Brotherhood ✔ [Masih dalam pr...

By tychastie

132K 14K 1.5K

Taehyung berubah perkara suatu alasan, jauh dan jatuh cukup dalam. Dan mereka, kawan dengan kadar setia setar... More

Intro
Prolog
Halaman Kedua
Halaman Ketiga
Halaman Keempat
Halaman Kelima
Halaman Keenam
Author's Note
Halaman Ketujuh
Halaman Kedelapan
Halaman Kesembilan
Halaman Kesepuluh
Halaman Kesebelas
Halaman Keduabelas
Halaman Ketigabelas
Halaman Keempatbelas
Halaman Terakhir (a)
Halaman Terakhir (b)
Epilogue
Shameless Promotion!
Shameless Promotion (2)
Makasih banget.

Halaman Pertama

12.5K 912 157
By tychastie




Brotherhood


By : tychastie


Disclaimer : fiksi
Rating : T
Genre : Drama, Brothership, AU school-life
Warning : Harsh words, rating may change may not.

.



Happy reading!

.

.

Mereka berenam itu, sudah lebih dari saudara.

Maka kau tak berhak mempertanyakan apapun, karena itu fakta yang benar adanya.


01


"Imo*, Hoseok yang bayar ya!"

Taehyung berucap agak keras sembari berlari kecil setelah berhasil mencomot satu batang cokelat almond ukuran besar dari keranjang, menoleh ke belakang berkali-kali hanya untuk menertawai respons bibi penjaga kantin yang tengah menggelengkan kepalanya kesal.

Pletak!

"Du-aduh!" pekik Taehyung saat merasakan sebuah tepukan sayang yang luar biasa halus dari orang yang tadi menabraknya—uhm atau ditabrak?—kemudian dirinya mendongak, mulutnya sudah berancang-ancang, begitu gatal untuk melontar protes, namun kesal yang sempat muncul di awal menguap entah kemana pada sekon selanjutnya tepat setelah mengenali wajah si pelaku tindak anarkis.

"Hehe ... Seokjin Hyung*." Cengiran kotak miliknya terulas canggung, matanya bergerak awas mengantisipasi akan ada atau tidaknya tindak anarkis tambahan yang mungkin akan menyusul dari lawan bicara.

Seokjin menggelengkan kepalanya tak habis pikir, kemudian mendengkus sebal sebelum tangannya meringsek ke depan lalu mengapit kepala Taehyung main-main sembari mengusak rambutnya gemas.

"Haha, hehe." Tawa dari si adik kelas ditiru sedemikian rupa dengan nada yang tak kalah menjengkelkan. "Kemarin sudah Namjoon jadi korbanmu, kemarin lusanya lagi Yoongi, hari ini Hoseok, besok bisa-bisa aku yang kau suruh bayar konsumsi harianmu satu ini!" cerocos Seokjin sembari menunjuk-nunjuk cokelat dalam genggaman si empu.

'Dasar cerewet!' gerutu Taehyung dalam hati, cerocosannya tak penting sekali! anarkis lagi! Tapi, mana berani Taehyung mengumpati abangnya yang satu ini? Aduh-aduh bisa-bisa dicincang habis dia nanti.

"Lepas Hyung! Aduh-aduh, nanti rambutku berantakan nih!" Seokjin memutar bola matanya malas sebelum melepas apitan pada si adik kelas, lalu tangan kanan terulur untuk merebut sebatang cokelat yang sebelumnya berada dalam genggaman lawan bicara dan langsung menggigit satu bagian.

"Yah-yah cokelatku! Tch!"

Taehyung menggerutu, tangannya mengadah dengan maksud 'tuk pinta cokelatnya kembali. Setelah diberi, cokelat kepunyaan langsung dimakan setelah alumunium foil pembungkus cokelat dilipat ke bawah.

'Tch, hilang satu blok. Mana rela aku bagi-bagi!' Meski lagi-lagi, hanya berani menggerutu dalam hati.

"Omong-omong giliranmu itu lusa, besok itu masih giliran Jimin." Menjawab dengan sebegitu santainya setelah menelan habis satu blok cokelat yang barusan digigit, dan mulai menggigit potongan kedua.

"Giliran Jungkook kapan?"

Pertanyaan Seokjin membuat dirinya langsung  mendongak dan menggeleng cepat. "Tidak ada hari khusus untuknya." Menggigit potongan kecil saat menjeda. "Dia itu adik kesayanganku, jadi jelas dapat pengecualian!" sahut Taehyung dan tertawa kemudian.

"Tch, kau ini. Pilih-pilih sekali, sih." Seokjin mendesis kesal, yang hanya dapatkan respons berupa kekehan menyebalkan. Kemudian, percakapan mereka sempat terhenti di sana, saling biarkan hening selimuti suasana barang beberapa sekon lamanya.

Koridor pagi ini sepi, sepi sekali. Entah  kemana perginya semua orang. Apa mungkin warga sekolah mendadak lewat koridor bangunan selatan secara serentak? Atau karena dia dan Seokjin yang datang terlalu pagi?

Namun, kalau dipikir-pikir, opsi kedua jelas bukan merupakan kemungkinan ... well, semua orang juga tahu, bahwa Kim Taehyung dan pagi bukan merupakan pasangan serasi.

"Kudengar hari ini kelas tiga pulang lebih awal?" Taehyung melirik Seokjin di sampingnya, coba buka topik baru guna menepis rasa sesak dari hening yang tak digemari.

"Iya, ada presentasi dari beberapa universitas, biasa tradisi kelas tiga," jawab Seokjin.

Taehyung menganggukkan kepalanya sok paham. Lalu berujar tanya, "Setelah lulus nanti, kau berencana ambil apa, Hyung?"

"Manajemen bisnis."

"Tch. Penerus keluarga sekali?" ledek Taehyung diiringi tawa, namun Seokjin menanggapinya dengan kedikkan bahu ringan, tak terlalu terusik.

"Well, begini, aku paling tua di keluarga, mana tega aku membiarkan Abeoji* kelimpungan perkara aku belagak membangkang perihal jurusan?" Tertawa jenaka kemudian, lalu menjeda ucapan dan menelengkan kepala ke samping.

"Kalau kau sendiri?"

Lalu yang termuda di antara dua kemudian menunjuk dirinya sendiri ragu.

"Kau bertanya padaku?" Rautnya mengeruh, bentuk garis penuh keraguan, buat tangan kanan spontan menggaruk sisi kepala pelan-pelan. "Aku masih kelas dua, Hyung. Masih labil, tak jelas. Walau kalau bicara jujur, minatku besar pada bidang seni, sih."

"Ya-ya, masih kelas dua, dan kau akan naik kelas tiga dalam hitungan kurang dari enam bulan lagi, itu bukan waktu yang lama, lo." Lagi-lagi, Seokjin hanya dapat menghela napas saat Taehyung terlihat tak menunjukkan respons berarti perihal ucapan sarat akan nasihat yang tadi ia lontar.

"Seni ... ya?" Sok menggantung ucapan, lalu menyelipkan kedua telapak tangan pada saku celana.

"Cocok sekali untukmu, bebas." Tangan kanan Seokjin keluar dari saku celana untuk mempraktikkan gerakan manuver di udara.

Taehyung memperhatikan dan kemudian menggeleng tak setuju, melipat kembali sebagian dari cokelatnya dan diselipkan pada saku kemeja. "Aku tidak setuju, seni tidak sebebas itu." Deklarasi penuh rasa yakin diucap sedara gamblang.

"Begini. Bagiku, seni itu punya aturan tak kasat mata. Seni tak pernah benar-benar bebas." Mengecapkan lidah yang masih didominasi rasa cokelat beberapa kali saat dirinya menjeda ucapan, "Contohnya saja begini, seni selalu dituntut harus punya makna, iya atau iya?"

"Ayolah, seni mana yang tidak? Abstrak pun, yang katanya seni paling bebas punya makna tersirat yang tertata apik pada tiap goretan artistiknya, seni juga mematok standar estetika yang tidak main-main jika ingin dapat apresiasi, karyamu tak akan bisa disebut seni kalau hanya sebatas selera sampah murah ...," Ia beri jeda sejenak sejenak, lalu menoleh pada Seokjin yang kini nampak tertegun lantaran ucapan, " ... kau tahu Hyung? Menurutku di dunia ini tak ada yang benar-benar bebas." Menutup opini dengan cengiran puas.

Seokjin yang sempat terdiam beberapa saat mulai mengerutkan dahi heran. Benar dia sempat tertegun pada ucapan, tapi rasa aneh langsung menyergap saat sadar siapa si Filosofis dadakan yang barusan ia dengarkan.

Langsung kuping kanan dan kirinya diusap bergantian. "Loh-loh. Ini kau benar Taehyung?" Sahutnya yang  dibalas dengan sebuah tinju kecil pada lengan si abang kelas. "Tch. kau ini, merusak suasana sekali!"

Kekehan Seokjin yang terdengar kemudian menggema sepanjang lorong, mengisi sepinya koridor pagi itu. "Habis, belagak filosofis segala. Bukan tipikal kau sekali!"

Taehyung hanya mendesis sebal, "Mengesalkan sekali sih." Kemudian ia membenarkan letak ranselnya, sebelum akhirnya berlari meninggalkan Seokjin pada tiga sekon selanjutnya.

"Ya sudah, aku mau ke bangunan kelas satu dulu, deh. Dah!"

"Oi! Jungkook lagi?" Volume suara dibesarkan perkara angka dalam jarak mulai bertambah. Lalu Taehyung hanya beri respons berupa sebuah acungan jempol dari tangan kanan, tanpa sedetikpun luangkan waktu 'tuk menoleh, yang berarti apapun tebakan Seokjin adalah benar. Sebelum akhirnya ia memasuki kawasan kelas satu, lalu menghilang di perempatan koridor.

"Ya ... aish! Anak itu." Seokjin menggelengkan kepalanya, kemudian terdiam memandang punggung adik kelasnya itu cukup lama.

"Kenapa mendadak perasaanku tidak enak begini, ya?" gumamnya pada diri sendiri, namun kemudian ia memilih 'tuk alihkan fokus ke arah lain. Napas dihela panjang lalu kepala digeleng guna enyahkan pikiran negatif yang sempat singgah dan nyaris tak mau hilang. Sebelum akhirnya pilih 'tuk lanjutkan langkah yang sempat tertunda.



01


Jungkook sedang membaca Bab Tumbuhan Non Vaskular untuk ujian biologi siang nanti saat Taehyung datang ke kelas dengan sebungkus cereal bar rasa kacang susu favoritnya.

"Nah makan yang benar ya!" titah Taehyung tiba-tiba yang kemudian mendudukan diri di atas meja kawan sebangku Jungkook dengan luar biasa santainya. Membuat si empu kelas menghela napas, meletakkan buku biologi di atas meja setelah melipat bagian yang terakhir dibaca, mengambil ancang-ancang untuk lontar protes.

"Hyung, bisa tidak sih datang dengan cara yang lebih normal?"

"Huh? Normal bagaimana maksudmu?" jawab Taehyung dengan lagak polos yang begitu memuakkan sambil membuka kembali cokelat yang tadi disimpan dalam saku, buat Jungkook memutar bola mata malas, kepalang jengah.

"Kau selalu datang seperti ngajak ribut, tahu? Teman-temanku menciut di tempat semua tuh!" Jungkook menunjuk kawan-kawannya yang nampak segan namun tetap curi-curi pandang ke arah abang kelasnya yang satu ini.

Well, wajar sih.

Mengingat kita sedang bicara tentang Kim Taehyung. Si abang kelas tingkat dua yang meski hadir dan terkenal dengan sikap tengil luar biasa, penyandang titel tukang buat onar nomor wahid yang sialnya punya prestasi akademis ataupun non-akademis yang kurang ajar dan tak masuk nalar. Intinya, dia memang setenar itu, baik di kalangan siswa maupun guru.

Taehyung mengedar pandang lalu menolehkan kepala pada kerumunan, "Halo-halo! Ya, kalian teman sekelas adik kecilku yang manis ini. Kira-kira, ada yang keberatan kalau aku duduk di sini?"  Kawan sekelas Jungkook sontak menggeleng serentak lengkap dengan raut panik perkara ketahuan memperhatikan terang-terangan. Taehyung mengangguk puas terhadap respons, mengacungkan kedua jempolnya ke atas sebelum kembali memakan cokelat yang sempat tertunda.

"Tuh, tidak apa-apa kok katanya." Taehyung berujar terlampau tenang, sampai-sampai Jungkook menghela napas dibuatnya. Kemudian ia putuskan 'tuk menyerah dan pilih ambil kembali buku biologi yang sempat ditutup lantaran distraksi dari si abang kelas.

"Baca apasih? Serius sekali."

"Jangan ganggu dulu, Hyung. Aku ada ujian biologi siang nanti."

"Hoo, ujian biologi? Kau tak perlu belajar," sahut Taehyung yang langsung mendapatkan tatapan sinis dari Jungkook, buat dirinya meringis ngeri.

"Kau sih enak, sudah pintar! Aduhh, Tuhan tak adil sekali sih!"

"Oi-oi, lihatlah siapa yang bicara di sini. Si peringkat dua paralel kelas sepuluh ini tamak sekali," cibir Taehyung kemudian. "Lagian, bukan karena itu, tahu. Kau memangnya tak tahu kalau nanti ada presentasi dari universitas-universitas untuk anak kelas tiga?"

"Tahu 'kok. Lagipula, urusanku apa? Mana ada hubungan antara ujian biologi dengan presentasi kelas tiga? Hobimu melantur!" balas Jungkook keki.

"Apa kubilang, pintarmu hanya sebatas materi buku saja sih. Otakmu pakai untuk berpikir dong!"

Wah-wah ... Taehyung baru saja mendeklarasikan perang nih?

"Keluar sana!" Jungkook mulai kesal, apa-apaan sih abang kelasnya yang satu ini? Kalau dia tengah bercanda, sering kelewatan. Kalau-kalau Taehyung cukup nekat menggodanya lagi, bisa-bisa baku hantam sudah benar-benar tak bisa dielak. Taehyung tertawa kemudian, sebelum ucapkan permintaan maaf, "Maaf-maaf. Aku bercanda." Alumunium foil yang tadinya masih punya fungsi sebagai pembungkus cokelat diremat, lalu dibuang ke tempat sampah pojok kelas.

"Guru biologimu Mrs. Hwang, 'kan?" Taehyung melirik Jungkook, yang dapat respons berupa anggukan singkat.

"Mrs. Hwang itu bagian HUMAS, otomatis yang mengurus jalannya presentasi untuk kelas tiga nanti, jelas beliau. Jadi, kesimpulannya adalah beliau tak akan datang ke kelasmu nanti, karena sibuk, lalu kau tak jadi ujian. Tamat!" Taehyung menepuk tangannya tiga kali, tak lupa dengan cengiran tolol yang dipasang lebar buat Jungkook semakin jengah.

"Oh tolong, itu kata siapa? Maaf-maaf saja, aku tak akan gampang percaya pada tipikal murid sepertimu, Hyung." Menekankan honorifiks hyung pada si abang kelas, meledek terang-terangan.

"Tipikal murid sepertiku ini, punya banyak kuping, lo. Kebetulan, si abang kelas urakanmu satu ini, mendengarnya langsung dari abang kelas pujaanmu satu itu tuh, The Almighty Seokjin Kim."

Skak!

Taehyung memang tak pernah kalah dalam urusan bicara, bikin kesal saja sih!

"Tch, pujaanku apanya. Pujaanku itu Yoonji noona! Bukan Seokjin!"

"Alah-alah."

"Tch, Hyung! Seokjin hyung itu hanya sebatas panutanku, bukannya pujaan hati. Homo sekali."

"Iya-iya." Tawa Taehyung pecah usai dengar gerutuan yang Jungkook tuturkan, lalu berhenti beberapa saat setelahnya, tengah membenarkan pembelaan Jungkook dalam hati. Siapa sih yang tak mengagumi sosok Seokjin di sini? Si tengil Taehyung saja mengakui bahwa abang kelasnya yang rese dan cerewet itu memang punya wibawa sendiri.

"Hyung." Jungkook tiba-tiba buka suara nadanya terdengar penuh ragu namun terlihat sekali ingin bertanya, buat Taehyung keluar dari lamunan, lalu lebih pilih 'tuk mendengarkan.

"Apa?" Taehyung mengernyitkan kening heran, turun dari meja lalu menarik kursi kosong entah milik siapa ke arah Jungkook kemudian duduk di sana.

"Kata Yoongi Hyung, kau tadi malam kabur lagi dari rumah?" tanya Jungkook usai berhasil hilangkan rasa takut dan gugup perihal tahu ini konten sensitif.

Taehyung menggeleng, "Tidak kabur."

"Terus?"

"Hanya menginap di rumahnya. Memang menginap di rumah sepupu sendiri dapat kau kategorikan sebagai kabur?" sahut Taehyung terlampau tenang, buat Jungkook kembali putarkan matanya jengah.

"Ayolah Hyung, kau tahu maksudku."

"Dan ayolah, Kook. Kau tahu ini bukan topik favoritku." Respons diujar dengan begitu datar, mampu ciptakan suasana baru yang tak mengenakkan, buat Jungkook menunduk dan mengedar pandang tanpa sadar, merasa buruk sekali, merasa diberi sekat besar yang memaksanya untuk diam tak bersuara.

Sadar akan atmosfer yang mendadak terasa keruh, Taehyung putuskan 'tuk berdeham, sebelum lontarkan kalimat lain yang diharapkan dapat cairkan suasana.

"Eh-eh. Kau tahu? Yoonji cantik sekali loh tadi malam! Saat aku datang ke rumah Yoongi hyung, ia baru pulang dari pesta ulang tahun kawannya. Taruhan, kau iri setengah mampus!"

Berhasil buat jungkook termakan umpan, "Serius? Dia pakai dress?"

"Gaun merah muda selutut dengan choker pita manis pada leher!" sahut Taehyung antusias.

Berhasil pula ia alihkan pikiran si adik kelas ke topik yang ia inginkan, buat Jungkook lupa total akan rasa khawatir yang sudah singgah sejak malam tadi. Malam di mana Yoongi meneleponnya dengan sebait permintaan tolong.

[Tulisan dalam mode italic merupakan kilas balik]


"Halo Yoongi Hyung. Ada apa?"



"Taehyung kabur lagi, sudah kuseret dia ke rumahku."


"Kabur lagi? Kau seret dari mana?"


"Jembatan tempat mendiang ibunya menghembuskan napas terakhir. Sialan, Aku pikir ia mau bunuh diri tadi, anak itu buat aku nyaris mati di tempat karena spot jantung malam-malam. Sial."


"Astaga ...." Jungkook tak dapat merespons apapun, dirinya ikut khawatir setengah mati mendengar fakta tentang abang kesayangannya yang satu itu.


"Jungkook, aku minta satu hal padamu. Boleh?" Jungkook kemudian mengangguk, refleks, walau tahu si penelepon tak akan melihat pergerakannya.

"Jungkook Ah boleh?" Yoongi butuh jawaban, dan Jungkook tersentak, buru-buru menjawab,


"Ah, iya. Iya tentu saja, apa?"


"Buat Taehyung bicara, buat Taehyung bercerita, karena aku tahu Taehyung menganggapmu sebagai orang terdekatnya."


Lalu Jungkook berkata iya.


Akan tetapi, Taehyung tetaplah Taehyung. Dirinya punya dinding sendiri yang terbangun sebegitu tinggi dan kokoh, punya segala cara 'tuk alihkan perhatian, punya ragam sanggahan atas segala yang disudutkan. Maka, jika kau lengah sedikit, ya sudah, Taehyung akan lepas lagi ... dengan sebegitu mudahnya.

01

Ini sudah pukul sembilan malam dan Yoonji—adik perempuan Yoongibelum pulang juga, padahal jadwal sekolah hari ini harusnya selesai dua jam lalu. Yoongi dan sang ibu dibuat khawatir bukan main, adiknya tak pernah pulang selarut ini tanpa izin.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. The number you were calli—"

"Sial, kenapa ponselmu mati sih bocah!" Yoongi mengumpat habis-habisan dalam hati.

Dengan segera jemarinya menekan kontak yang mungul paling pertama, Kim Taehyung. Anak itu punya banyak kenalan, bahkan hingga kenalan yang tak masuk akal, sedikit harapan bahwa adik sepupunya satu itu punya solusi,  bisa mencari tahu lokasi adiknya dan membawanya pulang.

"Halo Hyung?"

"Astaga syukurlah kau menangkat teleponku. Yoonji belum pulang, Tae."

"Sudah jam berapa ini? Astaga, jam 12! Kemana anak itu?"

"Itulah yang kukhawatirkan, ini sudah malam. Ia tak pernah pulang selarut ini!"

"Tenang, Hyung. Tunggu, biar aku bantu cari, kau tenangkan saja Min imo, pasti beliau gelisah sekali. Aku yang carikan."


Kemudian sambungan putus, tanpa sempat memberi kesempatan 'tuk Yoongi beri jawaban.

01

Dua jam kemudian sang adik akhirnya pulang, dengan kondisi mata terpejam dalam gendongan Taehyung. Tak bisa kau abaikan pula bau alkohol menguar ke penjuru ruang.

"Bajingan! Siapa yang buat adikku mabuk seperti ini?" Yoongi mengumpat di tempat, emosi bukan main, sedikit bersyukur bahwa ibunya sudah tertidur karena lelah menangis, jadi tak akan mempersalahkan kebiasaannya perihal umpat-mengumpat pada detik ini.

"Bukan waktumu untuk mengumpat, Hyung. Tolong buka kamar dan siapkan baju ganti untuk Yoonji, ia mabuk sekali." Yoongi mendongak, mendapati raut Taehyung yang kepalang serius. Rahangnya nampak mengeras sebagai indikasi rasa marah sekali, seperti tak sabar untuk keluar 'tuk cari si pelaku detik ini juga. Buru-buru Yoongi membukakan pintu untuk adiknya, membiarkan Taehyung membaringkan Yoonji dikasur.

"Aku keluar dulu, kau jaga saja Yoonji. Ini obat hangover yang kubeli tadi. Jaga-jaga, manatahu ia nanti bangun dengan kondisi pusing berat, muntah-muntah parah dan semacamnya." Taehyung menyodorkan plastik berisikan obat botolan.

"Mau kemana?" Yoongi tak butuh detil cara pakai obat hangover, atau cara menangani orang hangover, ia bukan bocah polos yang hanya tahu pekerjaan sekolah asal kau tahu.
Adik kandungnya sudah selamat, begitu saja ia sudah lega sekali. Tetapi, setelah lihat dua binar sepupunya yang kian menggelap, dirinya kembali dibuat khawatir. Ini bukan pertanda baik.

Karena Yoongi yakin betul, segala sikap bergesa-gesa yang terlihat dari gelagat si sepupu pasti punya alasan yang pasti. Taehyung jelas akan melakukan sesuatu ... namun entah apa.

"Buat mati bajingan manapun yang membuat adik sepupuku jadi seperti ini, aku pergi dulu."

Tuh, 'kan.

Yoongi terdiam, cukup terkejut saat mendapati dinginnya sikap dari lawan bicara. Merutuk sejenak karena sempat bergidik tanpa sadar, lalu telan ludah yang terasa mengganjal di kerongkongan dengan susah payah. Sosok Taehyung yang seperti ini mengintimidasi bukan main. Dirinya dibuat paham mengapa orang lain bisa ngompol hanya dengan mendengar namanya. Sialan.

"Tae."

"Apa?"

"Terima kasih."

"Tenang saja."

Kemudian kamar itu tertutup rapat, disusul dengan bunyi pintu rumah yang dibanting agak keras, jelas sekali anak itu begitu terburu-buru. Yoongi menghela napas.

'Hati-hati.' Hanya bisa merapal doa dalam hati, dan kemudian merawat sang adik yang tak sadarkan diri dengan sepenuh hati.





.

.

.
*imo = Bibi (dalam bahasa Korea)
*Hyung = Sebutan untuk abang (kakak laki-laki) dari laki-laki juga.
*Abeoji = Ayah

to be continued.

It's  first time for me to go with this kind of genre!  maaf kalau mengecewakan, i'll try to make it better next time. Vote dan comment nya jangan lupa ya! makasih banyak sudah bacaaa.

Continue Reading

You'll Also Like

811K 59.4K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
WAS By Jei

Fanfiction

194K 21.4K 33
[JINKOOK BROTHERSHIP] Seokjin itu sumber kehidupan Jungkook. Jadi kalau dipaksa hidup tanpa Seokjin, mana bisa tetap hidup tanpa sumber kehidupan. Ta...
160K 11.8K 86
AREA DILUAR ASTEROID🔞🔞🔞 Didunia ini semua orang memiliki jalan berbeda-beda tergantung pelakunya, seperti jalan hidup yang di pilih pemuda 23 tahu...
515K 40.2K 63
Hanya kisah seorang namja yang ingin kembali merasakan kasih sayang dari saudaranya.