Boyfriend Fairy Guardian [REV...

Por nurashinichi

95.3K 5.6K 187

→Highest Rank : 25 in Fantasy (271216) →Highest Rank : 77 in Fantasy →Highest Rank : 87 in Fantasy →Highest... Mais

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 24
Bukan update!
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Extra part

Part 23

1.6K 104 7
Por nurashinichi

Enjoy my story, guys!

------

Beberapa hari setelah insiden penculikan atas diri Ivery, keadaan Aislie semakin membaik seiring berjalannya waktu.

Dan hari ini, merupakan hari terakhir mereka berada di istana. Karena besok, adalah hari yang telah mereka sepakati untuk memulai perjuangan panjang menuju ke Pulau Tera.

Berbagai persiapan telah mereka persiapkan sebaik mungkin. Dari mulai persiapan jasmani dan rohani. Karena perjalanan ini bukanlah perjalanan yang mudah untuk dilewati. Ini adalah perjalanan panjang dengan berbagai rintangan yang siap menghadang mereka.

Saat ini, empat orang manusia tengah berkumpul mengelilingi sebuah meja bundar. Suasana serius berpendar di seluruh ruangan tersebut.

"Kau sudah siap, sayang?" Ucap mamah Aislie.

"Yah... walaupun aku bilang gak siap. Mamah akan meyakinkanku dengan seribu satu alasan. Ya, kan?"

"Bukan begitu maksud mamahmu, Nak." Ayah Aislie sedikit memperingati cara bicara Aislie.

"Iya, Pah. Aislie paham kok. Dan yah... Aislie juga udah siap, kok."

"Bagaimana denganmu, Ivery?" Mamah Aislie mengalihkan pandangannya ke arah Ivery.

"Saya sudah siap, Tante. Dan saya minta do'a dari kalian. Supaya perjalanan kami kali ini lancar," sahut Ivery.

"Tentu, tanpa kalian minta pun, kami akan mendo'akan kalian. Iya, kan?" ucap mamah Aislie sambil menatap suaminya meminta dukungan.

Ayah Aislie hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ucapan istrinya.

------

Langit berselimut kabut membuat suasana terasa berbeda. Dua orang muda-mudi tampak tengah berjalan dengan sesekali menoleh ke arah belakang. Semakin menjauh dari istana yang beberapa hari ini mereka tempati.

Beberapa orang petinggi Saklasvania terlihat mengiringi kepergian mereka dengan untaian do'a. Tak lupa kedua orang tua Aislie dan Ivery juga beberapa Valar melepas kepergian mereka dengan beberapa petuah.

Semakin lama, kedua muda-mudi tersebut--Aislie dan Ivery--semakin menjauh dari istana dan terus menapaki jalan setapak, menembus kabut putih yang memperpendek jarak pandang mereka.

Mereka terus berjalan menuju ke arah Selatan. Melewati beberapa rawa yang gelap dan licin.

Matahari sudah tepat berada di atas kepala, ketika mereka berhasil melewati rawa terakhir. Kini di depan mereka terbentang sebuah sabana yang sangat luas.

Di ujung sabana tersebut, Nampak berdiri sebuah gunung dengan lereng terjal dan berbatu.

Setelah melewati sabana tersebut, di hadapan mereka kini lereng Gunung Kanca yang terjal tengah menanti mereka.

"Kau siap?" Ivery melirik Aislie yang berdiri di sampingnya. Pandangan matanya tajam mengarah ke lereng terjal di depannya.

"Aku siap," jawab Aislie dengan mantap. Ivery mengulas senyum melihat Aislie yang terlihat berani dan yakin.

Perlahan tapi pasti, mereka mulai meniti lereng terjal itu dengan hati-hati. Semakin lama, mereka semakin merangkak naik lebih tinggi.

Hingga dengan susah payah, mereka telah sampai di salah satu bagian lereng yang menjorok kedalam, menciptakan sebuah daratan yang rata, daratan itu kecil, hanya berukuran sekitar 2,5 x 2,5M saja.

Ivery segera menarik tangan Aislie dan menelantangkan tubuh lelahnya di lereng tersebut.

Napas keduanya terengah-engah, keringat tampak bercucuran di sekujur tubuh mereka. Tenaga mereka sudah mulai terkuras habis setelah melewati lereng tersebut.

Aislie mendudukkan diri di sisi lain dan menyandarkan tubuhnya pada tanah yang tertutupi oleh rumput.
Tiba-tiba...

Bruk, jedug...

"Aw," pekik Aislie kaget. Kini ia tengah dalam keadaan terlentang. Rupanya bagian tanah yang ia senderi tadi adalah sebuah lubang.

"Aislie? Kamu nggak apa-apa?" Ivery segera bangkit dari posisi rebahannya dan menganga melihat lubang di depannya.

"Aislie, lubang apa ini?" tanya Ivery sambil memasukkan sebagian tubuhnya kedalam lubang tersebut.

"Aku tidak tahu, kukira ini tanah padat, ternyata lubang yang tertutupi rumput." Aislie mulai bangkit dibantu oleh Ivery. Tangannya terangkat mengusap-usap bagian kepalanya yang terbentur tanah tadi hingga ia terlentang.

Ivery mulai merangkak masuk ke dalam. Teriakan Aislie menginterupsi langkah kakinya. "Ivery, apa yang kau lakukan?"

"Entah kenapa, aku merasa tempat pertapa itu ada di sini." Ivery melanjutkan langkahnya semakin dalam memasuki lubang tersebut.

Aislie hanya mengerutkan keningnya. Tapi tak urung langkahnya mulai mengikuti Ivery.

Setelah berada di dalam, ternyata lubang tersebut sangat besar untuk ukuran sebuah lubang. Mungkin lebih cocok dengan sebutan gua.

Sayup-sayup terdengar suara gemuruh dari bagian dalam gua tersebut. Guanya tidak terlalu gelap, beberapa obor tertempel di dinding dalam keadaan menyala, seolah ada seseorang yang tinggal dan hidup di dalam gua tersebut.

"Kau mendengar suara itu?" Aislie mensejajari langkah Ivery yang berjalan beberapa langkah di depannya.

"Ya, sepertinya ada sesuatu di dalam gua ini, bagaimana kalau kita cari asal suara ini? Kau setuju?" Ivery menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Aislie meminta pendapat.

"Aku setuju." Aislie segera menyetujui usul Ivery dan mulai melangkahkan kakinya kembali. Mengikuti arah suara gemuruh tersebut.

Semakin lama, suara gemuruh tersebut semakin jelas. Suhu udara dalam gua tersebut terasa meningkat, membuat keduanya mendesah kegerahan. Keringat bercucuran di sekujur tubuh mereka.

Setelah menempuh perjalan selama kurang lebih 15 menit, akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan--lebih tepatnya kawah-- besar. Dengan cairan lahar panas berwarna orange cerah, yang menguarkan rasa panas yang luar biasa.

Tepat di tengah kawah tersebut, terdapat sebuah daratan dari tanah yang lumayan luas, dihubungkan dengan sebuah jembatan dari tanah menuju ke tempat Aislie dan Ivery berada saat ini.

Mereka ternganga melihat pemandangan di depan mereka saat ini.

"Baru kali ini aku melihat kawah gunung berapi secara langsung." Aislie berucap sambil matanya tertuju ke kawah di depannya.

Tiba-tiba...

"Akhirnya kalian datang juga. Aku telah lama menunggu kalian. Kemarilah."

Ivery dan Aislie terperanjat mendengar suara tersebut. Mata mereka terbelalak dan mencari sumber suara tersebut. Suara tersebut datang dari daratan di tengah kawah tersebut.

Mata Ivery menyipit, mencoba memperjelas pandangannya. Di atas daratan tersebut, tengah duduk seorang lelaki tua dengan jenggot panjang memandang ke arah mereka dengan pandangan tajam mengintimidasi.

"Itu siapa?" Bisik Aislie sambil tetap menatap ke arah lelaki tua tersebut.

"Aku lah orang yang kalian cari. Kemarilah." Suara lelaki itu seolah mendengar bisikan Aislie.

Mereka berdua agak kaget mendengar ucapan lelaki tersebut. Lalu perlahan, mereka mulai beriringan meniti jembatan di depan mereka untuk mencapai daratan tempat lelaki tua tersebut menunggu.

"Kalian mencariku, kan? Para Valar yang menyuruh kalian?" tanya lelaki tersebut.

"Apakan anda petapa yang bernama Samsope?" Tanya Ivery.

"Iya, betul. Aku adalah Samsope. Dan kalian adalah utusan yang disebut-sebut sebagai 'Sang Penyelamat'?"

Ivery hanya menganggukkan kepalanya merespon pertanyaan Samsope.

"Aku sudah banyak mendengar soal kalian dari para Valar. Dan aku juga sudah tau tujuan kedatangan kalian ke sini menemuiku. Tapi, aku sarankan, beristirahatlah di sini, sehari. Karena di perjalanan berikutnya kalian akan menghadapi banyak rintangan lagi. Bagaimana?"

Ivery menolehkan kepalanya ke arah Aislie yang tengah duduk di sampingnya. Aislie hanya menganggukkan kepalanya menyetujui tawaran Samsope.

"Baiklah, kami akan tinggal di sini sampai esok hari." Ivery menjawab tawaran Samsope.

"Bagus." Samsope menyunggingkan sebuah senyuman tipis.

"Um... Samsope, apakah kita akan tinggal di sini sampai besok?" Aislie membuka suara. Jujur saja, ia sudah tak tahan berada di tempat dengan suhu setinggi ini. Bajunya sudah basah kuyup di penuhi keringat. Membuatnya merasa tak nyaman.

"Tentu saja tidak. Mari, ikut denganku." Samsope mulai berdiri dari posisi duduknya dan melangkahkan kaki melewati jembatan menuju ke jalan utama gua itu, dengan diikuti Aislie dan Ivery di belakangnya.

Mereka terus berjalan melewati beberapa lorong sempit dan lembab di kedua sisi gua. Lalu sampailah mereka di suatu pelataran yang agak luas dari jalan utama.

Disana, terdapat sebuah dipan dengan beralaskan kain lusuh, sebuah meja yang dikelilingi beberapa kursi, dan beberapa pakaian tergantung di dinding gua.

"Kalian bisa tinggal disini." Samsope membuka suara. Lalu mendudukkan diri di salah satu kursi yang tersedia. "Duduklah," ucapnya lagi. Ivery dan Aislie pun mendudukkan diri di dua kursi yang lain.

Lalu mengalirlah percakapan di antara mereka, di mulai dari siapa asal-usul Aislie, dan lain sebagainya.

"Sudah berapa lama kau tinggal disini?" Ivery mempertanyakan hal yang memang sudah mengganggunya sejak tadi.

Samsope tampak mengerutkan kening sejenak sebelum berucap, "aku sudah mulai tinggal disini sekitar 200 ribu tahun yang lalu."

"A-apa? 200 ribu tahun yang lalu? Lama sekali? Bagaimana bisa kau tahan tinggal di tempat seperti ini?" Ivery tanpa sadar mengucapkan kata-kata itu.

Aislie yang mendengar hal itu segera menyikut lengan Ivery dan menatapnya dengan tatapan seolah berkata ' apa-apaan kamu ini?'

Ivery yang menyadari itu segera berucap, "maaf, maksudku tidak seperti itu. Um...."

Ucapannya terpotong dengan suara Samsope. "Tak apa, aku paham maksudmu. Yah, awalnya aku merasa tersiksa berada di sini. Tapi, semakin lama, aku semakin kerasan tinggal di sini."

"Maaf, apa kau memiliki keluarga? Dimana mereka?" Aislie membuka suaranya. Dari tadi ia memang tidak banyak berbicara.

"Tidak, aku sebatang kara." Samsope menjawab dengan senyuman di bibirnya.

"Oh... aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu." Aislie merasa sangat menyesal dengan perkataannya sendiri.

"Tak apa, apa kalian tahu kenapa aku memilih tinggal di sini?" Samsope kembali membuka suara.

"Apa itu?" Ivery merasa tertarik dengan perkataan Samsope.

"Karena di tempat inilah, aku terakhir kali menghabiskan waktu bersama kekasih abadiku. Aku awalnya adalah seorang manusia biasa. Namun, suatu hari aku bertemu dengan salah satu fairy yang tengah tersesat di bumi manusia. Aku pun menolongnya dan lama-kelamaan, kami saling jatuh cinta. Namun, karena kami berasal dari jenis makhluk yang berbeda, hubungan kami ditentang keras. Dan tanpa aku ketahui, kekasih abadiku merelakan jiwanya untuk ditukar dengan kehidupanku sebagai fairy."

"Maksudmu, bagaimana?" Aislie menginterupsi cerita Samsope.

"Begini, seorang manusia bisa bertukar menjadi seorang fairy dengan menukarkan jiwa seorang fairy kepada para Dewa. Maka, sang fairy yang telah ditukar jiwanya akan mati. Namun, mereka diberikan sedikit waktu untuk bersama dengan manusia yang telah bertukar menjadi fairy baru."

"Jadi, kekasihmu itu sudah mati?" Aislie kembali melontarkan pertanyaan.

Samsope menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Aislie.

"Berapa lama waktu yang di berikan Dewa padamu untuk bersama dengan kekasihmu itu?" Ivery pun mulai tertarik dengan cerita Samsope.

"Dewa memberi kami waktu dua tahun. Singkat memang. Dan yang lebih menyedihkan adalah kenyataan bahwa aku baru mengetahui semua yang ia lakukan demi bisa bersamaku sehari setelah kematiannya. Tentang pwnukaran jiwa yang ia lakukan. Dan segalanya.

"Aku tentu saja sangat marah, karen dia tidak memberitahukan semuanya sejak awal. Tapi, belakangan aku tahu bahwa ternyata itu adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang fairy yang akan menukarkan jiwanya. Ia tak boleh memberitahukan penukaran jiwanya kepada manusia yang akan ia tukar.

"Tapi sekarang, semua sudah berlalu, dan aku merasa baik-baik saja walau tanpa dirinya. Karena sejatinya, jiwanya hidup dalam diriku. Dan itu yang terpenting," ucap Samsope mengakhiri ceritanya.

"Hah, aku terlalu banyak bercerita. Beristirahatlah, kalian butuh energi yang banyak untuk melanjutkan perjalanan kalian. Besok aku akan memberikan sesuatu pada kalian sebelum kalian pergi. Sekarang kalian harus beristirahat, aku akan melanjutkan semediku." Samsope segera berdiri dan meninggalkan mereka berdua.

"Mengharukan sekali, bukan?" Aislie membuka suara.

"Iya, benar-benar pengorbanan yang besar. Ayo kita istirahat. Kamu tidur di dipan sana. Nanti aku bisa tidur di sini." Ivery segera merapatkan dua buah kursi dan membaringkan tubuh lelahnya.

"Eh tapi...." ucapan Aislie terpotong dengan ucapan Ivery.

"Jangan membantah, sweetheart." Aislie hanya memberengut mendengar ucapan itu. Tapi tak urung kakinya melangkah menuju ke dipan dan mulai merebahkan tubuh lelahnya di sana.






Lohalo all.

Duh, aku muncul lagi nih. Awalnya aku memang berencana buat update seminggu sekali. Tapi setelah aku pikir-pikir, itu jangka yang sangat lama. Dan aku pengen cepat-cepat beresin cerita ini.

Jadi aku ralat, JADWAL UPDATE-NYA SEMINGGU DUA KALI, YAITU HARI RABU DAN MINGGU.

Semoga tetap setia menunggu dan suka sama ceritanya.

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen. Tanpa kalian, aku bukan apa-apa. Terimakasih yang sudah mengsupport aku dengan komentar, dan juga vote-nya. Kalian luar biasa.

Oke deh, sampai jumpa.
Bye bye.

Continuar a ler

Também vai Gostar

404K 30.1K 16
menceritakan tentang seorang gadis yang bernama adena terpaksa yang bertransmigrasi dan menetap ke dalam sebuah novel yang berjudul My Lovely Sun. A...
573K 33.7K 57
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
5M 920K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...