[Para] Tentara Langit

By DHoseki

44.2K 8K 3.2K

Kalian bisa pergi dari tempat itu. Tetapi dengarlah, kalian tidak akan mudah untuk kembali. Dan kalian datang... More

Bagian 1 - Sang Tuan Putri
1.1
1.2
1.3
Bagian 2 - 'Predator'
2.1
2.2
2.3
Bagian 3 - Gadis Jepang
3.1
3.2
3.3
Bagian 4 - Fisikawan Gila
4.1
4.2
4.3
Bagian 5 - Zeebonia
5.1
5.2
5.3
Bagian 6 - Perompak
6.1
6.2
6.3
Bagian 7 - Bocah Akhir Jaman
7.1
7.2
7.3
Acacio Academy
001- Acacio Academy
002 - Acacio Academy
004 - Acacio Academy
005 - Acacio Academy
006 - Acacio Academy
007 - Acacio Academy
008 - Acacio Academy
009 - Acacio Academy
010 - Acacio Academy
011 - Acacio Academy
012 - Acacio Academy
013 - Acacio Academy
Pojok Cerita

003 - Acacio Academy

593 147 73
By DHoseki

"Boleh sekali lagi kubilang kalau aku benar-benar benci bocah tengik itu?" Jaac merengut sembari keluar dari area halaman asrama putra. Murid-murid lain tampak ramai riuh rendah berlalu-lalang di sekitar mereka, tampak baru kembali atau akan pergi ke suatu tempat.

Jaac menatap Atreo yang hanya memutar bola mata menanggapinya. Itu reaksi yang baru, setelah sepagian ini bocah itu tampaknya menganggap kalau Jaac seolah-olah tidak ada. Mungkin, setelah diingat-ingat, karena Jaac terus mengatakan hal yang sama puluhan kali sampai saat ini, cukup untuk membuat Atreo tidak tahan untuk tetap menganggapnya tak kasat mata.

Tetapi itu bukan salah Jaac. Anak yang dia maksud memang sangat menyebalkan. Atreo juga anak yang menyebalkan, tetapi dia masih jauh lebih baik ketimbang teman sekamar mereka yang sangat kurang ajar.

Ha, Jaac bahkan tidak tahu siapa namanya.

"Hei! Jaac!"

Jaac mengalihkan perhatian ketika seseorang memanggilnya, dan itu aneh karena dia tidak mengenal siapapun selain Atreo di sini. Oh, ya, dia kenal. Para anak perempuan.

Jaac balas melambai pada seorang gadis kecil berambut keriting yang baru saja menyapanya dari kejauhan, dan di sekitarnya terdapat lima anak lain yang berjalan dalam kelompok.

Hei, ada satu anak perempuan baru di antara teman-teman perempuannya. Siapa dia?

Jaac dengan semangat berlari kecil mendekati Aalisha—si gadis kecil berambut keriting—yang menawarkan sebuah senyuman lebar yang mendadak mencerahkan pagi kelabu Jaac. Di sampingnya, Alka melambai kecil dengan seulas senyuman manis.

"WOOOW!" seru Jaac ketika menyadari keberadaan Alka.

"Kamu benar-benar terlihat cantik dengan rambut yang digerai, Alka! Wow, kamu terlihat berbeda!" puji Jaac dengan mata yang membola.

Jaac tidak bohong, Alka benar-benar tampak segar dengan rambut bergelombangnya yang digerai. Sebelumnya, rambut gadis itu digelung tinggi dengan pilinan-pilinan rumit dan sebuah mahtoka kecil, seperti putri-putri dalam kartun kesukaan keponakannya. Alka dengan rambut tergerai dan dipadukan dengan seragam yang baru, benar-benar membuatnya menjadi sosok yang berbeda.

"Terima kasih," jawab Alka percaya diri. Sepertinya pujian barusan bukan yang pertama kali untuk Alka.

"Dan, siapa teman baru kita ini? Aku baru melihatnya?" Jaac mengalihkan pandangan pada si anak perempuan baru yang berdiri di belakang Alka.

Tubuh perempuan itu hampir setinggi Elsi dan rambutnya yang kuning tampak begitu mencolok. Dalam jarak sedekat ini, Jaac bisa melihat matanya berwarna kuning atau hijau, Jaac tidak bisa memutuskan yang mana, atau mungkin keduanya—kuning kehijauan. Dan mata itu bersinar begitu cemerlang, mengingatkannya pada mata kucing.

"Haloo! Ya, kita baru bertemu kali ini!" sapa dia membalas perkataan Jaac.

Gadis itu mengembangkan senyuman yang tampak begitu cerah dan ceria. Di satu sisi, Jaac sempat merasakan aura angkuh pada diri gadis itu, aura yang hampir sama angkuhnya dengan aura yang Elsi miliki. Tetapi wajahnya kali ini menyiratkan kehangatan dan keramahan yang luar biasa. Dan mata kucingnya itu menatap Jaac dengan begitu antusias.

"Namaku Lea." Gadis itu sedikit mendorong badannya maju ke sisi tubuh Alka, mengulurkan tangan, yang tentu saja langsung Jaac sambut dengan senang hati.

"Jaac," balas Jaac bangga.

Lea melepaskan jabatan tangannya, mengalihkan pandangan antusias itu ke arah belakang Jaac. "Dan, siapa laki-laki manis itu?" tanyanya.

Aalisha menahan tawa yang sialnya berubah menjadi cekikikan sementara Alka juga berusaha melakukan hal yang sama. Jaac berbalik, menemukan Atreo mendengkus dengan wajah yang sama sekali tidak mengenakkan untuk dikonsumsi oleh matanya setelah melihat cahaya terang benderang dari wajah Lea.

"Aku sama sekali tidak manis," gerutu Atreo.

Jaac membentuk sebuah senyuman miring tanpa sadar, geli sendiri melihat wajah mengerut Atreo.

Jaac sangat tidak ingin mengakui ini, tetapi jujur saja, Atreo memiliki wajah yang mirip sekali dengan wajah Akra. Bedanya, wajah bocah tujuh tahun itu tertempel nyaris sempurna pada seorang anak laki-laki dengan umur mungkin sekitar tujuh belas atau delapan belas tahun. Benar-benar aneh melihat wajah polos bayi satu itu di tubuh seorang remaja belasan tahun.

Sebenarnya, Jaac mungkin saja akan menobatkan Atreo sebagai teman baiknya untuk menjelajah di tempat ini. Terutama ketika dia nyaris mengira bahwa Atreo adalah Akra yang sudah dewasa—semirip itulah penampakan mereka—sebelum dia mengingat kalau mereka punya nama yang berbeda.

Sebelum kemudian, di wajah polos keponakannya itu, Atreo menunjukkan wajah yang super duper mengesalkan. Kesombongan dan keangkuhan luar biasa yang entah darimana datangnya. Ditambah bonus lagi, Atreo benar-benar begitu amat sangat egois dan keras kepala. Oke, itu berlebihan. Tapi anak itu sungguhan tidak tampak tertarik pada apapun di sini, selain pada dirinya sendiri.

Haduh, amit-amit saja kalau Akra tumbuh menjadi besar dan menjelma menjadi Atreo. Akra terlalu manis dan polos untuk menjadi si sombong Atreo.

"Hei, Jaac, kenapa aku tidak melihat kalian datang ke kantin untuk sarapan?"

Pertanyaan Aalisha mengalihkan perhatian Jaac dari Atreo, membuatnya kembali menatap ke depan, ke arah para anak perempuan.

"Hah? Ada sarapan?" tanya Jaac bingung.

Itu hal baru. Jaac hampir tidak pernah sarapan, karena baginya siang dan malam tidak memiliki perbedaan. Dia bekerja ketika harus bekerja, dan tidur ketika butuh tidur. Jaac nyaris tidak membutuhkan penanda waktu lagi selama hidupnya, kecuali jika dia harus menghadiri pertemuan-pertemuan tertentu yang mengharuskannya datang di waktu tertentu.

"Kalau kamu mendengar bel sekitar satu atau satu setengah jam yang lalu, itu adalah bel penanda waktu sarapan, Jaac." Alka yang menjawab.

Jaac mengingat-ingat, kemudian bersumpah serapah pelan.

"Jadi itu kenapa anak laki-laki sialan itu keluar dari kamar ketika mendengar bunyi bel." Jaac mengusap rambutnya yang rapi tergelung. "Kenapa dia begitu menyebalkannya!" geram Jaac gemas.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Aalisha. Matanya membola penuh perhatian, bersinar-sinar ingin tahu. Ah, Aalisha memiliki mata yang sangat mirip dengan Akra, benar-benar polos, penuh rasa ingin tahu, dan selalu takjub.

Bisa tidak mata Aalisha ditukarkan dengan mata Atreo?

"Yah, well. Sepertinya kami melewatkan sarapan. Kami masih berkutat dengan seragam aneh ini dan tidak ada yang memberi tahu kalau bel itu adalah penanda waktu sarapan." Jaac sedikit menarik baju seragamnya.

Itu juga tidak bohong. Jaac dan Atreo memang sempat mengalami masalah dengan seragam. Sudah lama sejak terakhir kali Jaac memakai seragam selain jas lab, itu salah satu alasannya. Alasan yang lain adalah karena seragam ini mempunyai model yang sangat unik. Dan yang lebih parah, Atreo malah tampak seperti baru pertama kalinya melihat seragam.

Jaac terpaksa harus memperhatikan anak-anak yang berlalu lalang di depan kamarnya selama beberapa lama sampai akhirnya mampu memutuskan bagaimana seragam itu seharusnya dipakai. Terima kasih pada teman sekamar menyebalkan yang semuanya tidak berguna. Entah Atreo, entah anak laki-laki peduli-setan-siapa-namanya yang di mata Jaac punya reputasi lebih buruk dari Atreo.

"Tidak ada yang memberi tahu kalian bagaimana seragam itu dipakai? Teman sekamar kalian?" tanya Lea prihatin.

"Tidak, dia sangat menyebalkan," jawab Jaac sambil memanyunkan bibir. "Rasanya aku ingin menonjoknya," lanjut Jaac dalam gerutuan.

Lea tertawa. "Itu aneh. Anak-anak selalu tertarik pada Ballard. Sudah hampir jadi peraturan tidak tertulis kalau anak-anak akan memberi bantuan apapun pada murid-murid dari Ballard. Siapa anak yang sangat menyebalkan ini?" tanyanya.

Jaac mengernyitkan dahi mendengar penuturan Lea. Kedengarannya Ballard begitu istimewa?

Sebelum dia sempat bertanya apa yang mengganggunya, Jaac mendapati Aalisha tersenyum manis, seperti memberi sinyal agar Jaac tidak menanyakan sesuatu. Aalisha mengedipkan mata besarnya dengan penuh arti, dan entah kenapa Jaac memahaminya bahwa Aalisha yang nanti akan memberi penjelasan pada Jaac tentang apapun itu yang ingin Jaac tanyakan.

Jaac kembali menatap Lea yang masih menatap dengan antusias, kemudian dia mengangkat bahu pelan. "Seorang anak laki-laki berwajah cantik dengan rambut berwarna pirang terang, bibir merah muda yang tidak digunakan kecuali untuk berkata kasar, mata yang selalu melihat dengan pandangan merendahkan, dan ekspresi bawaan sejak lahir yang sangat menyebalkan. Ya, aku yakin dia dilahirkan dengan ekspresi seperti itu." Jaac berkacak pinggang sambil mengembuskan napas.

"Wow," mata Lea tampak semakin antusias. "Sepertinya aku mengenal orang itu. Apa dia lebih tinggi dari Atreo tapi sedikit lebih rendah darimu?"

"Ya."

"Apa dia mengatakan kalian bau saat pertama kali bertemu?"

"Oh! Ya! Ya!"

"Apa ada kemungkinan dia melakukan suatu kesalahan atau kecerobohan tetapi dia tidak mau mengakuinya."

"Tentu saja! Ya! Dia menghancurkan headphone-ku!" Jaac berapi-api menjawab Lea. "Oh, Lea. Sepertinya kamu benar-benar tau siapa bocah itu," lanjutnya.

Lea tertawa keras, kemudian menatap Jaac prihatin. "Maafkan aku, teman. Tapi sepertinya kalian berdua tidak beruntung karena menjadi teman sekamarnya."

Jaac mengembuskan napas dengan pasrah. "Aku sudah tahu itu saat pertama kali bertemu dengannya."

"Kalian kelihatannya akan sangat kesulitan. Siapa dia, Lea?" tanya Aalisha ikut prihatin.

"Namanya Liam. Yang perlu kalian tahu, dia adalah seorang laki-laki dengan harga diri sangat tinggi. Dia punya banyak sekali hal yang dibenci, sampai kupikir tidak ada di dunia ini hal yang tidak dia benci. Tetapi sebenarnya dia hanyalah bocah yang sangat ... hmm, bagaimana mengatakannya. Yah, dia tidak jahat, hanya menyebalkan," kata Lea. "Tidak perlu berurusan dengannya. Kalau ada hal yang mengganggu kalian atau ingin kalian tanyakan, datang saja padaku," lanjut gadis itu, diakhiri dengan senyuman lebar yang begitu menawan.

Ah, Lea benar-benar malaikat.

Bel tiba-tiba kembali berdentang, kali ini lebih sebentar dari dentangan penanda waktu sarapan.

"Baiklah teman-teman, kelas akan segera dimulai. Kita bertemu lagi nanti," kata Lea. "Sampai jumpa." Gadis itu melambaikan tangannya lalu berbalik. Tampaknya dia melihat kenalannya, karena setelah itu, dia berlari kecil menghampiri sekelompok orang.

"Kelas?"

Pertanyaan Jaac membuat Aalisha dan Alka mengembalikan atensi setelah secara bersamaan, menoleh untuk melepas kepergian Lea.

"Jadi, ada yang ingin menjelaskan padaku apapun itu yang telah kulewatkan?" tanya Jaac.

"Sambil jalan." Elsi menjawab pendek, kemudian mengambil langkah menuju ke arah kastil. Kaori cepat-cepat mengekori, dan Zeeb menjadi orang kedua yang mengikuti jejaknya.

"Ya, kita harus segera ke aula, jadi sambil jalan saja," kata Alka hangat, mencairkan hawa dingin yang keluar bersamaan dengan keluarnya suara Elsi. Aalisha mengangguk-angguk sambil tersenyum simpul.

"Kenapa kita harus ke aula?" tanya Jaac. Dia segera mengambil langkah ke samping Aalisha yang sudah mulai berjalan bersama Alka di barisan belakang.

"Satu-satu, Jaac." Aalisha terkikik kecil. "Jadi, darimana kita harus mulai menjelaskan?" tanya gadis itu.

"Kurasa, dari sistem kelas?" timpal Alka. Dia tampak begitu bersemangat hari ini, tidak seperti kemarin. Wajahnya terlihat lebih sehat dan matanya tampak terang, sementara sehari sebelumnya, dia terlihat yang paling linglung di antara mereka. Setidaknya, yang paling linglung kedua setelah Kaori.

Aalisha mengangguk. "Kami juga belum tahu banyak, hanya sedikit informasi dari Lea. Tapi kira-kira, seperti yang dikatakan kepala sekolah. Ini adalah sekolahan, karena itu kita akan terbagi dalam kelas-kelas untuk mengikuti pembelajaran," ujarnya memulai pembahasan.

"Jadi, kelas kita di aula?" tanya Jaac bingung.

"Sebenarnya kurang tepat, tapi bisa dikatakan begitu juga," jawab Alka. "Kita belum memilih kelas, jadi sebelum kita menentukan kelas mana yang ingin kita pilih, kita akan melakukan pembelajaran di aula," lanjutnya.

Jaac mengangguk-angguk. "Aku tidak tahu seperti apa macam-macam kelas di sini, tapi kedengarannya menyenangkan. Untuk meningkatkan skill? Itu memang bekal yang dibutuhkan untuk bisa mencapai naik ke level selanjutnya."

Aalisha terlihat memutar bola matanya. "Jaac, aku tidak mengerti tentang game-game yang kamu katakan, tapi sepertinya kamu masih menganggap ini game itu? Dan ingatkah kamu kalau semalam kepala sekolah mengatakan bahwa ini bukanlah game?"

Jaac berjengit pelan, tidak menyangka akan ada yang mengatakan itu padanya.

"Jadi, bisakah kamu berhenti mengakatan hal-hal yang tidak kumengerti?" tanya Aalisha. Dia menggembungkan pipinya, tampak seperti Akra yang tengah merajuk ketika Jaac tidak memberikan robot-robot yang dia inginkan.

Jaac menyeringai. "baiklah-baiklah," katanya.

Sejujurnya, sampai saat ini, Jaac masih tidak yakin kalau ini bukanlah game. Jika memang bukan, lalu apa? Hipnotis? Jaac berada di bawah pengaruh hipnotis? Orang mana di jaman ini yang masih melakukan trik psikologis seperti itu untuk orang awam?

Ataukah Jaac tengah bermimpi? Tetapi, kenapa ingatan terakhir Jaac adalah berjabatan tangan dengan seseorang yang tidak dia kenali? Dan tepat setelah Jaac minum kopi?

Tunggu, apakah waktu itu Jaac sudah minum kopi? Atau belum?

Jaac menyipitkan matanya, merasa ingatannya terasa meragukan. Ini sedikit aneh, Jaac tidak ingat terlalu jelas apa yang terjadi waktu itu.

Tapi, jika ternyata ini sungguhan game, karena Aalisha tidak menyadarinya, apakah itu berarti Aalisha adalah NPC? Atreo juga mengatakan bahwa ini bukanlah game, dan itu berarti dia juga NPC? Lalu, selain Jaac, siapa player di sini? Atau paling tidak, beta-tester selain Jaac? Seharusnya ada, bukan?

Jaac mengerutkan kening ketika isi perutnya mengelarkan suara.

"Uhm, gais, kalian tidak lupa kan, kalau kami belum sarapan? Apa tidak ada makanan lagi?"

|°|°|

Fun facts:
Di versi sebelumnya, Lea muncul lebih awal. Anak-anak pertama kali bertemu dengan Lea dan Liam sewaktu berpapasan di depan ruang kepala sekolah. Keduanya baru keluar sedangkan anak-anak ini baru akan masuk. Lea dikenalkan saat itu juga, mengingat kepribadiannya yang sangat ramah.

Sementara itu, Liam dikenalkan kemudian, ketika Jaac dan Atreo pertama kali memasuki kamar mereka. Dan di sanalah Liam membuat kesan menyebalkan bahkan dalam pertemuan pertama. Sayangnya, bagian itu harus saya hilangkan karena terlalu mengulur alur cerita.

Tapi, meski Liam sudah dikenalkan, sepanjang Para Tentara Langit, dia hanya disebut dan diingat sebagai si pirang menyebalkan. Namanya baru muncul perdana di Kami Tentara Langit aka bagian kedua dari Tentara Langit.

Jadi, di satu sisi, pertemuan pertama Liam dan Jaac-Atreo dihilangkan, sementara di sisi lain, nama Liam dipublikasikan lebih awal ^^

Semoga part ini berhasil saya tulis dan sampaikan dengan baik ><

09Jun20-rev

Continue Reading

You'll Also Like

241K 9.9K 32
Nakala Sunyi Semesta Setelah tragedi di rel kereta api malam itu Kala di buat heran dengan hal aneh yang terjadi pada nya, kala pikir malam itu dia m...
13.5K 735 27
Cerita ini dimulai dari perjalanan tiga mahasiswa tingkat akhir yang ingin melakukan pendakian sekali lagi sebelum melepas status mahasiswa mereka. T...
31.7K 2.2K 26
Terinspirasi dari kisah cinta dan patriotisme salah seorang pahlawan Revolusi Indonesia, Kapten Czi Pierre Andries Tendean. cerita ini hanya fiktif...
2.4M 170K 49
Ketika Athena meregang nyawa. Tuhan sedang berbaik hati dengan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki masa lalunya. Athena bertekad akan memperb...