SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

By JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... More

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
10~He~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
23~Sebuah Awal Buruk~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
30~Posisi dia di hatinya~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
45~Persiapan Gencatan Senjata~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
54~Di balik Senyum Manis~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
Epilog
NEW GENERATION

17~Karakter Tersembunyi~

2.2K 183 30
By JasAlice

Baru beberapa hari lalu deh Alice ngomong gak tau kapan update. Tapi nyatanya Alice pengen banget cepet-cepet lanjut cerita ini😥

Kuylah dibaca gengsss...

Btw, sekadar info doang untuk readers. Cerita ini bakal di private acak, dan gak tau di part berapa. So, untuk mencegah hati Alice yang kembali terluka, lebih baik Alice memilih jalan ini(?)/ apaan dah😒

Next! Happy Reading gengs

Keheningan menyelimuti keadaan di dalam Range Rover putih itu. Julian menghela napas pelan. Melirik sekilas wajah Olyn yang terus cemberut.

"Lo gak ada rasa penyesalan gitu?"

Olyn pun menatap bingung Julian yang masih fokus menyetir. Jalanan begitu padat karena hari semakin sore.

"For what?"

Julian berdecak kesal mendapat pertanyaan balik. Semalaman ia harus bolak-balik kamar mandi, menahan rasa sakit perut yang mendera. Sekarang rasa itu sudah semakin membaik karena obat diare yang ia minum. Tapi dengan info dan foto yang bertubi-tubi Joshua kirimkan membuat ia tidak sakit perut melainkan sakit hati.

Bagaimana tidak? Dean kembali menampakan rasa sukanya terhadap Olyn. Andaikan ia di sana, pasti pria itu tidak berani melakukan hal tersebut. Foto kemesraan Mauza dan Olyn semakin membuat darah nya mendidih. Enak saja mereka melakukan semuanya di saat dirinya tidak ada. Bahkan kalau pun ia ada, akan ada berbagai hal yang ia lakukan untuk membubarkan adegan yang menurutnya tidak berguna itu.

Tin.. tin..

Klakson kendaraan menyadarkan Julian karena lampu rambu telah berganti menjadi hijau.

"Gue tau, lo pasti ngelamunin yang gak bener 'kan?"

Julian menoleh cepat sambil menyipitkan matanya tidak terima. Ia mencoba memutar arah kendaraan menghindari macet panjang di depan sana.

"Sembarangan aja!" Marahnya.

"Terus?" Balasnya dengan nada menggoda.

"Gue itu lagi mikir betapa kerasnya gue nahan sakit perut yang mendera semalaman. Dan semuanya berasal dari elo! Oli!"

Olyn tertawa keras membayangkan menderitanya Julian di hari dimana dirinya menuangkan beberapa sendok kembali hidangan pedas. Ditambah Julian yang selalu mengelap keringat yang terus bercucuran, dan setelah semuanya selesai. Ia langsung pamit dan meng-gas motornya dengan kecepatan penuh.

"Pokoknya lo harus tanggung jawab atas apa yang elo perbuat ke gue!"

Julian melihat Olyn dari sudut matanya. "Apa yang elo lakuin?" Merasa aneh saat Olyn melihat perutnya.

"Katanya gue harus tanggungjawab. Tapi yang gue lihat, perut lo gak membesar." Balasnya polos masih tanpa mengubah posisinya.

Julian tersenyum mengejek, "Lo gak perlu cari alasan hanya untuk melihat isi dibalik kaos gue."

Dengan cepat gadis itu menarik kepalanya menjauh. "Mau perut lo kotak-kotak kayak tempe yang dipotong persegi, atau berbentuk segitiga kayak lupis, bodo amat!"

Ia melipat kedua tangannya dan memilih memalingkan wajahnya menatap keluar jendela. Sedangkan Julian terkekeh kecil dan kembali fokus menyetir.

Perasaan daritadi ini mobil lama amat nyampenya. Sekalian aja naik motor biar bisa nyalip kayak valentino rossi aja.

Olyn tertawa tanpa suara membuat Julian menatapnya aneh. Ia tidak peduli apa yang ada di pikiran bule tersebut.

Wait.

Ya ampun! Ia baru teringat bahwa terakhir di sekolah sedang menunggu Mauza. Segera Olyn mengeluarkan ponsel dan ternyata telah ada beberapa SMS dan panggilan tidak terjawab dari Mauza. Ia menepuk keningnya pelan karena menonaktifkan suara di ponsel. Dengan cepat mengetikan beberapa kalimat untuk dikirim ke Mauza.

"Halo..."

Olyn hanya memasang telinganya ketika Julian mendapat panggilan telepon. Sudut matanya melihat Julian menggunakan headsetnya.

"Oh iya Pak saya sudah tau tentang semua jadwalnya."

From: Mauza Abrisam
Kalo gitu kamu hati-hati ya pulangnya sama Milly.

Fyuh. Pertama kalinya Olyn berbohong pada Mauza. Ia mengatakan bahwa Milly mengajaknya ke bioskop secara mendadak, dan untungnya Mauza tidak bertanya lebih.

"APA!"

Cittt!

Kening Olyn hampir saja membentur dashboard saat Julian mengerem dadakan, bila saja ia tidak memasang seatbelt. Apalagi ponselnya yang terjatuh begitu saja. Ia pun mengambil kembali ponselnya dengan perasaan marah. Untung saja pria itu sedang berbicara dengan seseorang yang sepertinya penting. Kalau tidak, mungkin ia telah mencekiknya.

Benar atau tidak. Sekarang yang Olyn lihat rahang Julian mengeras. Buku-buku jari tangannya telah memutih menggenggam erat stir mobil.

Ia jadi penasaran apa yang dibicarakan orang yang dipanggil Pak itu.

"Baiklah terima kasih."

Tiba-tiba saja Olyn merasa jantungnya berdetak tidak teratur, merasa suasana sekarang seperti mencekam. Julian pun hanya mengucapkan beberapa kata tanpa ekspresi. "Gue anter lo pulang."

Kemana Julian yang sebelumnya?

***

Joshua hampir saja terjungkal ketika Julian menyingkirkannya dan berjalan cepat ke lantai dua rumahnya. Sebelumnya bel dipencet berulang kali membuatnya merutuki siapa pun yang mengganggunya bermain Play Station. Namun melihat Julian yang datang dengan wajah yang berbeda, membuatnya memikirkan beberapa kemungkinan yang ada dipikiran pria itu.

"Kenapa Josh! Kenapa hah!"

Pukulan bertubi-tubi ia layangkan pada samsak di depannya. Meluapkan semua emosi. Marah, benci menjadi satu dalam waktu bersamaan.

Joshua menatap kasihan sahabatnya.

"Gue selalu aja kalah dengan Mauza! Dia lebih unggul segalanya dari gue, terlebih dengan cepat menarik perhatian semua guru."

Buk! Buk! Buk!

"Tenangin diri lo, Lian."

"Gue gak bisa tenang, hah!" Teriaknya sambil menarik kerah baju Joshua.

Joshua memilih diam dan hanya mendengar setiap kalimat yang dilontarkan Julian. Pria itu sadar. Tidak ada gunanya juga memarahi Julian bahkan bersikap kasar.

"Dia itu selalu ngerebut apa yang gue miliki. Wajah lembut itu selalu mendapatkan apa yang ingin gue raih!" Julian menatap tajam Joshua. "Lo tau? Gue muak lihat wajah polos itu. Gue benci!" Sambungnya mendorong Joshua hingga ia terhempas ke sofa.

"L-lo mau ngapain?" Ia langsung berdiri kembali memerhatikan Julian yang mengeluarkan ponsel dengan tergesa. Berharap apa yang ia pikirkan sekarang tidak benar.

"Diam!"

Kemudian sambungan pun terhubung ketika seseorang menyapa dari seberang sana.

"Cepat siapkan petarung buat gue." Rahangnya mulai mengeras ketika mendengar jawaban diseberang sana. "Uang bukan masalah buat gue!"

Joshua terbelalak mendengar apa yang baru saja diucapkan Julian. Pria itu segera mengambil kunci mobilnya di atas meja. Secepat kilat Joshua menghadang jalan Julian membuat pria itu semakin menampakan wajah marahnya.

"Minggir Josh,"

Pria itu menggeleng. "Gak akan."

"MINGGIR!" Bentaknya semakin menjadi ketika Julian mengambil sisi lain untuk pergi, dan Joshua justru menghadangnya kembali.

"GUE BILANG ENGGAK! YA ENGGAK! LO ITU HARUS TENANGIN EMOSI ELO! INI HANYA MASALAH KECIL DAN LO LANGSUNG BERTINGKAH KONYOL."

"Lo gak ngerti dengan apa yang gue rasain selama ini! LO GAK NGERTI!" Balasnya tidak mau kalah.

Julian melampiaskan amarahnya dengan beberapa pukulan pada samsak di belakangnya.

Pria itu mengacak rambutnya sendiri merasa frustrasi. "Gue merasa kecewa Josh! Sedih, gue sedih kenapa hal seperti ini kembali lagi di hidup gue. Semua ini karena Mauza! Gue kembali merasa terasingkan dengan adanya Mauza. Gue.. gue.."

Julian terduduk lemas di sofa menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Joshua menatap pilu sahabatnya itu. Ia ikut merasakan apa yang sedang dialami Julian.

Julian bukan pria dengan kepribadian ganda. Tidak sama sekali! Bahkan jika ada yang berkata seperti itu, ia duluan yang akan maju untuk menentang ucapan yang terkesan sebuah penghinaan tersebut.

Perlahan Joshua mengambil duduk di samping Julian, "Kita bersahabat belum lama, bahkan jauh dari kata terlalu lama." Julian tidak merespon. "Dan ketika lo bercerita sedikit hal tentang hidup lo, gue sadar. Kalau gue mau terus mengenal elo lebih, dan gue bersedia mendengar semua keluh kesah elo."

"Elo tau apa yang gue lakukan di saat orang lain bersenang-senang.."

Joshua tersenyum tipis dan mengangguk pelan.

"Gue tau.. bahkan sangat tau."

"Gue harap elo gak jadi pergi," Julian menatap tajam pria disebelahnya.

"Dari cerita yang pernah elo bilang ke gue, gue Cuma ngingetin agar kejadia itu gak terulang lagi."

Namun bukannya menurut, Julian langsung berdiri tegak membelakangi Joshua. Ia dapat melihat Julian mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya.

"Gue butuh pelampiasan Josh! Dan untuk hal ini gue rasa lo masih gak ngerti." Balasnya datar dan melangkah pergi.

Joshua terus memanggil Julian tetapi tetap saja pria itu tidak berhenti sekadar menoleh. Ia lebih mementingkan keinginan daripada memikirkan dampak selanjutnya.

"Lo salah besar Lian." Lirih nya menatap Julian yang menghilang memasuki mobilnya.

Ia pun bergegas menuju kamar meraih jaket kulit dan kunci motornya. Menyusul Julian yang sekarang pikirannya dipenuhi emosi yang ia luapkan secepatnya.

***

"Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya selaku Kepala Sekolah. Karena, kami sepakat akan mengganti kamu dengan ananda Athafariz Mauza Abrisam."

Pria bertubuh besar menggunakan judogi putih itu langsung tergeletak lemah dengan teknik bantingan ouchi gari oleh pria di atasnya dengan judogi biru. Ia menindih tubuh itu dengan sangat mudahnya, tanpa memberikan celah untuk membalas.

"Dengan deretan prestasi yang didapatkan Mauza, saya dan rekan yang lain memilih dia karena lebih berpengalaman dari kamu, Julian. Kamu pintar, serta sangat berprestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Penghargaan yang kamu dapatkan juga terbilang hebat. Tapi untuk debat skala internasional di Singapura, kami belum bisa mendaftarkan namamu."

BUK!

"LIAN!"

Joshua segera berlari memasuki arena pemain. Ia berlutut dan mengangkat Julian setengah duduk. Darah segar keluar dari sudut bibirnya.

"Lo kalo main jangan kasar dong! Temen gue jadi bonyok ntar!"

Ia yang baru datang langsung disuguhkan pemandangan tersebut. Tampak Julian sedang melamun sehingga lawannya tidak membuang kesempatan tersebut untuk membalas.

Pria bertubuh besar itu hanya mengernyit dan berdiri menjulang di depan mereka. Menatap Joshua yang sibuk membersihkan luka Julian dengan kotak P3K yang baru disodorkan oleh seseorang entah siapa namanya.

"Kalau ada apa-apa sama temen gue. Lihat aja! Lo bakal gue laporin ke Polisi." Ancamnya sekilas menatap pria itu tajam.

Pletak!

Joshua meringis pelan mendapat satu jitakan di kepalanya. Mengusapnya lalu mengumpat tidak jelas.

"Heh! Lo gak usah seheboh gitu, gue baik-baik aja."

Julian mengambil alih betadine lalu meneteskannya sendiri pada sudut bibirnya.

"Nanti kalo Mama lo nanya, gue sendiri yang repot tau!"

Pria itu hanya mengangkat bahu. Malas menjawabnya dan memilih berdiri lalu menyuruh pria yang membawakan kotak P3K untuk mengambil dompetnya.

"Tadinya gue kira lo lebih jago daripada gue. Nyatanya, cuma sudut bibir, sama pipi gue yang lo tonjok." Ucapnya malas sambil menyodorkan lembaran uang seratus ribuan.

Joshua membelalakkan matanya tidak percaya. Sepertinya bule gesrek ini tidak bisa menggunakan akalnya untuk berpikir.

Pria judogi putih itu berlalu dengan sedikit kaki pincang. Dan Joshua telah melewatkan adegan sebelumnya yang tampak lebih panas.

"Lo mau kemana?"

"Pulang lah. Otak lo ditaruh dimana sih? Lo kira gue kupu-kupu malam, berkeliaran."

"Ya enggak sih," Bingungnya menggaruk kepala yang tak gatal. "Lebih baik lo tidur di rumah gue, berhubung orangtua gue gak ada. Lagian tonjokan itu bisa ketahuan Tante Riana." Lanjutnya yang membuat Julian berhenti saat ingin membuka sabuk berwarna merah.

Seketika beberapa potong memori dulu kembali masuk di otaknya. Cacian itu, suara sorakan, sikap yang terlalu keras, semuanya masuk secara bersamaan. Ia menggeleng kuat menepis kenangan itu.

Dengan kasar pria itu menghela napas, "Oke."

Joshua tersenyum senang lalu menyambar kunci mobil Julian dan meminta tolong seseorang menjaga motornya semalam.

***

Oke gengs semuanya baru dimulai. Tunggu kelanjutan cerita ini yang campur aduk antara tawa, sedih, bahkan rasa kecewa. Semua akan Alice buat senyamannya Alice😆

Bye bye

Follow IG: jasmineeal

Continue Reading

You'll Also Like

143K 7.2K 40
#4 dalam HORROR (21/08/2017) [SELESAI] - Buku pertama dari Ify baru berpindah sekolah. Hari-harinya kini tak setenteram dulu. Karena suatu ke ganjila...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 117K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
4.6K 438 32
Ganjar tak pernah menyangka bahwa ada rencana licik dibalik keputusan keluarganya untuk mengirim ia jauh dari rumah. Ia akan ditumbalkan oleh keluarg...
40.5K 3K 78
[ non-fiksi/self-love/opini ] On going - slow update