Brotherhood ✔ [Masih dalam pr...

By tychastie

131K 14K 1.5K

Taehyung berubah perkara suatu alasan, jauh dan jatuh cukup dalam. Dan mereka, kawan dengan kadar setia setar... More

Intro
Prolog
Halaman Pertama
Halaman Kedua
Halaman Ketiga
Halaman Keempat
Halaman Kelima
Author's Note
Halaman Ketujuh
Halaman Kedelapan
Halaman Kesembilan
Halaman Kesepuluh
Halaman Kesebelas
Halaman Keduabelas
Halaman Ketigabelas
Halaman Keempatbelas
Halaman Terakhir (a)
Halaman Terakhir (b)
Epilogue
Shameless Promotion!
Shameless Promotion (2)
Makasih banget.

Halaman Keenam

4.9K 713 59
By tychastie

Brotherhood


By : tychastie


Disclaimer  : fiksi

Rate               : T

Genre            : Drama, Brothership,  AU; school life

Warning       : Harsh words, rating may change may not

.
.

Happy Reading! I'll be glad if you kindly click the vote button and left a comment for me. I appreciate it so much! xoxo

.

Sandaran itu perlu, dan aku tahu bahwa aku butuh itu perlu, namun, apa dayaku jika rasa kecewa masihlah terlampau menakutkan untuk kukecap dua kali.

06

.

Taehyung itu adalah kawan dekat Jimin sejak dari sekolah dasar. Awal pertemuan mereka dimulai dari Jimin yang melihat sebuah mobil pick-up warna merah datang dan menurunkan barang-barang di rumah tetangganya yang sudah dua tahun tak berpenghuni perkara pindah ke luar kota.

Seorang bocah kecil—seumurannyanampak asyik dengan gulungan yoyo walau terlihat tak lihai memainkan. Jangankan untuk masuk kategori lihai, sekadar bisa saja patut diragukan. Perkara terlalu larut akan rasa penasaran ala bocah delapan tahun, tak sadar Jimin tersandung polisi tidur di jalanan kompleknya, membuat suara gedebuk keras dan kemudian disusul dengan suara tangisnya yang menggema.

Perlu dicatat, bahwa Jimin adalah orang yang cengeng sekali, perasa kelas berat.

Bocah kecil pemain yoyo itu nampak mendongak perkara terkejut, kemudian berlari dengan raut kentara khawatir ke arah Jimin hingga tak menyadari bahwa ia menjatuhkan mainan barunya. "Hei-hei, kau tak apa?" Matanya bulat menggemaskan, meski sipit khas orang Asia masih kental pada wajah.

Jimin masih menangis, kalau-kalau kita bicara tentang sakit sih sebenarnya rasanya tak seberapa. Tapi, malunya itu lo, bukan main tanggungannya. Ia justru  menangis semakin keras saat dihampiri bocah pindahan satu itu, membuat si Tokoh utama di hadapan menggaruk pelipisnya bingung.

"Mana yang luka?" Merunduk guna cari luka pada kaki dengan teliti. Tapi, ia tak mendapati luka seram seperti pada bayangan, yang ada justru hanya sekadar lecet-lecet sedikit perkara kotor saja, seharusnya 'kan sakitnya tak seberapa?

"Er ... tidak ada yang berdarah kok ...."

Isakan tangis bukannya berhenti, justru seolah jadi pengganti kata untuk berdialog, tak merespons apapun yang ditanyakan bocah yoyo tadi hingga enam puluh detik, membuat si Penanya bingung dibuatnya. Hingga sebuah suara mengejutkan mereka berdua.

"Taehyung! Anak siapa lagi yang kamu buat menangis?!" Teriakan yang sarat sentakan terdengar dari belakang, membuat si bocah yoyo maupun Jimin terdiam seketika, meski Jimin masih sulit untuk tidak mengeluarkan suara sesunggukan sekali-sekali.

"Kamu ini ya. Tidak di mana-mana, tak pernah berhenti buat onar!" Seorang perempuan dengan rambut hitam yang terurai panjang hingga punggung menghampiri dengan ekspresi yang sukar untuk dideskripsi, membenahi poni panjangnya yang selalu turun menghalangi pandangan beberapa kali.

"Dia menangis bukan salahku Ibu! Aku hanya berniat membantu!" Bocah pindahan itu merengut tak suka, membalas dengan kata-kata pembelaan. Wanita yang tadi datang menghampiri—ibu si bocah pindahan—nampak tak percaya, melirik anaknya kemudian Jimin bergantian.

Geram tak dapat pembelaan, bocah pindahan itu menyenggol lengan Jimin, menuntut entah apa "Serius Bu ... aduh kau bicara dong! Aku tidak salah apa-apa 'kan?"

Jimin spontan menggelengkan kepala kepalang imut dengan wajahnya yang sudah merah sempurna, menangis itu melelahkan kalau kau mau tahu.

"T-tadi aku hanya tersandung polisi tidur, Bi."

"Tuh 'kan!"

"Syukurlah. Ibu pikir kau buat ulah macam-macam lagi. Taehyung-ah, ajak temanmu berkunjung ke rumah?"

"Kami belum berteman." Taehyung merengut imut.

"Kalau begitu ajak dia berteman, dong?" Kalimat persuasif sang ibu membuat si bocah pindahan mengangguk kegirangan,

"Hu-uhm! Halo, aku Taehyung, namamu?"

"J-jimin."

"Oke Jimin, mulai sekarang kau jadi temanku ya!"

Kemudian hari itu berubah jadi hari yang luar biasa panjang, berkenalan perkara hal konyol hingga akhirnya bermain bersama bak koboi hingga lewat petang. Aroma rumah Taehyung itu enak dan menenangkan. Padu padan harum vanila yang manis dengan lemon-persik yang menyegarkan tak pernah sekalipun jadi perpaduan dalam bayangan sebelumnya. Interiornya apik, sederhana namun tak menutupi kesan elegan yang pastinya mahal. Anak umur delapan tahun mana mengerti jauh sih tentang interior? yang jelas, rumah Taehyung itu jauh lebih bagus dari rumahnya.

Jimin rasanya tak mau pulang walau ibunya sudah dua kali datang menjemput. Ia sudah terlampau nyaman dengan betapa ramah sambutan keluarga kawan barunya itu. Keluarga Kim itu sangat baik, ia dipinjamkan baju ganti, diberi makan siang dan sore yang lezat-lezat pula. Tapi, ada satu hal yang membuat Jimin tak nyaman, yaitu tatapan mata anak sulung keluarga Kim yakni Kim Daehyun, abang kandung Taehyung. Dari yang Jimin tahu, Daehyun itu berjarak tujuh tahun lebih tua dari Taehyung, dia sudah berada di sekolah menengah pertama saat saat itu. Daehyun itu terlalu dekat dengan Taehyung, bukan-bukan, adik dan kakak memang sudah sewajarnya dekat. Tapi, untuk kasus yang satu ini, ia yakin betul bahwa mereka benar-benar terlalu dekat sampai rasanya Jimin merasa tak nyaman.

Daehyun terlihat posesif sekali pula Taehyung yang tunjukkan gelagat tak nyaman yang  berujung menghindar dari sang kakak beberapa kali. Tak jarang pula Jimin yang dapat tatapan tajam dari si sulung dari keluarga Kim saat ia dan Taehyung sedang asik bermain berdua. Jimin memang tak mengerti apa-apa. Tapi, untuk ukuran bocah delapan tahun, ia sudah paham betul bahwa ada yang salah dengan sikap abang kandung kawan barunya itu.

06

Kepala Taehyung tiba-tiba terasa sakit sekali tepat saat ia sampai di parkiran sekolah jam setengah enam sore, entah karena saking pusingnya atau bagaimana, sampai-sampai ia juga merasa mual luar biasa. Terhitung sudah dua kali isi perut yang tadi pagi hanya diisi dengan kopi dan sereal jagung susu ia muntahkan, hingga pada muntahan berikutnya hanya cairan empedu yang kuning dan pahit saja yang bisa ia keluarkan, rasanya lemas sekali.

Tujuan utama kemari sebenarnya adalah untuk menyusul Yoongi. Kata bibi Min, abang kelasnya yang satu itu belum pulang karena rapat kepengurusan. Ia memilih bersandar pada roda mobil untuk beberapa saat sembari meluruskan kakinya supaya lebih rileks dan tak menekan bagian perut.

Pelipis juga ia pijat beberapa kali dengan harapan sakit kepala bisa hilang. Setelah lima menit, rasa sakit dan mualnya mulai mereda. Perlahan, Taehyung pun berdiri. Merapikan penampilan lalu berkumur-kumur dengan air soda yang ia simpan di dalam mobilnya supaya bau bekas muntah tak tercium lagi oleh indera siapapun, kemudian satu strip permen karet aroma menthol ia masukkan dalam mulut dan mulai dikunyah berkali-kali. Dirasa siap, ia melangkah masuk ke dalam dan langsung menuju ruang kepengurusan.


06


"Loh? Ini rapat atau sesi konseling? Sepi sekali. Sok eksklusif." Kunyahan pada permen karet dihentikan lalu dibuat balon walau meletus dalam hitungan kurang dari dua sekon.

Ia menyisir pandang, ruangan kepengurusan hanya diisi oleh tiga orang, yakni Jungkook, Yoongi, dan Seokjin. Padahal, tumpukan-tumpukan kertas pada meja bukan masuk kategori sedikit jumlahnya, kemana semua orang?

Seokjin, Jungkook, dan Yoongi sontak mendongak ke sumber suara dengan ekspresi beragam.

Yoongi mendecak, "Eksklusif jidatmu bangsat? Anak-anak kelas dua dan kelas satu, selain jungkook, tak becus semua. Kelas tiga yang lain juga sok senior semua, bagus kalau mereka becus. Ini? Numpang nama!"

Kening Taehyung menyerngit heran, melangkah maju ke arah meja dan kemudian duduk sembari mengambil selembar hasil kerja dan menelitinya dalam diam, "Tunggu-tunggu. Ini Kang Mina anak kelas tiga 'kan?"

Seokjin mengangguk, "Iya. Kawan sekelasku."

"Kelas tiga kok menulis proposal saja kacau begini?"

"Itu yang Yoongi hyung gerutukan sedari tadi. Kami di sini sibuk merevisi satu-satu, sama sekali tak ada kemajuan apa-apa." Jungkook membalas.

"Ya, aku sudah beri mereka ultimatum, tapi tak ada yang dengar." Seokjin menutup bolpoinnya kemudian ia sangkutkan pada sela-sela buku.

"Apa-apaan? Wah-wah, mulai melunjak begini. Minta diberi kelas eksklusif betulan."

Seokjin menghela napas, "Ya ya, kau bisa beri kelas eksklusif untuk mereka nanti saja oke? Bantu dulu aku untuk merevisi format surat untuk sponsor yang ini, mataku lelah sekali nih."

Kemudian Taehyung mendesah keras-keras, mendeklarasikan protes garis keras, "Aku kan bukan pengurus, Hyung!"

"Tapi kau kan sering sok ikut campur urusan internal, sudah tahu bukan siapa-siapa di kepengurusan. Basah saja sekalian." Jungkook menimpali, dan dibalas dengan tawa dari dia abang kelasnya yang lain.

"Sialan." Buat Taehyung menurut dengan berat hati, turut merevisi tumpukan kertas satu-satu dengan bolpoin warna merah yang dilempar Seokjin tiga sekon yang lalu.

"Hyung! Pulpennya bocor!" Taehyung berseru panik, takut merusak kertas yang manatahu penting. Tiga kawannya sontak menoleh, kemudian memberi ekspresi sama pucatnya.

"Duh, bagaimana nih? Maaf dong ...."

"Taehyung Ah ...." Seokjin buka suara setelah sebelumnya berdeham dua kali.

Taehyung meneguk ludah.

"Itu bukan bolpoin bocor."

Dahi Taehyung mengernyit, "Jadi apa?"

"Kau mimisan."

"Ha?" Refleks tangan menutupi daerah hidung, mengusapnya berkali-kali. "Sial!" mengumpat kecil-kecil kemudian berdiri dari sana. "Aku ke toilet dulu." Dengan terburu Taehyung keluar dari dalam, meninggalkan Jungkook dan dua abang kelasnya diam mematung ditempat.

"Hyung." Yoongi menoleh.

"Aku baru sadar satu hal." Buat Seokjin maupun Yoongi mengerutkan dahi.

"Sadar apa?"

"Kepala Taehyung hyung diperban."

Detik itu juga, baik Yoongi maupun Seokjin sama-sama mengumpat dalam hati, bagaimana bisa mereka baru sadar sih?

"Biar aku yang susul Taehyung." Jungkook berdiri, disusul dengan suara kursinya yang berdecit perkara terdorong oleh pergerakan miliknya, bergerak gesit keluar dan kemudian berlari ke arah toilet guna menyusul abang kesayangannya.

.

.

To be continued

.

Akhirnya bisa update.. maaf banget kalau pendek. Aku jadwalnya padet banget, apalagi buat dua minggu ke depan. Maaf-maaf kalau kurang memuaskan.

Dan makasih banyak buat kalian semua yang masih rela dan setia nunggu hehe, vomment ditunggu ❤️

.

tychastie
21/08/2017

Continue Reading

You'll Also Like

14.6K 1.6K 17
Untuk mereka yang dijadikan tempat pulang....
251K 37K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
47.5K 4.4K 26
[BROTHERSHIP FANTASI : THE ORION CONSTELLATION] DISARANKAN MENGGUNAKAN MODE BACA GELAP [Anniversary seventh years BTS] rank 1 #btslokal : 15 Agustus...
33.1K 3.6K 46
Kita akan selalu bersama... - Kim TaeJin #1 - Jinbts #1 - kimtaehyung #1 - seokjin #1 - taehyung #1 - jin #1 - kimseokjin #1 - tae #2 - kimbrothers #...