RUMORS

By dynyiophilee

295K 36.6K 2.6K

Jeon Jungkook, siswa tampan primadona di sekolahnya. Sifat kasar dan dingin pun menjadi identitasnya. Menjadi... More

[01] The Name
[02] Because The Name
[03] Too Cold
[04] Jerk
[05] Responsibility
[06] Her Injury
[07] Not Me
[08] Mine
[09] Tragedy
[10] Not You
[11] Confused
[12] Make It Real
[13] Hard
[14] Impact
[15] Lips
[16] Warm and Cozy
[17] Our Dream
[18] She Knows All
[19] Weak
[20] Our Life
[22] Miss You
[23] Talking All Night
[24] Mad
[25] Abnormal
[26] Sad Fate
[27] Flashback
[28] Heartbreak

[21] Exam

8.8K 1K 73
By dynyiophilee

Keramaian langsung menyambut Jungkook, Jisoo, Jimin, hingga Namjoon yang kali ini menjadi supir pribadi mereka itu, kala berhenti di depan gerbang gedung yang akan menjadi tempat penentuan mereka. Para orang tua serta sanak keluarga lainnya tampak membawa beberapa plakat nama sekedar untuk mendukung anggota keluarga mereka yang hendak mengikuti ujian.

Hiyaa~ masih ada juga yang seperti ini?” kembali Namjoon berdecak melihat itu semua, ia bahkan sempat geleng-geleng kepala melihat semangat orang-orang tersebut.

“Kenapa? Kau mau memegang nama kami seperti itu juga?” Jimin menunjukkan senyum candanya pada Namjoon yang tak keluar dari mobil dan hanya melihat dari jendela mobilnya yang terbuka.

“Aku? Kenapa? Kau pasti tidak lulus ....” Namjoon menunjuk Jimin saat itu, dibalas dengan majunya bibir Jimin.

“.... dan dia, aku mau dia tidak lulus,” sambung Namjoon yang kali ini menunjuk Jungkook dengan sinisan candanya.

“Kalau dia, hm ... cantik, kau pintar?”

“Jisoo! Jisoo!! Hyung!” Bukan Namjoon namanya jika tak membuat Jungkook naik pitam, kekesalan yang terus terjadi kala Namjoon sengaja menggodanya.

Kekehan pelan dari Jimin dan Namjoon hanya menjadi tontonan bagi Jisoo, sedang Jungkook mendengus napas berusaha menenangkan dirinya. Melajunya mobil Namjoon membuat Jimin, Jungkook hingga Jisoo mulai berbalik dan berjalan beriringan memasuki gerbang besar tersebut. Di atasnya terdapat pula sebuah spanduk dengan kata-kata penyemangat untuk siswa-siswa yang akan menjalankan ujian seperti mereka.

Sesaat masuk ke gedung, Jungkook dan Jimin sepakat untuk menuju ke kelas Jisoo terlebih dahulu demi mengantarnya. Jisoo yang berada di tengah saat mereka bertiga berjalan menyusuri koridor pun tak luput dari tatapan siswa-siswa lainnya. Sosok Jungkook dan Jimin sudah cukup menjadi alasan untuk hal itu, terlebih posisi Jisoo saat itu menjadi posisi impian para siswi yang melihatnya.

“Saat istirahat, aku akan ke sini.” Tas makanan yang sedari tadi dibawanya kini dialihkan pada Jisoo, hingga elusan pelan pada puncak kepala Jisoo setelah gadisnya itu mengangguk.

Dialog Jisoo dan Jungkook tak berlangsung begitu lama, sebab Jimin yang terus mengeluh matanya sakit melihat kemanisan Jungkook pada Jisoo. Jimin bergerutu sendiri memang, tapi jelas dengan suara yang ditujukan pada Jungkook dan juga Jisoo. Jungkook dan Jimin pun berada di kelas yang berbeda di ujian kali ini, nomor urut mereka yang jauh menjadi alasan.

“Hei, kau tahu aku alergi susu?”

“Tentu saja, kau yang selalu memakiku jika membelikan makanan mengandung susu ataupun keju.” Jimin masih terkesan acuh dari Jungkook, ia sibuk dengan ponselnya seraya tetap melangkah beriringan dengan sobatnya itu.

“Kalau, tentang operasiku dulu?” kini Jungkook terlihat antusias, dilihat bagaimana ia mulai menoleh pada Jimin menanti respon akan pertanyaannya itu.

“Itu ‘kan Namjoon hyung yang bilang. Sampai mati aku tanya padamu pun tak akan kau bilang.”

“Kalau begitu, jika aku atau Namjoon hyung tidak cerita maka kau tidak akan tahu?”

Hentakkan tercipta kala Jimin menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, menoleh pada Jungkook dan menurunkan ponsel yang sedari tadi menjadi pusat atensi baginya. “Kepalamu belum sembuh? Mengapa bertanya hal yang sudah pasti! Tentu saja aku tidak akan tahu!”

“Tapi, Jisoo tahu semuanya.” Jungkook menatap Jimin lekat kali ini, menunjukkan titik keseriusannya seraya menelisik pula reaksi yang ditangkap oleh Jimin.

“Apa? Semua itu?” reaksi Jimin sesuai dengan ekspetasinya, reaksi yang sama saat ia pertama kali mengetahuinya juga. “Hei! Kalau begitu, bukankah Jisoo gadis pertama yang mengetahui semua hal itu? Hal yang mati-matian kau sembunyikan dan tak pernah kau ceritakan! Bahkan padaku!” Tanpa sadar Jimin mencurahkan isi hatinya yang sempat kesal Jungkook terlalu menyimpan banyak rahasia dari dirinya, sedangkan ia cukup terbuka pada Jungkook.

“Pertama? Dia?” jelas Jungkook tahu fakta itu, dan sejujurnya perasaannya terhadap Jisoo saja sudah bisa menjadi bukti bahwa sosok gadis itu memang spesial baginya. Jungkook memang bukan pertama kali berkencan, namun rasa seperti ini pertama kali ia rasa. Rasa yang baru ia kenal sejak bersama dengan Jisoo.

Tepukan pelan pada pundak tegapnya sedikit menginterupsinya dari lamunan, Jimin ternyata telah sampai di kelasnya. Lambaian tangan sekedar menjadi salam perpisahan mereka, sebelum Jungkook meneruskan langkahnya dan memfokuskan pikirannya kembali. Fokusnya adalah ujian untuk hari ini.

Bahasa Korea menjadi mata pelajaran pembuka, dan dengan jeda waktu 30 menit langsung dilanjutkan dengan Matematika. Selesainya tepat pada pukul 12.10 siang waktu setempat, kini waktu istirahat sedikit panjang yaitu 1 jam. Tak ingin membuang waktunya, Jungkook langsung beranjak keluar sesaat pengawas ujian keluar dari kelasnya. Koridor gedung pun mulai ramai oleh para siswa yang juga tengah memanfaatkan waktu istirahat mereka.

Sesampainya di kelas Jisoo, makan siang mereka telah tertata rapi di meja Jisoo. Bahkan sebuah bangku kosong sudah diletakkan di sisi kanan meja Jisoo, bangku yang tentu diperuntukkan bagi Jungkook. Beruntung Jisoo duduk di sudut paling belakang, membuat keberadaan Jungkook tak begitu menggangu. Pertanyaan basa-basi sempat dilontarkan Jungkook saat baru datang dan seraya duduk di bangkunya, “Bagaimana ujiannya tadi? Bisa semua?”

“Hanya melakukannya seperti belajar biasa.” Jisoo tetap sibuk dengan peralatan makan mereka, tanpa menoleh pada Jungkook yang sudah meneguk segelas air hangat di atas meja. “Woah, kau tampak yakin dengan hasilmu.” Jungkook jelas bisa menangkap bagaimana tenangnya Jisoo setelah dua mata pelajaran pertama selesai, gugup yang tadi pagi masih terlihat kini sirna seketika. Ketakutan akan ujian ini sudah dapat diatasi oleh Jisoo rupanya.

Dialog ringan mereka terus berlanjut seraya melahap setiap sendok bekal yang dibawa Jungkook, atau lebih tepatnya disipakan oleh ibu Jimin. “Masakannya sungguh karya seni, kenapa semuanya terasa begitu nikmat.” Jisoo tak bisa menghentikan gerak mulutnya yang terus-terusan mengunyah itu, terlebih pada telur gulung yang hampir dihabisi olehnya itu. “Masakan ibu Jimin memang yang terbaik.” Saking kagumnya Jungkook bahkan sempat mengacungkan jempolnya dengan tangan yang masih menggenggam sumpit.

Pembahasan akan masakan ibu Jimin tak berakhir begitu saja, malahan berlanjut dengan cerita Jungkook saat pertama kali menyicipi masakan ibu Jimin saat ke rumah Jimin dulu. Dengan gaya berlebihannya, Jungkook mengatakan tak akan pernah melupakan hari itu. Sampai pada kalimat menunjukkan keirian pada Jimin yang memiliki ibu seperti itu. Ibu Jimin memang hanya ibu rumah tangga, berbeda dengan istri orang ternama lainnya, ibu Jimin begitu kental dengan kesederhanaannya. Begitu bersemangatnya Jungkook dalam menceritakan hal itu, membuat Jisoo tersadar akan satu hal di sana. Perlahan Jisoo menatap Jungkook dalam diamnya, tanpa sepengatahuan Jungkook yang tetap sibuk bermonolog.

“Ibumu juga pasti sangat hebat.” Jisoo berhasil membuat Jungkook teralih padanya hingga menghentikkan kunyahannya pada makanan yang sudah membuat pipinya gembung. “Bahkan Tuhan memanggilnya cepat, karena membutuhkan keberadaannya di surga.”

Kini Jungkook benar-benar dibuat bungkam akan kalimat Jisoo yang benar-benar menyiramkan kehangatan pada hatinya. Kalimat seperti itu pertama kali ia dengar, tidak! Bagaimana bisa Jisoo memikirkan kalimat seindah itu. Senyum mulai terulum di bibir Jungkook, pelan tapi pasti seolah menujukkan bahwa ia sangat terhibur akan kalimat itu.

Beberapa detik acara saling menatap itu dilakukan keduanya, sebelum Jisoo kembali beralih pada makanannya. Tak ingin membiarkan jantungnya berdegup tak normal lebih lama. Sampai Jungkook yang ingin mengambil sayur yang berada sedikit jauh darinya membuat ia sedikit kesulitan. Bukan masalah jarak, melainkan diri Jungkook sendiri yang membuat itu sulit.

Pertama, Jisoo hanya melihat dalam diamnya seraya mengambilkan pula sayur yang hendak di makan oleh Jungkook itu. Sampai tiba-tiba, Jisoo bangkit dari duduknya dan membuat Jungkook berkerut dahi menatapnya. "Ke mana?" Tak ada jawaban pasti dari Jisoo, ia hanya menarik lengan Jungkook agar tetap mengikutinya. Mau tak mau Jungkook pun mengikuti Jisoo dengan segala kebingungan yang menguasai.

Sudut bawah tangga menjadi tempat di mana Jisoo berhenti melangkah bersamaan dengan Jungkook pula yang mengikutinya. Jungkook semakin bingung melihat Jisoo mengajaknya ke sini.

"Buka bajumu."

Mata yang terbelalak menjadi respon pertamanya, "Ap-apa? Ba-baju?" Jungkook meragukan pendengarannya, ia ragu akan ucapan Jisoo yang baru saja di dengarnya. Bukannya memperjelas kalimatnya, Jisoo.malah memukul pelan lengan kanan bawah milik Jungkook.

"Aww!!"

“Lihatlah, masih sakit 'kan? Buka bajumu dan biar kulihat lukamu.” Jungkook mengutuk reaksi tiba-tibanya yang tentu membuat Jisoo khawatir akan dirinya. Tentu saja masih sakit, lukanya masih dua hari dan jahitannya bahkan belum dilepas.
Perlahan Jisoo membantu Jungkook melepaskan jas seragamnya, menggulung lengan kanan kemeja putih yang tampak memiliki bercak darah di sana, "lihat, perbanmu tidak kau ganti jadinya seperti ini. Ck!"

“Kau tidak mengganti perbanmu 'kan?” Jungkook jelas menghindar tatapannya saat pertanyaan itu terlontar, dan Jisoo pun bisa menyimpulkan bahwa Jungkook sama sekali tak mengurus lukanya.

Jisoo beralih dengan menarik Jungkook lagi, mendudukannya pelan pada anak tangga ketiga. Berdirinya ia tepat dihadapan Jungkook saat ini membawanya sedikit merogoh mantel musim dinginnya itu, mengeluarkan sebuah salep dan gulungan perban.

"Kau bawa itu sedari tadi?" Jungkook jelas tak begitu saja menerima pandangan aneh itu, menurutnya. Sedari tadi Jisoo tak ada membuka tasnya, berarti memang benda itu berada di sana sejak tadi 'kan?

"Pagi tadi aku beli, aku tahu kau pasti seperti ini." Jisoo jelas tak berbicara dengan baik pada Jungkook, keacuhan sedikit diperlihatkannya. "Padahal apa susahnya mengganti perban. Katanya mau jadi dokter."

Jungkook sedikit menggarukk belakang kepalanya yang sama sekali tak gatal itu, melampiskan rasa malunya pada Jisoo. “Aww! Pelan-pelan ...,” ringisannya tiba-tiba kembali terdengar nyaring, kala Jisoo  tampak mengolesi salep yang ia bawa tadi pada lengan Jungkook.

Sedangkan, gadisnya hanya sedikit mencibir seraya tetap fokus mengganti perban Jungkook. Bahkan luka yang di pelipis serta bawah mata Jungkook pun tak luput dari Jisoo, plester lukanya ikut diganti dengan yang baru setelah mendapat beberapa pembersihan dari Jisoo.

Wajah Jisoo kini berada tepat di atasnya, fokus atensinya pada pelipis kanan Jungkook yang masih diolesi salep dingin itu. Sedangkan fokus atensi Jungkook sendiri ialah wajah gadisnya itu, “Kau kalau keluar rumah selalu menguncir rambutmu ‘kan?” pertanyaan yang sungguh diluar ekspetasi terlontar dari Jungkook.

“Hm, kenapa?”

“Baguslah, kalau digerai kau sangat cantik. Aku tidak rela orang lain melihatnya.” Jelas Jisoo menganggap itu sekedar gurauan dan tampak hendak memukul lengan jungkook yang tetrus-terusan menggombal jika bersamanya. Namun, Jungkook serius akan ucapannya. Jisoo dengan rambut hitam panjang yang digerainya hanya boleh dinikmati oleh seorang Jeon Jungkook.

Waktu istirahat 1 jam pun terasa tak begitu lama jika seperti ini, keduanya harus kembali ke kelas untuk melanjutkan ujian mata pelajaran lainnya. Kini waktu yang Jungkook dan Jisoo tempuh benar-benar lama, ujian baru selesai pukul 18.20 waktu setempat.

Lagi, tanpa menunggu lebih lama Jungkook langsung membawa ranselnya melangkah keluar menuju kelas Jisoo. Bahkan koridor masih tampak sepi saat ia keluar karena siswa lainnya masih tengah bersiap di kelas masing-masing. Begitu pula dengan Jisoo yang tengah bersiap saat Jungkook sampai di kelasnya.

“Pakai yang bagus mantelnya, di luar dingin.” Tanpa kata sapaan Jungkook langsung menarik pelan mantel Jisoo yang tengah di pakainya itu, mengancingkannya satu persatu tanpa membuat tangan Jisooo bekerja di sana. Saat itu pula manik Jisoo kembali menyusuri suasana kelas, dan Jisoo dapat melihat bahwa dirnya dan Jungkook memang menjadi pusat atensi kini. Ah, orang-orang yang tak mengenal mereka bahkan menatap dirinya dan Jungkook seperti itu.

“Bermesraannya di rumah saja, bisa tidak?” itu suara yang mereka kenali, Jungkook berbalik serta Jisoo sedikit memiringkan kepalanya akibat terhalang Jungkook untuk melihat si pemilik suara. Jimin memang, sesuai tebakan mereka.

“Kalau iri, kau kalah.” Jungkook sama sekali tak memperdulikan Jimin dan kembali fokus ada mantel Jisoo yang belum dikancingnya.

“Aku bisa menyentuh semua gadis saat ini, sedangkan kau tidak, buat apa aku iri?” Jimin sudah mendekat kini, mendapati tatapan tajam dari Jungkook karena menjawab seperti itu dihadapan Jisoo.

Benar saja, Jisoo memang canggung mendengar jawaban Jimin seperti itu. Apakah mereka memang seperti ini sebelumnya? Menyentuh seorang gadis adalah hal yang biasa? Senyum simpul dengan kecanggungan yang masih menguasai ditunjukkan Jisoo saat Jungkook menatapnya, mengecek responnya akan ucapan Jimin.

“Kau pulang sendiri!!” jelas Jungkook meninggikan suaranya menatap Jimin, meninggalkan Jimin setelah memulai genggaman pada gadisnya dan meninggalkan kelas itu.

Nyatanya, Jungkook memang membiarkan Jimin pulang sendiri terlebih dahulu dengan supir Kim, sedangkan ia berniat berjalan bersama Jisoo di pinggir kota saat matahari mulai tak terlihat seperti ini. Genggaman Jungkook sama sekai tak melemah, melainkan semakin mengerat kala hembusan angin menusukkan dingin pada tubuhnya dan juga gadisnya.

"Ah, selesai akhirnya. Ujian dengan persiapan 12 tahun." Akhir ucapannya Jungkook menggerakkan maniknya menatap Jisoo, yang sudah membalas dengan senyum termanisnya.

"Besok ke mana? Kita jalan, yuk."

"Tidak bisa, seminggu ini ada yang kukerjakan." Jisoo jelas tampak menyesal memberikan jawaban seperti itu. "Akhir minggu saja, kita piknik." Kini sebuah pembalasan dari rasa menyesalnya diutarakan, memohon pengertian dari kekasihnya itu.

"Akhir minggu terlalu lama."

"Kita pakai baju couple, naik sepeda, apa lagi? Kita coba semua." Jisoo bukan tengah berdialog dengan lelaki remaja, ia seolah tengah membujuk anak kecil untuk merelakan kemauannya sesaat.

Helaan napas panjang seraya mengeratkan genggamannya dengan manik yang sengaja ia fokuskan pada langit, Jungkook berucap, "Baiklah, akhir minggu."

"Terima kasih. Baik sekali, Jeon Jungkook." Langkah Jisoo terhenti, memutar beberapa derajat tubuhnya menghadap Jungkook dan berakhir pada usapan lembut pada puncak kepala kekasihnya itu. Tingginya postur tubuh Jungkook, jauh dibanding dirinya membuat Jisoo harus benar-benar mendongak.

"Aku bukan anak kecil!!" Penolakan Jungkook malah berdampak pada kekehan Jisoo yang semakin melihat sosok imut Jungkook di sana. Bagaimana Jisoo tidak gemas, kesalnya Jungkook seperti ini saja sangat lucu.

Kini seminggu ke depan akan menjadi minggu terpanjang bagi Jungkook. Minggu pertama tanpa Jisoo setelah hubungan mereka.

To Be Continued

Sorry for typo(s)
Thank's for reading and
Keep voment~^^

Continue Reading

You'll Also Like

1M 83.6K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
119K 8.5K 54
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
56.6K 5.9K 19
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
297K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...