Detektif Roy : Ritual Pemengg...

By A-Sanusi

182K 20.5K 1.2K

Kota Bandung digegerkan dengan penemuan mayat seorang wanita. Tidak hanya itu, tetapi kepala mayat wanita itu... More

0. Catatan Penulis
1. Pilot
2. Deduksi
3. Force of Will
4. P̷̡͈͇̟͎̭̗̱̬̹̊̀̚̕u ̵́͆̓̊̑̈́̋̄̀̌̚͠͠z̬̆z ̷̨͕̣̈́͋́͋̈͌̚l ̶̢̨̬͇̼͈̠̲̫̓̐̌͝e͉̞̼
5. Rebirth
6. Shadow Jumpers
7. Prank
8. Dark Room
9. Wonderwall
10. Dark Roof
12. Return Zero
13. ̴̙͈̰͖̜̥̮͙̗͉̞̠̣̦̈́̋͑̄͋̾͜͝ ̴̛̮̪͋̌͋̂̓͛̎͆͝ ̵̲͈͔͙̣͓͖̩̜̣̓̈̒̏̒͊̒̿̃̈́̋̕̚
14. Delirium
15. Mayat Keempat
16. Departure
17. Hurt
18. Farthest closest
19. Paralyzer
20. Criminal Mind
21. Dark Symphony
22. Between Humanity
23. Ending
Sedikit Tambahan

11. Smooth Criminal

6.2K 744 32
By A-Sanusi

Walaupun matahari belum terbit, tetapi kurasa ruangan ini menjadi semakin terang. Entah karena pagi akan tiba atau karena mataku telah terbiasa. Namun, walaupun begitu, aku tetap tak dapat mematikan senter dari ponselku atau aku tak dapat melihat apa-apa, kecuali jika memiliki mata kucing.

Lembaran arsip itu masih kubaca, tidak begitu teliti tetapi cukup detail. Tersusun rapi sesuai dengan urutan tanggal, dari yang paling atas—terlama—hingga paling bawah. Ketikkan komputer dalam jenis huruf Times New Roman ini seolah-olah dibuat dengan penuh dedikasi. Bahkan, beberapa bagian diberikan kolom untuk memisahkan satu keterangan dengan keterangan lainnya.

Dari semua kertas yang bertumpuk di depanku ini, aku mendapatkan sebuah kesimpulan yang dapat ditarik: semua korbannya adalah perempuan. Namun, aku tak melihat adanya lagi persamaan di antara mereka. Rentang umur mereka sekitar delapan hingga lima belas tahun, beberapa di antaranya lebih tua, sekitar dua puluh tahun. Selain itu, mereka berasal dari berbagai kota—seandainya keterangan yang ditulis di kertas-kertas ini memang benar adanya—walaupun semuanya berasal dari daerah Jawa Barat. Jika kuhitung, mungkin ada sekitar 40 hingga 50 daftar nama yang tertera pada arsip ini.

Akhirnya, kututup lembar terakhir, membalikkan halaman yang kukira akan mengakhiri seluruh penyelidikanku pada tumpukan kertas ini hingga aku menyadari adanya tulisan yang tak lazim.

Resurrect.

Penasaran akan kerta-kertas sebelumnya, akhirnya kembali kuperhatikan bagian belakang kertas-kertas itu, berfokus pada daerah bawah sebelah kanan, tulisan-tulisan kecil yang sebelumnya tak terlihat.

Semuanya memiliki tulisan yang sama—Resurrect.

Apa maksudnya?

Pikiranku kembali tertuju pada cat piloks yang ditemukan Wijaya. Rebirth. Dan kini, aku mendapatkan tulisan yang kembali mengambang di dalam otakku. Resurrect. Dalam sesaat, otakku langsung teralihkan oleh tulisan lain yang tak kalah membingungkan.

R3.

Dua tulisan dalam bahasa inggris ini memiliki awalan yang sama, huruf R. Apakah itu artinya memiliki hubungan atas tulisan R3 di dalam manekin itu? Rebirth dan resurrect artinya sama-sama menunjukkan arti kehidupan yang terulang, kan? Apakah tulisan ini yang diinginkan oleh dokter Ryan? Lalu berikutnya apa? Reincarnation?

Aku yakin kertas-kertas ini dicetak oleh sebuah printer. Sama seperti tulisan yang lain, tulisan resurrect sendiri terlihat seperti gaya times new roman, hanya saja dengan ukuran yang diperkecil.

Akhirnya, aku menutup map itu, menyimpannya kembali. Namun, aku tidak berniat untuk meninggalkan benda itu seperti album foto sebelumnya. Yang kubutuhkan sekarang hanyalah mengetahui bagaimana dokter Ryan dapat berada dalam dua tempat sekaligus, walaupun mungkin bukti ini akan memberatkannya di dalam persidangan. Yang ingin kuketahui adalah mengapa dokter Ryan menulis R3 pada manekin? Kenapa dia tak menulis rebirth saja pada manekin itu? Kenapa harus repot-repot mencorat-coret dinding dan mengambil resiko untuk ketahuan ketika melakukannya?

Aku tak mengerti akan otaknya.

Semakin lama, hidungku dapat beradaptasi dengan ruangan ini, bebauan itu tak begitu menyengat seperti sebelumnya. Namun, aku terpaksa meninggalkan ruangan ini, mencari tahu mengenai orang-orang yang ada di dalam arsip ini.

Setelah kulemparkan map ke bawah, kujatuhkan diriku, meninggalkan atap yang gelap. Kemudian, kembali membawa barang penting itu untuk kuselidiki. Sebuah bukti yang mungkin tak ia duga akan kutemukan.

Aku berjalan keluar, menuju mobil, berkendara kembali ke rumahku yang nyaman. Waktu belum menunjukkan pukul enam, tetapi matahari mulai terbit. Secercah cahaya keemasan mulai menerangi jendela mobilku. Selain itu, para supir angkutan kota sudah mulai menyeruak, mengendarai mobil mereka mencari rezeki.

Kasus yang panjang.

===

Mulutku tak henti-hentinya ternganga. Kubandingkan kedua berkas yang sengaja kupisahkan, meletakkannya di sisi kiri dan kanan. Datanya sama, foto pun tak jauh berbeda. Bahkan, dapat kukatakan data yang berada pada sebelah kiriku lebih baik karena lebih lengkap, biarpun data di sebelah kananku memberikan ciri-ciri sang korban penculikan yang lebih banyak.

Sudah sekitar dua puluh arsip yang kucek kebenarannya, semuanya memiliki jenis kejahatan yang sama. Menghilang secara tiba-tiba. Umumnya, orang tua mereka yang melapor, kehilangan seorang anak, kemudian meminta bantuan kepolisian untuk mencarinya. Namun, semuanya selalu gagal, tak diketemukan, menghilang begitu saja. Bahkan, pihak kepolisian menunduga mereka menjadi korban perdagangan manusia, menjual kepolosan mereka untuk dijadikan pekerja yang tak seharusnya dijalani.

Mereka semua ada dalam catatan kepolisian. Gila, jika semua orang yang ada di rekap ini ternyata korban penculikan. Artinya dokter Ryan telah menculik sekitar 50 orang dalam 5 tahun terakhir, dan kemungkinan besar membunuh mereka semua. Dalam satu tahun dia bisa mengambil sepuluh orang, sekitar satu hingga dua bulan sekali dia melakukan aksinya.

Aku hampir muntah membayangkan betapa banyak perempuan yang sial, tertangkap olehnya. Mati di tangannya—jika memang ia yang melakukannya.

Akhirnya, aku kembali menemui dokter Ryan dalam ruang interogasi setelah kuputuskan bahwa semua orang yang berada di arsip itu—benar-benar semuanya—adalah orang-orang yang diculik, lalu dibunuh dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hatiku mulai mantap menuduh ia yang melakukannya. Brengseknya, aku tak dapat menetapkannya sebagai tersangka karena alibinya yang kuat.

Mungkin ia mengatakan tak pernah mengunjungi rumah itu dalam lima tahun terakhir karena ia tak sengaja mengingat mulai melakukan kegiatan keji itu dalam lima tahun terakhir, kan?

Aku meminta bantuan beberapa petugas untuk menggiringnya ke sini, ke ruangan yang tak disukainya. Namun, dokter Ryan terlihat lebih tenang daripada saat pertama kalinya ia mengunjungi tempat ini. Kini, seolah sudah mengerti, bahkan ia mengambil tempat duduknya sendiri tanpa perlu kuperintahkan.

Aku duduk di seberangnya.

"Pagi," sapaku dengan ramah. Namun, ia tak menanggapinya. Dokter Ryan lebih memilih untuk melayangkan tatapannya, serong ke bawah, tak ingin menatapku. Atau mungkin karena dia ingin meludahiku sehingga ia memilih untuk tak melihatku agar kejadian seperti itu tak perlu terjadi?

"Waktu penahananmu sebentar lagi, Dok," lanjutku.

Tiba-tiba saja dokter Ryan melayangkan sorot wajahnya padaku. "Kalian akan melepaskanku?"

"Tentu, jika kau bekerja sama."

Dokter Ryan terlihat sumringah. Wajahnya kembali bercahaya, senyumnya menapak pada raut wajah yang tak lagi muda. Ia sangat bahagia ketika aku mengatakan hal itu. Sayangnya, tidak sepenuhnya benar, karena aku hanya ingin ia menunjukkan batang hidungnya padaku walaupun sebenarnya ia memang akan dilepaskan jika aku tetap tak memiliki bukti untuk menuduhnya—Maksudku bukti bahwa alibinya dapat dipatahkan.

Kusodorkan kertas yang sedari tadi kusimpan dalam saku bajuku, meletakkannya di atas meja. "Ada nama yang Anda kenal, Dok?"

Dokter Ryan terlihat fokus. Ia mengambil lembaran kertas itu dengan segera, memperhatikan tulisan tangan jelekku yang kuharap masih dapat terbaca. Matanya menyisir dari atas hingga bawah. Namun, pada akhirnya ia malah menjawab, "Kurasa tidak."

Aku mengambil kertas itu, menghela napas akibat kekecewaan.

"Kau tahu arti dari rebirth atau resurrect?"

"Kehidupan kembali?"

"Maksudku secara filosofis."

Dokter Ryan menatap ke kiri dan ke kanan, seolah-olah mencari tahu jawaban yang tepat, berulang kali, hingga ia kembali menjawab, "Aku tak mengerti maksud dari pertanyaanmu, Pak."

Sekali lagi, Dokter Ryan benar-benar terlihat meyakinkan. Aku tak melihatnya seolah tahu arti dari dua kata itu—secara filosofis. Matanya meyakinkan, gerakan tubuhnya tak ditutupi.

"Kalau begitu kita ganti ke pertanyaan yang lain." Kudekatkan wajahku padanya. "Di mana kau menyimpan mayat-mayat itu?"

"Apa?"

"Kami menemukan daftar korban di rumah Anda," kataku, kembali pada suasana yang kaku, mengubah nada bicaraku serta artikulasi menjadi lebih tepat, mengancamnya. "Semuanya tersimpan rapi dalam sebuah ruangan rahasia di rumah Anda. Siapa yang mengetahui lokasi ruangan itu selain Anda?"

"Tunggu, kalian menemukannya, kan? Apa bedanya dengan seseorang yang membunuh orang-orang itu? Bukankah artinya dia juga bisa menemukannya sama seperti kalian?"

Sialan, masuk akal juga, sih.

"Dengar, sudah kukatakan rumah itu telah kujual," balasnya lagi, membela diri.

"Kau tidak bisa membuktikannya."

"Orang yang menjadi perantara itu! Sialan, dia menghilang!"

Kunaikkan sebelah alisku. "Lalu?"

"Orang itu yang menjualkan rumahku pada pembeli. Aku tak pernah bertemu dengan si pembeli. Sang perantara pun tiba-tiba menghilang begitu saja setelah menjualnya. Aku ... sialan, tahu begitu penyerahan sertifikat hak milik akan kuhadiri."

Tiba-tiba, dalam perbincangan ini ponselku bergetar, menandakan panggilan yang masuk pada ponselku.

"Saya permisi sebentar," kataku, sembari berdiri dan berjalan keluar ruangan, menutupnya kembali dan berdiri di sana, di depan pintu itu, menjaga agar Dokter Ryan tak ke mana-mana.

Wijaya memanggilku.

"Halo?"

"Pak, Anda tak membaca pesan saya, ya?"

Aku bahkan tak menyadari ada pesan yang masuk.

"Ada apa memangnya, Wijaya?"

"Pak, pembunuhan itu terjadi lagi. Mayat perempuan di seberang rel dengan kepala yang diganti manekin."

Aku terkejut. Sungguh terkejut.

"Tapi Dokter Ryan ada di sini, kan!?"

"Saya tahu itu, Pak, tapi mayat itu memang benar-benar ada di sini dengan piloks yang sengaja dicoretkan pada dinding penyangga rel kereta api. Rebirth."

===

Segera setelah panggilan Wijaya, aku menuju lokasi yang ia sebutkan, tak jauh dari lokasi penemuan mayat yang kedua. Sedangkan dokter Ryan kembali kumasukkan ke dalam sel, menunggu pembebasannya yang memang dijadwalkan hari ini. Namun, sekali lagi otakku tak dapat menerima realita yang terjadi.

Bagaimana mungkin? Atau lebih tepatnya, Mengapa?

Garis polisi telah melintang di sepanjang jalan. Di samping rel kereta api yang letaknya lebih tinggi dari jalanan ini, disangga oleh bebatuan yang disusun tinggi, berada di sebelah kiri. Sedangkan bagian kanan ditutupi oleh tembok yang menjulang tinggi, menututpi gedung-gedung perkantoran sehingga tak ada orang asing yang dapat menyusup melalui jalanan ini.

Di sana, kudapati Wijaya yang tampaknya sedang mengobrol dengan beberapa penyidik. Seperti biasa, Wijaya menggunakan ponselnya untuk mencatat beberapa hal penting ketika aku mendekatinya, membuatnya menyadari kedatanganku.

"Aku tidak mengecek ponsel sampai aku menerima telepon darimu." Aku terpogoh-pogoh akibat stamina yang sedari tadi shubuh telah terkuras. Kurasa aku tak dapat berlari lebih jauh lagi.

"Tidak masalah, Pak."

"Jadi, bagaimana keadaannya?"

"Mayat ditemukan dalam keadaan yang sama. Dalam sebuah trash bag dengan kepala yang menyembul. Seorang siswa sekolah menemukannya. Saya rasa keadaannya sama seperti mayat-mayat sebelumnya, Pak. Kaku."

"Bagaimana mungkin dokter Ryan melakukan itu?"

"Pak." Wijaya menyimpan ponsel pada sakunya. "Jika memang dokter Ryan takdapat melakukannya, saya rasa dia tak melakukannya."

"Lalu, orang yang kukejar kala itu siapa?" Napasku mulai memburu. "Brengsek! Doppelganger-nya?"

Secara tak sadar lenganku terkepal, tak terima kenyataan kuhadapi. Aku benar-benar tak mengerti akan kasus ini.

"Pak, apa yang Anda lihat itu benar-benar dokter Ryan?"

"Mataku tak akan salah, Wijaya! Aku benar-benar melihatnya, dengan jelas, dengan mata kepalaku sendiri."

"Bagaimana seandainya ada seseorang yang mirip dengan dokter Ryan, kemudian Anda malah menganggap ia adalah dokter Ryan karena Anda terlalu yakin jika ia pelakunya?"

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku yakin itu dirinya, Wijaya. Sialan!" Aku berdecak heran. "Aku tak tahu ... aku tak tahu apakah dia bersalah atau tidak, tetapi semua pemandangan itu nyata, itu menunjukkan dirinya. Aku sendiri tidak yakin, tetapi aku merasa harus berpikir seperti itu."

"Pak?"

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Sialan. Apakah aku harus mengulang semuanya? Apakah dokter Ryan benar-benar tak bersalah? Tapi bagaimana mungkin? Dia jelas-jelas menyerangku, mengunjungi rumah itu, dan sekarang semuanya terlihat seolah-olah ia tak melakukannya. Ia seorang dokter bedah, ia dapat melakukan segala hal yang terjadi pada mayat itu. Ia dapat membunuhnya, memutilasi tubuhnya, menjahit tubuh mayat-mayat itu dengan manekin, serta latar belakang dirinya, itu benar-benar menunjukkan dirinya, kan? Tapi kenapa malah seperti ini?"

"Pak, saya rasa Anda harus beristirahat sejenak, Pak."

"Dengan kenyataan yang sedekat ini!?" tanyaku, sedikit membentak. Sungguh, itu di luar kendaliku. Nada yang keras itu tak seharusnya kukeluarkan. Aku tak sengaja melakukannya, tapi aku tak dapat menahannya. "Jika ia tak mengunjungi rumah itu, jika ia tak menyerangku, aku bisa melepaskannya dari tuduhanku. Tapi dia melakukannya, Wijaya! Di depan mataku!"

Akhirnya, Wijaya tak menanggapi. Aku yakin ia melihat mukaku yang memerah, aku yakin dia tak ingin menggangguku seperti sebelum-sebelumnya, aku yakin dia tak ingin adanya pertengkaran di antara kami, seperti sebelumnya. Namun, kali ini semuanya benar-benar telah di luar kendaliku, aku tak mengerti akan seluruh kejadian yang tengah terjadi. SIalan, seandainya bisa kulepaskan kasus ini, sudah pasti akan kulepaskan.

Akhirnya, kubiarkan pikiranku menjadi lebih tenang, mengambil napas dalam-dalam, mengeluarkannya perlahan biarpun aku yakin wajahku masih memerah. Kulakukan berulang kali sedangkan Wijaya tak dapat berkomentar. Hingga akhirnya aku berkata, "Kau benar. Aku harus beristirahat sejenak."

===

Aku meminta Wijaya untuk melanjutkan penyelidikan. Kendati demikian, aku tetap tak melepaskannya dari tanggung jawabku. Aku mempersilakan Wijaya untuk membuat kesimpulannya sendiri, teori bahwa dokter Ryan tak melakukannya. Aku memahami teorinya—memakluminya—karena ia tak mengalami apa yang kualami. Ia pasti menganggapku berhalusinasi, tetapi aku tak dapat mencegahnya untuk tak berpikir seperti itu.

Di saat yang sama, Dokter Ryan dilepaskan. Tiga hari penahanan tanpa bukti yang cukup—bahkan sebaliknya—membuatku tak berkutik. Apalagi dengan penemuan mayat yang ketiga ini, jelas-jelas dokter Ryan berada di dalam sel ketika seseorang meletakkan mayat perempuan berkepala manekin ini, membuat alibinya semakin kuat—aku tak menyukainya. Sedangkan pada kasus ketiga ini, hampir sama dengan kasus pertama, seorang remaja SMA menemukan mayatnya dengan kronologi yang sedikit berbeda. Sedangkan kembali kuingat bahwa kasus kedua ditemukan oleh seorang petugas kebersihan balai kota.

Kasus ketiga ini pun sama seperti sebelumnya. Tidak berbekas, bahkan terkesan lebih rapi dari sebelumnya. Selain itu, tulisan R3 yang seperti biasanya ada dalam manekin, kini pun tertera, menandakan pembunuhan ini bukan dilakukan oleh seorang peniru. Pembunuh yang benar-benar nyata, berada di balik bayang-bayang.

Kami mengunjungi beberapa tempat yang biasanya dikunjungi oleh dokter Ryan—untuk kesekian kalinya—mencari segala hal yang mungkin dapat menjadi sebuah bukti bersalah atau tidaknya dokter Ryan. Namun, semuanya tetap nihil. Di sisi yang lain, aku pun telah memberitahukan keberadaan arsip itu pada Wijaya, memintanya untuk mengecek ulang arsip yang telah kutelaah itu. Dan untuk kedua kalinya, Wijaya setuju bahwa orang-orang itu—yang berada di daftar itu—memang orang-orang yang dinyatakan hilang. Brengseknya, Wijaya menyamakan beberapa foto yang berada di arsip itu dengan album foto yang kami temukan dalam ruang bawah tanah.

Objek-objek dalam foto itu tak seratus persen mirip. Namun, dapat kuperhatikan jika beberapa di antaranya memiliki ciri-ciri yang sama. Aku bukan seorang ahli forensik, tetapi jika penglihatanku masih bagus, aku dapat menyatakan bahwa orang-orang yang berada di dalam album foto itu—yang disiksa secara tak wajar dan tak manusiawi—adalah orang-orang yang hilang. Bukankah artinya mataku masih bekerja dengan baik?

Wijaya berusaha mencari sang perantara yang dikatakan oleh dokter Ryan, mencarinya melalui facebook dengan berbagai grup yang tersebar. Dokter Ryan mengaku tak ingat di mana ia membuat postingan penjualan rumahnya itu, sehingga ia dapat menemukan sang perantara. Membuat Wijaya harus berusaha dengan keras, mencari postingan lama, melalui arus waktu yang tak sebentar. Beberapa kali ia menggunakan pencarian melalui kalimat, tetapi tetap tak ditemukannya, membuatnya terpaksa menelusuri dari atas ke bawah atau menggunakan cache yang tidak begitu membantu.

Aku ingin membantu Wijaya, tetapi seperti yang dikatakannya, kurasa aku butuh istirahat. Jadi, aku kembali pulang ke rumah hanya untuk mendapatkan sebuah paket tanpa nama pengirim.

Masih dengan seragam cokelatku, kuambil paket itu, membawanya ke dalam rumah, segera membukanya. Mendapati pistol curianku kembali dikirimkan padaku dengan tulisan yang sama seperti paket berisi kepala manekin waktu itu.

PRANK


Continue Reading

You'll Also Like

15.7K 1.6K 12
Jika ada kejadian mistis yang disebabkan oleh hantu yang menempel ke tubuh kita dari suatu tempat, kita bisa dengan mudah mengusirnya kembali dengan...
4.6K 1.4K 181
⚠️TERJEMAHAN GOOGLE 27 MARET 2022 JUDUL Invasi Dimensi Tinggi\高维入侵 PENULIS Qi Liu\七流 Status 246 bab lengkap di JJWXC http://www.jjwxc.net/onebook...
30.7K 816 53
Sebelum baca cerita ini lebih baik baca cerita orang tuanya dulu ya, biar gak bingung nanti. Jangan lupa follow, komen dan votenya. See you. JANGAN...
Erlangga By Cewek_Halu

Mystery / Thriller

33.2K 2K 16
Erlangga adalah seorang pemuda berusia 18 tahun dengan sikap keras dan penampilan yang menunjukkan kehidupan penuh perjuangan. Dia sering terlihat de...