SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

By JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... More

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
10~He~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
17~Karakter Tersembunyi~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
23~Sebuah Awal Buruk~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
30~Posisi dia di hatinya~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
54~Di balik Senyum Manis~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
Epilog
NEW GENERATION

45~Persiapan Gencatan Senjata~

1.6K 137 9
By JasAlice



"Gue memang berusaha untuk membiarkan lo dengan yang lain. Tapi, gue gak pernah berkata untuk gak ngejahilin lo lagi."

*
*
*

"Harus banget ya, Ma gantiin guru yang lagi lahiran?"

Diana menghentikan tangannya saat ingin menutup koper. Lalu ia memandang Olyn yang duduk di sisi kasur. Wajahnya terlihat sedih sambil memainkan ujung kaus.

Wanita itu langsung menutup koper sambil berbicara, "Kemarin Mama kan bilang kalau nama Mama gak ada dalam list panitia study tour .Tapi, rekan Mama sudah lahiran dan ternyata lahirnya prematur dengan kandungan baru sekitar 7 bulan." Ia menoleh sekilas. "Jadinya Mama harus gantiin dia."

Tidak ada yang tahu maksud dibalik kesedihan Olyn. Karena gadis itu cukup senang saat tahu Diana akan menggantikan rekan kerja untuk menjadi panitia study tour. Pikirannya sudah berkelana ke mana-mana. Beberapa hari akan ditemani sahabatnya selama di rumah. Punya teman curhat tanpa perlu menunggu hari esok untuk bertemu.

Semuanya akan tampak sama seperti biasa jika suara Diana tidak menginterupsi. "Selama Mama ke Singapura, kamu Mama titipin biar gak tinggal sendirian."

Gadis itu tercengang dengan alis mengkerut. "Kenapa harus dititipin segala Ma? Biasanya kan Olyn ditemenin Kania sama Milly."

"Mama tau, tapi kali ini berbeda. Selama seminggu Mama akan mengurus anak murid untuk tour. Mama mana tega ninggalin kamu sendirian walaupun sama mereka." Ucapnya bergerak menuju lemari mengambil kamera digital. "Kalian perempuan semua." Imbuhnya.

Olyn mendekati sang Mama. "Terus, Olyn mau dititipin di rumah Tante Vita, ya?" tebaknya.

"Kamu lupa ya, kalau kita gak punya saudara dekat di sini?" sontak Olyn nyengir dan merutuki ucapannya. "Lagian Tante Vita di Semarang, Lyn, ke jauhan. Emang kamu gak ada niat mau sekolah?" wanita itu menatap lurus Olyn.

Gadis itu menggaruk kepalanya. "Iya, enggak gitu juga." Bingungnya.

"Kamu Mama titipin di rumah Julian."

"APA?!"

Apakah Mamanya sedang bercanda di malam hari seperti ini? Apa ia salah dengar? Matanya membulat sempurna dan di benaknya tidak terpikirkan Diana akan berbicara seperti itu.

Diana mengernyit. "Kamu ini kenapa? Dengar kata Julian langsung heboh begitu."

Olyn mengedipkan mata berulangkali mencoba sadar. "Mama gak lagi bercanda, kan?"

Diana menjawab santai, "Ya enggak lah..." ucapnya masih diperhatikan Olyn dengan ekspresi sama. "Lagian kita sudah kenal sama keluarga mereka."

Olyn tidak habis pikir dengan Mama nya. Seharusnya, jika ia dititipkan lebih baik ke rumah Mauza. Mereka juga sudah sama-sama saling kenal, apalagi keduanya memiliki hubungan khusus.

"Awas aja kalau kamu bikin ulah lagi." Diana menatap tajam Olyn membuat gadis itu takut.

"Kalau gitu mendingan Ol—"

Ketukan pintu menghentikan ucapan Olyn yang menggantung. "Cepet gih, buka pintunya."

Diana meninggalkan Olyn yang masih bingung di kamar. Wanita itu tidak memberinya kesempatan untuk mengutarakan opininya.

Lalu Olyn berjalan menuju pintu depan dan seketika ia bertambah bingung. "Tante Riana?"

Wanita itu tersenyum sumringah. "Malam Olyn..."

**

"Sekali lagi maaf ya, Mbak atas kelakuan nakal Olyn ke Julian."

Diana menyatukan kedua telapak tangannya di dada, meminta maaf pada Riana yang duduk di sofa yang berbatasan dengan meja.

Disebelahnya Olyn hanya menunduk tak ingin bicara. Ia malu, tapi itu dilakukannya agar harga dirinya tidak jatuh. Itu saja, tidak lebih.

Mereka berdua yang sudah berwajah lemas justru berbanding terbalik dengan Riana yang masih mengukir senyum. "Sudahlah, tidak apa-apa." Ucapnya mengibaskan tangan sambil mengulum senyum. "Lagipula yang dilakukan Olyn udah bener kok, aku suka."

Seketika Olyn mendongak mendapat dukungan Riana. Wanita itu tersenyum simpul. "Sekali-kali Julian harus diberi pelajaran."

Bravooo! Tim pro Gue! Tengkis Tante Riana!

Olyn senyum-senyum sendiri merassa senang ada yang membela dirinya. Untung saja Riana dapat mengerti perasaannya dan semoga juga Diana dapat cepat memahami apa yang dilakukannya tidaklah salah.

"Aku jadi gak enak Mbak,"

"Gak apa-apa. Calon besan jangan gitu," Kekehnya tanpa tau perubahan raut Olyn.

"Besan?"

Spontan keduanya menoleh dan berkata bersamaan, "Bukan apa-apa..." balas mereka mengulung senyum.

Olyn membuang pandangan dan berpikir keras. Calon besan? Maksudnya aku sama Julian, gitu? Yang benar aja.

Olyn mencebikkan bibir melihat bayangan Julian yang menyeringai jahil itu. Sangat menyebalkan.

Gadis itu masih berpikir disaat kedua wanita itu tengah mengobrol. Membiarkan Olyn larut dengan pikirannya. Gadis itu masih berpikir hal wajar tanpa tahu maksud sebenarnya di balik kalimat Riana.

"Besok aku berangkat pagi, Mbak. Jam 6 sudah harus ada di sekolah."

"Mau aku suruh supir jemput?"

Diana langsung mengibaskan tangannya. "Gak usah. Lagian ada bus jemputan khusus guru." Jelasnya membuat Riana mengangguk.

Wanita itu melirik Olyn yang masih diam, lalu menatap balik Diana sambil mengedipkan sebelah matanya.

Diana yang tahu kode tersebut tersenyum usil dan mengangguk. "Sekarang aku lagi bingung, Mbak. Dari sekolah nya minta stand by jam 6. Mungkin, jemputannya sekitar jam 5 lewat dikitlah. Terus, kasihan Olyn gak sempat sarapan dan aku tinggalin dia gitu aja."

"Maklum anak gadis suka telat bangun."

Olyn menajamkan pendengarannya, saat aibnya terbongkar di depan Riana. Wajahnya memerah menahan malu karena wanita itu tertawa pelan.

Aduh si Mama bikin imej aku buruk aja. Pikirnya yang ingin menenggelamkan wajahnya dalam tumpukan bantal sofa.

"Kalau gitu Olyn langsung menginap di rumah aja, ya?"

Secepat kilat ia menoleh ke arah Riana dengan mata terbelalak kaget. "Menginap? Sekarang?" ucapnya spontan tanpa sadar membuat Riana menaikkan sebelah alisnya.

"Iya, sayang."

Ia alihkan pandangannya ke arah Diana yang hanya tersenyum tipis. "Ma?" tatapannya memohon untuk membatalkan ucapan itu.

"Tapi yang dikatakan Tante Riana itu bener lho, Lyn."

Olyn melongo mendengar ucapan yang terdengar begitu santai.

Gadis itu memang sering ditinggal Diana, entah tour atau ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Jika hanya beberapa jam ia tak apa, dan jika bisa seharian atau lebih, kedua sahabatnya akan dengan senang hati menemani.

Tapi masalahnya ada pada ucapan yang meluncur begitu saja oleh Riana. Ia harus memikirkan cara lain. "Tante, di sana ada Julian. Dia gak suka sama Olyn, nanti Olyn cuma mengganggu dia aja."

Riana tersenyum. "Tenang, Lyn... Julian bisa di handle." Balasnya santai membuat tubuh Olyn melemah.

"Olyn susah bangun Tan, kalau gak ada Mama yang bangunin." Biarkan saja aib lainnya terbongkar. Ini lebih baik dibandingkan menjaga imej, sekarang.

"Biar Tante yang gantiin kebiasaan Mama mu," Ia masih tersenyum.

Gadis itu membuka suara kembali. "Ol—"

"Mending kamu beresin pakaian mu, ya. Sebagian udah Mama masukin ke tas besar kamu. Kalau ada yang kurang besok-besok tinggal balik ke rumah."

Untuk kesekian kalinya Olyn kaget mendengar ucapan Diana. Tampaknya kedua wanita itu terlihat kompak. Gadis itu itu menyela namun sudah dipotong oleh Diana.

"Cepat kemasi barang kamu, Lyn. Kasihan Tante Riana mau pulang."

Jawaban itulah membuat mood Olyn malam ini turun drastis... tis... tis... tis...

**

Jika saja Julian tidak sadar apa yang akan ia lakukan. Mungkin tangan yang memegang gelas beling berisi susu cair itu akan tumpah.

Melihat Olyn dan Riana yang berjalan dari ambang pintu membuatnya langsung menghampiri keduanya keluar dari dapur.

"Ma? Ngapain dia di sini?" tunjuk Julian pada Olyn yang cemberut.

Gadis itu ditatap tidak suka Julian yang dibalas tatapan tajam dari Olyn.

Tidak menjawab ucapan Julian, Riana menatap Olyn dan berucap. "Tante naik duluan cek kamar kamu, ya, Lyn. Kamu nyusul aja." Jelasnya membuat Olyn mengangguk. Riana memanggil pembantunya yang langsung menghampirinya. "Tolong Bi bawakan tas ini." Ia menyerahkan tas besar itu. Sedangkan Olyn memakai tas ransel yang berisi peralatan sekolah.

Julian melongo ditinggal begitu saja oleh Riana yang berjalan menuju tangga melewatinya begitu saja. Disampingnya Olyn tertawa keras. "Apa lo!" marahnya tak digubris Olyn.

Gadis itu tersenyum sinis sambil memandangi seisi ruang tamu. Julian yang penasaran pun bertanya, "Ngapain lo di sini?"

Alis Olyn terangkat. "Terserah gue dan bukan urusan lo!"

"Jadi urusan gue lah! Lo masuk rumah gue, bego!"

Olyn berdecak kesal mendapat sambutan yang tidak baik. "Gue mau nginep di sini!" balasnya setengah hati.

"Kok, bisa?" tanyanya bingung dan seketika tersadar. "Atau jangan-jangan lo diusir Tante Diana soal sore tadi, ya?" lanjutnya tersenyum mengejek.

"Enak aja! Mana ada Nyokap gue setega itu."

Pria itu mengedikkan bahunya, "Maybe."

Olyn mengembuskan napas panjang. sudah ia duga, pasti akan selalu ada perdebatan di antara mereka. Setiap hari akan bertemu di sekolah dan malam nya akan bertemu di rumah. Ini ibarat makanan ada pembukanya dan penutup.

Julian mengernyit melihat Olyn maju mendekatinya dan menyeringai. "Mau ngapain lo?" Julian mundur beberapa langkah.

Olyn memainkan alisnya. "Lo kan penasaran alasan gue nginep di sini untuk apa. Bener kan?"

"Terus?"

Olyn semakin maju dan Julian ikut mundur namun kakinya sudah menumbur sofa besar di belakangnya. "Gue..." Olyn mendekati wajah Julian membuat pria itu gugup. "... mau jadi emak tiri lo!"

Gadis itu langsung melengos membiarkan Julian meneriakinya tidak suka oleh ucapan gadis itu.

"Emak tiri? Gue bisa kurus dan jadi gembel kalau niat dia begitu." Gumamnya menggeleng lemah melihat Olyn yang berbalik sebentar menatapnya dan menjulurkan lidahnya mengejek.

Sedetik kemudian seperti ada lampu yang muncul di atas kepalanya, Julian menyeringai dan menggosokkan kedua telapak tangannya. "Sepertinya lo semakin dekat sama gue, Oli." Ucapnya. "Mungkin gue memang jatuh cinta sama lo, tapi ritual gue akan terus berlanjut karena itu suatu kewajiban yang tidak boleh terlewatkan... sedikit pun." Lanjutnya berjalan santai menuju anak tangga menyusul Riana dan Olyn yang lebih dulu ke sana.

**

"Iya Za, mulai malam ini aku tinggal di rumah Julian dan minggu depan baru akan tinggal di rumah ku sampai Mama pulang."

"..."

olyn tersenyum simpul sambil menyenderkan punggungnya dipembatas balkon. "Makasih kamu selalu ngertiin aku, Za." ucap Olyn tanpa beban mendengar suara Mauza yang masih terlihat biasa.

"Oke. kalau gitu kamu istirahat ya, udah malam. selamat tidur..."

Olyn mematikan ponselnya dan berbalik menuju pintu kamar barunya. ia terpekik melihat Julian yang menangkup wajahnya dengan kedua tangan di balkon tepat sebelah kamarnya. "Hai, cewek... sendiri aja." ia mengedipkan sebelah matanya membuat Olyn jengah.

"Apa sih! ganggu orang aja."

"Bukannya lo tadi ganggu Mauza di jam 11 gini?" ucapnya balik.

olyn berdecak kesal. "Terserah gue dong dia kan cowok gue."

Julian mengangguk mengerti dan menegakkan kembali tubuhnya. "Iya sih, bodo amat juga mau lo telepon dia jam berapa pun." balasnya mengedikkan bahu dan menguap sebentar. "Udah malam, gue duluan ya." lanjutnya sok ramah dan masuk ke kamar tidak lupa menutupnya.

"Malesin banget kamar aku sebelahan sama dia." Olyn melengos memasuki kamarnya dan tidak lupa menutup pintu balkon.

Gadis itu menaruh ponsel di atas nakas, lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Kelopak matanya yang akan tertutup kembali sadar saat pintu kamarnya diketuk dan membuatnya mengernyit bingung.

Ia pun berjalan menuju pintu dan membukanya dan melihat tidak ada orang. Saat pintu akan tertutup , ia melihat secarik kertas di bawah kaki. "Dari siapa?"

Olyn mengambil kertas putih itu sambil menutup pintu kamar. Berjalan menuju kasur dan duduk di pinggir.

Hai, gue tetangga baru lo di kamar sebelah.

Olyn memutar bola matanya kesal mengetahui identitas penulis surat ini.

Gue cuma mau sampein, semoga lo suka dan betah tinggal di sini.

"Sok akrab!"

Lalu ia melanjutkan kembali bacaan dengan kalimat yang ditulis rapi dan indah. Kalau dibandingkan dirinya, tulisannya sangat jelek. Olyn jadi sedikit malu mengetahui tulisannya kalah rapi sama seorang pria.

Oh, iya, satu lagi. Sebenernya kamar yang lo tempati udah lama gak dipakai. Coba perhatiin interiornya, masih banyak yang kosong kecuali barang lo yang ngisinya.

Glek!

Ia baru menyadari bahwa kamar barunya tidak terlalu banyak barang. Seperti misalnya foto keluarga atau pun pernak-pernik lainnya. Semuanya terlihat polos namun rapi.

Olyn memberhentikan sebenerntar bacaannya. Menelan salivanya merasa tegang dan aura negatif mulai menyelimutinya.

Gue yang bersebelahan dengan kamar lo sering dengar suara cewek nangis. Apalagi suara itu muncul sekitar jam 12 malam.

"Duh, kok jadi merinding ya?" Olyn mengusap tengkuknya dengan pandangan khawatir.

Bukan suara cewek aja yang sering gue denger. Pintu balkon kadang-kadang kayak ada yang ngetuk dan itu jelas banget di telinga gue. Itu biasanya muncul sekitar jam 2 dini hari. Gue harap lo tetap bisa tenang Oli.

Wusss...

Olyn menoleh cepat melihat gorden pintu balkon tertiup angin. Tubuhnya merinding dan seolah kaku.

"HUAAA MAMA..."

Olyn menarik cepat selimutnya menutupi keseluruhan tubuh hingga kepala dan langsung memilih tidur. Dalam hati melafakan doa meminta perlindungan Yang Maha Esa.

Ia termasuk tipe yang penakut kalau tinggal sendirian di kamar. Tapi jika saja Julian tidak mengirim surat itu, mungkin ia tidak akan terbayang akan sesuatu yang menakutkan.

**

Lain halnya dengan Julian, pria itu justru terpingkal-pingkal di kasur saat mendengar suara Olyn dari balik tembok. Setelah mengirim surat itu, ia memasang telinganya tajam untuk mendengar respons gadis itu.

"Ya ampun... lo mau aja gue tipu," Ucapnya masih tertawa.

Semua yang ada dalam isi surat itu hanyalah tipuan semata untuk menakuti Olyn.

"Malam ini terasa berbeda saat tau lo begitu dekat dengan gue Oli," Julian merebahkan tubuhnya sambil menatap langit kamar. "Lo semakit dekat untuk gue jahilin, ha ha ha." Lanjutnya menggeleng memikirkan berbagai peluang untuk melakukan gencatan senjata selanjutnya.

**

Mari berteman!

Follow IG: jasmineeal

Follback? DM sajaaaa

Line :alicea03

Continue Reading

You'll Also Like

10.7K 637 35
[LENGKAP] berkisah tentang sebuah kelompok orang bego yg ingin menjadi lebih bego,sekian terima Luffy ini cerita pertama ku jadi jangan terkejut ya k...
604K 100K 72
[Buku tersedia di toko online Diandra Kreatif via Website, WhatsApp, Tokopedia, dan Shopee. Info in profile.] A story that guide you to be a cool 'Ma...
64.5K 4.4K 63
Memuat berbagai informasi tentang kesehatan yang dibalut dengan pengetahuan, fakta unik, dan wawasan terkait ilmu medis.
4.3K 1K 23
[ SEBELUM MEMBACA, DIHARAPKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU ! ] > Based on True Story > Mengandung kekecewaan dan patah hati yang berkepanjangan Dengan lanc...