Pain Demands To Be Felt

By AninditaHidayat

5.8K 27 6

This isn't about the broken heart, it isn't about who is he, it's about me healing my broken heart and how to... More

Introduction
Minggu Pertama (Sarah)
Minggu Kedua (Sarah)
Minggu Kedua (Doston)
Minggu Ketiga (Sarah)
Minggu Ketiga (Sarah)
Minggu Ketiga (Doston)
Minggu Ketiga (Sarah)
Minggu Ketiga (Sarah)
Minggu Ketiga (Sarah)
Minggu Keempat (Sarah)
Minggu Keempat (Sarah)
Minggu Kelima (Sarah)
Minggu Kelima (Sarah)

Minggu Kedua (Doston)

471 2 0
By AninditaHidayat

Aku menatap jalanan yang sangat sepi. Aku baru saja menemui ibuku, dia terlihat sehat dan baik-baik saja.

Aku masih teringat pertanyaanya sebelum aku pulang.
"How's Sarah? Kalian baik-baik aja kan?"
Aku hanya menjawab bahwa aku dan Sarah baik-baik saja, aku tahu ibuku sedikit terlihat tidak yakin, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut.

Aku mendengar suara penyiar radio membacakan request dan dia memutarkan "Tangga-Cinta Begini", aku ingat Sarah selalu memutarkan lagu ini saat kita berada didalam mobil. Sarah. I miss her.

Aku melihat kearah jok belakang, aku melihat kotak besar berwarna biru muda yang aku bawa tadi pagi dari rumahku. Aku memang berencana mengembalikan semua pemberian Sarah, aku menyiapkan semuanya.

Polo shirt hadiah darinya saat anniversary kita di Bali, ipod Nano berisi semua lagu kesukaan kita, beberapa kaos yang pernah dia berikan untukku, dan satu dompet fossil berwarna coklat, pemberiannya pertama saat dulu kita pertama kali jadian. Aku berencana untuk benar-benar menyudahi semua dengan mengembalikan semuanya, aku ingin Sarah bena-benar melupakanku, aku ingin Sarah benar-benar cukup dengan apa yang kita pernah jalani..

Dia sangat senang memberiku hadiah, dia perempuan yang sangat baik, dia sangat mengerti aku. Dia tahu semua hal yang aku suka, dia tahu aku sangat mencintai warna putih dan biru, dia tahu bahwa aku tidak akan pernah mengganti sneakers kusam kesukaanku, dia tahu aku tidak suka memakai jaket, dia tahu semua rutinitasku, dia ingat setiap hal-hal kecil tentang aku.

Hanya ada dia dipikiranku saat ini, aku sangat merindukannya. Aku memutar semua memori yang kita punya, aku ingat saat 2 bulan lalu dia menangis sangat kencang saat aku marah karena dia pergi dengan teman lelakinya. Dia bilang dia menyesal. Aku sempat berfikir bahwa mungkin aku sangat berlebihan, aku terlalu menyiksanya, aku terlalu merasa memilikinya. Aku yakin bahwa tidak ada laki-laki lain selain aku dalam hidupnya, tapi kenyataan bahwa dia memiliki banyak teman lelaki membuatku tidak nyaman.

Sarah memilik sangat banyak teman. Dia adalah wanita sangat yang ceria, dia memiliki kepribadian yang sangat menyenangkan, aku tahu itu. Aku tahu bahwa semua orang akan menyukainya.
Rambutnya panjang, warna aslinya hitam pekat, dia menganti warna rambutnya menjadi coklat tua 2 bulan yang lalu. Tubuhnya sangat ideal, kulitnya kuning langsat, hidungnya mancung, bibirnya mungil, dan mata coklatnya selalu bersinar saat dia menceritakan sesuatu hal yang dia suka.

Dia sangat cerdas, terlalu cerdas. Dia sangat terobsesi dengan mobil sport, dia sangat suka tequilla. Bahunya sangat kecil dibandingkan bahuku, tingginya sekita 165cm, saat kita bersanding, dia masih lebih pendek dariku.

She loves high heels. Satu hal yang aku kurang suka, karena aku terlihat pendek saat dia mengenakan high heels abu kesukaannya. Aku tidak memungkiri bahwa dia terlihat sangat seksi dengan high heels nya. Itulah mengapa aku merasa minder, kadang aku merasa dia terlalu sempurna untuk aku. Aku tahu banyak laki-laki diluaran sana yang rela mati untuk mendapatkannya, dia sangat seksi.

Hal terbaik tentang Sarah adalah kepercayaan dirinya. Dia tahu dia worth it dan dia tahu orang akan selalu suka dengannya, itu yang membuatku sangat minder. Aku berusaha untuk tidak menunjukannya dengan cara menjadi orang yang dia turuti. Aku mengambil alih hidupnya, aku membuatnya dia meninggalkan kehidupannya sebelum dia bersamaku.
Dia meninggalkan teman-temannya, dia berhenti clubbing, dia meninggalkan banyak hal yang dia suka, hanya untuk aku.

Dia akan dengan gampangnya menghapus semua kontak teman laki-lakinya di handphone nya jika aku minta. Dia tidak punya siapapun sekarang, aku tahu teman-temannya mungkin membenciku karena aku mencuri salah satu teman terbaik mereka, aku tidak peduli. Aku merasa sekarang dia hanya milik aku dan dia hanya untuk aku.

Perasaan ini terkadang terasa sangat menyiksa. Kenyataan aku tahu bahwa aku menyiksanya sangat menyakitkan. Diriku terlalu egois, aku tahu itu.

Aku merasa memilikinya, itu salah. Walaupun mungkin dia tidak keberatan, tapi ini tidak benar. Aku tahu itu. Aku merampas segalanya dari dia. Aku merampas semua yang dia punya, tanpa aku bisa memberikan jaminan bahwa aku bisa menjadi ganti dari kebahagiaannya, hidupnya.

Dia selalu menceritakan semuanya tentang hidupnya, tentang apa yang terjadi dirumahnya, tentang ayah dan ibunya, tentang adik perempuannya yang sangat pintar itu. Dia menceritakan pertengkarang dengan ayahnya karena dia curiga bahwa ayahnya akan meninggalkan ibunya, aku turut prihatin.

Dia mempercayakan semuanya padaku. Dia terlalu menggantungkan hidupnya padaku. Apakah ini salahku? Atau salahnya?

Dia tidak bisa hidup tanpa aku. Itu sangat menyedihkan, bukan hanya untuknya, tapi untukku juga.

Dia akan rela melakukan apapun untuk aku, aku tahu. Itu yang selama ini menjadi masalah untuk aku, karena aku menuntut dia untuk meninggalkan semuanya untuk aku, dia mulai menuntutku untuk melakukan hal yang sama. Aku tidak bisa. Aku lelaki.

Harta, tahta, dan wanita.
Wanita ada di bagian terakhir dari hidup seorang pria. Itu kodratnya.
Akupun tahu, kalau ayahnya belum memiliki hartanya, dan mencapai tahtanya sekarang, ayahnya tidak akan berencana meninggalkan wanita, ibunya.

"Halo..?" Aku menjawab telfonku yang baru saja berdering, tidak ada nama kontaknya.
"Hi Dos! Ini aku, Gale." Aku kenal suara pria itu. Gale, sahabat lamaku, dia seorang Pilot sekarang, dia berdomisili di Bali.
"Oh my Gale! Apa kabarmu? Are you in town?" Tanyaku.
"Hahaha Hi bro! Yea I am here, hari ini kan ada event di Cafe de Nero! Dj kesukaanku akan tampil! It's gonna be fun, bro!" Jawabnya sangat penuh gairah. He's so party goers!
"Ah I see.. so you are going?" Tanyaku, sambil memutarkan mobilku kearah sebaliknya. Aku menempelkan handphone ku menggunakan pundakku.
"Of course! Aku tahu pasti kamu tidak akan datang, just in case if you are coming, I will be there ya Dos!" Jawabnya lagi.
"Ah okay.. Aku belum tahu, kamu tahu aku tidak suka club itu, tapi aku akan beri tahu kamu jika aku datang, okay?" Aku memegang handphone ku, aku mobilku sudah berada dijalur yang aku ingingkan sekarang.
"Okay bro! Just let me know, ciao!" Gale menutup telfonnya sebelum aku sempat menjawab. Hhhh.

Aku menghentikan BMW ku dipinggir jalan, aku akan menghubugi seseorang yang aku kenal, dia bekerja di Caffe de Nero, Frans.
Aku tersambung dengan nada tunggu, handphone nya sibuk. Argh.

Aku ingin memastikan apakah memang benar ada event yang Gale sebutkan tadi. Frans dan aku berkenalan 10 bulan lalu, saat aku mencoba mencari tahu tentang Sarah. Sarah selalu pergi ke club itu. Semua orang di club itu tahu Sarah. Saat Sarah disana, semua orang akan mencoba menawarkan minum pada Sarah, saat itu aku melihat Sarah bersama 4 orang temannya, mereka duduk di sofa merah sebelah bar. Aku melihatnya dari table sebrang table nya. Saat itu pertama kalinya aku jatuh cinta dengan perempuan itu, sebenarnya kita bersekolah di sekolah yang sama, saat SMA, tapi kita tidak pernah mengenal satu sama lain, bahkan mungkin dia tidak pernah mengenalku, tapi aku tahu dia.

Pertama kali saat aku melihatnya di club itu, aku tahu bahwa aku menginginkannya.

Satu tahun yang lalu.
Saat itu dia mengenakan dress berwarna biru dongker, backless. Tato dirusuk kanannya terlihat sedikit, sangat seksi. Aku tidak pernah tahu dia memiliki tato sebelumnya. Bagian dadanya tertutup. Dress nya sepanjang lutut, sangat ketat. Badannya terlihat sangat sempurna dengan dress itu. Dia tidak kurus, badannya pas. Dia menggunakan lipstick merah terang, matanya sangat bersinar, pipinya memerah saat dia tertawa, rambut hitamnya teruai panjang, kakinya terlihat sangat seksi dengan high heels nya.

Saat itu, hanya satu yang ada dalam otakku. "Aku sangat suka gadis ini".
Malam ini aku bersama teman-teman bisnisku, kita berlima. Duduk 10 meter dari Sarah.

Sepanjang malam, aku hanya menatapnya dari jauh, memperhatikan setiap gerak-geriknya, siapa saja temannya, apa yang dia minum, apa yang dia lakukan, akankah dia bertemu pacarnya, akankah dia mencium seseorang?

Sarah bersama 5 orang sahabatnya, aku tahu satu orang dari sahabatnya karena dia pun bersekolah di sekolah yang sama dengan aku dan Sarah. Aku sangat terpesona, dia sangat cantik. Sarah menghisap rokoknya sambil menggerakkan pinggulnya, aku tahu sang DJ memutarkan lagu kesukaannya, "Stereo Love-Edward Maya". Seleranya bagus, walaupun agak tua, tapi aku tahu ayahku pun suka lagu itu, lagu yang bagus.

Sarah selalu memanggil waitress yang sama saat dia ingin memesan minuman, orang itu. Dia bertato, dan kepalanya botak plontos. Aku melihat sudah 3 botol tequilla mereka habiskan, dan mereka memesan satu lagi. No way!

Salah satu dari temanku saat itu bertanya apa yang aku lakukan, "Lo kenapa bro? Ngeliatin apa sih? Lo mau cewe yang mana? Sini gw cariin!" Dia sudah mabuk.
"Nggak bro! I am okay! I am just enjoying the music!" Aku agak berteriak karena musiknya sangat kencang. Aku sebenarnya tidak suka berada di club, terlalu berisik untuk aku, tapi saat itu aku lakukan demi bisnisku. Ayahku bilang aku harus datang, karena mereka semua orang berpengaruh untuk bisnisku, apa boleh buat.
Saat itu Gale ada bersamaku, dia Pilot sekaligus bussinessman, ayahnya pemilik salah satu perusahaan properti besar di Bali.

Aku kembali memfokuskan pandanganku pada perempuan 10 meter didepanku, Sarah. Aku melihat mungkin dalam 1 jam sudah ada 10 pria yang datang dan menawarkan minuman untuknya, tapi aku lihat Sarah hanya berbisik sangat cepat, lalu tertawa bersama 5 temannya. Tidak ada satupun yang berhasil membuat Sarah meminum minuman yang mereka tawarkan.

Aku sangat penasaran apa yang dia katanya pada semua orang yang menawarkan minum padanya. Aku memperbaiki posisi dudukku, melihat sekitar. Semua orang di table ku sudah mabuk, mereka semua sudah berdiri dan menikmati musik yang diputarkan sang DJ.

Aku masih terduduk sendiri, menenguk whiskey yang masih penuh digelasku. Ini sudah gelas ke 4, aku sudah mulai bisa merasakannya.
Aku masih terdiam menatap Sarah, sekarang dia sudah mulai terlihat mabuk, dia tidak berhenti menenggak minumannya.

"Bro, lo lagi apa sih?" Gale mengampiriku, dia duduk disebelahku, sangat tercium bau alkohol dari mulutnya, tapi dia satu-satunya yang terlihat sedikit sadar dari yang lain.
"Eh Gale! Gue lagi ngeliatin cewek itu, yang pake dress biru. Itu temen gue SMA." Aku menjawab sambil menyelesaikan gelas kelima ku.
"Bagus juga selera lo! Gue mau samperin ah, gue tawarin minum kali nya?" Gale menuangkan whiskey, dan berjalan meninggalkanku sebelum aku sempat menarik tangannya. Arghhh.
Gale berjalan sedikit sempoyongan ke arah Sarah, aduhhhhh.

Aku terdiam, membenarkan posisi dudukku, aku sudah sedikit pusing sekarang. Gale terlihat berbicara dengan Sarah. Aku menenguk minumanku lagi, padanganku semakin tertuju pada Sarah, aku melihat Sarah menyentuh pundak Gale, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Sarah membisikkan sesuatu pada Gale. Hal yang sama terjadi, Gale berjalan kearahku, Sarah sekarang mengatakan sesuatu kepada teman-temannya, dan mereka tertawa.

"Gale! Come here sit next to me!" Aku mengulurkan tanganku, menarik Gale untuk duduk disebelahku.
"Oh my God.." Gale meletakkan gelasnya dan gelas yang tadinya ingin dia tawarkan untuk Sarah, dia menghela nafas dan terlihat marah.
"Perempuan itu bilang namanya Sarah" Gale menenguk minumannya, lalu menyalakan rokok. Aku disini masih terdiam dengan gelas ditanganku menunggu dia memberi tahu apa yang terjadi dengan Sarah.
"Dia bilang gue punya apa sampe berani nawarin minum buat dia!" Gale menenguk habis gelas whiskey nya. Dia menghisap lagi rokoknya.

Aku memalingkan wajahku, sekarang aku kembali memfokuskan pandanganku terhadap perempuan itu. Sarah tidak ada di table itu. Dimana dia?

Kalau saja Sarah tahu apa yang Gale punya, dan siapa Gale sebenarnya mungkin Sarah akan menerima tawaran Gale untuk minum, tapi aku bersyukur Sarah tidak tahu, aku tidak mau Gale malam bersama Sarah, Sarah milikku.

Aku berjalan menyusuri lautan manusia di dance floor, setelah berhasil melewati sesaknya dance floor, aku sampai di toilet.

Aku mencuci tanganku, dan membasuh wajahku, aku sejenak menatap wajahku dikaca, I still look good, even though I am a bit drunk now.

Kamar mandi ini penuh dengan orang mabuk, menyebalkan. Aku berjalan keluar, sebelum aku sampai keluar, aku sedikit merapihkan kemeja putihku, terlihat sedikit bercak kuning, beberapa waktu lalu Tommy menjatuhkan minuman dan sedikit mengenai kemejaku, but that's okay.

Sarah. Aku melihatnya. Dia terlihat baik-baik saja, bagaimana bisa? Aku melihat 6 botol tequilla di tablenya!
Dia berjalan ke arahku, aku menarik nafas bersiap-siap jika saja menyapaku.
"Doston?!?" Dia menunjukku. Dia berhenti 1 meter didepanku, didepan pintu toilet.
"Hi Sarah!" Aku melangkah dan menarik tangannya, ada seseorang yang berjalan dibelakangku, aku menghalangi jalan.
Kita sekarang berada tepat disebelah DJ booth, toilet berada tepat disebelah DJ booth.
"Gak nyangka deh.. Kamu apa kabar Doston, terakhir kita ketemu kan saat graduation party beberapa tahun yang lalu!" Dia terlihat sedikit mabuk, walaupun dia bisa berdiri tengak, aku tahu kata-kata nya menyeret.
"Haha iya, aku baik-baik saja, sekarang aku di Bali.. ada sesuatu yang lagi aku kerjain di Bali, kamu apa kabar?" Aku menjawab dan seketika aku tersadar bahwa sang DJ berjalan menuju arah dimana kita berdiri.
"Oh gitu... Good for you, terus sekarang emang lagi di Bandung?" Sang DJ sekarang ada tepat dibelakang Sarah, dia menyentuh pundak Sarah.
Aku tidak menjawab karena aku tahu Sarah akan berbicara dengan sang DJ sekarang. Aku hanya terdiam. Sarah membalikkan badannya.

"Hi Moris!" Sarah dan si DJ bersalaman tangan.
"Halo cantik.. apa kabar?" Si DJ terlihat sangat bahagia, mungkin dia sudah mengincar Sarah, aku tidak tahu. Aku masih terdiam.
"Ohya, kenalin ini pacarku... Doston." Pacar? Aku tahu sesuatu terjadi.
"Halo, Doston, nice to meet you, DJ!" Aku mengerutkan keningku kearah Sarah, dan mencoba untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi disini. Aku tidak mengerti kenapa Sarah mengatakan bahwa aku pacarnya, aku harap.
"Oh.. the new boyfriend? Hello, Moris!" Muka DJ itu berubah seketika saat Sarah bilang 'pacar'.
"Thank you for the good music, see you!" Sarah meraih tanganku, menggenggam tanganku dan menarikku untuk berjalan meninggalkan DJ itu. Aku masih tidak tahu apa yang terjadi, aku mengikuti nya.

"Doston, thank you ya!" Sarah melepaskan tangannya sesampainya di table, semua temannya melihat kearahku dengan wajah bingung.
Aku hanya diam dan tersenyum. "Tadi si Moris nyamperin gue, gue bilang aja dia pacar gue. By the way, dia temen gue SMA namanya Doston, kenalin guys!" Aku menyalami satu persatu teman Sarah malam itu.

"You can sit here if you want." Salah satu temannya menawariku untuk duduk di table nya. Aku menolak, "Terimakasih, table ku tepat didepan kalian." Aku menunjuk ke arah table ku, disana ada semua temanku, dan Gale terlihat sangat mabuk. Aduh malu-maluin deh.
"Oh jadi tadi yang nawarin Sarah minum tuh temen kamu ya?" Salah satu teman Sarah angkat bicara tentang Gale. "Oh, Gale. Iya." Mau tidak mau aku harus menjawab. Mereka semua sekarang tertawa. Sarah berdiri dari duduknya. Dia mendekatkan wajahnya ke arahku. "If you need anything, I would be here ya! Ciao!" Aku bisa mencium wangi badannya. Coconut flavour.

Aku hanya tersenyum dan melambaikan tanganku kearah semua temannya, aku berjalan, kembali ke table ku.

Itu pertemuanku pertama dengan Sarah.
"What the fuck did you do man!" Gale berteriak ditelingaku. Aku tahu mungkin dia melihatku berbicara dengan Sarah tadi.
"Namanya Sarah, dia teman SMA ku." Aku menjawab dengan santai, sembari menuangkan whiskey kedalam gelasku. Ini gelas ke limaku.
"Terus lo udah bilang gue ini siapa dan gue punya apa?" Gale sudah sangat mabuk, dia bukan orang yang sombong, aku tahu itu.
"Dia gak nanyain lo bro, hahahaha" Jawabku sambil menyalakan rokok.
"Ah ya sudahlah, aku tidak peduli. Suatu saat dia tahu aku siapa, dia akan berusaha mengejarku, she just doesn't know who I am man, as soon as she found out, she will be mine! Hahahaha!!" Gale kembali menengak minumannya, dia sangat mabuk. Aku tidak menjawab.

I won't let you, man!

Malam itulah saat aku pertama kali melihat Sarah setelah sekian lama, dan semenjak malam itu pula aku berjanji bahwa aku harus mendapatkannya, harus.

Setelah malam itu, aku tahu sesuatu, bahwa aku sangat terobsesi dengannya, aku merasa bahwa aku harus memiliknya, aku tidak tahu alasannya. I just do.

Continue Reading

You'll Also Like

224K 9.3K 28
Apa yang kamu lakukan ketika suamimu masih mencintai mantan kekasihnya? khusus pembaca dewasa dan mengandung plot twist. tokoh akan tegas pada waktu...
541K 3.9K 6
SEDANG DALAM PROSES REVISI Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia me...
965K 58.3K 45
Kalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan...
4.7M 174K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...