SongFic Chansoo Event [END]

By BigBoss_BB

71.2K 8.6K 4.9K

? 1st Anniversary Acc (Chansoo) JOIN FOR FREE!! ? IT'S TIME FOR ME TO READ UR STORY BERANI PLAGIAT, BUANG AJ... More

Say hi to all Author and Reader...
???? RULES ????
πŸ‘» TAHAPAN πŸ‘»
???? IDE (CLAIM SONG)????
πŸ‘» FF (PENULISAN) πŸ‘»
πŸ‘» PENILAIAN πŸ‘»
πŸ‘» REWARDS πŸ‘»
πŸ‘» LIST PESERTA πŸ‘»
πŸ‘» List Peserta Fix πŸ‘»
(1) Peter Pan
(2) Die Kraft der Liebe
(3) He Is Real
(4) For Life
(5) U're
(6) Baby Don't Cry
(7) I sing for you
(8) I Remember
(9) Stay
(10) Too Late
(11) Raspberry Sorbet
(12) Lucky Ones
(13) My First (ELECTRIC) Kiss
(14) Its My Turn
(15) Verleiding
(16) F.R.I.E.N.D
(17) Walk On Memories
(18) OVERDOSE
(19) BLACK JACK : Bloody Nightmare
(20) I Can't Stop Loving You
(21) Unperfect Marriage
(22) Me, You, and Our destiny
(23) Twenty Four
(24) Fall
(26) Forever
(27) You Hurt Me
(28) Winter Heat
β›” INFO β›”
PENUTUPAN VOTE
????SORRY????
πŸŽ‰ WINNER 🎊

(25) What U do?

1.7K 272 40
By BigBoss_BB

What U do?

Originally written by @Rosesntna
Genre: Fluff | Rated: PG-17 | Length: One shoot | Cast: Chanyeol n Kyungsoo
What U do – EXO The War 4th Album

————

.

C H A N Y E O L belum pernah mengecap rasanya ciuman pertama.

Kata orang rasanya seperti menyesap kembang gula—manis dan mencandu, pun sebagian orang keukuh pada opini bahwa ciuman itu menjijikan karena mulut setiap manusia setidaknya memiliki beribu-ribu kuman, dan itu cukup menganggu ketika menyadari kalian—secara tidak sengaja—saling berbagi organisme mikropis itu.

Jadi bagaimana rasanya ciumana pertama? Katakanlah Chanyeol adalah lelaki dua puluhan paling kikuk di era milenial ini, tapi itu tidak akan merubah ketidak tahuannya soal mencium seseorang. Lupakan saja kata ciuman, bahkan ia sendiri tidak pernah berhubungan dengan romansa, terlebih antek-anteknya. Sampai sekarang pun ia tidak pernah memiliki hubungan khusus bersama perempuan ataupun laki-laki manapun.

Jadi Chanyeol tidak pernah membayangkan, setidaknya sebelum ia bertemu dengan Do Kyungsoo.

Awal kali bertemu, Chanyeol langsung membuat catatan kecil di sudut otaknya bahwa seorang Do Kyungsoo adalah orang paling polos di muka bumi ini. Namun rasanya Chanyeol perlu cepat-cepat membersihkan sudut otaknya—karena sungguh, catatan-catatan soal Do Kyungsoo yang selama ini ia buat ternyata salah. Salah besar. Kesalahan paling fatal yang seharusnya sungkan dibuat saking kelirunya.

Jadi faktanya, Kyungsoo adalah pencium yang handal—

Dan itu tidak bisa disangkal lagi, setidaknya saat Chanyeol merasakan ada listrik bertegangan tinggi sesaat setelah bibir itu menyentuh miliknya; bagaimana si mungil itu mengulum bibir atas dan bawahnya seolah ia tengah menikmati permen loli rasa strawberry. Dan rasanya ia nyaris kehilangan pijakan andai Kyungsoo tidak mendorongnya hingga punggung mendempet dinding, tangan di pinggang, dan bulu romanya tegak meremang.

Chanyeol tidak bisa mendefiniskan bagaimana rasanya. Yang ia tahu adalah ia merasa terbakar— walaupun jemari-jemari kecil yang bergerilya di tengkuknya terasa dingin serupa es. Ataupun esensi seorang Do Kyungsoo yang kini balik mendempet dinding karena Chanyeol mulai mengambil alih gerakan mereka; Chanyeol mengikuti instingnya yang mengatakan jika ia perlu melakukan ini, atau Kyungsoo akan melakukan hal-hal lainnya.

Lalu ciuman pertamanya, tergambarkan seperti tetesan embun yang diberi lemon;

Ciuman itu lugu dan terasa seperti meletup-letup. Tidak seperti cerita Kris yang berkata kalau ciuman itu liar, dimana keduanya saling gigit dan menelan. Tidak pula seperti Minseok yang mana ciumannya terasa seperti perpisahan lantaran Jongdae—kekasihnya—pergi ke London. Maka ciuman pertamanya lebih terasa seperti sentuhan seringan bulu angsa, pun dengan gerakan yang dalam dan memabukan. Segalanya bergerak lamban dan lamat-lamat seolah jika Chanyeol membuka mata satu senti saja, maka Kyungsoo akan pergi dan Chanyeol merasa kehilangan sesuatu yang mendadak sudah jadi kesukaannya.

Namun sepertinya, segalanya memang punya durasinya sendiri. Kyungsoo mendorong dada Chanyeol pelan, dan dengan enggan Chanyeol melepas pagutannya, lantas bertanya dengan nada tidak rela, "Ada apa?"

"Bibirmu kering, seperti bulan Januari."

Chanyeol menunduk. Atensi terarah penuh pada wajah cemberut Kyungsoo yang tangannya masih terkalung indah di leher yang lebih tua. Lantas Chanyeol mengecap bibirnya sendiri dan mengutuk ketidaktelatenannya dalam mengaplikasikan pelembab tiap malam. "Em, yeah—kita bisa berhenti, j-jika kau tidak—"

Delapan. Hanya cukup delapan kata sebelum Kyungsoo menyentuhkan bibir mereka ke dalam satu garis lurus yang bersinambungan. Ia bahkan tidak berniat mendengarkan ucapan Chanyeol lebih dari itu dan memilih untuk mengecap rasa yang sama milik si pemuda Park; campuran dari kafein dan sedikit rasa paper mint karena ia baru saja menelan sebutir tic tac.

Ah, rasanya Chanyeol dapat kehilangan akalnya kapan saja.

Mungkin—karena jika Chanyeol masih mempertahankan akalnya sekarang, maka ia tak seharusnya mencium muridnya sendiri.

.

.

.

.

.

Orang bilang, cinta itu tidak pandang alasan.

Bagi mereka yang tengah dilanda asmara, semua hal nyaris dianggap legal; cinta adalah sebuah pemberanian diri untuk melewati batas yang kadang sering jadi halangan, cinta adalah bentuk dari kejujuran diri untuk membuka semua tabir yang mana tak jarang sarat akan kebohongan.

Dan cinta adalah bentuk afeksi yang tabu namun mengundang untuk dicari tahu.

Oleh karenanya seorang Do Kyungsoo berpegang teguh pada satu paham;

Ia boleh mencintai siapa saja. Masa bodoh dia perempuan, laki-laki, atau bahkan alien dari planet Yupiter sekalipun—karena cinta itu tidak pandang alasan. Sehingga ketika ia dilempari banyak pertanyaan seputar kisah percintaannya dengan gurunya sendiri, maka Kyungsoo tak akan tanggung-tanggung dalam menjawab. Bermodal dengan pahamnya barusan, ia rasa tidak ada yang salah untuk mencintai seorang Park Chanyeol.

Iya, Park Chanyeol---pemuda umur dua puluh tujuh tahun, guru Fisika yang digadang-gadang menjadi the-most-wanted-teacher tahun ini di sekolahnya, yang dianugrahi Tuhan rupa khas pahatan dewa-dewa Yunani. Mata cemerlang, surai hitam yang kerap tampil tampan dengan olesan gel rambut, tubuh tegap tinggi dan menggugah, dan orang yang bengseknya sudah mondar-mandir di pikiran si badung Do Kyungsoo—kurang lebih beberapa bulan terakhir.

Park-ssaem yang tampan. Park-ssaem yang manis. Park-ssaem yang gagah.

Park-ssaem.

Park-ssaem.

Jika di dunia ini ada yang namanya rumah sakit khusus orang-orang yang tengah jatuh hati, maka Kyungsoo akan didiagnosis penyakit 'Park Chanyeol' positif plus-plus kuadrat. Karena demi apa, anak kelas dua sekolah menengah atas itu kerap kali mendapati wajah gurunya itu terpampang di dalam mimpi, menghantui tiap malamnya, dan tak jarang tampil menjadi bintang utama dari mimpi basahnya.

Ok, tolong dimaklumi. Remaja itu punya hormone yang berlebih, jadi jangan salahkan Kyungsoo kalau ia sering membayangkan tubuh gurunya itu mengukungnya dari atas, dan ciuman-ciuman tak dapat terelakan, dan berlanjut dengan sesi panas yang membakar jiwa dan raga.

Park-ssaem.

Ah, Park-ssaem

"Do Kyungsoo! Keluar dari kelasku, sekarang!"

Kyungsoo tersentak, kaget luar biasa saat teriakan itu menggema di dalam choclea dan mengirim impuls sehingga kini ia tersadar penuh, tertinggal di dalam angan-angan kosong, lantas tersadar jika kini seluruh kelas tengah menatapnya dengan ekspresi menahan tawa.

Oh, dan jangan lupakan sorot mata si tersangka lamunan, Park Chanyeol, yang kini tengah memandangnya garang di depan kelas.

"Jika kau merasa bosan dengan caraku mengajar sampai-sampai kau tertidur, lebih baik kau keluar dari sini, Tuan Do."

Lalu kelas bergemuruh dengan tawa.

Kyungsoo masih berada di ambang kesadaran saat dengan lancangnya Chanyeol melangkah mendekati mejanya. Wajah itu mendekat, tubuh membungkuk menyetarakan pandangan untuk menatap wajah si pemuda Do.

"Masih belum bangun juga eh?" dan satu seringai terangkat, tapi secepat kilat berubah jadi bibir datar yang membeku dalam suasana. "—sepulang sekolah, kantor guru."

Kyungsoo mengerjab, berniat buka suara saat bel berdering nyaring tanda jika pelajaran harus berakhir saat itu. Dari sudut pandangnya ia bisa melihat Chanyeol yang mundur selangkah dengan wajah datar yang belum berubah.

"Baiklah, cukup untuk hari ini anak-anak. Nikmati waktu makan siangnya," dan tatapan itu masih menumbuk ke satu titik yang sama,"—kutunggu di ruanganku, Tuan Do. Kuharap kau tidak tertidur lagi nanti."

Dan semuanya terasa semakin mengabur saat punggung lebar itu menjauh, tertelan di ambang pintu.

.

.

.

.

Chanyeol punya banyak waktu tersisa di usianya yang tengah dalam masa matang.

Namun demi apa, ia tidak pernah mencoba menikmati waktunya. Setidaknya tidak seperti teman-teman seangkatannya yang lain, yang mana mereka mengisi tiap momennya dengan hal-hal baru dan menantang—umur dua puluhan adalah waktu dimana ia harusnya tahu banyak hal. Ia seharusnya menikmati malam-malam di club, berdansa bersama wanita-wanita cantik, minum minuman yang jelas lebih berkelas dari pada satu kaleng soda yang ia beli di mesin cola.

Tapi, tidak.

Chanyeol menemukan dirinya mendekam di ruang guru saat ini. Berhadapan dengan tumpukan kertas-kertas ulangan harian milik muridnya yang perlu dikoreksi, dicoret sana-sini, lalu diberi nilai satu sampai seratus. Kesehariannya hanya selalu berkutat dengan itu; atau juga waktu-waktu dimana ia akan mengajar di kelas-kelas, bertatapan dengan wajah-wajah belia umur tujuh belasan.

Dan lucunya, Chanyeol tidak pernah menaruh perasaan sesal atas hal tersebut.

Ia tidak sepenuhnya merasa jengah dengan kehidupannya yang monoton sebagai guru. Sebagaimana dia menghabiskan waktunya untuk bersosialiasi dengan anak-anak, bercanda dengan guru-guru lain, dan terkadang mendekam lama di sekolah karena ada lebih banyak lagi kertas ulangan yang perlu di toreh nilai—seolah ada sensasi tersendiri ketika ia melakukan semua itu; ada perasaan dimana ia merasa senang dan mencandu dengan pekerjaannya.

Namun dibalik itu semua, sebenarnya ia punya satu alasan khusus. Yang mana alasan itulah yang membuatnya semakin mencandu pekerjaannya sebagai guru, dan merasa bahwa pekerjaan inilah yang menjadi takdir hidupnya sedari dulu;

Do Kyungsoo.

Katakan saja dia bejat karena jatuh hati pada muridnya sendiri. Namun itu semua tidak menolong sama sekali, karena demi Tuhan, Do Kyungsoo adalah mahkluk menakjubkan yang pernah Chanyeol lihat. Dan kesempatan dimana ia memperhatikan muridnya itu bergetar takut di hadapannya saat ini merupakan pemandangan paling indah yang pernah ia lihat.

"Do Kyungsoo, kau tahu alasan kenapa kau ku panggil kemari?"

Chanyeol melihat bagaimana respon muridnya yang kini sibuk memilin-milin ujung lengan sweaternya. Bibirnya digigit kuat—Chanyeol takut jika ia akan melukai bibirnya sendiri—dan merekah merah terbias cahaya yang menyusup lewat celah jendela. Basah, lembab, dan menggoda.

Tak bisa dipungkiri jika Chanyeol mati-matian menahan hasratnya untuk meraup bibir hati itu dengan miliknya sendiri.

Apakah rasanya manis? Apakah rasanya seperti bayangnya selama ini; seperti gulali rasa strawberry.

"Maafkan saya, ssaem. Saya tidak bermaksud untuk menyepelakan anda. " akhirnya pemuda itu bicara walau hanya seperti cicitan tikus.

Chanyeol mendengus. Berpura-pura menjadi guru yang menyebalkan ternya jadi peran yang menyenangkan. Terlebih melihat gelagat muridnya yang kini makin gelisah di tempat duduknya. "Dan bisa jelaskan mengapa kau tertidur di kelasku, Tuan Do?"

"Sa-saya—"

"Bicaralah yang tegas,"

"Sa-saya hanya merasa mengantuk, ssaem. Semalam banyak tugas yang harus saya selesaikan."

"Tugas? Tugas macam apa—"

"YA, PARK CHANYEOL, BERHENTILAH BERSIKAP BRENGSEK ATAU AKU AKAN MEMBUNUHMU!"

Dan dengan itu Chanyeol tertawa, keras sekali, sampai-sampai perutnya sakit bukan main. Ia melihat seorang Do Kyungsoo kini sudah beranjak dari tempat duduknya, tangan menunpu meja, dan wajah condong ke arahnya.

Ah, kekasihnya yang satu ini memang manis bukan main. Bahkan kini ia sudah melnggak untuk jatuh terduduk di pangkuannya.

"Dimana sopan santunmu, Tuan Do? Au bertanya padamu, tapi kau malah membentak gurumu sendiri." Chnyeol terkekeh, tangan mencengkram halus pinggang muridnya, menjaga supaya pemuda mungil itu tidak jatuh dari pangkuan.

"Diamlah Park. Memangnya siapa yang membuatku kelelahan semalam hah? Yang benar saja, tiga ronde! Kau pikir aku ini apa hah?!"

Chanyeol terkikik, diciumnya puncak kepala si pemuda Do sembari membisikan kata-kata maaf dan cinta yang berbaur jadi satu.

Ah, cinta itu tidak mengenal alasankan untuk ini?

END

Continue Reading

You'll Also Like

1M 87K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
63.4K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
496K 49.7K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
303K 9K 30
[Geminifourth area βœ”οΈπŸ”ž] END!! #geminifourth#gay#bxb BELUM DI REVISI TYPO BERTEBARAN!! Fourth adalah seseorang yang sangat pendiam,tidak banyak berbi...