SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... Еще

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
10~He~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
17~Karakter Tersembunyi~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
23~Sebuah Awal Buruk~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
45~Persiapan Gencatan Senjata~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
54~Di balik Senyum Manis~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
Epilog
NEW GENERATION

30~Posisi dia di hatinya~

2K 156 3
JasAlice

Olyn membuka pintu taksi tergesa lalu berlari menuju bandara. Dibelakangnya Milly dan Kania mencoba menyusul gadis yang tengah melawan waktu. Sebentar lagi giliran penerbangan Indonesia-Jerman.

Gadis itu terus berdoa agar masih diberi kesempatan untuk menemui gadis kecil bermanik hijau. Matanya menatap sekitar mencari orang yang ingin ia beri hadiah perpisahan.

Ia mencengkeram kotak kado di kedua tangannya ketika mendengar pengumuman keberangkatan.

"Merriam!"

Olyn sedikit berlari saat melihat Merriam dan Nyonya Schmidt ingin memasuki pintu keberangkatan. Julian dan Joshua melihat dirinya dengan pandangan datar.

"Kemana aja lo ditungguin gak datang-datang."

Olyn tidak menggubris ucapan Julian, memilih berjongkok menatap nanar Merriam. Gadis kecil itu meneteskan air matanya perlahan, "Kakak," Lirihnya langsung memeluk Olyn.

Merriam menenggelamkan wajahnya dilekukan leher Olyn. Ia pun tidak dapat menyembunyikan rasa sedihnya. "Kakak sayang kamu Mer," Ucap Olyn.

Ini semua salahnya karena keterlambatan mengikis waktu di antara mereka. Andaikan ketika menjemput Diana di rumah saudaranya tidak pecah ban saat di tengah jalan. Mungkin ia bisa cepat dan menjemput kedua sahabatnya.

Olyn menguraikan pelukannya, "Jangan pernah lupain Kakak ya?" Ia menghapus lembut air mata yang terus turun di pipi Merriam.

Merriam menggigit bibir bawahnya menahan isak tangis yang ingin keluar. "Pasti."

"Kalau ada waktu mampir ke Indonesia, jangan lupa bawain Kakak oleh-oleh yang banyak. Oke?" Keduanya tertawa renyah dan Merriam mengangguk patuh.

Jika saja masih banyak waktu yang tersisa, ia akan banyak mengucapkan berbagai kalimat untuk diutarakan. Tapi semua itu bukanlah waktu yang tepat. "Ini buat kamu,"

Merriam mengambil kotak kado yang disodorkan Olyn. Ternyata Kania dan Milly telah berdiri di belakangnya, ikut menyodorkan hadiah kenang-kenangan. "Terima Kasih untuk semua ini." Mereka bertiga tersenyum manis.

Olyn yang gemas mengacak puncak kepala gadis kecil itu. Ia berdiri dan menatap Nyonya Schmidt sebentar, lalu berjalan menghampirinya. Kedua sahabatnya sedang memeluk Merriam bergantian, mengucapkan salam perpisahan.

"Jaga diri Nenek baik-baik di sana,"

Olyn tidak begitu dekat dengan Nyonya Schmidt. Tapi ia telah menganggap wanita tua itu seperti Neneknya sendiri. Apalagi, tanpa ia duga wanita berkerudung putih itu memeluknya erat.

"Kamu juga ya, dear." Pelukan itu terasa hangat membuat Olyn merasa nyaman.

Nyonya Schmidt melepaskan pelukannya dan mencium kening Olyn cukup lama. Membuat Julian melotot tidak suka. Dalam hati ia memaki Olyn, karena kasih sayang dari Neneknya telah terbagi, bukan hanya untuknya saja.

Kembali wanita tua itu memeluknya sebentar dan berbisik, "Kalau kamu di apa-apain Julian, pukul aja kalau perlu cakar. Nenek gak marah kok," Senyumnya membuat Olyn tertawa pelan.

Ia mengacungkan ibu jari kanannya, "Siap Nek!"

Julian memiringkan kepalanya berbisik pada Joshua, "Gue ngerasa mereka sedang ngomongin gue." Ucapnya tanpa mengalihkan pandangan.

"Percaya diri banget dah," Sahutnya.

Nyonya Schmidt berjalan menuju pintu keberangkatan sambil menuntun cucu Almarhum saudaranya. Mereka semua melambai hingga keduanya sudah tidak terlihat.

Julian memerhatikan Olyn yang tengah mengusap pipinya dengan tisu dari Milly. Ia sedikit terpuruk berpisah dari Merriam, terlihat jelas dari wajahnya.

Pria itu mendekat dengan wajah tengilnya, "Lo kasih apa ke Merriam?" Tanya Julian mulai kepo.

Olyn menatapnya sinis, "Sempak terbang!" Lalu meninggalkan Julian yang melongo di tempat, disusul Kania berjalan di belakangnya.

Joshua terbahak sambil menepuk bahu Julian, "Kira-kira warna apa ya, sempak terbangnya." Sindirnya masih tertawa.

"Nih, kolor terbang warna putih!"

Julian langsung menyumpal mulut Joshua dengan tisu yang diambil cepat dari Milly. Ia bergegas meninggalkan tempat tersebut untuk memilih pulang.

Milly yang melihat hal tersebut ikut tertawa terbahak-bahak. "Puas lo!" Marah Joshua membuang tisu tersebut di kotak sampah.

"Banget," Ucapnya masih menyisakan tawa, seketika ia diam menyadari sesuatu. "Lah, gue ditinggal?" Tanya gadis itu lebih tepat pada dirinya sendiri.

"Gengs, tunggu gue!"

***

"Seperti yang telah dijelaskan anggota OSIS lain juga wali kelas kalian, mulai besok kita akan melakukan penelitian di daerah ciwidey. Saya harap kalian dapat bekerja dengan baik dalam survey kali ini. Tidak ada kata main-main yang ada hanyalah fokus karena ini menambah nilai akademik kalian. Kegiatan rutin setiap tahunnya untuk murid kelas dua."

Seluruh murid kelas dua dari tiga jurusan yang ada, mendengar dengan tertib setiap penjelasan oleh Kepala Sekolah. Setelah upacara tadi, seluruh kelas dua tidak langsung bubar. Melainkan harus mendengarkan kembali petuh petinggi sekolah.

"Kalian akan menginap selama tiga hari dua malam di bumi perkemahan ciwidey."

Ia menatap murid yang masih berdiri dengan posisi istirahat. "Mengerti?"

"SIAP, MENGERTI!"

"Baiklah cukup sekian amanat dari saya dan semoga kalian bisa refreshing di sana. Jangan terlalu menjadikan penelitian kali ini sebuah beban. Karena jika itu terjadi, kalian tidak akan fokus dan mengerti makna dibalik kegiatan di luar sekolah ini."

"Wassalamu'alaikum wr.wb, selamat siang."

**

"Jadi ke sekolah cuma buat upacara doang?" Key mengangguk sambil merenggangkan dasinya.

Olyn tersenyum kecut lalu melepas jas almamater setelah selesai upacara tadi. "Ngotorin pakaian aja," Keluhnya menatap nanar isi tasnya. "Padahal gue udah bawa buku pelajaran plus buku paket pula." Sambungnya tertidur di atas meja.

Ia memilih duduk di bangku temannya tepat di bawah AC. Keadaan panas di luar sana membuatnya tidak tahan.

"Ingat kata Kepsek, saya selalu mengharapkan ketika kalian rutin mengikuti upacara bendera akan menumbuhkan jiwa nasionalisme dalam diri masing-masing. Dilaksanakannya juga untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan RI." Key hafal betul ketika mengucapkan ulang yang sering Kepala Sekolah katakan.

"Ya, ya, ya, gue tau." Timpal Olyn menegakkan kembali tubuhnya, menangkup wajahnya dengan kedua tangan di atas meja.

Tiba-tiba Olyn tersenyum sumringah melihat Maza datang dengan sebotol air mineral. Sebelumnya ia menyapa Key yang berdiri di samping meja Olyn.

"Gue pergi dulu ya," Key langsung pergi meninggalkan keduanya di dalam kelas dengan murid lain yang pergi entah kemana.

Dalam hati Olyn tersenyum senang mengetahui temannya itu begitu pengertian. "Udah dibagiin name tag nya?" Mauza menyodorkan air mineral tersebut dan disambut baik Olyn.

Gadis itu menggeleng lemah, "Palingan bentar lagi." Balasnya langsung menenggak minuman tersebut. "Kamu?"

Pria itu mengangguk dan mengambil posisi duduk di meja depan Olyn. "Kelompok 13,"

"Lumayan banyak berarti grup yang terbagi," Respons Olyn.

"Iya, katanya dalam satu kelompok terdiri dari lima orang dan seluruh tenda angkatan kita ada lima puluh."

Olyn berdecak kagum membayangkan bumi perkemahan ciwidey akan dihuni beberapa hari oleh murid dari sekolahnya. "Itu mau pindahan massal kali, ya?"

Mauza terkekeh pelan mengacak pelan puncak kepala Olyn. "Ada-ada aja kamu, Lyn." Ucap pria itu. "Tapi memang kayak gitu, seluruh jurusan wajib mengikuti kegiatan rutin ini." Imbuhnya.

"Temenin aku ke UKS yuk,"

Olyn terbelalak kaget, "Kamu sakit? Yang mana? Kenapa gak bilang dari tadi sih." Panik Olyn berdiri.

Gadis itu menarik lengan Mauza, "Cepetan kalo gitu," Ia menariknya untuk berdiri tapi pria itu tidak bergerak sama sekali.

Alis Olyn bertaut, "Kenapa?" Herannya melihat Mauza yang justru terkekeh.

"Aku seneng kamu khawatir sama aku."

"Ha?" Cekalan tersebut lepas saat Mauza ikut berdiri berhadapan dengan Olyn.

Ia menangkup wajah gadis manis itu, "Temen aku tadi pusing dan lagi diobatin di UKS. Aku cuma mau minta kamu temenin jenguk, jadi bukan aku yang sakit." Seulas senyum menghiasi wajah tampannya.

Olyn menggaruk tengkuknya malu, "Oh gitu," Cengirnya membuat Mauza mencubit gemas pipi kekasihnya.

Diluar kelas Eva dan kedua temannya mendengar pembicaraan mereka. Pasangan kekasih itu masih sibuk dengan dunia nya sendiri tanpa tahu mereka telah lama berdiri di sana.

"Ternyata mereka adalah sepasang kekasih, hebat juga." Eva tersenyum sinis saat Olyn tengah tertawa pada Mauza.

Theresa mengangguk setuju, "Mereka juga bukan pasangan yang selalu mengumbar kemesraan di depan umum. Lihat saja, mungkin yang tau mereka pacaran hanya sahabat dekat Olyn, misalnya."

Vinka membidik kemesraan mereka sekadar kagum saja yang diabadikan dalam ponselnya.

Eva menoleh ke arah Vinka yang tengah sibuk melihat hasil jepretannya. "Simpen foto nya Vin, jangan dihapus sebelum gue yang suruh."

Gadis itu memasukkan ponselnya ke saku seragam, "Tumben, lo ngefans sama mereka?" Tanyanya polos yang dihadiahi pelototan Eva.

Namun gadis itu kembali mengamati kedua insan itu tanpa menggubris pertanyaan Vinka. Ia melipat kedua tangannya di dada sambil menampilkan senyum jahatnya, "Kalian tau, dari sekian banyak orang yang tidak tau hubungan mereka yang sebenarnya. Akan ada hati yang benar-benar terluka jika mengetahui hal ini."

Ia menatap Theresa dan Vinka bergantian, "Dan orang itu adalah Julian." Ucapnya tersenyum sinis.

**

"Akhirnya gue bisa istirahat dengan tenang,"

Joshua merebahkan tubuhnya ke kasur sambil menutup matanya sebentar. Hari yang melelahkan untuk dalam sekali waktu. Ia bahkan baru bisa mandi pukul setengah tujuh malam. Banyak yang harus ia kerjakan untuk persiapan besok.

"Istirahat dengan tenang?" Julian mengerutkan keningnya merasa janggal. "Lo mau mati?" Spontan Joshua setengah duduk lalu melempari guling tepat mengenai Julian di meja belajar.

"Sialan!" Julian mengusap kepalanya mendapat pukulan telak.

Ia menggeser kursi menghadap ranjang yang di duduki Joshua. "Tapi salah lo sendiri masuk di OSIS, kan ribet ngurus ini itu." Ucap Julian serius.

"Mau gimana lagi udah risiko, apalagi dengan status gue sebagai Waketos."

Joshua menatap lurus Julian, "Coba lo daftar masuk OSIS waktu itu, mumpung masih semester awal."

"Nggak deh, gue udah nyaman di club badminton." Balasnya menyender pada kepala kursi. "Cukup jadi anggota aja." Lanjutnya membuat Joshua menatapnya sinis.

"Lo emang cuma anggota biasa di club, tapi kalo gak ada lo club terasa sepi apalagi kalo udah lomba. Lo selalu yang dikirim paling duluan." Sahutnya meraih ponsel di atas nakas milik sahabatnya. "Lo juga selalu jadi sorotan pertama di sekolah, enak banget jadi lo." Sambungnya menatap lemah Julian.

Pria itu menggeleng pelan dan hanya terkekeh pelan menanggapi ucapan Joshua. Julian meraih ponselnya ketika satu pemberitahuan Line muncul.

"Nama lengkap kelompok udah keluar!" Seru Joshua langsung sibuk melihat list namanya begitu pun Julian. "Lo kelompok 13 bro," Lanjut Joshua terus men-scroll mencari namanya.

"Mauza," Lirih Julian menatap datar nama yang tertera.

Kelompok 13 Putra

1. Athafariz Mauza Abrisam (IPA 1)

2. Nandish Julian Schmidt (IPA 3)

3. Dean (IPA 3)

4. Gabriel Putra Permana (IPS 1)

5. Reno Mahesa (Bahasa 1)

"Wih gue masuk kelompok 20 dan sialnya bakal satu tenda sama Boby," Ia mengusap wajahnya kasar mengetahui hal tersebut. Dalam pikirannya sudah terbayang bahwa lahan penghuni tendanya, akan banyak diambil alih tubuh si gentong kelas IPA 3 itu.

Merasa aneh ia menatap Julian yang hanya diam. Bingung ia men-scroll ulang nama kelompok pria itu. Matanya terbelalak saat mengetahui rival sahabatnya di list pertama. Ia bahkan tidak terpikirkan melewatkan satu nama yang mereka anggap 'anti'.

Julian menatap lurus Joshua, "Kenapa gue dan dia selalu berkaitan?" Bibir Joshua akan terbuka jika saja pria di depannya tidak melanjutkan ucapannya. "Menyukai gadis yang sama, dan dengan mudahnya dia mengambil posisi penting yang gue raih dengan tidak mudah." Jelasnya tersenyum kecut.

Rahangnya mengeras ketika mengingat gadis pujaannya lebih respect pada Mauza. Memang menyakitkan bila cinta bertepuk sebelah tangan.

Manik cokelatnya menerawang lurus tanpa menatap Joshua, "Pelajar seperti kita selalu menantikan moment malam minggu. Hari yang membuat kita terlepas sebentar dari yang namanya belajar." Ucapnya

Joshua kikuk dipandang Julian dengan tatapan nanarnya, "Gue gak bisa Josh, di hari itulah untuk pertama kalinya gue harus mengulang materi yang tertinggal. Gue harus dua langkah atau bahkan sepuluh langkah di depan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan." Ungkapnya membuat Joshua memilih diam dan hanya menjadi pendengar yang baik.

"Gue dulu selalu masuk peringkat sepuluh terakhir dan hanya mendapat makian dari orangtua. Gue sering dibandingkan, hati gue sakit!" Ia menyentuh dadanya sebagai respons kalau apa yang ia rasakan menghunus ke rongga tubuhnya.

Julian tersenyum getir ketika sebuah memori terngiang di pikirannya, "Dan untuk kedua kalinya hati gue merasa sembuh." Joshua mendongak perlahan untuk mendengar kelanjutan ucapan tersebut. "Dia penyembuh rasa sepi gue, dia adalah penyemangat lain untuk buat gue sadar akan waktu yang selama ini gue sia-siain. Dia..."

Joshua memaksakan sedikit senyumnya saat Julian menatapnya dengan berbinar, "Musuh sejati gue sejak masa putih biru."

**

Gimana sama chapter ini? Semoga masih betah sama alur absurd nya.

Dalam satu minggu ini update 2 kali dan Alice cukup gak nyangka, hehe. Dipadatnya aktivitas Alice sebagai pelajar, masih dan akan selalu inget pada pembaca setia yang udah luangin bintangnya di sini. Makasih banget, Alice gak bakal lupain keikhlasan kalian mampir di sini untuk tetap stay di lapak aneh yang jauh dari kata 'bagus'.

Semoga bisa update 2 kali terus ya dalam seminggu. Insya Allah besok update MY FEELING, kuy mampir juga siapa tau suka. Tenang, genrenya tetap teenfict kok dan bukan cerita yang berat amat :D

Продолжить чтение

Вам также понравится

3M 118K 200
#Rank 1 tertawa ( 08/12/2018 ) Mari tertawa sebelum tertawa itu dilarang :v Berisi tentang kata kata lucu. Mari ketawa bareng. Instagram : indahsp.a...
4.6K 454 32
Ganjar tak pernah menyangka bahwa ada rencana licik dibalik keputusan keluarganya untuk mengirim ia jauh dari rumah. Ia akan ditumbalkan oleh keluarg...
176K 9.5K 200
• Kumpulan Humor • Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang dalam Undang-undang pasal sekian dan nomor sekian Peringatan : ▪ Hati-hati bisa bikin ngak...
From Roommate to Soulmate ✔️ [Segera Terbit] hiatus

Подростковая литература

3.2M 263K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...