduk lesu. Reza mengangguk.

" Jadi kenapa mereka bisa nemuin darah lo?" tanya Jordan yang masih bingung dengan semua yang telah terjadi. Reza menunjukkan lengan bagian atasnya yang tampak jelas ada luka sayatan. Jordan terbelalak saat mendapati luka itu.

" Gue penyebabnya," suara yang selalu terdengar di sekolah pada saat menyoraki tim basket SMA Pancasila. Itu suara Dinda.

" Gue yang mengadukan semuanya ke kantor polisi dan ada sidik jari Reza juga di sarung tangan itu. Darah yang ada di sarung tangan juga sesuai dengan golongan darahnya Reza," sinis Dinda dengan seringaian tajam.

" Luka sayat ini gue dapet waktu gue nerorin teman sekelas gue dan juga Dinda," aku Reza yang terlihat tenang. Dinda percaya begitu saja, sementara Jordan tahu kalau ada yang disembunyikan oleh Reza.

" Apa tujuan lo ngaduin gue ke polisi?" tanya Reza dengan nada dingin melemparkan pandangan tajam kepada Dinda.

" Well, gue mau kita balikkan," ucap Dinda tapi matanya terus tertuju ke arah Jordan yang terlihat acuh tak acuh.

" Jo, lo bisa bebasin gue dari sini?" tanya Reza yang tidak mempedulikan pernyataan dari Dinda.

" Ini ganjaran yang sesuai buat lo," ucap Jordan dingin lalu meninggalkan Reza, setelahnya. Jordan kini tahu semuanya. Dia tahu siapa dalang dan pencipta dari skenario menyedihkan ini.

Dengan perasaan kacau- balau, Jordan mengendarai mobilnya dan meninggalkan penjara itu. Jordan harus melakukan sesuatu yang mungkin akan melibatkan orang tua. Ini harus. Jordan harus melakukannya, jika ingin menyelamatkan orang- orang di sekitarnya. Jordan tidak ingin ada ketersesatan yang terjadi pada orang- orang ini. Harus ada yang meluruskan semua ini. Karena satu- satunya yang tersisa di antara mereka hanyalah Jordan.

Meskipun keraguan masih ada di dalam hati, tapi hati Jordan tetap berkeras untuk meredakan badai yang sedang menggelora di antara mereka. Karena Jordan tahu kalau saat ini dia berada di jalan yang benar sekalipun badai terus mengamuk.

Continue Reading

You'll Also Like

6.2M 483K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
1.2M 117K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
6.7M 284K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.4M 300K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...