Ssstt Pacar Pura Pura

Galing kay itsyooniverse

11.4K 612 42

Conan seorang most wanted di SMA Nasional setuju dengan usulan salah seorang sahabatnya untuk mencari pacar p... Higit pa

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33

Chapter 27

139 11 5
Galing kay itsyooniverse

Gain berjalan perlahan di belakang Conan. Sesekali menengok ke belakang untuk memastikan tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Bukan apa-apa. Sekarang ini kan dia sedang jurit malam, dari pengalaman yang sudah-sudah, biasanya akan ada satu orang yang menyamar menjadi hantu untuk menakut-nakuti siswa. Namun, ia berharap kali ini tidak ada, sebab tahun kemarin ia sampai pingsan gara-gara ditakut-takuti.

Gain kembali menghadap ke depan. Menatap punggung Conan yang tegap. Sejak dua hari lalu, cowok itu tidak berbicara padanya. Gain ingin memulai pembicaraan, tapi dia bingung mengawalinya. Dengan sedikit ragu, Gain menarik ujung jaket Conan, membuat cowok itu berhenti lalu menoleh. Dia menatap Gain tanpa ekspresi.
"Bisa berhenti sebentar? Gue capek," ucap Gain pelan. Conan hanya mengangguk tanpa berucap.

Gain duduk dengan sembarangan di tanah. Conan berdiri membelakangi Gain sambil bersandar pada pohon.

"Gue minta maaf," Gain memulai percakapan. Conan menoleh sebentar lalu kembali pada posisi semula. Dia tidak mengatakan apapun sebagai tanggapan. Gain melanjutkan, "Gue tahu lo marah sama gue. Gue tahu gue salah, tapi sikap lo ini juga nggak bisa dibilang benar."

"Memangnya yang bilang lo salah siapa?" Conan berujar sinis, masih pada posisinya.

Gain menghela napas lalu menjawab, "Gue yang bilang. Gue tahu lo marah sama gue karena kejadian kemarin lusa, tapi memangnya apa alasan lo marah sama gue? Lo nggak cemburu kan?"

"Nggak ada gunanya juga gue cemburu. Nggak penting." Nada bicara Conan datar. Tanpa intonasi, tapi menusuk hati.

"Lalu apa alasannya sampai lo semarah ini?"

"Gue sudah bilang kan sama lo, gue nggak marah karena gue nggak berhak buat itu. Lalu apa lagi yang lo permasalahin?"

"Sikap lo. Lo bilang lo nggak marah, tapi sikap lo mengatakan lain. Dua hari ini lo nggak mau ngomong sama gue. Sekarang aja lo ngomong tanpa lihat muka gue," ucapnya seraya menatap Conan lekat.

Conan balik badan. Ia menatap Gain tepat di manik matanya. "Gue udah lihat lo. Puas?"

"Enggak. Gue nggak akan puas sampai lo bilang alasan yang sebenarnya."

Conan mendengus. Dia tidak ingin membahasnya, tapi Gain begitu keras kepala untuk membahas hal itu.

"Ayo lanjut! Kita sudah lama berhenti."

"Enggak, Nan. Gue nggak akan lanjut jalan kalau lo belum bilang alasannya."

"Ya udah. Gue tinggal kalau gitu." Conan kembali berjalan. Ia sengaja melambatkan langkahnya agar Gain bisa mengikutinya. Namun, dia tak kunjung mendengar derap langkah dari belakang, jadi Conan kembali berbalik. Dia melihat Gain masih duduk di tempat yang sama.

"Lo kenapa sih? Kenapa keras kepala banget pengen tahu alasan gue marah sama lo?"

"Lo juga kenapa keras kepala banget nggak mau ngasih tahu gue?"

"Kalau ditanya jangan balik nanya!"

"Kenapa? Lo nggak suka?" tanyanya dengan nada yang tidak bersahabat. Gain sudah terlanjur kesal.

"Iya, gue nggak suka! Gue juga nggak suka lihat lo ditembak Neal di depan umum. Gue nggak suka lihat lo akrab-akraban sama Neal. Gue nggak suka lo dengerin musik bareng dia!" Conan sedikit terbawa emosi karena ucapan Gain membuatnya jengkel.

Gain menatap Conan yang sekarang berdiri dua meter di depannya. Dia berdiri, perlahan berjalan menghampiri Conan yang tidak mengalihkan pandangannya dari Gain.

"Kenapa lo nggak suka?" tanya Gain penasaran.

"Kenapa? Lo masih tanya kenapa? Elo itu pacar gue! Bagaimana mungkin gue suka lihat pacar gue ditembak orang lain di depan mata gue, di depan banyak orang pula! Lo mikir dong! Apa yang bakal mereka pikirkan tentang hal itu, hah!?" Conan menghirup udara banyak-banyak, berusaha menetralkan emosi yang mulai tak bisa ia kendalikan.

"Itu alasannya? Hanya itu, Nan?" tanya Gain kecewa.

"Hanya itu? Lo nggak bisa nganggap hanya itu. Gue bakal dianggap cowok bego karena ngebiarin ceweknya ditembak orang lain di depan matanya. Harga diri gue dipertaruhkan!"

PLAAKK

Gain refleks menampar Conan ketika mendengar cowok itu mengungkit-ungkit tentang harga diri. Dia tidak menyangka kalau Conan akan membahas hal seperti itu dengannya.

'"Harga diri lo bilang? Lo pikir, cuma lo yang harga dirinya di pertaruhkan? Gue juga!! Elo mikirin apa yang orang pikirin tentang lo, tapi lo nggak pernah mikirin perasaan gue! Lo egois! Seharusnya lo juga mikir kalau mereka bakal nganggap gue cewek nggak bener, Nan. Mereka juga akan mikir kalau gue cewek gatel yang suka ngegodain cowok lain padahal gue udah punya pacar." Gain menatap Conan tajam lalu melanjutkan, "Coba sekali aja lo mikirin perasaan gue yang selalu kena bully semenjak mereka tahu kita jadian! Coba lo pikir perasaan gue yang selalu dianggap cewek gatel karena ngerebut elo dari fans-fans gilo lo itu!" Gain mengeluarkan unek-uneknya.

Conan diam mendengarkan.

"Lo nggak pernah tahu rasanya jadi gue, Nan," kata Gain lirih. "Kurang apa sih gue ini? Gue udah bela-belain jaga jarak sama cowok-cowok cuma karena mereka tahu gue pacar lo. Gue rela nggak keluar malam minggu sama temen-temen supaya nggak ditanyain kenapa gue nggak malmingan bareng elo. Gue lebih milih jaga perasaan lo daripada nerima perasaan orang yang bener-bener tulus sayang sama gue. Itu semua buat siapa? Buat lo, Nan! Gue ngelakuin itu semua cuma buat hubungan pura-pura ini! CUMA BUAT HUBUNGAN YANG NGGAK PERNAH ADA!!! Dan lo nggak pernah ngehargain gue! Lo cuma mentingin diri lo sendiri!" lanjut Gain.

Conan tertegun. Benar. Bagaimana bisa ia melupakan fakta itu? Gain telah berbuat banyak untuknya. Conan menatap Gain tepat di manik mata, saat ini mata Gain memerah. Dia juga berkaca-kaca. Terlihat jelas kalau dia kecewa.

"Kenapa diem? Nggak bisa balas omongan gue? Biar gue ingetin! Gue sama lo itu cuma pura-pura. PURA-PURA! Lo nggak berhak sama sekali membatasi gue. Nyatanya lo bukan siapa-siapa gue, Nan."

"Bener. Gue emang nggak berhak ngelarang lo, gue juga nggak berhak membatasi lo. Gue memang bukan siapa-siapa. Bahkan hubungan kita ini tidak nyata. Maaf...." Conan diam sebentar. Dia mengambil nafas lalu melanjutkan, "Dan terimakasih karena sudah berbuat banyak buat gue. Gue emang nggak tahu diri, udah dibantuin bukannya bilang terimakasih malah nyalahin lo terus. Tapi, gue tetap nggak bisa kayak gini. Gue takut, sikap gue yang seperti ini akan nyakitin hati elo. Gue nggak mau lo terluka. Maka, kita akhiri saja permainan ini. Terimakasih untuk kebaikan lo selama ini, dan maaf untuk semua sikap egois gue." Conan berbalik. Perlahan ia berjalan menjauhi Gain hingga lenyap tak terlihat.

Gain termangu. Dia belum bisa memercayai semuanya. Conan berbicara panjang lebar, lalu meninggalkannya sendirian. Tunggu dulu! Conan meninggalkan Gain sendirian? "Conan... Hey, jangan tinggalin gue!" Gain berteriak memanggil Conan. Dia sangat berharap cowok itu akan mendengar lalu kemudian kembali lagi. Namun, sepertinya Conan telah jauh. Tidak ada tanda-tanda dia mendengar teriakan Gain.

"CONAN GUE BENCI SAMA LO!! LO KETERLALUAN!!" teriak Gain lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

***

Arga berdiri memegang daftar nama para peserta yang mengikuti jurit malam. Ia berada di pos terakhir sambil matanya menyisir jalan setapak yang dilalui para peserta, menunggu seseorang yang sedari tadi tak kunjung sampai.
"Sudah pada kumpul semua kan?" tanya salah satu senior.

"Belum, Kak. Masih ada satu kelompok lagi," jawab Arga.

"Ya sudah, kita tunggu sebentar lagi." Arga mengangguk.

Arga berdiri gelisah. Dia mengkhawatirkan Gain. Takut terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.
"Kenapa gelisah gitu sih, Ga?" tanya Reno. Dia yang memerhatikan Arga dari jauh penasaran dengan tingkah sahabatnya, jadi Reno memilih menghampiri Arga dan bertanya.

"Gain sama Conan belum sampai juga dari tadi. Harusnya kalau mereka lewat rutenya sudah sampai, tapi ini belum ada tanda-tandanya."

"Mungkin mereka istirahat dulu, jadi agak lama nyampenya."

"Iya kali ya?"

"Ya udah tunggu aja," ucap Reno. Dia mengusap pundak Arga bermaksud menenangkan. Reno tahu seberapa khawatirnya Arga pada Gain. Sebelum jurit malam dimulai pun cowok itu sudah menceritakan kekhawatirannya, cuma dia sedikit lebih tenang karena yang bersama Gain itu Conan.

"Eh, eh, itu Conan," seru Reno sambil menepuk-nepuk punggung Arga dengan heboh. Arga segera berdiri. Setelah menunggu selama 10 menit akhirnya Conan sampai juga.

"Eh, tapi kok dia sendiri?" tanya Reno bingung. Arga ikut mengernyit bingung karena tak menemukan Gain bersama Conan.

"Gain mana, Nan?" tanya Reno pada Conan yang sudah berdiri di depannya.

"Loh, dia belum sampai?" Conan terkejut. Dia pikir Gain sudah sampai tenda. Soalnya tadi dia muter-muter dulu untuk menenangkan pikiran.

"Kok lo malah nanya sih? Memangnya lo nggak bareng dia?" tanya Arga kesal.

"Ta-tadi... Tadi...."

"Tadi apa!?" Arga membentak karena Conan tak kunjung menjawab.

"Tadi gue ninggalin dia."

"APA!? Lo ninggalin dia? BRENGSEK!!" Arga mengumpat. Dia tidak habis pikir kalau Conan tega melakukannya.

BUGH

Arga memukul Conan tepat di pipi kanannya.

BUGH

Satu lagi kepalan tangannya mengenai wajah Conan. Ia pikir sahabatnya itu bisa ia percaya, tapi ternyata tidak.

"Ga, udah! Jangan!" cegah Reno saat Arga ingin melayangkan tinjunya lagi.

"Elo itu cowok bego! Cowok macem apa yang ninggalin cewek sendirian di hutan, hah!?" bentak Arga. Dia sudah terlanjur emosi memikirkan keadaan Gain yang sendirian di tengah hutan.

Suara Arga membuat semua siswa menatapnya. Mereka bertanya-tanya tentang keributan yang terjadi.

"Ada apa?" tanya Iman penasaran.

"Elo bego apa pura-pura bego hah!? Elo tahu Gain takut gelap, tapi masih ninggalin Gain di hutan!" Arga berujar lagi. Tidak ada yang menjawab Iman, tapi ucapan Arga barusan cukup menjelaskan semuanya.

"Ga, jangan berantem dulu! Mending kita cari Gain sekarang!" kata Iman sebelum Arga kalap dan membuat Conan babak belur. Seorang Arga Nuraga yang tidak jago karate pun bisa mengalahkan Conan jika itu sudah menyangkut Gain. Dia tak akan terkalahkan jika seseorang yang sangat berharga baginya disakiti.

"Gue belum selesai sama lo!" kata Arga tajam sambil menunjuk Conan. Reno segera menyeret Arga agar cowok itu tidak memukul Conan lagi.

"Tunggu! Gue ikut," pinta Ifo.

"Nggak perlu, Fo. Lo tunggu di sini aja, nanti kalau Gain sampai segera kabari kita," kata Reno. Ifo mengangguk mengerti.

Reno, Arga, Iman, Yudhi, Aldo dan beberapa senior segera bersiap untuk mencari Gain.

"Eh, tunggu! Gue ikut." Neal segera berlari menyusul Arga dan yang lain. Dia juga khawatir.

"Lebih baik kita mencar aja, biar cepet ketemu Gainnya. Kasihan dia kalau lama-lama di dalam hutan sendirian. Nanti yang ketemu duluan langsung kabarin yang lain, biar pada nunggu di tenda aja supaya tidak bingung," usul Reno. Yang lain menyetujui.

Mereka segera berpencar dan melakukan pencarian.

Conan menatap teman-temannya dengan lesu. Ia ingin ikut mencari, tapi itu tidak mungkin ia lakukan karena kejadian di tengah hutan tadi.

PLAK

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Conan. "Itu buat Gain yang udah lo tinggalin!" kata Ifo sinis.

PLAK

Satu lagi tamparan dari Ifo mengenai pipi Conan. "Itu buat gue yang kecewa sama lo!" Ifo lalu melengos. Dia berjalan sambil menghentak-hentakkan kaki karena kesal. Conan menatap Ifo tanpa berkedip. Dia mendesah pelan. Hari ini sudah dua orang yang menamparnya. Rasanya pipinya panas, belum lagi bekas tonjokkan Arga tadi.

***

"Apriliaaaa...." teriak Neal. Sudah 20 menit ia berjalan dan tak kunjung menemukan Gain. Dia juga belum mendapatkan kabar dari teman-temannya yang ikut mencari. Neal semakin khawatir karena sekarang sudah hampir larut malam.

Neal berhenti melangkah saat indera pendengarannya menangkap suara isak tangis. Matanya menyisir sekitar, mencari sosok dari sumber tangisan itu.
"Eh anjir! Gue lagi nggak denger suara setan kan ya?"

Mata Neal masih menyisir sekitar. Langkahnya pun tak berhenti. Sesekali ia mengusap tengkuknya, mulai merinding. Neal membeku kala melihat sosok cewek berambut panjang di bawah pohon beringin besar. Wajah cewek itu tersembunyi di balik rambut panjangnya karena kepalanya tertunduk di antara kedua tangan. Terdengar suara sesenggukan darinya, membuat Neal yakin kalau isak tangis tadi berasal dari cewek itu. Namun, sekarang ia ragu untuk mendekat. Bayangkan saja, bertemu dengan cewek berpenampilan seperti itu di tengah hutan bukankah mengerikan? Iya kalau dia manusia, kalau bukan?

Neal menutup matanya. Perlahan ia mengambil langkah mundur. Sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara supaya tak mengganggu.
"Neal...." Suara itu mengalun merdu, membuat Neal semakin merinding.

"Anjir! Dia tahu nama gue lagi. Mati gue!"

"Heh, Neal!"

***

TBC
8 Oktober 2017
©Mindsweet

Jangan lupa tinggalkan jejak ya kawan. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca 😊

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
1.7M 77.8K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
290K 17.3K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
1.1M 43.2K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...