[Para] Tentara Langit

By DHoseki

43.3K 7.9K 3.2K

Kalian bisa pergi dari tempat itu. Tetapi dengarlah, kalian tidak akan mudah untuk kembali. Dan kalian datang... More

Bagian 1 - Sang Tuan Putri
1.2
1.3
Bagian 2 - 'Predator'
2.1
2.2
2.3
Bagian 3 - Gadis Jepang
3.1
3.2
3.3
Bagian 4 - Fisikawan Gila
4.1
4.2
4.3
Bagian 5 - Zeebonia
5.1
5.2
5.3
Bagian 6 - Perompak
6.1
6.2
6.3
Bagian 7 - Bocah Akhir Jaman
7.1
7.2
7.3
Acacio Academy
001- Acacio Academy
002 - Acacio Academy
003 - Acacio Academy
004 - Acacio Academy
005 - Acacio Academy
006 - Acacio Academy
007 - Acacio Academy
008 - Acacio Academy
009 - Acacio Academy
010 - Acacio Academy
011 - Acacio Academy
012 - Acacio Academy
013 - Acacio Academy
Pojok Cerita

1.1

2.8K 407 173
By DHoseki

Alka menahan diri untuk tidak mendengkus. Meski rambutnya sesekali tertarik beberapa helai—menimbulkan nyeri kecil, yang lama-lama membuatnya pening, Alka tetap diam saja. Kamarnya yang penuh dengan warna keemasan karena pendar lilin yang memantul pada barang-barangnya yang juga serba emas, seolah tak memberi gadis itu kepuasan. Larik redup matahari yang menembus celah gorden justru lebih menarik perhatian gadis itu, membuatnya membayangkan betapa lembutnya cahaya tersebut jika mengenai wajahnya.

Alka menggigit bibir bagian dalam ketika lagi-lagi beberapa helai rambutnya terasa tertarik. Saat mendapat tepukan pelan di bahunya, dia mengembuskan napas lega. Meski buru-buru dia kemudian mengendalikan napasnya, sebelum wanita dibelakangnya menyadari Alka baru saja mengembuskan napas terlalu keras.

Rambut cokelat gelap Alka tersanggul rapi, menyisakan beberapa helai bergelombang di sisi kanan dan kiri wajah. Mutiara-mutiara terselip di beberapa tempat, membuat kesan anggun terutama jika Alka tersenyum. Sebuah mahkota kecil terlihat berkilau memantulkan emasnya saat tepat tertimpa cahaya lilin.

"Astaga! Kendor lagi korsetnya. Berbalik!"

Nyaris Alka memutar bola mata, sebelum akhirnya menurut dan berbalik. Gaun berkerah sabrinanya ditarik ke bawah, hingga sebatas pusar. Menampakkan korset yang mengikat erat tubuhnya. Menatap diri sendiri di cermin sebesar dirinya yang kini di hadapannya, Alka sama sekali tidak terpesona. Kali ini, dia tidak menahan suara tercekik yang sebelumnya selalu dia telan erat-erat saat wanita pengasuhnya terlalu erat mengikat temali korset. Dia bahkan sengaja menggerak-gerakkan pinggulnya gelisah, risih dengan bustle yang memberatkan pinggang.

"Oke. Sudah, jangan banyak tingkah. Aku tidak mau membetulkan lagi korsetmu untuk yang kelima kalinya," ucap wanita dibelakang Alka sembari menaikkan lagi gaun kuning bermodel ruffle yang kini membalut tubuh gadis itu.

"Kalau tidak mau membetulkan, tidak usah di betulkan," gerutu Alka, dan segera saja mendapat sebuah toyoran pelan di bahu belakang sebagai ganjarannya.

"Jangan menggerutu. Berikan senyummu. Dengar, kalau kau bertingkah baik dan Yang Mulia Raja tidak mengajukan protes apapun padaku hari ini, seharian besok akan kubiarkan kau hanya memakai gaun tidur," ujar wanita itu.

"Jangan bermimpi, Harp. Aku sudah lebih dulu mati menahan sesak seharian nanti," sindir Alka. Mau tidak mau, dia menerima sepasang sarung tangan yang dijejalkan Harp—wanita pengasuhnya—ke genggaman tangannya.

"Tidak akan ada yang mati karena kesesakan seharian memakai korset," ujar Harp.

"Ada. Dan itu aku. Tidak lihat apa, bahkan napasku saja tinggal satu dua," cibir Alka. Dia menunduk, memakai sarung tangannya yang panjang mencapai siku.

"Alka, tolong. Jangan mengeluh atau apapun namanya. Nikmati saja hari ini, oke? Percaya padaku kamu akan bahagia setelah ini," ucap Harp.

"Harp, mana ada orang yang bahagia karena sebuah pertunangan ... politik? Lagipula aku masih terlalu muda untuk itu," protes Alka.

"Berapa umurmu?"

"Baru delapan belas."

"Sudah delapan belas," ralat Harp. "Umur yang sangat ideal untuk melakukan sebuah pertunangan," lanjutnya.

"Baiklah. Anggap aku memang ideal untuk itu, aku akan menerimanya. Andai calon tunanganku adalah yang tipeku," kilah Alka.

"Carilah ke ujung dunia dan kupastikan tak ada yang seperti tipemu," balas Harp.

"Dunia tidak memiliki ujung." Alka menyipitkan mata.

"Kau tahu itu hanya perumpamaan." Harp memutar bola mata. Mereka kemudian saling menatap tajam melalui pantulan cermin, berhubung Alka memang dalam posisi membelakangi wanita pengasuhnya.

Harptper, nama wanita itu. Saudara kembar Herptper—kepala pelayan kastil, kalau kalian ingat—dan memiliki perawakan yang nyaris sama seperti kembarannya. Bedanya, Harptper lebih langsing ketimbang Herptper. Dibandingkan Herptper yang seperti gajah bengkak, Harp lebih cocok jika dikatakan, terlalu berisi.

Awalnya, seharusnya mereka berdua sama. Namun karena Harp lebih stres demi bisa menangani Alka, dan lebih banyak berlari-lari demi menangkap Alka, dan lebih banyak marah-marah agar Alka mau menurut, dan lain-lain sebagainya, ukuran tubuh Harp mengecil cepat di tahun pertama Alka diserahkan padanya. Sekitar, empat belas tahun lalu.

Harp mengembuskan napas, menyerah saling tatap dengan Alka. Bukan apa-apa, hanya itu sungguh tidak berguna. Dia meraih kedua bahu Alka dan memutarnya, menghadapkan gadis itu ke arah pintu kamarnya yang tinggi.

"Sudah, bergegas ke aula dan jadilah anak baik, oke?" ucap Harp.

"Akan kulakukan jika itu berarti aku bisa turun ke pedesaan," jawab Alka.

"Tidak akan ada pedesaan," tolak Harp cepat.

"Maka tidak akan ada pertunangan apapun di kastil ini," desis Alka. Harp menyentil telinganya gemas.

"Berhenti membuat kekacauan, Kucing Kecil," ucap Harp. Dengan sedikit tenaga, dia mendorong gadis bersurai coklat gelap di depannya.

"Bukan kucing Harp, aku harimau." Alka sedikit menolehkan kepala, berusaha menatap Harp, sementara kakinya mau tak mau sudah melangkah atas dorongan wanita itu.

"Baiklah-baiklah. Kau calon singa, Raja Hutan." Harp menghela napas, lalu tetap terdiam di tempat untuk mengamati Alka yang sedikit menundukkan bahunya, tanda tak suka. Meski kemudian, gadis itu menarik bahunya hingga tubuhnya kembali tegap, membuat Harp tersenyum tipis.

Harp masih tetap tesenyum tipis ketika menatap punggung Alka yang perlahan mulai terhalang pintu kamar. Penjaga di luar kamar selalu sigap membukakan pintu untuk sang Tuan Putri, meski sering kali gadis berjuluk pengacau itu membuka sendiri pintu kamarnya yang berat di pagi hari—saat para penjaga masih terlelap—hanya untuk berusaha melarikan diri.

Alka mengerling penuh ke belakang, memastikan dirinya tidak dapat melihat wajah para penjaga, yang mengartikan mereka juga tidak bisa menatap wajahnya. Sebuah cebikkan akhirnya lolos dari bibirnya, sebelum kemudian dia mendekati ujung beranda, hanya untuk mendapati aula dansa di bawahnya sudah ramai oleh banyak orang.

Alka menarik napas, kemudian mengembuskannya perlahan. Memberi sugesti diri bahwa ini semua akan segera berakhir. Salah satu tangannya menggenggam sisi gaun dan sedikit mengangkatnya, menampakkan sepasang kaki putih bersih yang terbalut sepatu tinggi berwarna pastel. Bibirnya mulai tertarik, menyajikan senyuman manis seperti yang selalu diajarkan Harp hingga kini. Dengan perlahan, dia berjalan, mengikuti garis lurus yang diimajinasikannya. Bustlenya bergerak pelan mengikuti irama langkah kaki, membiarkan bagian belakang gaunnya yang terlalu panjang menjadi tertarik lembut, memberikan kesan anggun, terlebih saat dirinya menuruni tangga melingkar.

Di ujung tangga, dengan tegap berdiri seorang pria berbaju serba putih dengan sarung pedang di pinggang. Pangkat berumbai berwarna emas terpasang mantap di kedua bahunya. Lencana-lencana hitam dan keemasan memenuhi dada, dan lambang tingginya tingkat kebangsawanannya terjahit rapi di salah satu sisi lengan. Dengan senyum jumawa, pria itu mengulurkan salah satu tangannya ketika Alka tiba.

Dia, Pangeran Charlie.

Alka menyambut uluran tangan itu dengan malu-malu-—tidak, percayalah Alka hanya memenuhi tata krama, bukannya sedang malu sungguhan. Alka tidak bodoh, dia tidak dapat ditipu. Katakanlah lencana-lencana di dadanya menunjukkan bahwa pangeran itu memang lulus akademi militer dengan kelas tinggi, tetapi Alka yakin tangannya kaku saat menggenggam pedang sekarang ini. Mungkin karena sudah terlalu sering berkencan dengan pena demi membubuhi tanda tangan di kertas-kertas yang sudah seperti selingkuhannya. Hei, banyak makhluk semacam dia yang lulus akademi militer hanya untuk memenuhi salah satu syarat menjadi putra mahkota.

Selarap itu berjalan beriringan, menuju ke tengah lantai dansa. Membiarkan ratusan pasang mata menyorot keduanya. Menghadap ke salah satu sisi aula, keduanya merendahkan tubuh. Memberi hormat pada dua raja yang duduk di dua singgasana. Musik kemudian mengalun, menjadi tanda dimulainya sang pesta dansa.

|°|°|

Pening tidak bacanya? :3 Paragrafnya lumayan panjang-panjang

Fun(?) fact:
Saya pernah pake korset seharian demi bisa memahami perasaan Alka /slap

300918-rev (baru ingat hari ini peringatan G 30/S PKI)

Continue Reading

You'll Also Like

32.4K 4.9K 7
WINNER OF THE WATTYS 2018 - [Fantasy 15+ | Contain Harsh Language] Seorang remaja harus bertanggung jawab atas sebuah janji yang diucapkan oleh sang...
1.4M 184K 53
Tilly MacCarthy, baru saja dikhianati kekasih dan temannya. Kini dia juga pengangguran. Ketika mendapatkan pekerjaan kembali Tilly hanya ingin bekerj...
83.3K 4.2K 50
Kisah tentang sebuah kerajaan Siwa-Budha yang pernah hadir di bumi Nusantara pada abad 9 Masehi yang kemudian menjadi pemersatu Nusantara dibawah seo...
3.3K 658 32
(The Chosen sequel) Setelah berhasil melewati ritual terakhir yang nyaris mempertemukannya dengan kematian, Stela kini dihadapkan pada awal yang baru...