SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

By JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... More

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
10~He~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
17~Karakter Tersembunyi~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
30~Posisi dia di hatinya~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
45~Persiapan Gencatan Senjata~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
54~Di balik Senyum Manis~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
Epilog
NEW GENERATION

23~Sebuah Awal Buruk~

2K 145 3
By JasAlice

Hidup penuh dengan berbagai macam permasalah yang terdapat di dalamnya. Mengantarkan pada sebuah rasa dan akan menciptakan sebuah keyakinan yang kuat agar dimiliki individu tersebut.

Pria kecil itu hanya menatap iri teman-temannya yang asyik bermain tanpa mau menyadari keberadaannya.

Ia duduk termenung di sebuah ayunan kecil sambil menggenggam kotak bekal. Berharap dengan membawanya dapat menarik perhatian anak seusianya. Namun itu semua tidak menjadi kenyataan.

Wajah itu terlihat polos mengukir sebuah senyum menatap temannya berlari di depannya.

Tapi tidak dengan hatinya.

Ia sakit.

Sangat.

Tanpa ada yang bisa merasakan hal yang dirinya rasakan; sekarang.

"Hei kau!"

Segerombolan pria seusianya berjalan menuju ayunan, berdiri di depannya membuat pria itu ikut berdiri. Mereka terlihat lebih tinggi darinya mengharuskan ia sedikit mendongak, "Ada apa?"

Pria yang tampaknya sebagai ketua melipat kedua tangannya di dada, "Tidak. Kami hanya melihatmu sendiri saja tanpa ikut bergabung." Jelasnya tersenyum manis. "Kau tidak ikut bermain bersama mereka?" Tanyanya membuat pria kecil itu menggeleng.

Ia menunduk lemah, "Mereka tidak menyukai ku."

"Oh ayolah kawan. Kau itu pria pintar di kelas dan mereka tidak ingin berteman dengan mu? Yang benar saja. Mereka melewatkan orang baik dan ramah sepertimu." Balas salah satu dari mereka yang bersender pada tiang ayunan.

Pria kecil itu menatap satu per satu dari keempat anak tersebut, "Kalian mau apa?" Tanyanya langsung pada teman satu sekolahnya tapi berbeda kelas itu.

Mereka semua terkekeh pelan mendapati pertanyaan tersebut yang semakin membuat pria kecil itu bingung.

"Kita mau berteman dengan mu." Jelas ketua itu serius.

Ia menyipitkan matanya mencari sesuatu, "Kau tidak tulus ingin berteman dengan ku. Pasti kalian hanya ingin memanfaatkan ku saja!"

Ia menerobos keluar dari lingkaran tersebut memilih untuk tidak menanggapi ucapan sang ketua tadi.

"Tunggu!"

Pria kecil itu berhenti berjalan dan berbalik sebentar, ingin tahu apa yang akan ketua tersebut ucapkan.

"Kita berteman selama satu minggu dan kau sendiri yang akan memutuskan untuk lanjut atau tidak."

Seketika hal itulah yang menjadi awal pertemanan mereka di mulai.

Sekarang pria kecil itu tidak sendiri lagi. Penampilan mereka mungkin bisa dibilang menyalahi aturan yang ditetapkan St. Paulus dan mereka bukan anak-anak dengan IQ baik. Namun mereka adalah teman yang paling pengertian dan bisa diandalkan; bagi pria kecil itu. Susah senang mereka lalui bersama.

Julian terbangun setelah mendengar adzan subuh yang berkumandang. Ia mengusap wajahnya sambil setengah duduk mengembalikan jiwanya yang hilang. Meraih remote AC mematikannya dan segera menyingkap selimut tebal. Bergegas menuju kamar mandi yang letaknya sedikit jauh.

Dibawah, Riana sedang menyiapkan bahan untuk sarapan sederhana selagi menunggu pembantunya sholat. Ia membuka lemari atas mengambil gula pasir dan menuangkannya ke dalam toples kosong.

Duk!

"Ouch, my head!"

Riana menoleh cepat mendengar rintihan Merriam yang ternyata menabrak pintu kulkas. Ia berjalan menghampiri gadis kecil itu yang mengusap keningnya. "Kamu kenapa bisa kebentur Mer?"

Ia meringis pelan menatap Riana yang menunduk menyamai tingginya, "Mata ku masih susah kebuka aunty, tenggorokan udah seret banget. Jadinya pengen cepet ambil minum tapi malahan kebentur ini!" Ia memukul keras pintu kulkas.

Gadis itu memakai baju tidur berwarna pink dengan gambar marsha and the bear, serta tidak lupa memakai sendal berkelapa boneka kelinci.

"Udah sayang. Makanya lain kali hati-hati dan kalo masih susah kebuka kamu gunain tangan untuk raba sekitarmu." Jelas Riana

"Okay aunty."

**

Key mengetuk dagunya memerhatikan Julian dan Olyn dari bangkunya. Mereka terlihat sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ia pun mendekati Olyn yang berjarak dua langkah, memilih duduk di bangku depan.

"Tumben Lyn gak teriak di pagi bolong gini." Ia melirik sebentar Julian yang sepertinya

Gadis itu menghentikan menulis catatan biologinya. Menatap Key dengan kening mengkerut, "Ngapain gue teriak gak jelas gitu Key. Aneh lo," Olyn segera kembali menyalin catatan salah satu temannya.

"Ya kali aja Lyn. Biasanya 'kan elo paling anti kalo udah diusilin si Julian dan untung lo gak sampe kejang-kejang." Key terkekeh pelan.

Olyn berdecak kesal, "Jangan mulai deh Key." Balas Olyn. "Dia lagi adem dan gue sangat senang untuk hal itu," Lanjutnya.

"Tapi itu yang buat gue heran." Ucapnya cepat.

Olyn mulai tertarik dengan ucapan Key, "Maksud elo?"

"Lo perhatiin aja. Dia itu kayak sedang ngelamunin sesuatu dan pastinya sangat penting yang sampai sekarang mengusik pikirannya." Jelasnya memberikan pandangan ke Julian agar Olyn memerhatikannya.

Gadis itu mengeluarkan kaca kecil yang sering dibawanya. Memfokuskan arah kaca agar dapat terlihat wajah Julian.

Benar. Pria itu sedang menatap jauh keluar jendela kelas. Entahlah apa yang sedang dipikirkan pria itu.

Suara pengumuman di kelas mengusik telinga mereka. Nama Julian disebut dalam mikrofon yang bersumber dari ruang tata usaha. Pria itu segera berdiri menuju ruang kepala sekolah.

Joshua kebetulan berpapasan dengan Julian yang baru keluar dari ruang OSIS sambil menggenggam map coklat, memanggilnya sebentar, "Kenapa wajah lo ditekuk gitu, galau?"

"Iya. Lagi mikirin utang," Balasnya langsung melengos menuju ruang kepala sekolah di gedung berbeda.

.

.

.

"Permisi Pak,"

Julian mengetuk pelan pintu ruangan saat melihat lelaki itu sedang berbicara dengan siswa nya.

Mereka berdua menoleh dan Julian sedikit kaget melihat Mauza di sana. Ternyata pria itu telah kembali dari Singapura.

"Silakan masuk Julian,"

Ia pun tersenyum setelah Kepala Sekolah menyuruhnya duduk tanpa mau menoleh ke arah Mauza. Jari-jarinya ia tautkan di atas pahanya mencoba santai.

Lelaki berkepala pelontos itu tersenyum sebentar pada Mauza lalu menatap Julian hangat, "Sebelumnya kamu bisa kasih Mauza ucapan selamat Julian. Karena berkat dia sekolah kita menyabet juara satu, debat skala internasional di Singapura."

Julian tidak perlu kaget mendengar penjelasan tersebut. Semua sudah ia duga, dan kemungkinan terbesar fakta itu akan ber-efek pada dirinya. Seperti sekarang. Seharusnya ucapan selamat itu ditujukan untuknya, sama seperti tahun sebelumnya. Dalam semester ini pun Julian telah membawa harum nama salah satu sekolah negeri favorit di Jakarta ini. Mengantarkan pada peningkatan akreditasi sekolah yang semakin eksis, selain ditunjang oleh faktor lain.

"Gue turut senang untuk keberhasilan elo, selamat."

Pria itu tersenyum manis menutupi rasa kecewanya sambil mengulurkan tangan pada Mauza, dan disambutnya. "Terima kasih Julian," Balasnya tersenyum senang.

"Baiklah Julian," Lelaki tua itu menarik napasnya pelan seraya membenarkan letak kacamata. "Saya kembali mengulang bahwa saya sangat minta maaf karena telah menggantikan Mauza untuk maju debat. Itu pun secara mendadak tanpa ada kontak langsung di antara kita." Ucapnya masih merasa bersalah.

"Bapak tidak perlu meminta maaf kepada saya. Kalau ini yang terbaik untuk sekolah kita, kenapa tidak mendaftarkan siswa yang lebih berpengalaman dari saya." Jelasnya tersenyum tipis.

Rasanya ia ingin cepat keluar dari ruangan yang semakin berkurang oksigen disekitarnya. Ia tidak ingin terus membahas hal yang bahkan ingin ia lupakan. Tapi semuanya terasa susah apalagi mengetahui orang yang membuatnya seperti ini adalah Athafariz Mauza Abrisam. Selalu saja seperti ini.

"Saya senang kalau kamu sudah memaafkan saya." Balasnya senang. "Sebenarnya ada hal lain yang ingin saya katakan pada mu." Lanjutnya.

Julian mengernyit, "Apa itu Pak?"

"Hasil karya ilmiah mu akan saya ikutkan pada lomba yang akan diadakan di Kampus ITB bulan depan." Ungkapnya membuat Julian tersenyum senang.

"Benar, Pak?"

"Iya. Saya merasa kamu sangat pantas mengikuti lomba ini, sekaligus mengasah lagi kemampuanmu dalam penulisan karya ilmiah lainnya."

Julian merasa sangat bersyukur masih diberi kepercayaan oleh Kepala Sekolah untuk tetap ditunjuk sebagai perwakilan sekolah. Ia juga berterima kasih pada-Nya atas doa yang selalu ia panjatkan, dan akhirnya terkabul.

Dirinya harus bertekad lebih di depan daripada Mauza. Dulu ia tidak ada apa-apanya dibanding Mauza. Tapi itu dulu. Sekarang akan ia buktikan kalau Mauza bisa ia kalahkan.

"Semoga lomba ini diberkahi oleh Allah," Tutur Mauza dan diamini Julian.

**

"Sukses selalu buat elo Julian,"

Mereka berjalan bersamaan keluar dari ruang Kepala Sekolah. Mauza menghentikan jalannya saat pria di sampingnya berhenti.

Julian menatapnya datar, "Lo gak ada niat untuk balik ke Finlandia?"

Mauza terkesiap mendapati pertanyaan dari Julian yang bukannya membalas ucapannya. Tapi ia tetap menjawabnya, "Insya Allah gak. Gue bakal menetap di Indonesia, terutama biar Ibu ada yang rawat."

"Lo bisa ajak Ibu elo tinggal di sana." Timpal Julian santai.

Hal itu membuat Mauza merasa aneh dengan Julian. Ia merasa orang di sampingnya bukan teman semasa di putih biru. "Elo kenapa kayak gak suka sama gue Julian? Apa ada ucapan gue yang bikin hati elo sakit."

Bukan! Bukan ucapan elo, melainkan sikap polos elo yang bikin hati gue sakit. Sampe Oli pun mulai teralihkan ke elo. Lo mungkin orang pertama yang memasuki hati Oli, tapi gue orang pertama yang kenal dia.

Julian tersenyum miring, "Gue rasa elo gak bodoh untuk mengerti bahasa tubuh gue."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut ia meninggalkan Mauza yang termenung menatap kepergiannya.

Dari jauh Eva dan kedua sahabatnya melihat hal tersebut yang membuat mereka penasaran.

Eva melipat tangannya di dada, "Ada sesuatu di antara mereka dan gue harus tau." Ucapnya memandang Mauza yang berjalan lambat sambil menatap punggung Julian dari jarak jauh.

"Iya. Gue juga merasa Olyn ada kaitannya di antara mereka." Timpal Theresa

"Gue setuju!" Seru Vinka menatap Eva yang berdiri di tengah mereka. "Lo tau 'kan Va, kalo Julian selalu cari perhatian dengan Olyn. Liat aja, tatapan dia ke Olyn sama seperti tatapan anak pindahan Finlandia buat itu cewek." Jelasnya.

"Kesimpulannya, mereka menyukai orang yang sama." Sambung Theresa membuat Eva mendapatkan sebuah pencerahan.

Senyum jahat terukir di wajah tirusnya, "Kalo gitu kita harus cari tau akar dari permasalahan mereka kemudian akan gue buat hal tersebut menguntungkan bagi gue," Jelasnya merasa puas dengan deretan rencana yang masuk di otaknya silih berganti.

**

Follow IG: jasmineeal

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 118K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
29.3K 294 164
Aku hanya menggungkapkan rasa hati lewat kata-kata Bukan pejabat Atau pun penguasa Hanya menyukai syair-syair Karena aku penyair jalanan
323K 15.9K 84
[SELESAI] Best Humor Love Story 😘 Tentang si Dea gila dan si Kevin yang acuh tak acuh. Ditulis : 30 september 2017
176K 9.5K 200
• Kumpulan Humor • Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang dalam Undang-undang pasal sekian dan nomor sekian Peringatan : ▪ Hati-hati bisa bikin ngak...