Why ? [ SUDAH DISERIESKAN]

By Stephn_

20.2M 1.1M 132K

‼️SERIES WHY SUDAH TAYANG DI APP VIDIO ‼️ [PART MASIH LENGKAP] Kisah ini bukan tentang aku dan kamu yang dipe... More

WHY? DISERIESKAN?!
☀️Special Chapter 🌙
Prolog
Cerita Private
Why(?)- One
Why(?)- Two
Why(?)- Three
Why(?)- Four
Why(?)-Five
Why(?)-Six
Why(?)-Seven
Why(?)-Eight
Why(?)-Nine
Why(?)-Ten
Why(?)-Eleven
Why(?)-Twelve
Why(?)-Thirteen
Why(?)-Fourteen
Why(?)-Fifteen
Why(?)-Sixteen
Why(?)-Seventeen
Why(?)-Eighteen
Why(?)-Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Author Notes
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
Thirty One
Thirty Two
Thirty Three
Thirty Four
Thirty Five
Thirty Six
Thirty Seven
Thirty Eight
Thirty Nine
Forty
Forty One
Forty Two
Forty three
Forty Four
Cast Tokoh
Forty Five
Forty Six
KOSONG
Forty Seven
Forty Eight (1)
Forty Eight (2)
Forty Nine
Pengumuman
Fifty
AKU HIATUS
Fifty (2)
Bantu jawab ya
Trailer Why (Book One)
Vote Cover
Cuplikan book ver
PRE-ORDER

Twenty Six

309K 19.5K 1.7K
By Stephn_

"Aku tidak cemburu, aku cuma tidak suka ada orang yang buat kamu tertawa selain aku."

------------

"Given!"

Gladys reflek ikut menoleh kebelakang, senyum di bibirnya memudar mengenali siapa sosok gadis itu.

"Loh kok lo di sini?" Given berjalan mendekat menatap penampilan Liana dari atas kebawah, "Kok pake seragam sekolah gue?"

Liana tersenyum manis, meraih lengan Given dan menariknya masuk kembali ke halaman sekolah, "Anterin gue ke TU ya? Hari ini gue resmi jadi murid SMA Bakti Mulia!"

Given menaikkan kedua alisnya bingung, "Lah kenapa pindah?"

"Bonyok pindah rumah, dan lebih deket sekolah di sini dari pada di sekolah lama gue."

Gladys meremas tangan menahan gejolak hatinya mendengar perkataan gadis itu. Apalagi saat melihat Given terlihat senang mendengar ucapan Liana barusan.

Liana memang dua tahun lebih muda dibanding Gladys dan Given namun penampilannya terlihat lebih tua karena efek make up dan baju seragam yang di buat ketat membentuk bodynya yang ramping.

Meskipun Given selalu bilang dia menganggap Liana sebagai adik atau teman dekat, tetap saja ada perasaan gelisah jauh di dalam lubuk hatinya. Melihat bagaimana perlakuan Given yang terlihat 'berbeda' dibandingkan perlakuannya pada teman cewek lain membuatnya sering bertanya dalam hati. Sebenernya yang ada di hati lo itu gue atau dia?

Gladys berusaha tersenyum ketika Liana dan Given sudah berdiri di hadapannya. Given reflek melepaskan tangan Liana beralih mendekat pada Gladys namun pergerakannya terhenti saat Liana kembali meraih lengannya.

"Anterin gue ke TU." Liana mengedipkan mata memohon dengan bibir dikerucutkan membuat wajahnya terlihat lucu.

Given menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal, sekilas melirik Gladys merasa tidak enak jika memilih mengantar Liana. Tapi di sisi lain Given juga tidak tega meninggalkan Liana sendirian.

Untuk kesekian kalinya Gladys memaksakan seulas senyum menepuk pelan pundak Given, "Udah anterin aja kasihan kalau dia sendirian. Aku duluan ke kelas ya."

Tanpa menunggu jawaban, Gladys membalikkan tubuh melangkah menjauh berusaha terlihat tenang. Berusaha mengabaikan sesuatu yang retak jauh di lubuk hatinya.

----

"Kapan penderitaan ini berakhir!" Velly mengusap wajahnya kasar terlihat muak dengan sederetan soal bahasa indonesia di hadapannya.

Gladys masih fokus membaca soal, bolamatanya bergerak teratur dari kiri ke kanan. Bibirnya bergerak-gerak kecil membaca soal tanpa suara. Ya, seharian ini dia sengaja memfokuskan diri pada setiap soal yang di berikan. Semua itu dia lakukan hanya untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi pagi. Hatinya kembali gelisah jika mengingat bagaimana ekspresi bahagia Given ketika tahu Liana satu sekolah dengannya.

Bukannya munafik tapi Gladys sadar, seandainya Given tidak mengenalnya mungkin sekarang ini bukan dia yang berada di sisinya melainkan Liana. Wajar bukan jika Gladys takut posisinya di rebut?

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu namun Gladys lebih memilih menghabiskan waktu di kelas, menidurkan kepalanya di lipatan tangan. Matanya terpejam lelah seharian ini fokus pada soal-soal latihan UN yang tidak kunjung habis.

Baru sebentar mulai terlelap dia merasakan rambutnya di usap lembut. Belaian itu justru membuatnya merasa semakin mengantuk, dia tahu betul siapa pemilik tangan besar dan hangat itu. Tangan yang selalu membuatnya merasa nyaman jika berada di dalam genggamannya.

Given menarik bangku di sisi kanan kemudian mendekatkan pada bangku Gladys. Tangannya kembali mengusap rambut gadis itu, perlahan turun membelai pipinya lembut membuat Gladys mengerjapkan mata. Masih dengan kedua mata setengah terpejam Galdys menatap dalam kedua bolamata Given yang menatapnya teduh. Tatapan itu selalu berhasil membuat hatinya tenang, seolah memang hanya dia gadis istimewa di mata cowok ini.
"Capek?" Given mengusap pelan pelipis Gladys memijat kecil di sana.

Gladys tersenyum tipis memejamkan mata menikmati pijatan Given, "Gimana Liana?"

"Hm?" Given berhenti memijat beralih menatap heran Gladys, "Gimana apanya?"

"Kamu nggak temenin dia ke kantin?"

Given mengerutkan kening semakin heran, "Kenapa harus aku yang temenin dia?"

"Kamu kan satu-satunya orang yang deket sama dia di sini." Gladys mendudukkan tubuh bersandar di bangku. Diam-diam dia mengamati ekspresi Given, penasaran bagaimana reaksinya.

Given diam sejenak menatap lurus Gladys, "Meskipun aku deket, tapi nggak seharusnya setiap saat dia bareng aku. Lagian dari pada sama dia, mending juga aku samperin kamu."

Gladys tertegun hatinya terasa meringan mendengar ada keyakinan di setiap ucapan Given barusan. Gladys menunduk menutup sebagian wajahnya dengan rambut mengulum bibir menahan senyum.

Given membuka bungkus roti selai strawberry yang tadi di belinya di kantin kemudian menyodorkannya pada Gladys."Makan dulu."

Gladys mengangguk patuh meraih roti itu dan mulai memakannya. Given mendengus geli melihat selai di ujung bibir Gladys, perlahan tangannya terulur menyentuh ujung bibir gadis itu dengan ibu jarinya.

Gladys diam mematung dengan jantung berdebar tak karuan. Seharusnya hal kecil seperti ini sudah menjadi hal biasa bagi beberapa pasangan lainnya, tapi bagi Gladys jantungnya tidak pernah terbiasa.

"Makan kok kayak bayi." Given terkekeh geli mendorong pelan kening Gladys dengan jari telunjuk, "Kode minta di suapin? Mau pake tangan atau pake mulut?"

"Dih, enggak!" Gladys memukul pelan lengan Given, "Bilang aja kamu yang pengen modus kan!"

Given mendengus geli, dengan cepat memajukan wajah tepat di hadapan wajah Gladys membuat gadis itu agak tersentak kaget dengan mata membulat. Jarak wajah mereka hanya sekitar setelapak tangan. Given tidak melakukan apapun hanya diam menikmati wajah Gladys dengan pipi mulai memerah.

Bukannya pergi Given justru menopang kepalanya dengan tangan,bibirnya menyunggingkan senyum miring dengan kedua mata menatap lekat Gladys. Perlahan wajahnya semakin mendekat membuat Gladys meneguk ludah dengan susah payah, reflek dia memejamkan mata saat hidung Given menyentuh hidungnya. Untung saja keadaan kelas sepi, hanya ada beberapa murid yang juga asik dengan pasangan masing-masing.

Given menghentikan pergerakannya saat jarak bibirnya nyaris menyentuh bibir ranum Gladys. Given meneguk ludahnya gugup berusaha menahan diri untuk mempertahankan tekadnya dulu. Given diam sejenak mengamati wajah Gladys dengan kedua mata terpejam.

Cup.

Gladys membuka sedikit matanya saat merasakan keningnya dikecup lembut. Cukup lama bibir Given mendarat di keningnya sebelum akhirnya dia menjauhkan wajahnya dari Gladys.

"Jangan pernah pasrah gitu, seharusnya kamu pukul aku tadi." Given menatap serius Gladys, " Jangan pernah percaya cowok tulus sama lo kalau dia cuma ngincer badan lo doang. Ngerti?"

Gladys mengangguk kecil sekali lagi dia merasa beruntung telah di pertemukan dan jatuh cinta pada cowok ini.

Karena prinsip Given dari dulu sampai sekarang adalah Sentuhlah hatinya dan jangan sentuh tubuhnya.

Itulah alasan kenapa tidak akan ada lagi cowok yang bisa menggantikan posisi Given di hatinya. Karena cowok itu terlalu istimewa.

----

Sepulang sekolah Gladys memilih langsung keluar kelas menuruni tangga menuju kelas Given. Biasanya memang selalu cowok itu yang menunggunya di depan kelas. Namun hari ini kelasnya keluar lebih dahulu karena Mr.Kenzo harus segera pergi menemui salah satu orangtua murid yang menunggunya di ruang guru.

Gladys berlari kecil menuruni tangga namun pergerakannya terhenti jadi diam di tempat saat sesosok cowok jangkung berdiri tidak jauh dari posisinya sekarang.

Cowok itu tersenyum tenang dengan kedua tangan di masukkan kesaku celana. Gladys reflek mundur saat Ivan melangkah maju mendekat kearahnya.

"M-mau apa lo?!"

Ivan mengangkat alisnya tinggi masih menatap tenang Gladys, "Kok ketakutan gitu? Santai aja Glad gue nggak ada niat buruk kok."

Meski berkata begitu tetap saja trauma waktu itu membuat Gladys jadi ketakutan. Ingin rasanya dia berteriak meminta tolong siapapun tapi tidak akan ada yang percaya karena Ivan merupakan murid andalan dan teladan, justru dialah yang di anggap gila dan cari perhatian jika berteriak minta tolong.

Gladys tersentak saat tubuhnya menyentuh dinding menandakan dia tidak bisa kabur lagi. Kedua kaki Gladys terasa melemas melihat senyum smirk terlukis di bibir Ivan. Topeng alimnya terlepas begitu saja ketika mereka berdua sudah terpojok di ujung koridor.Gladys heran kenapa Ivan bisa ada di luar pahal hanya kelasnyalah yang keluar awal.

"Haduh, sendirian aja? Mana pahlawan super lo?" ucap Ivan sarkastik, "Kayaknya udah punya cewek baru ya?"

"Jaga mulut lo!" ucap Gladys mulai geram meskipun susah payah menahan getaran di kedua kakinya.

Ivan tertawa samar, "Siapa namanya? Lina? Lena?-- ah Liana." Ivan menepuk tangannya sendiri merasa bangga berhasil mengingat nama itu.

"Jangan macem-macem lo!" ancam Gladys saat Ivan kembali melanglahkan kaki mendekat, "Gue bilangin Papa!"

"Uluh-uluh anak papa." ejek Ivan sengaja memancing emosi Gladys, "Eh papa lo kan calon mertua gue ya?"

Gladys menepis kasar tangan Ivan yang hendak menyentuh pipinya, "Pergi! Atau gue teriak sekarang!"

Bukannya takut Ivan justru tertawa terbahak-bahak di akhiri mengusap air mata palsu di kedua ujung matanya, "Lucu banget sih, jadi gemes."

Ivan kembali mengulurkan tangan mendekati wajah Gladys, saat gadis itu hendak melawan dengan sigap Ivan meraih dan mengunci kedua tangan Gladys di dinding, membuat tubuh Ivan semakin menghimpit tubuhnya.

"Jangan ngelawan sayang, gue cuma mau bicara baik-baik kok." Bisik Ivan tepat di telinga Gladys.

"Lepasin!" Teriak Gladys lemah lebih menyerupai isakan, "Lepasin gue!"

"Cup..cup..cup, santai dong sayangku." Ivan mengunci tangan Gladys dengan satu tangan sedangkan tangannya yang terbebas meraih dagu Gladys mengangkatnya tinggi. Tanpa basa basi Ivan mendekatkan wajah hendak mencium bibir ranum Gladys.

Namun pergerakannya terhenti saat mendengar suara bel berbunyi. Ivan mengumpat kasar sebelum akhirnya melepaskan tangan Gladys dengan geram.

"Kita lanjutin lain waktu beb." Ivan kembali tersenyum miring kemudian berbalik melangkah menjauh meninggalkan Gladys yang langsung jatuh terduduk di lantai. Kakinya bergetar hebat dengan keringat deras membasahi pelipisnya.

Masih dengan tubuh lemas Gladys berusaha bangkit melangkah pergi dari tempat itu. Satu-satunya tempat yang dia butuhkan sekarang adalah berada di sisi pelindungnya.

----

Given mengemasi barangnya cepat kemudian berlari keluar hendak menaiki tangga menuju kelas Gladys, tapi pergerakannya terhenti saat melihat sosok Liana duduk di kursi depan koridor kelasnya. Ekspresi gadis itu berubah ceria melihat Given.

Seperti biasa Liana kembali memeluk lengan Given dengan manja. "Halo ven! Pulang bareng bisa?"

Given dapat melihat banyak anak kelasnya terlihat penasaran dengan hubungan mereka. Bahkan Natasya mendelik kecil melihat anak baru itu dengan lancang memeluk lengan Given padahal jelas semua tahu status Given adalah pacar Gladys, bidadari SMA Bakti Mulia.

Berusaha sehalus mungkin Given menyingkirkan tangan Liana dari lengannya, "Lia, jangan pegang-pegang nggak enak kalau di lihat cewek gue."

Liana mendengus sebal mengerucutkan bibir, "Apasih lebay! Kita hidup di jaman dimana kayak gini tuh normal dan biasa aja. Possesive banget cewek lo!"

"Dia memang nggak marah, tapi gue nggak mau nyakitin dia. Gue menghargai dia sebagai cewek gue. Jadi mending jangan kayak gini lagi." Given kembali melepaskan tangan Liana dari lengannya, "Lagian gimana perasaan lo kalau pacar lo di gandeng sama cewek lain. Nggak cemburu?"

Liana tertembak tepat di relung hati. Ya dia memang cemburu, dan sayangnya cowok yang dia cintai tidak pernah menganggapnya lebih dari sekedar adik. Liana tau dan yakin Given sayang padanya, tapi hal itu tidak membuatnya puas. Dia ingin lebih, dia ingin memiliki hati Given sepenuhnya.

Masih berlagak ngambek Liana menggoyangkan tangan Given dengan manja, "Apasih galak banget, sekarang jahat ya sama Lili."

Lili adalah panggilan akrab yang Given berikan padanya. Tapi tidak tahu kenapa, Given sekarang sering merasa bersalah kenapa saat itu memberi panggilan khusus pada Liana. Alhasil Gladys jadi sering salah paham mengira dia memang memiliki perasaan pada gadis kecil ini.

"Gue nggak maksud gitu." Given reflek mengusap gemas rambut Liana, "Udah anak kecil mending pulang sekarang, naik taksi aja."

Given tersenyum tipis kembali melangkahkan kaki hendak menuju kelas Gladys. Tapi pergerakannya terhenti saat melihat Gladys sudah beridiri tidak jauh darinya. Wajah gadis itu terlihat pucat dan lemas.

"Glad,kamu kenapa?" Given melangkah cepat hendak menyentuh kening gadis itu. Tubuhnya agak tersentak kaget saat Gladys menepis kasar tangannya.

Bukan hanya dia yang kaget tapi Gladys juga karena dia tidak sadar atas apa yang dilakukannya barusan. Dia memang sempat melihat bagaimana Given membelai lembut rambut Liana. Mungkin terdengar egois, tapi Gladys jadi berfikir apakah Given lupa jika keselamatannya masih terancam oleh keberadaan Ivan? Kenapa bukannya langsung menyusul ke kelas dia justru bersenang-senang dengan Liana?

Bagaimana jika Ivan berhasil melukainya? Apa itu sudah tidak penting lagi?

Gladys menipiskan bibir, menunduk tidak berani menatap ekspresi terluka dan syok Given karena perbuatannya tadi.

"Kamu kenapa?"

Gladys tersenyum samar , "Kamu anter Liana aja. Aku udah minta jemput sopir papa."

Gladys hendak melangkah meninggalkan Given tapi jadi terhenti saat tangan kokoh cowok itu meraih tangannya, menatap Gladys tajam, "Pulang sama aku."

Dia ingin mengelak dan melawan tapi tenaga Given terlalu kuat membuatnya tertarik pasrah menuju parkiran. Given melepas jaket hoodie miliknya beralih memakaikannya di tubuh Gladys.

Gladys tidak melawan lebih banyak diam dan menurut karena dia tahu Given sedang tidak ingin di bantah saat ini. Setelah memakai helm Gladys naik keboncengan motor Given. Sesaat kemudian motor melaju dengan kecepatan rata-rata.

Selama perjalanan tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Given memilih diam dan fokus pada jalanan, sedangkan Gladys menyandarkan kepalanya di punggung cowok itu. Memejamkan matanya yang terasa panas.

Perasaan takut kehilangan semakin memenuhi hatinya.

----

Rindu? Maaf ya lama

Kenapa lama? Soalnya aku hrs selesai revisi SL sblm akhir bulan dan di kirim

Jadi mohon pengertiannya :)

Makasih masih mau nunggu hehe

See you💗

Continue Reading

You'll Also Like

13.1M 406K 43
[TERSEDIA DI SELURUH GRAMEDIA DAN TOKO BUKU] #1 in teenfiction [22 Juni 2017] ⛔Beberapa part ak privat, follow akun aku untuk baca #Sequel Silent Lo...
1.3M 79.7K 48
[Proses Terbit] "Kamu sangat dekat hanya dalam mimpiku" Novel dua sudut pandang by Fifi Alfiana Alana You just can help someone that he wants...
Pal In Love By Ayii

Teen Fiction

1.9M 132K 51
[TELAH TERBIT] "Selalu ada luka, diantara persahabatan dan cinta." ÷×+-=Pal in Love=-+×÷ Masuk kelas unggulan di sekolah barunya jelas bukanlah hal y...
1.3M 122K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...