SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)

By JasAlice

190K 15.4K 4.3K

Ada rasa yang harus diutarakan. "Permusuhan antara cewek dan cowok itu biasa, yang berujung jatuh cinta. Teta... More

Prolog
1~Tertipu~
2~Senjata Makan Tuan~
3~Pemaksaan~
4~Kerjasama~
5~Aksi Milly~
6~Sahabat Terbaik~
7~Perasaan Tak Tersampaikan~
8~Bingung~
9~Special Day~
11~Terluka~
12~Perasaan Bersalah~
13~Tarik Hati~
14~Akhir Hubungan Joshua~
15~Rencana Balas Dendam~
16~Tertangkap~
17~Karakter Tersembunyi~
18~Terperangah~
19~Titisan Julian~
20~Merriam Else Wagner~
21~Nasib~
22~Hidup atau Mati?~
23~Sebuah Awal Buruk~
24~Keinginan~
25~Sweet Moment: Degup Jantung~
26~Sweet Moment: Kiss~
27~Syarat~
28~Tamu tak diundang~
29~Aksi Duo JeJe~
30~Posisi dia di hatinya~
31~Happy Day~
32~Perdamaian Singkat~
33~(Not) Siraman Rohani~
34~Praktik: Kebun Teh Rancabali~
35~Praktik: Membuat Perhitungan~
36~Terbongkar~
37~Friendship~
38~Rahasia Yang Sebenarnya~
39~Throwback: 1~
40~Throwback: 2~
41~Cemburu?~
42~Tanpa Judul~
43~Dia?~
44~Perihal Hati~
45~Persiapan Gencatan Senjata~
46~Tanpa Judul~
47~Tanda Tanya~
48~Derana~
49~Peran~
50~Melupakan Ego~
51~Risiko OTT~
52~Perhatian Olyn~
53~Kabar~
54~Di balik Senyum Manis~
55~Pupus~
56~Terlihat Asing~
57~Ingin Menjadi Perisai~
58~She?~
59~Kita~
60~Rasa~
61~Janji Masa Lalu~
62~Gangguan~
63~Panik~
64~Pernyataan dan Sebuah Fakta~
65~Memoar Rindu~
66~Rasa Nyaman~
67~Dukun Jadi-Jadian~
68~Masalah~
69~Penyembuh Luka~
70~Pencuri Hati~
71~Modal~
72~Awal Kisah?~
73~Gue Bersama Lo~
74~Luka~
75~Semua Tentang Kita~
Epilog
NEW GENERATION

10~He~

4.1K 468 225
By JasAlice

Silent readers? Bisa kali klik bintang doang😆

Kania tersenyum melihat ke datangan Olyn. Gadis itu mengambil posisi duduk tepat di depannya. "Gimana Lyn, suka?"

Olyn mengangguk cepat dengan senyum sumringah, "Gue sangat suka." Ucapnya dengan mata berbinar, "Makasih lo udah ajak gue ke wahana permainan, di sana gue banyak banget main."

Ia menarik napas lalu menghembuskannya pelan, "Dan terakhir kita di sini."

Mata olyn menatap Joshua dan Milly sedang menarik satu makanan, di meja khusus makanan kecil khas nusantara. Entah lah apa. Tetapi mereka terus saling menarik piring kecil tersebut. Tidak mau kalah.

"Gue juga ikut seneng,"

"Kita memang rencanain ini semua. Tapi ide ini muncul dari Julian."

Gadis itu hampir saja memuncratkan minumnya, "A-apa?"

Kania mengangguk, "Bukan gue yang harus dapat terima kasih dari elo. Julian orang yang lebih tepat."

Satu tarikan pada bahunya membuat Olyn tersadar dari lamunannya. Ia menatap kedua tangan Julian memegang bahunya, lalu melepasnya. "Heh! Jangan cari kesempatan ya, di mobil Cuma ada kita berdua. Bisa ada setan ketiganya,"

Olyn menatap tajam Julian. Pria itu justru mengerling nakal, "Gak papa deh, gue mau kok." Balasnya.

"Enak aja." Sungutnya melipat tangan di depan dada.

"Cepet jalanin ini mobil, udah malem gue mau pulang." Ucapnya tanpa menoleh.

Julian menatapnya dengan wajah datar, "Lo udah sampai daritadi,"

Gadis itu menatap keluar kaca mobil. Benar. Pagarnya pun hanya berjarak dua meter dari mobil.

"Kok?"

"Lo ngelamun terus daritadi. Gue pikir lo kecantol penghuni sana," Ungkapnya. Olyn meninju lengan Julian. Pria itu meringis sedikit lalu mengusapnya, "Emang lo ngelamunin apa sih?" Tanyanya penasaran.

"Gue tau lo yang ngerencanain ini semua."

Julian tidak kaget mendengar kalimat itu terucap dari Olyn, dan ia pasti akan mengatakan hal ini, "Oh.."

"Makasih,"

Pria itu menatap lekat manik mata hitam tersebut. "Makasih untuk semua ini, karena Papa dulu yang sering ngajak gue ke sana, hiks.."

Julian gelagapan melihat Olyn yang menunduk menangis, sesekali menyeka air matanya.
"K-kenapa lo nangis? Duh.. diem dong. Ntar Mama lo ngira gue ngapa-ngapain lo lagi,"

Ia menarik beberapa helai tissue dari dashboard. Gadis itu menerima dan mengusap air matanya.

"Tapi gue heran. Kenapa lo bisa tau kalau dua hal tersebut yang paling gue suka?" Olyn menatap Julian yang tersenyum kikuk. Matanya masih sedikit berkaca-kaca

"Lo lupa ya? Dari dulu kan gue suka ngikutin elo," Jujurnya.

Olyn mengangguk membenarkan, "Ya. Seorang penguntit."

Julian tidak marah. Ia justru membuat gadis yang bersedih tadi menjadi tersenyum sendiri. Ia pun menegakkan tubuhnya, dan mengambil tas selempang di atas dashboard.

"Kalau gitu gue masuk duluan."

Pria itu hanya mengangguk, takut membuat hati Olyn berubah lagi. Julian melongo ketika satu kata keluar dari bibir gadis itu dengan wajah sedikit bersemu, dan sebelum pintu mobil benar-benar tertutup.

"Untuk jepit rambutnya, gue suka."

Hingga gadis itu telah menghilang di balik pintu. Barulah ia sadar dan secepat mungkin menghubungi seseorang di seberang sana dengan perasaan campur aduk.

"GUE BERHASIL JOSH!"

***

Bunyi sepatu pantofle menggema di koridor lantai dasar. Olyn berjalan santai menuju kelasnya. Ia berangkat sedikit pagi karena naik angkutan umum. Dini hari tadi, tetangganya mengetuk rumah Diana untuk meminjam motor, yang kebetulan istrinya akan melahirkan.

Alhasil gadis itu harus berangkat secepat mungkin, dan bel pun baru berbunyi dua puluh menit lagi.

"Ass-"

Olyn tidak sempat melanjutkan salam nya lagi. Pemandangan di depannya terlalu menarik perhatiannya. Ada apa?

Matanya menatap siswa-siswi di kelas yang sedang khusyuk, bahkan ada yang nimbrung. Dan sedetik kemudian ia memekik, "Tugas!"

Secepat kilat menuju bangku dan mengeluarkan catatan Bahasa Indonesia, "Buatlah satu tulisan essai dengan tema bebas, dan di larang menjiplak bahkan searching." Ia kembali membaca catatan tersebut dan menepuk keningnya bingung.

"Gimana nih.." Ia menggigit bibir bawahnya mencari ide tema. Sesekali mencoret kata-kata yang tidak sesuai, merobek dan membuangnya ke sembarang tempat. Ia melirik sedikit cctv di sudut atas. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk membuka ponsel.

Olyn menatap jam bulat yang di pasang di depan kelas. Tepatnya di bagian atas, "Bentar lagi masuk."

Ia pun beralih menatap pintu kelas. Julian berjalan santai melewati Olyn. Menaruh tas dan membuka ponselnya.

"Lo kenapa gak bilang semalam kalau ada PR?"

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, "Buat apa?" Ucapnya tanpa menoleh. "Emang lo siapa? Temen juga bukan."

Gadis itu mengernyit mendapati sikap Julian yang kembali seperti biasanya. "Bule jahat!"

Julian mengulum senyumnya, dan kedua sudut bibirnya semakin terangkat ke atas. Melihat Olyn bergegas menghampiri beberapa teman seperjuangannya yang belum mengerjakan. Ia menjadi semakin frustrasi, ketika bel tanda pelajaran pertama akan di mulai.

Olyn terus berdoa dalam hati agar hari ini dia tidak mendapatkan masalah. Ia semakin gusar ketika guru yang di tunggu pun masuk, "Mati aku."

Semua siswa-siswi memberi salam dan kembali duduk dengan rapi, "Baiklah anak-anak. Bagaimana tugas minggu lalu. Apakah sudah selesai?"

Karena hampir sebagian bernasib sama dengan Olyn. Mereka hanya menyahut tidak jelas. Entahlah. Bukannya semakin tua seorang guru akan pelupa. Tapi guru yang dua tahun ke depan akan memasukin usia enam puluh tahun, masih saja ingat apa yang selalu ia katakan.

Ia pun tersenyum mengetahui gelagat anak didik nya. "Ibu tidak menagih tugas melainkan menambahnya," Mereka menunggu guru tersebut melanjutkan perkataannya. "Berhubung diadakan seminar oleh Dinas Pendidikan. Ibu dan beberapa guru lainnya mewakili sekolah kita untuk hadir. Jadi, kalian kerjakan soal pilihan ganda di bab tiga, kumpul sehari sebelum Ibu mengajar di kelas kalian lagi."

Sorak-sorai semakin terdengar keras ketika guru tersebut pergi. Olyn mengelus dada nya lega, "Aman.."

"Yah begitulah." Celetuk Julian dari belakang.

Olyn tidak menggubrisnya dan memilih menghampiri Key dan teman lainnya. Nge-gosip.

***

Olyn semakin mempercepat langkahnya, begitupun orang di belakangnya. Ketika ia berbalik menatapnya orang itupun seolah melihat ke arah lain. Terus berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah.

"Lo itu ngapain ngikutin gue terus, ha?" Kesal Olyn. "Apa kalau gue ke toilet lo juga ikut?" Tanya nya asal.

"Ide yang bagus," Jawabnya membuat Olyn mendengus sebal.

Sebuah suara menginterupsi di antara mereka. Wali kelas nya. "Julian, Olyn. Kemari sebentar."
Mereka berdua mengangguk dan berjalan memasuki ruang guru.

Bu Nina mendekati keranjang bayi. Bayi mungil berusia tujuh bulan itu berjenis kelamin perempuan. Olyn menggenggam tangan kecil itu, gemas.

"Ibu minta tolong sama kalian untuk jagain Sabrina sebentar. Ibu mau ke minimarket di depan sekolah." Jelasnya mengambil dompet dari dalam tas.

"Ibu yakin? Kalau enggak biar saya saja, Bu."

Bu Nina tersenyum dan menggeleng sebentar, "Tidak usah Julian. Kalian berdua tenang saja. Sabrina orangnya penurut kok." Ucapnya. "Oh iya, Lyn. Dalam tas kecil itu Ada botol kecil berisi susu untuk Sabrina. Baru saya buat tadi."

Olyn mengangguk paham dan Bu Nina segera meninggalkan mereka berdua. Ruang guru terlihat sepi, dan hanya ada beberapa OB saja berlalu-lalang. Ini masih jam pelajaran pertama, dan guru sibuk memberikan materi di kelasnya masing-masing. Beda dengan kelasnya yang sedang free.

"Lucu banget sih," Olyn menoel-noel pipi chubby tersebut. Bayi mungil itu sedikit menyunggingkan senyum.

Julian menggoyangkan mainan bersuara yang ia pegang. Mencoba menarik perhatian Sabrina.

"Iya kaya elo. Pipi bakpao," Ia terkekeh geli melihat wajah Olyn yang cemberut. Tiba-tiba Sabrina menangis dan membuat Olyn gelisah. Ia mengambil susu di dalam tas kecil tepat di atas meja.

Ketika berbalik, matanya tidak lepas menatap lekat Julian yang dengan telatennya menggendong seorang bayi. Sabrina di rangkul Julian dari belakang. Tangan satunya ia gunakan untuk menahan bobot tubuh bagian bawah.

"Ini,"

Julian mengambil botol tersebut dan memberikan pada Sabrina. Bayi mungil itu kembali diam, sesekali bergerak.

Olyn mengambil alih botol itu, agar dia yang memegangnya."Lo kaya udah telaten banget gendong bayi, " Ucap Olyn sedikit mendongak. "Bahkan Sabrina gak nangis lagi." Sambungnya, mengedipkan matanya beberapa kali pada bayi itu.

Julian tersenyum jahil, "Lo mau tau gak rahasia gue?"

Gadis itu mengernyit bingung, "Apa?"

Pria itu sedikit menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga Olyn, "Sebenernya gue pernah deket sama janda."

"HUWAT!"

Julian yang sigap mundur beberapa langkah mengantisipasi reaksi gadis tersebut. "Lo gila ya? Ini ruang guru, bukan hutan!" Kesalnya. Ia menenangkan Sabrina yang sedikit kaget.

"Lo yang gila. Ngapain juga lo nge-gebet janda?"

Pria itu memicingkan matanya, "Kenapa? Cemburu?"

"Nggak."

"Ah masa?"

"Ih.. udah deh gue serius nih,"

Julian tidak bisa menyembunyikan senyumnya ketika melihat gadis itu marah. Bukan ingin membuatnya tua di usia dini. Tetapi secara tidak langsung, Julian akan lebih lama dekat bersama Olyn. Moment yang selalu ia harapkan.

"Gue bercanda kok. Bukan selera gue yang begituan. Tipe gue tuh kayak elo,"

Olyn merasa pipinya memanas, dan hatinya sedikit berdesir. Aneh.

"Jelek dan berpipi bakpao." Sambungnya yang membuat Olyn kesal.

Tanpa sadar Olyn mengejar Julian yang masih menggendong Sabrina. Paling tidak sekarang ia harus selamat dari amukannya. Sekarang. Atau tidak sama sekali.

***

Hujan semakin deras, menyebabkan Olyn masih terjebak di sekolah nya. Ia berdiri di koridor. Hari semakin sore dan hanya ada beberapa siswa-siswi saja yang bernasib sama sepertinya.

"Mau ikut?"

Olyn memekik kaget saat sebuah kepala muncul dari samping wajahnya. Ia lalu memukul keras bahu pria itu. "Aduh Oli.. sakit tau!"

Olyn masih menetralkan kembali detak jantungnya, "Biarin! Dasar hantu."

"Hantu ganteng," Sambung Julian mengerling.

Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah lain. Malas menanggapi ucapan yang tidak berguna. Ia pun tersenyum ketika hujan sudah lumayan reda. Berganti dengan rintikan kecil.

Dengan langkah lebar ia berjalan menuju pintu gerbang. Namun ia merasa satu langkah tersebut tidak ada pergerakan. Dalam satu sentakan tasnya di tarik dan membuatnya menabrak tubuh Julian.

"Ayo. Lo pulang bareng gue,"

Ini sungguh memalukan. Beberapa orang di sekitar ada yang mengulum senyum, dan bahkan secara terang-terangan menertawainya. Bagaimana tidak. Sekarang ia berjalan berlawanan arah. Julian di depan, dan dirinya di tarik membelakangi.

Dengan kesal ia melepas tas tersebut sehingga Julian yang menggenggam tas Olyn.

"Lo apa-apaan sih! Bikin malu aja." Sungutnya tidak terima.
Julian memasukkan tas Olyn di jok mobil belakang, lalu menutup pintu tersebut. Mata mereka bertemu. Olyn menatapnya tajam dan pria itu hanya membalasnya dengan tatapan datar.

"Masuk,"

"Nggak."

"Masuk gak?"

"Gak mau,"

Hingga rintikan tadi berubah menjadi hujan yang tidak terlalu deras. Segera Julian meraih pergelangan tangan Olyn, namun gadis itu menahannya.

"Cepet masuk! Ntar sakit Mama lo yang susah," Ucapnya sedikit mengeraskan suara.

Olyn merentangkan kedua tangannya dan samar-samar pria itu dapat melihat senyuman yang terukir di wajah manis itu. "Gak bakal. Mama juga ngebolehin gue mandi hujan. Asal gak ada petirnya," Kekehnya.

Pria itu mengusap wajahnya. Setelan jas mereka sudah basah, dan untung Julian sudah memasukkan barang yang paling penting tadi.

"Yaudah.. kalau gitu kita masuk ya.." Bujuknya meraih pergelangan tangan Olyn. "Udah mau maghrib, lo mau di culik setan?" Lanjutnya.

Olyn menjadi cemberut. Tapi mau tidak mau, ia tetap masuk ke mobil. Sambil terus menghentakkan kaki, jengkel.

***

Gadis itu terus saja berjalan mondar-mandir di kamarnya. Ia tampak memikirkan sesuatu. Tapi entahlah, ia juga tidak tahu. Ia pun duduk di bangku meja belajar. Menangkup wajahnya dengan rasa bingung yang menyelimuti.

"Mending susun buku aja deh,"

Ia celingukan mencari tas nya dan, "Ya ampun! Tas nya masih di Julian." Ia menepuk keningnya. "Ceroboh banget sih.. besok pagi-pagi aku harus ke rumahnya." Lanjutnya lalu menyusun jadwal pelajaran.

Sekitar jam enam pagi. Olyn telah sampai di rumah Julian, di sambut pembantu yang menyuruh Olyn duduk selagi ia memanggil Riana.

"Olyn, ada apa pagi begini berkunjung?"
Riana berjalan menyusuri turunan anak tangga, lalu menghampiri gadis tersebut.

Olyn langsung menyalami Riana, "Um, tas Olyn ke tinggalan di mobil Julian Tante."
Riana mengangguk dan memberikan instruksi pada pembantunya. "Ini," Ucapnya memberi tas tersebut.

"Makasih ya Tante, maaf pagi-pagi udah ngerepotin." Ucap Olyn tak enak hati.

Riana tersenyum lembut sambil mengusap rambut Olyn, "Gak papa kok. Tante malah seneng kamu di sini." Dibalas senyum simpul olehnya.

"Julian udah berangkat, Tan?" Tanyanya sekadar basa-basi.

"Dia semalam demam tinggi. Tante udah izinin dia kok."

Perkataan Riana membuat Olyn kaget, "Sakit?" Tanyanya.

"Iya. Kayak nya pulang sekolah kemarin dia hujan-hujanan. Padahal dia gak bisa kena sedikit aja air hujan. Besoknya pasti langsung sakit." Jelasnya yang membuat hati Olyn gelisah, merutuki kesalahannya.

***

Selimut tebal menutupi keseluruhan tubuhnya. Keningnya merasa sedikit hangat dengan kompres yang baru diganti tadi. Tubuh tersebut masih terasa dingin, membuat dirinya sedikit bergetar. Menggigil. Serta pusing yang sedikit mendera.

"Julian.."

Ia sangat mengenal suara tersebut. Perlahan membuka matanya yang terasa panas. Disisi ranjangnya berdiri Olyn dengan wajah bersalah. "Maaf,"

Bukan. Bukan ini yang ingin ia lihat. Ia lebih suka Olyn yang memarahinya bahkan sampai memukul sekalipun, ia sangat suka. Dengan gerakan pelan ia menyender pada kepala ranjang, yang sigap di bantu Olyn.

"Ngapain lo ke sini? Sekolah sana," Usirnya sedikit menahan pusing.

"Gue minta maaf.. g-gue gak tau lo gak bisa kena hujan.. hiks.."

Lho? Kenapa nangis lagi, sih?

"Udah.. cup..cup.. gak usah nangis. Gue sehat kok. Nih lihat"
Pria itu tersenyum genit dengan mengerlingkan matanya berkali-kali. Khas Julian.

Gadis itu pun tersenyum pelan dan menyeka air matanya, "Gue juga izin gak sekolah,"

"Kenapa? Mau bolos?" Tanya Julian bingung seraya menegakkan tubuhnya.

Olyn berdecak kesal, "Ya mau jagain lo tau! Elo gini kan gara-gara gue."

Julian nyengir tidak jelas, lalu mengangguk mengerti. Riana datang membawa semangkuk bubur yang hanya berisi irisan tipis ayam goreng.

"Biar Olyn aja Tante yang urus," Gadis itu mengambil alih dan sedikit mengaduk buburnya.

"Yaudah Tante tinggal dulu," Sebelum keluar, Riana mengedipkan sebelah matanya pada Julian yang membuat pipinya semakin memanas.

"Buka mulut."

"Buat apa?" Tanyanya.

"Lo itu masih sakit, jadi biar gue yang suapin,"

Ya Allah... ternyata sakit ini membawa berkah.

Ia bahkan tidak pernah menyangka akan apa yang diperbuat oleh gadis ini. Kalau begitu, ia kapan saja mau untuk hujan-hujanan dengan Olyn seperti kemarin. Jadi Olyn akan merasa bersalah seperti ini lagi.

"Gue seneng lo kaya gini, keliatan banget perhatiannya." Ucap Julian menguyah dengan malas bubur tersebut.

"Bikin gue kesel sekali lagi, sendok ini bakal gue pukul ke jidat lo," Ancamnya membuat Julian beringsut sedikit, melihat wajah mengerikan di depannya.

"Peace.."

***

Selama hampir dua jam Olyn tetap menunggu Julian yang terlelap tidur, akibat efek obat yang di minumnya. Ia berdiri dari bangku meja belajar.

Banyak yang berubah.

Ini kali pertama setelah sekian lama tidak pernah memasuki kamar pria itu. Yang ia tahu, saat di SMP kamarnya tidak memiliki rak yang penuh dengan berbagai macam buku.

Meja belajar yang dulunya hanya berisi sedikit alat belajar, sekarang menjadi banyak. Dan di penuhi beberapa piala dan medali.

Mungkin dia sudah benar-benar berubah, untuk menjadi orang pintar.

"Ng.."

Olyn menghampiri Julian yang gelisah dalam tidurnya. Menaruh punggung tangannya dan, "Ya ampun. Keningnya panas sekali."

Ia pun segera menemui Riana dan menyuruh Olyn membawa Julian ke RS. Wanita itu sebelumnya sudah menghubungi dokter pribadinya jadi Olyn tinggal menemuinya di ruang praktek.

Julian yang entah kenapa menjadi seolah-olah kembali sehat, dan membujuk Olyn pulang. Padahal mereka telah sampai di parkiran RS.

Tapi Olyn terus memaksanya untuk di periksa hingga mereka telah keluar dari ruangan tersebut, "Gue gak perlu cek darah ya? Kata dokter nya gak wajib kok,"

Julian memasang wajah memelasnya, dan diberi gelengan tegas Olyn. Bukannya menurut. Julian justru mengeraskan tubuhnya saat Olyn merangkul lengannya.

"Lo mau cepet pulang gak?"

Pria itu mengangguk lemas.

"Nah. Kalau gitu lo masuk sekarang." Ucapnya yang membuat Julian terbelalak kaget.

Entah sejak kapan mereka telah berdiri di ruang Lab. Belum sempat membalas, Olyn mendorong tubuh Julian untuk di cek darahnya.

"Gitu aja kok susah," Keluhnya merenggangkan dasi yang terlalu mencekikknya. "Paling enggak bisa ngadem bentar." Sambungnya tepat duduk di bawah AC yang menyala.

Olyn memberi senyum sekilas pada perawat dan beberapa orang Lab yang melewatinya.

Julian masih di dalam pintu yang tertutup itu. Ada kaca untuk melihat ke sana. Tapi ia sudah terlanjur enak di sini. Perlahan memejamkan mata yang terasa sedikit kantuk.

"AAAAAAAA"

Mata Olyn langsung terbuka lebar, mendengar teriakan yang berasal dari Julian. Ia pun mendekat pada kaca berukuran sedang dan melihat Julian

Pingsan?

***

"Ha ha ha"

"Duh perut gue jadi sakit kebanyakan ketawa, mulut gue juga nih." Olyn memegang rahangnya yang sedikit sakit, akibat terlalu banyak tertawa.

Sedangkan Julian yang berjalan berdampingan hanya menatap lurus dengan pandangan datar.

Inilah yang ia takuti ke sini. Bukan karena kamar mayat, darah, tapi jarum suntik. Lebih tepatnya saat dirinya disuntik.

Disuntik itu ia akui tidak sakit, hanya sedikit seperti digigit semut. Masalahnya ketika jarum itu dikeluarkan yang membuatnya berteriak.

Memalukan.

Tawa itu tidak pernah reda. Dengan cepat Julian membekap mulut gadis itu dengan telapak tangan kanannya.

"Jijik tau!" Ucapnya melepas kasar tangan tersebut.

"Abisnya lo gak bisa diem."

Mereka berhenti di bagian lobby RS.

"Geli gue ngingetnya. Pengen ketawa terus." Balasnya masih terkikik.

Julian menoyor kepala Olyn, "Dasar." Ucapnya tidak terima. "Lagian ini semua juga salah lo," Lanjutnya yang kembali membuat Olyn tak enak hati.

"Ya maaf.." Lirihnya.

"Hmm.."

"Ayo kita pulang."

Namun baru beberapa langkah suara seseorang memanggil nama mereka berdua dari belakang.

Tiba-tiba saja perasaan Julian menjadi tidak enak mendengar suara yang amat tidak ingin ia dengar. Secara bersamaan mereka berdua membalikkan tubuhnya, dan menegang melihat siapa orang tersebut.

Pergelangan tangan Olyn yang ia genggam pun terlepas. Dari sudut matanya ia melihat mata Olyn berkaca-kaca.

Julian pun menutup matanya sebentar. Berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang tidak akan pernah hadir.

Tetapi sebuah nama terucap dari bibir Olyn. Dan ini adalah awal baru setelah beberapa waktu lalu berakhir.

"Ma-u-za.."

***

Salam, Duo JeJe.

Continue Reading

You'll Also Like

40.5K 3K 78
[ non-fiksi/self-love/opini ] On going - slow update
2.8M 161K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
374K 27.5K 51
tentang NAUMI Gadis penuh luka, hidupnya sepi dan hampa. saat fisik dan hati di tikam secara bersamaan, disitulah mulainya penderitaan. senja dan h...
3.1M 262K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...