Kakak • lrh

Autorstwa ohsnapitshood

2K 490 164

"Kakak?" "Kakak kenapa harus pergi jauh?" "Kalo kakak pergi jauh, aku mau ikut, mau sama kakak... Kakak disin... Więcej

Special thanks!
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Luke
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Kaka🍒
Luke
Kaka-kakak🍒
Kaka
Luke
Jack
Jack
Ben
Kaka
Luke
Luke
Jack
Ben
Jack
Kaka
Calum
Calum
Calum
Kaka
Kaka
Luke
Luke
Jack
Kaka
Jack
Luke
Kaka
Calum
Jack
Jack
Calum
Jack
Calum

Kaka

30 10 6
Autorstwa ohsnapitshood

Brak!

Aku terdiam kaku, melihat kak Luke yang jatuh begitu aja, sesaat setelah kuberikan bunga serta suratnya.

"K-Kak?" Panggilku, berlutut dihadapannya, mengguncang tubuhnya. "K-Kakak? Kakak... Kakak kenapa?"

Hening. Bahkan nggak ada tanda tanda bahwa kakak mendengar suaraku.

"Kak?" Panggilku lirih, kali ini mataku panas.

Aku takut kakak kenapa kenapa...

"Kakak, bangun..." Lagi, aku mengguncang kakak, yang hasilnya sia sia, namun membuat mama Ashton ikut bergerak kali ini, juga para orangtua yang lain.

"Kakak, bangun!" Tangisku, yang nggak tau harus gimana lagi. "Kakak!"

"Telfon ambulans, sekarang!" Seru mama Ashton, membuatku kaget sekaligus makin panik. "Kaka, tunggu sini ya. Kakakmu bakalan baik baik aja, kok. Ya?"

Ambulans?

"Kakak kenapa, tante?" Tanyaku, yang nggak percaya kalau kakak baik baik aja. "Kakak kenapa pingsan?"

"Tante nggak tau, Ka." Senyum mama Ashton miris, membuatku tau persis kalau sekarang kak Luke pasti jauh dari kata 'baik baik aja'. "Berdoa biar kakak nggak kenapa kenapa, ya?"

"Kakak kenapa?" Lirihku, memperhatikan wajah kak Luke yang sekarang pucat pasi. "Kakak sakit, ya?"

"Udah didepan!" Seru salah satu orangtua, menunjuk pintu keluar. "Dibawa sekarang, ya?"

Mama Ashton mengangguk, lantas disusul oleh beberapa paramedis yang keluar dari ambulans membawa kakak keluar, menuju ambulans.

Kakak kenapa?

"Kakak!" Seruku, yang nggak mau kakak dibawa begitu aja. Aku mau ikut kakak!

"Aku mau ikut kakak, tante!" Seruku, yang tanpa menunggu persetujuannya, langsung berlari masuk ke dalam ambulans dimana kakak ditempatkan, nggak peduli dengan ocehan para suster didalam yang menyuruhku keluar.

"Ini bukan tempat untuk anak kecil, dek." Ujar salah satu suster, yang nggak kupedulikan, karena yang ada dalam perhatianku hanya suster lain yang sedang memakaikan kakak masker oksigen, membuatku sukses makin kacau.

"Iya, tau!" Seruku, kali ini masa bodo dengan suara serak habis nangis, yang penting, aku bisa sama kakak. "Tapi itu kakakku!"

"Nanti ya, ketemu kakaknya di rumah sakit lagi." Jawab suster tersebut, membuatku makin emosi.

"Enggak mau!" Gelengku kasar, sembari menyeruduk masuk ke dalam. Aku nggak mau kakak dibawa begini aja! Pokoknya aku harus ikut!

"Dek, ini bukan buat anak anak!" Kali ini, suster yang sedang menyambungkan lengan kakak dengan alat aneh angkat bicara.

"Aku tau!" Kesalku, yang merasa nggak berguna karena cuma bisa nangis sekarang. "Semua orang tau ini bukan tempat anak anak! Tapi ini kakakku! Kalau ini kakakmu juga kamu bakal begini, kan?!"

Sesaat setelah aku meneriakkan kata itu, kedua suster di hadapanku terdiam.

"Ya sudah, tapi yang tenang, ya." Angguk salah satu dari mereka, yang akhirnya mengiyakan permintaanku. Dengan mantap, aku menganggguk.

Aku sekarang cuma mau kakak baik baik aja...

Aku duduk terdiam, memandang kakak yang kali ini bersebelahan dengan monitor, entah untuk apa.

Kakak kasihan...

Aku kembali terisak, namun nggak menangis keras keras seperti tadi. Aku nggak mau kakak begini...

"Jangan nangis, Ka!" Seru seorang laki laki dari luar ambulans, sepertinya ia mengejar kami. "Aku janji kakak kamu nggak bakalan kenapa kenapa! Kaka jangan nangis!"

Pupilku membesar, saat kutemui Brendon dan Ashton yang ternyata mengejar ambulans yang kini kutumpangi. Iya, teriakan tadi dari Brendon, aku tau persis suaranya, tapi Ashton-

"Kakak kamu nggak kenapa kenapa, Ka! Jangan nangis! Kamu udah jelek, makin jelek kalau nangis!" Seru Ashton, kali ini ia mempercepat larinya. Padahal, mungkin ia tau ia nggak akan bisa menyamai kecepatan ambulans yang sedang kutumpangi. "Jangan nangis ya, Ka! Kamu cemen kalau nangis!"

Aku mengangguk pelan, mengiyakan omongan mereka, meskipun nggak benar benar melakukannya.

Cengeng, iya aku tau, kok.

Harusnya aku bantu, bukannya nangis.

Tapi, aku nggak bisa segampang itu bantu kak Luke. Aku nggak bisa bantu kak Luke, segampang kak Luke ngurusin aku waktu aku sakit. Enggak tau kenapa.

Dan aku benci itu. Aku mau bantu kakak juga, tapi kenapa nggak bisa segampang itu?

"Kakak..." Lirihku sembari menggenggam tangan kak Luke, meski dalam hati berteriak, membentak diriku sendiri agar berhenti menangis. "Kakak cepet bangun, ya... Kata Brendon sama Ashton, kakak nggak bakalan kenapa kenapa... Kakak cepet sembuh, ya..."

Kakak nggak menjawab, hanya terdengar bunyi monitor aneh yang berada disampingnya sejak tadi.

"Kakak jangan sakit..." Gelengku, memejamkan mata paksa, aku ogah nangis diliatin suster. "Kaka nggak mau kakak sakit..."

"Aku janji nggak bakal..." Bisikku, yang akhirnya, tetap aja nangis. "Nggak bakal nangis. Tapi, kakak harus bangun..."

"Kakaknya pasti bangun kok." Angguk suster disampingku, yang kayaknya dengar semuanya. Ih, nguping.

"I-Iya..." Jawabku, yang kali ini nggak bisa menahan cegukan yang datang setelah menangis. "N-Nanti... Kalau kakakku bangun... Jangan bilang aku nangis, ya?"

"Iya." Senyum suster tersebut, membuatku malu sendiri. Ya malu lah yaw, nangis sesegukan depan orang lain. Kayak apaan aja.

"Jadi..." Aku menarik nafas dalam, berusaha kembali bicara tanpa cegukan. "Kakakku kenapa?"

"Dari gejala yang ada, sepertinya-"

"Dek, tolong kasih nomor keluarga yang bisa dihubungi, ya." Tukas suster lainnya. Ih motong aja, orang aku lagi mau tau, juga.

"Nomor kakakku, ini." Aku menyerahkan handphoneku, memperlihatkan nomor telfon kak Cal pada suster yang bertanya tadi. Iya, karena handphone ini bekas kak Mali, kontak yang ada didalamnya juga sebagian besar masih milik kak Mali, aku malas hapusnya.

"Sebentar, ya." Ujar suster tersebut, lantas mencatat nomor telfon kak Cal. "Sekarang tenang dulu ya, dek. Kakaknya biar istirahat dulu."

Rese banget sih, ah! Daritadi juga aku diem, kali!

Enggak diem sih, cuma kan aku nangis biasa aja! Kalau nangisku bunyinya kayak orang ngebor jalan nah baru protes! Orang nangisku biasa aja, kok!

"Iya..." Dengusku, yang mau nggak mau, menuruti perkataan suster nguping tersebut.

Ugh, mungkin, kakak pingsan karena udah tau mau hadapan sama nenek lampir kali, ya?

-

"Ka!"

Aku menoleh, mendapati kak Cal yang berlari di koridor rumah sakit, disusul oleh dua orang lain dibelakangnya, entah siapa. Yang jelas, nggak ada kak Mali.

"Lo ngapain?" Tanya kak Cal, kali ini, berusaha mengatur nafasnya. "Luke mana?"

"Di dalam..." Lirihku, menunjuk ruangan yang ditutup rapat.

"Kaka, kamu nggak apa apa, sayang?" Tanya tante Liz, yang kali ini juga menghampiriku. Oh, ternyata mereka. Kukira teman kak Cal...

Aku menggeleng.
"Enggak. Tapi, kak Luke... Tadi tiba tiba jatuh..."

"He's gonna be fine, baby." Senyum tante Liz paksa, yang kali ini, aku dipangkunya. "Jangan nangis, ya? Malu kalau kak Luke dengar."

"Nggak mau..." Gelengku, kembali terisak. "Mau kakak bangun..."

"Iya sayang, nanti pasti kakaknya bangun kok. Ya?" Sahut tante Liz, mencium pipiku pelan. "Tenang dulu..."

Aku nggak menjawab, kali ini isakanku makin keras. Aku nggak mau ingat waktu kak Luke tiba tiba jatuh, tapi... Nggak tau kenapa, rasanya cuma itu yang bisa kuingat. Aku cuma mau kakak bangun, itu aja. Nggak banyak, kan?

"Ka!" Ujar kak Cal, menarik pergelangan tanganku kasar, membuatku menghadapnya sekarang. "Jangan cengeng! Nanti juga Luke bangun! Udahlah, jangan nangis terus!"

"Enggak mau!" Gelengku kesal, tapi kesalku sekarang jelas nggak keren, soalnya masih sambil nangis. "Kakak nyuruh aku nggak boleh nangis, emangnya kakak sendiri nggak pernah nangis?!"

"Enggak! Diem lo, nggak usah cengeng!" Bentaknya, membuatku langsung diam.

Mau kak Luke...

Mau sama kakak...

"Calum, suaranya." Tegur tante Liz, "Sama adekmu ngomongnya jangan gitu, Cal."

"Iya, maaf tante..."

Perasaanku campur aduk. Satu sisi, rasanya mau teriak aja. Satu sisi lainnya, rasanya mau nangis aja. Sisi lainnya lagi, entah apa rasanya. Pokoknya, aku mau ketemu kak Luke... Aku nggak suka kak Cal, aku mau sama kak Luke...

"Kaka, sini." Senyum tante Liz, menyuruhku duduk di pangkuannya lagi. "Kak Cal kan udah minta maaf. Dimaafin, ya?"

Aku nggak menjawab.

"Yaudah, sini dulu." Perintah tante Liz, yang tetap kuikuti, meski aku nggak ingin sama siapa siapa sekarang. Aku cuma mau kak Luke, itu aja!

"Kamu takut kak Luke kenapa kenapa ya, sayang?" Tanya tante Liz, yang kuangguki. Sadar nggak sadar, akhirnya aku nangis juga.

"Kaka- Kaka maunya kak Luke bangun sekarang, tante!" Berontakku, yang rasanya gregetan ingin menerobos ruangan berpintu rapat dimana kak Luke berada.

"Sshh..." Tante Liz memelukku, persis seperti apa yang kak Luke lakukan padaku, waktu aku nangis di kamarnya. "Semuanya mau begitu, Ka. Coba tanya kak Cal, atau Oom Andy, mereka pasti maunya kak Luke bangun sekarang. Tapi, kak Luke butuh waktu. Oke, sayang? Tenang dulu ya..."

"Waktunya berapa lama, tante?" Gelengku, yang nggak mau nunggu lebih lama lagi.

"Mudah mudahan sebentar lagi, ya." Jawab tante Liz. "Kamu kangen kak Luke, ya?"

Aku mengangguk.
"Mau sama kakak..."

"Nanti ya, sayang. Pasti kak Luke bangun kok, pasti." Angguk tante Liz, yang kali ini mengelus rambutku, lagi lagi persis seperti apa yang kak Luke lakukan padaku, sukses membuatku ngantuk begitu aja.

"Ngantuk, ya? Tidur Ka, nggak apa apa." Ujar tante Liz, yang kali ini kugelengi. Pokoknya, aku nggak mau tidur sampai kak Luke bangun!

"Nggak." Gelengku. "Mau nunggu kakak bangun..."

"Nanti kalau kakak udah bangun, tante bangunin." Lirih tante Liz. "Ya, Ka? Tidur aja, kasihan kamu capek begini pasti..."

Lagi, aku kembali menggeleng. Menolak perintahnya untuk tidur kali ini.

"Nggak mau tidur?"

Aku menggeleng, entah untuk yang keberapa kalinya.

"Yaudah, nggak apa apa. Tapi tenang, ya."

Selasar rumah sakit mendadak hening, bahkan satu satunya suara yang terdengar ditelingaku, hanya ketikan keyboard handphone kak Cal yang pasti lupa dia mute.

Ka, jangan tidur!

Aku membuka mata selebar mungkin, berusaha menghalau rasa ngantuk yang entah kenapa terus bersarang di kelopak mataku.

Pokoknya, nggak boleh tidur sampai kakak bangun!

"Sini, kalau emang mau tidur." Sahut kak Cal, yang tiba tiba mencolek bahuku.

"Enggak ada yang mau tidur." Gelengku singkat.

"Yaudah, terserah."

Tuh, kan...

Kak Luke nggak pernah begini sama aku...

Mau kak Luke...

Aku terdiam, mencoba untuk nggak nangis lagi, yang malah berujung pada ngantuk. Tapi sialnya, kali ini makin ngantuk.

Ka, bangun!

Kelopak mataku kembali terbuka lebar, namun kembali memberat sesaat kemudian.

Jangan tidur, Ka!

Tapi, sepertinya, mataku nggak bisa diajak kompromi. Karena, makin lama, sepertinya makin berat.

"Tidur ya, Ka..."

"Nanti pasti kak Luke bangun, kok."

Setelah tante Liz berkata demikian, mataku menang.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

309K 28.8K 32
Kore'nin nesillerdir düşman olan iki sürüsü; Kim'ler ve Jeon'lar aynı davete katılır. Beklemedikleri şey ise attığı yumruk ile ruh eşi oldukları orta...
66.9K 3K 26
Yabani evrenindeki çiftimiz Asi ve Alaz'ın hayatları farklı bir şekilde kesişeydi, mesela Asi, Soysalan Üniversitesi'ne bomba gibi düşseydi, nasıl ol...
275K 22.1K 15
Tek başına bebeğiyle Seule taşınan omega jeon jungkook ve komşusu safkan alfa kim taehyung . Omegaverse! SafkanAlfatae! Omegakook! Text&Düzyazı!
91.4K 10.9K 49
Jungkook, erzağının bitmesiyle kendine yiyecek birşeyler ararken, Taehyung'un liderlik yaptığı bir küçük bir şehirle karşılaşır. Jungkook, açlığını d...